Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL PTK

“Pengaruh Media Game Edukasi Android Berbasis Kearifan

Lokal terhadap Hasil Belajar Siswa yang Slow Learner Kelas IV


di SD 3 Garung Lor Kudus”
Disusun untuk memenuhi tugas UAS Semester 6 Mata Kuliah Penelitian
Tindakan Kelas: Tematik Integratif.

Dosen Pengampu :Sekar Dwi Ardianti, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Nama : Chilmi Anderei Prastyo
NIM : 201633231
Kelas : 6F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran merupakan suatu runtutan kegiatan belajar yang
interaktif, inspiratif, dan menyenangkan bagi peserta didik sehingga dapat
mengembangkan kemampuan pribadinya. Pelaksanaan pembelajaran
harusnya berpusat pada siswa, agar tercipta prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian dari siswa sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun
2013 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 yang
pada pasal 19 ayat 1 menjelaskan bahwa Proses Pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan
bagi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik.
Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau
kelompok agar seseorang menjadi dewasa dari segi biologis, psikologis,
dan pedagogis, yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan.
Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan baik di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun di masyarakat sebagai lembaga pendidikan
formal, informal, dan non formal. Pendidikan adalah segala pegaruh yang
diupayakan oleh sekolah terhadap anak-anak yang bersekolah agar
mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan- hubungan dan tugas-tugas social mereka. (Kadir, Abdul.
2012:60) Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pentingnya pendidikan bagi manusia karena pendidikan bertujuan
mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan.
Kemendikbud mengeluarkan peraturan tambahan mengenai
kurikulum pendidikan tentang penerapan proses pembelajarandi sekolah
dasar. Paraturan tersebut tertuang dalam Lampiran Permendikbud No. 67
tahun 2013 tentang kurikulum SD bahwa Pelaksanaan Kurikulum 2013
pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dilakukan melalui pembelajaran
dengan pendekatan tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas VI.
Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai muatan pelajaran ke
dalam berbagai tema.
Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu sesuai kurikulum 2013
merupakan upaya pemerintah untuk mengembangkan kemampuan siswa
secara serentak dimana terdapat penggabungan beberapa muatan pelajaran
menjadi satu dalam penyampaiannya. Standar isi kurikulum 2013 yang
dijelaskan pada Lampiran Permendikbud No. 64 tahun 2013 tentang
Standar Isi, yaitu standar isi disesuaikan dengan substansi tujuan
pendidikan nasional dalam domain sikap spiritual dan sikap sosial,
pengetahuan, serta keterampilan.
Pembelajaran tematik dalam kurikulum 2013 juga dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran
langsung. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 81A tahun 2013 disebutkan, proses pembelajaran terdiri
atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu sesuai kurikulum 2013
merupakan upaya pemerintah untuk mengembangkan kemampuan siswa
secara serentak dimana terdapat penggabungan beberapa muatan pelajaran
menjadi satu dalam penyampaiannya. Standar isi kurikulum 2013 yang
dijelaskan pada Lampiran Permendikbud no 64 tahun 2013 tentang
Standar Isi, yaitu standar isi disesuaikan dengan substansi tujuan
pendidikan nasional dalam domain sikap spiritual dan sikap sosial,
pengetahuan, serta keterampilan.
Pembelajaran tematik dalam kurikulum 2013 juga dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran
langsung. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 81A tahun 2013 disebutkan, proses pembelajaran terdiri
atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
Di dalam pendidikan akan sering dijumpai hambatan-hambatan dan
permasalahan dalam proses belajar mengajar. Diantaranya permasalan
yang sering dijumpai salah satunya adalah masalah kesulitan belajar yang
dialami para siswa-siswi. Menurut National Joint Committee on Learning
Disability (NJCLD), kesulitan belajar adalah suatu istilah umum yang
mengacu pada beragam kelompok gangguan yang terlihat pada kesulitan
dalam menguasai dan menggunakan kemampuan mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, berpikir, atau kemampuan matematis.
