Anda di halaman 1dari 4

Teknik Dasar Menulis - Kelas : IV.

Kisah Pandawa Lima


Pandawa Lima merupakan tokoh yang tidak dapat dipisahkan dengan kisah Mahabarata,
karena Pandawa Lima merupakan tokoh sentralnya bersama dengan Kurawa. Pertempuran antara
Pandawa Lima dengan Kurawa yang masih mempunyai hubungan saudara, karena Pandawa Lima
memperjuangkan hak tahtanya atas Kerajaan Hastinapura yang di kuasai oleh para Kurawa (
Prabu Suyudhana dengan saudara-saudaranya yang berjumlah seratus ).

Pandawa lima adalah sebutan lima bersaudara, putra dari Pandu Dewanata yakni
Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Yudistira dengan nama kecilnya Puntadewa, Bima
dengan nama kecilnya Sena, dan Arjuna dengan nama kecilnya Permadi dilahirkan dari ibu Dewi
Kunti sedang Nakula dengan nama kecilnya Punten dan Sadewa dengan nama kecilnya Tangsen
dilahirkan dari ibu Dewi Madrim.

Pandu Dewanata adalah Raja Hastinapura, tetapi mati muda dan anak-anaknya masih
kecil-kecil sehingga belum memungkinkan untuk memegang kendali pemerintahan, untuk mengisi
ke kosongan pemerintahan Hastinapura, maka diangkatlah Destaratra yang buta, kakak Pandu
Dewanata untuk menduduki jabatan sementara tahta Hastina, kelak jika putra-putra Pandu telah
dewasa, Hastinapura akan diserahkan pada Pandawa Lima, putra Pandu yang mempunyai hak
atas tahta Hastina secara syah.

Rencana penyerahan tahta Hastinapura ke para Pandawa Lima Putra Pandu secara damai
kelaknya hanya tinggal rencana saja, karena ren-cana tersebut terhalang oleh Dewi Gendari Istri
Destarastra yang sangat ambisius, apa lagi ambi si Dewi Gendari didukung oleh adiknya Harya Su
man alias Sengkuni, menjadi patih Hastinapura, mempunyai watak iri, dengki dan syirik yang
menghalakan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Destarastra disamping buta, pendiriannya juga kurang kuat, mudah berubah, mudah diha
sut dan mudah dibujuk oleh anak-anaknya yang berjumlah seratus, dikenal dengan Kurawa atau
Sata Kurawa yang hampir seluruh anaknya berwatak pendusta, iri, dengki, tamak, syirik dlsb.

Patih Harya Suman alias Sengkuni sangat besar sekali pengaruhnya pada para Kurawa
dalam membentuk anganggapan bahwa Pandawa Lima merupakan musuh dan saingan
terberatnya, karena itu harus disingkirkan dengan cara apapun juga, agar Hastinapura tidak jatuh
ketangan Pandawa Lima Putra Pandu, sebagai pewaris syah atas tahta Hastinapura.

Meskipun Pandawa Lima dan Kurawa berguru pada guru yang sama yakni Resi Durna (
Druna ) dan Resi Krepa, tetapi permusuhan diantara mereka tidak dapat dipadamkan untuk
menjadi rukun, bahkan semakin menjadi-jadi. Pandawa Lima selalu lebih unggul dlm ke-trampilan
ulah senjata dan ulah krida dari pada para Kurawa. Puntadewa selalu lebih unggul dibi dang sastra
dan ketatanegaraan, Bima unggul dibidang memainkan senjata gada, Harjuna unggul dibidang
memanah dan ulah pedang sedang kan Nakula dan Sadewa tidak ikut berguru kare-na masih
terlalu kecil.

Bima bersosok tubuh besar, konon sangat jahil suka mengganggu Kurawa dengan tiada
sebab Kurawa sering ditampar dan ditempeleng oleh Bima terutama Suyudhana/Duryudhana dan
Dursasana ( adik Suyudhana ), akhirnya menimbulkan perkelahian tetapi selalu dimenangkan oleh
Bima meskipun Bima dikeroyok mereka berdua, karena itu Bima selalu menjadi sasaran
pelampiasan dari kekesalan mereka.

Suatu saat Bima yang sangat rakus, dalam makanannya diberi racun oleh Kurawa, setelah
Bima tidak sadarkan diri kemudian dibuang kedalam sumur Jalatunda yang berisi penuh dengan
ular beracun ganas. Karena pertolongan Batara Dadungnala, Bima dapat selamat dan sejak itu
Bima menjadi kebal terhadap segala macam racun betapapun ganasnya racun tersebut.