(Denis, Enrica. 2006: 75)
Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu, yang
mungkin disadari atau tidak disadari oleh siswa yang bersangkutan, untuk
mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar atau Learning disability adalah
suatu kelainan yang membuat individu yang bersangkutan sulit untuk
melakukan kegiatan belajar secara efektif. (Jamaris, Martin. 2014: 3)
Salah satu jenis permasalahan atau kesulitan belajar yang sering
muncul di Sekolah Dasar adalah Anak/Siswa yang Slow Learner (lamban
belajar). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Kelas IV dan
Observasi pembelajaran di Kelas IV, peneliti menemukan banyak
permasaahan yang dialami siswa kelas IV. Salah satunya yaitu 3 siswa
mengalami Slow Learner. Slow Learner. Menurut Cooter, Cooter Jr., dan
Wiley (Nani Triani dan Amir, 2013: 3) menjelaskan bahwa anak lamban
belajar adalah anak yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di
bawah rata-rata anak normal pada salah satu atau seluruh area akademik
dan mempunyai skor tes IQ antara 70 sampai 90.
Tingkat kecerdasan atau hasil tes IQ anak lamban belajar
berhubungan erat dengan perkembangan intelektual anak. Ditinjau dari
perkembangan intelektualnya, Pichla, Gracey, dan Currie (2006: 39)
mengemukakan bahwa anak lamban belajar termasuk anak yang
mengalami kelemahan kognitif (cognitive impairment).
Berdasarkan hasil pengamatan yang ada di lapangan pada tanggal 1-
2 April 2019, terdapat 3 siswa Slow Learning (lamban belajar) di Kelas IV
SD 3 Garung Lor Kudus, yang diketahui dari hasil tes assassement
kognitif Tema dan pembelajaran sebelumnya dan UTS. Siswa lamban
belajar mengalami kesulitan belajar khususnya pada muatan PPKn dan
IPA. Hasil prestasi yang didapatkan siswa lamban belajar pada muatan
tersebut dikategorikan masih rendah dibawah rata-rata. Faktor penyebab
yang mempengaruhi siswa Slow Learner (lamban belajar) yaitu kurang
perhatian dari keluarga/orang tua yang menyebabkan siswa sering
melamun saat pembeajaran (faktor keluarga), dan tingkat kecerdasannya
lebih rendah dari teman-temannya (siswa sekelas/ anak normal). Hal ini
diperkuat oleh beberapa ahli yang mengemukakan bahwa ada banyak
faktor yang dapat menyebabkan anak lamban belajar. G.L. Reddy, R.
Ramar, dan A. Kusuma (2006: 11-15) mengemukakan bahwa faktor
kemiskinan, faktor kecerdasan orang tua dan jumlah anggota keluarga,
faktor emosi, dan faktor pribadi merupakan empat faktor penyebab anak
lamban belajar. Oleh karena itu, siswa Slow Learner (lamban belajar)
membutuhkan pelayanan khusus dalam pembelajaran yang disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhannya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak lamban belajar
mengalami masalah belajar dan tingkah laku karena mempunyai
keterbatasan kemampuan intelektual dan keterampilan psikologis.
Karande, dkk. (Arjmandnia dan Kakabaraee, 2011: 88) menjelaskan
masalah umum anak lamban belajar yang ditemukan guru kelas di
antaranya: a) memiliki prestasi rendah di semua mata pelajaran; b)
mengalami kesulitan membaca, menulis, atau matematika; c) mempunyai
daya ingat rendah; dan d) hiperaktif atau kurang memperhatikan.
Pembelajaran membutuhkan peranan media pembelajaran. Media
pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu
komponen pembelajaran. Komunikasi tidak akan terjadi tanpa media
dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan
bisa berlangsung secara optimal. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan menjelaskan mengenai media pembelajaran. Penjelasan itu
tertuang dalam Lampiran Permendikbud No. 65 tahun 2013 yang
menjelaskan bahwa media pembelajaran, berupa alat bantu proses
pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran. Berdasarkan
pengamatan peneliti di lapangan, media yang digunakan oleh gurunya
masih sederhana dan kurang menarik siswa,sehingga membuat siswa
bosan dalam pembelajaran, dan bagi siswa Slow Learner itu membuat
sangat sulit memahami materi suatu muatan dalam media tersebut,
sehingga berdampak pada hasil belajar yang kurang dari KKM.