1
Mengetahui usahanya menyingkirkan Bima gagal, maka Kurawa berusaha lagi untuk
menyingkirkan Pandawa Lima dengan cara membakar bale Sigala-gala tempat menginap para
Putra Pandu dan Ibunya Dewi Kunti, tetapi usaha itupun gagal lagi, karena Putra Pandu
memperoleh pertolongan dari Batara Naradha, Sang Hyang Antaboga dan Yama Widura.

Untuk mencegah Pandawa Lima dan para Sata Kurawa agar tidak terjadi sengketa terus
menerus, para tetua mereka terutama Resi Bis- ma dan Yama Widura, menganjurkan kepada
Destarastra agar Pandawa Lima diberi hutan Kan dawaprastha atau Wanamarta, saran tersebut
diikuti oleh Destarastra dan hutan Wanamartalah yang diberikan pada Pandawa Lima.

Dalam waktu singkat Pandawa Lima yang dibantu oleh beberapa Dewa dan sahabat saha-
batnya, berhasil merubah hutan belantara menja di sebuah kerajaan yang besar dengan nama
Amerta dan Indraprasta sebagai ibu kotanya.

Semakin lama Amerta menjadi semakin maju, kerajaannya menjadi semakin besar dan
kuat, banyak kerajaan kecil-kecil, bergabung berkat perjuangan Bima dan Harjuna. Sebagai
pernyataan syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa atau Sang Maha Pencipta Jagad Raya ini,
maka para pembesar Kerajaan Amarta mengadakan syukuran, sesaji kepada Raja Suya dan para
Kurawapun diundang untuk meng hadiri upacara sesaji itu dan dalam pelaksanaan upacara sesaji
tersebut terdapat keributan antara Prabu Kresna dengan Prabu Si Supala, berakhir dengan
meninggalnya Prabu Si Supala, tetapi tidak menggangu kelancaran jalannya upacara sesaji.

Karena sudah mempunyai bibit rasa iri dan dengki pada Pandawa Lima, maka Kurawa
menilai bahwa upacara tersebut merupakan pameran kekuatan Pandawa Lima, hal demikian
dimanfaatkan oleh Patih Sengkuni untuk mempengaruhi para Kurawa agar membuat sengsara
pada Pandawa Lima (Putra Pandu).

Prabu Duryudhana atas nama Kurawa, mengundang Pendawa Lima untuk menghadiri
pes-ta yang diadakan di kerajaan Hastinapura, atas hal tersebut para tetua Hastinapura seperti
Pra bu Destarastra, Resi Bisma dan Yama Widura menilai bahwa antara Pandawa Lima dengan
para Sata Kurawa telah berdamai dan bersahabat.

Penilaian tetua Hastinapura ternyata mele-set, karena undangan Kurawa hanya


merupakan siasat untuk membuat sengsara Pandawa Lima. Waktu itu Pandawa Lima diajak
minum minuman yang memabukkan sampai mabuk dan dalam kondisi mabuk itulah Pandawa
Lima diajak main judi, Pandawa Lima diwakili oleh Yudistira dan Hastinapura diwakili oleh Patih
Sengkuni (Harya Suman). Dalam permainan judi tersebut Pandawa Lima di kalahkan, karena di
curangi oleh para Kurawa, judi dan mabuk-mabukan sudah merupakan kebiasaan sehari-hari bagi
para Kurawa.

Awalnya Pendawa Lima sering dimenangkan, tetapi setelah taruhan diperbesar dan
merupakan target Para Kurawa, maka Pendawa Lima dikalahkan, sesudah kerajaan Amarta
dipertaruhkan dan dikalahkan, keadaan semakin panas, kemudian setelah adik-adiknya dan
dirinya yang di jadikan taruhan kalah juga, maka Dewi Drupadi istrinyapun dipertaruhkan pula.

Dewi Drupadi waktu itu dikaputren kemudian diseret kebalairung, dipermalukan dan
menarik rambutnya sampai terurai. Pada saat itulah Dewi Drupadi mengucapkan sumpahnya,
bahwa ia tidak akan menyanggul rambutnya lagi, kecuali setelah keramas dengan darahnya
Dursasana adik Prabu Duryudhana ( Suyudhana ), demikian juga Bima bersumpah, bahwa dalam
perang Bharatajuda nanti akan membunuh Prabu Duryudhana (Suyudhana) dan meminum
darahnya.

Nasib Pandawa Lima dan Dewi Drupadi agak tertolong dengan campur tangannya tetua
Hastinapura Resi Bisma dan Yama Widura. Dewi Drupadi diminta untuk diserahkan kepada Resi
Bisma dan diberikan, untuk ini para Kurawa salah sangka dikiranya Resi Bisma ingin menikmati
kemenangannya pada hal Dewi Drupadi akan diserahkan kembali kepada Pandawa Lima oleh
Resi Bisma.

2
Atas kekalahan judi para Pandawa Lima, tetua Hastina mengambil kebijaksanaan dan
jalan tengah, bahwa Pandawa Lima harus menjalani hukuman pembuangan di hutan selama 12
tahun dan masa penyamaran selama 1 tahun, dalam masa penyamaran apabila salah satu dari
Pandawa lima dapat dipergoki, maka mereka semua harus menjalani pembuangan ulang lagi
selama 12 tahun, dan masa penyamaran 1 tahun.

Dewi Drupadi-pun mengikuti para Pandawa Lima dalam menjalani hukuman pembuangan,
sedangkan Dewi Kunti ibu para Pandawa Lima tetap tinggal Kerajaan Hastinapura. Sebagian Istri
dan anak-anaknya Raden Harjuna dititipkan di Kerajaan Cempalaradya, Dewi Wara Subadra dan
sebagian lagi istri-istri Raden Harjuna dan anak-anaknya dititipkan di Kerajaan Dwarawati.

Dalam masa menjalani hukum pembuangan, Raden Harjuna dan Bima memanfaatkan wak
tunya untuk memperdalam ilmunya dan mencari senjata pusaka. Bima bertemu dengan Anoman
saudara tunggal Bayu yang mengajarkan berbagai ilmu kesaktian kepadanya.

Setelah Pandawa Lima menyelesaikan masa pembuangan 12 tahun lamanya, kemudian


menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata. Puntadewa menyamar sebagai ahli sejarah dan
tatanegara dengan nama Wijakangka, Bima sebagai Jagal/penyembelih hewan dengan nama
Jagal Abilawa, Harjuna sebagai guru tari yang kebanci-bancian dengan nama Kandhi Wrahatmala,
Nakula dan Sadewa sebagai pelatih dan pemelihara kuda dengan nama Darmagranti dan
Tantripala. Dewi Drupadi menjadi dayang istana dengan nama Sailandri atau Salindri.

Disaat hari penyamaran Pandawa Lima berakhir terjadilah penyerbuan Hastinapura


dengan sekutu-kutunya ke Kerajaan Wirata. Para Pandawa Lima tidak dapat tinggal diam ketika
melihat kejadian penyerbuan yang telah mengganggu ketenangan dan ketentraman Kerajaan
Wirata tempat mereka menyamar selama ini.

Dengan ikutnya Pandawa turun kemedan perang, akibatnya para Sata Kurawa mengetahui
penyamaran Pandawa Lima. Maka ketika diada kan perundingan untuk memulihkan hak Pandawa
Lima atas Kerajaan Amarta dan setengah Kerajaan Hastina, ditolak oleh Kurawa dengan alasan
penyamarannya telah dipergoki, karena itu Pandawa harus menjalani ulang kembali masa
hukumannya 12 tahun dalam pembuangan dan 1 tahun masa penyamaran.

Menurut perhitungan tetua Hastina, Pandawa Lima telah menjalani masa hukuman dengan
sempurna, karena itu mereka harus dikembalikan hak-haknya termasuk setengahnya Kerajaan
Hastinapura, namun hal demikian ditolak oleh Kurawa. Meskipun Pandawa Lima dalam
perundingan diwakili oleh Prabu Kresna sebagai duta Pandawa Lima.

Karena perundingan damai mengalami kegagalan, maka pecahlah pertempuran utk mem-
perjuangkan haknya, kemudian dikenal dengan kisah “MAHABHARATA”, masa pertempurannya
selama 18 hari, berakhir dengan kemenangan Pandawa Lima, tetapi semua putra Pandawa Lima
gugur dimedan perang di Tegal Kurusetra.

Yudistira dikenal sebagai sosok suci tanpa dosa, sedangkan Bima dan Raden Harjuna
dikenal sebagai sosok yang telah mencapai kesempurnaan diri, mengetahui sejatinya urip/hidup.

Bima waktu itu diperintah oleh Resi Druna untuk mencari air suci, maksudnya untuk mence
lakakan Bima, tetapi sebaliknya Bima bertemu dengan Dewa Ruci yang memberi wejangan
tentang ilmu kasampurnan hidup, Raden Harjuna memperoleh wejangan ilmu Hasta Brata dari
Panembahan Kesawasidhi di Puncak gunung Suwelagiri Pertapaan Kutharunggu. Hasta Brata
merupakan ilmu spiritual setingkat dengan air suci yang diperoleh Bima untuk mencapai
kesempurnaan hidup.