Penggunaan media permainan pembelajaran yang menarik dapat
membuat siswa lebih aktif dan memiliki pengalaman belajar yang
menyenangkan. Anak dengan gangguan slow learner dapat
mengoptimalkan kemampuan intelektualnya dan belajar berbagai
macam hal yang diperlukan dalam kehidupan sosialnya kelak di
masyarakat. Di sekolah, merupakan tempat penting bagi perkembangan
siswa slow learner. Melalui sekolah, siswa slow learner belajar
berbagai hal yang penting bagi kehidupannya, belajar bagaimana
bersosialisasi dengan teman seusianya. Belajar sambil melakukan bagi
siswa itu sangat bermakna dikarenakan hal itu menambah pengalaman
pribadi dalam belajar. Halini di dukung oleh Teori John Dewey dalam
bukunya experience and education, mengatakan bahwa “ education is
development from within and that it is formation from without”
(pendidikan adalah pengembangan dari dalam dan merupakan
pembentukan dari luar), sehingga pengalama-pengalaman seorang anak
juga sangat penting pembentukan pribadi seorang anak.(Dewey, John.
1997:1)
Permainan ular tangga/snake games sangat menarik bagi anak-anak
usia SD. Di Indonesia, media snake games di adaptasi media berbagai
bentuk media seperti ular tangga dan papan dakon. Menurut Schwartz,
karakteristik media snake games ini adalah sebagai berikut: (1) Bermain
bersifat interaktif dan merangsang anak untuk memecahkan masalahnya
secara pribadi, (2) Bermain adalah kebebasan, spontanitas, dan non-
paksaan. (3) Permainan yang yang menarik perhatian anak, (4) Bermain
terbuka (tidak terbatas), imajinatif, ekspresif, kreatif dan berbeda, dan
(5) Media ini melatih anak untuk bisa belajar secara mandiri dalam
mengembangkan kemampuan diri dan meminimalisir peran orang tua
maupun guru dalam membantu anak (dalam Puspita & Surya, 2017).
Selain itu media snake games ini dapat digunakan pada anak slow
learner karena media ini memiliki konsep yaitu non paksaan dan
terdapat pengulangan-pengulangan dalam pelaksanaannya, dimana anak
slow learner dalam proses pembelajaran harus dilakukan berualang-
ulang sampai anak tersebut paham. Snake games juga mengajarkan
anak untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran, belajar dapat
dilakukan sambil bermain yang menyenangkan, permainan ini
membantu anak dalam semua aspek pembelajaran akademik, salah
satunya dalam perkembangan logika matematika, dan permainan ini
dapat merangsang siswa untuk belajar memecahkan masalah (Puspita &
Surya, 2017). Media snake games dapat membantu anak slow learner
dalam mengatasi kelemahannya dalam materi muatan PPKn dan IPA,
dimana anak slow learner yang memiliki kelemahan di bidang
akademik salah satunya IPA yang tidak bisa berpikir abstrak dan
bernalar secara logis, daya ingat yang rendah, mengungkapkan ide atau
gagasan. Dengan diberikannya media ini akan membantu anak slow
learner untuk mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam belajar,
mengembangkan pola pikirnya, mengungkapkan ide atau gagasan dan
bernalar yang logis yaitu dengan pemberian media pembelajaran secara
berulang-ulang sampai anak memahaminya.
Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang mendukung
yaitu riset oleh Puspita & Surya (2017) yang menyatakan bahwa
melalui media snake games yang diterapkan pada anak-anak dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran sekolah dasar,
melatih anak-anak untuk berkonsentrasi, dan dengan permainan dapat
membuat anak-anak berpikir belajar itu menyenangkan. Selain itu riset
yang dilakukan oleh Nachiappan, Rahmad, Andi, & Zulkafaly (2014),
menyatakan bahwa permainan snake games memungkinkan siswa
untuk memahami konsep matematika dengan mudah, meningkatkan
perkembangan kognitif dan juga untuk membangun minat mereka untuk
terlibat aktif dalam belajar.
Permainan Ular Tangga ini sangat menarik apalagi jika dalam
media ini ditambahi dengan berbagai Kearifan Lokal yang ada di
Indonesia, maka siswa menjadi lebih berwawasan luas dan juga dapat
mengambil contoh perilaku/pesan moral budaya yang baik untuk
diterapkan pada pribadi. Kearifan lokal adalah identitas atau
kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut
mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari
luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan sendiri Wibowo
(2015:17).