Dihari tuanya, Pandawa Lima dengan sadar merupakan hari-hari utk menyongsong saat
ke-matian, setelah menobatkan Parikesit cucu Ra-den Harjuna sebagai Raja Hastinapura,
beberapa tahun kemudian Pandawa Lima mendaki kepun cak Gunung Himalaya, termasuk Dewi
Drupadi untuk menyongsong kematian, diikuti oleh anjing berbulu putih.

3
Pertama kali yang dijemput oleh Batara Ya-madipati (Dewa penjemput nyawa) adalah
Dewi Drupadi, dinilai paling banyak dosanya dibandingkan dengan kelima suaminya yakni Panda
wa Lima. Pertama karena dihati kecilnya ia lebih mencintai Raden Harjuna dari pada dengan
suami lain-lainnya. Kedua karena Dewi Drupadi bermulut tajam, kata-katanya sering melukai hati
orang lain, diantaranya adalah Narpati Basukarna (Adipati Karna), Prabu Duryudhana, Resi Druna/
Drona, Dursasana dan Jayadrata, terluka hatinya karena ucapan-ucapan Dewi Drupadi.

Berikutnya giliran Sadewa yang dijemput oleh Batara Yamadipati, karena sering
meremehkan atau memandang rendah orang lain termasuk kakak kakaknya meskipun hanya
didalam hati saja dan tidak pernah diucapkan. Sadewa mempunyai ilmu / aji Pranawa Jati yang
dapat mengetahui kejadian yang akan datang dan mengingat kejadian-kejadian masa lalu yang
pernah dialami.

Setelah Sadewa giliran berikutnya kemudian adalah Nakula yang dijemput oleh Batara Ya-
madipati, karena meskipun diam sebenarnya di-dalam hatinya Nakula selalu iri dan dengki kepada
saudara-saudaranya terutama dengan Sadewa.

Giliran berikutnya setelah Nakula adalah Raden Harjuna yang dijemput oleh Batara Yama
dipati, karena didalam hati kecilnya Raden Har-juna terlalu bangga dengan ketampanan yang
dimilikinya dan merasa paling dibutuhkan atau pa-ling penting dibanding dengan saudara-
saudaranya.

Bima giliran berikutnya dijemput oleh Bata ra Yamadipati, karena dinilai sering tidak dapat
menahan nafsu amarahnya. Yudistira tidak dijemput oleh Batara Yama-dipati dan tidak menemui
ajalnya, ia berjalan sampai didepan pintu Syurga dan dijemput oleh Batara Indra, diajak untuk
masuk syurga tetapi anjingnya dilarang masuk. Yudistira menolak masuk syurga jika anjingnya
tidak diperbolehkan masuk syurga, karena Yudistira menganggap Dewa tidak menghargai suatu
kesetiaan. Maka sebaiknya hamba tidak usah masuk kesyurga jika anjing yang menunjukkan
kesetiaannya dilarang masuk syurga.

Atas ucapan Yudistira yang menghargai kesetiaan, seketika itu juga anjing putih yang
selalu menyertai perjalanan Pandawa Lima dengan setianya sejak dari Istana Hastinapura sampai
kepintu syurga, berubah wujudnya menjadi Batara Darma, jelmaan ayahnya Yudistira yang
sebenarnya .

Kisah berakhir hidupnya para Putra Pandu, mengandung suatu petunjuk, bahwa Allah
Maha Mengetahui segala-galanya, meskipun hanya didalam hati dan tidak pernah dikeluarkan
atau dinyatakan kepada orang lain, Allah sudah mengetahui kebaikan atau kebathilan itu.

Bima dalam pewayang adalah simbul ketegasan dan keadilan serta kejujuran dalam
menegakkan hukum, tidak pandang bulu, siapapun yang salah harus dihukum meskipun itu
saudara maupun anaknya sendiri. Bima selalu menepati janjinya, bertubuh tinggi besar dan kokoh.

Raden Harjuna adalah lambang atau sim - bul sosok tampan dan rupawan tetapi donyuan,
banyak anak banyak istri tetapi semuanya rukun. Kisah-kisah pewayangan banyak mengan-dung
ajaran-ajaran Falsafah yang bermakna spiri tual tinggi, kata-kata Adiluhung yang memben tuk budi
luhur dan pekerti/perbuatan mulia Bangsa Indonesia.

Dunia pewayangan mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk watak Budi
Luhur dan Hati Mulia Bangsa Indonesia yang dika gumi oleh bangsa lain didunia ini. Menonton
pertunjukan wayang yang memakan waktu panjang saja sudah mengandung pendidikan, dimana
penonton dididik untuk sabar dalam menghadapi kenyataan hidup, dan tekun menerima/menanti
ilmu atau wejangan spiritual yang bermakna tinggi lewat dalangnya.

Anda mungkin juga menyukai