Kearifan lokal diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak (falsafah)
berupa nasehat, pepatah, pantun, syair, folklore (cerita lisan) dan
sebagainya; aturan, prinsip, norma dan tata aturan sosial dan moral yang
menjadi sistem sosial; ritus, seremonial atau upacara tradisi dan ritual;
serta kebiasaan yang terlihat dalam perilaku sehari-hari dalam
pergaulan sosial (Haryanto, 2013: 368) Selain berupa nilai dan
kebiasaan kearifan lokal juga dapat berwujud benda-benda nyata salah
contohya adalah wayang. Wayang kulit diakui sebagai kekayaan
budaya dunia karena paling tidak memiliki nilai edipeni (estetis)
adiluhung (etis) yang melahirkan kearifan masyarakat, terutama
masyarakat Jawa. Bahkan cerita wayang merupakan pencerminan
kehidupan masyarakat Jawa sehingga tidak aneh bila wayang disebut
sebagai agamanya orang Jawa. Dengan wayang, orang Jawa mencari
jawab atas permasalahan kehidupan mereka (Sutarso, 2012 : 507).
Dalam pertunjukan wayang bergabung keindahan seni sastra, seni
musik, seni suara, seni sungging dan ajaran mistik Jawa yang
bersumber dari agama-agama besar yang ada dan hidup dalam
masyarakat Jawa. Bentuk kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat
jawa selain wayang adalah joglo ( rumah tradisional jawa).
Berdasarkan wawancara dan pengamatan, siswa Slow Learning
sangat suka bermain games di HP. Menurut peneliti, jika pembelajaran
menggunakan permainan ular tangga dikemas dalam bentuk aplikasi
game edukasi Android dan didalamnya terdapat kearifan lokal daerah di
Indonesia, maka hal itu akan membuat siswa Slow Learner menjadi
cepat memahami materi yang diajarkan dan bertambahnya wawasan,
serta meningkatkan kualitas karakter siswa. Guru dan siswa harus
mengikuti perkembangan IPTEK dan mencapai industri 4 agar tidak
tertinggal oleh arus globalisasi dan tidak tertinggal pesatnya kemajuan
jaman.
Menurut peneliti, salah satu solusi dari permasalahan Siswa Slow
Learner itu dengan menerapkan Game Edukasi Android berbasis
Kearifan Lokal yang dikaitkan dengan muatan yang mereka sukai dan
muatan yang hasil belajarnya rendah seperti IPA, Bahasa Indonesia,
PPKn, dan SBdP. Guru harus bisa memanfaatkan teknologi dalam
pembelajaran sebaik mungkin. Oleh karena itu, Peneliti akan mencoba
model permainan tersebut diterapkan dalam pembelajaran Kelas IV
khususnya kedua siswa tersebut untuk dapat mengetahui dengan model
itu bisa meningkatkan hasil belajar khususnya muatan IPA, Bahasa
Indonesia, dan PPKn (Lido) atau tidak, maka Peneliti akan melakukan
penelitian PTK ini. Sehingga solusi yang telah diuraikan tersebut
mendorong peneliti untuk mengetahui lebih dalam dan meneliti
pengaruh media Edukasi Game (Permainan Ular Tangga) Android
berbasis Kearifan Lokal yang saya ciptakan ini terhadap hasil belajar
siswa Slow Learner Kelas IV pada Tema Tema 7 Indahnya Keragaman
di Negeriku Sub Tema 1 Keragaman Suku Bangsa dan Agama di
Negeriku dalam Proposal PTK yang berjudul “Pengaruh Media
Edukasi Game (Permainan Ular Tangga) Android berbasis
Kearifan Lokal terhadap Hasil Belajar Siswa Slow Learner Kelas
IVdi SD 3 Garung Lor Kudus”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana penerapan model game edukasi Android berbasis Kearifan
Lokal dalam pembelajaran siswa Kelas IV khususnya siswa slow
learner pada muatan Bahasa Indonesia, IPA, SBdP, dan PPKn?
2. Bagaimana hasil belajar siswa slow learner ketika sudah diterapkan
model Game Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal tersebut?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemecahan masalah yang direncanakan, tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk meningkatkan hasil belajar Siswa Kelas IV khususnya Slow
Learner pada muatan IPA/PPKn/Bahasa Indonesia/ SBdP dengan
menggunakan media game edukasi Android berbasis Kearifan Lokal.
2. Untuk memahamkan materi oleh Siswa Kelas IV khususnya Slow
Learner pada muatan IPA, SBdP, PPKn, dan Bahasa Indonesia secara
cepat dengan berbantuan media game edukasi Android berbasis
Kearifan Lokal ini.
3. Untuk mengembangkan media berbasis IT yang menarik siswa dan
lebih kreatif oleh gurunya.
4. Untuk memudahkan Siswa Kelas IV khususnya Slow Learner
mengikuti pembelajaran yang dilaksanakn oleh gurunya dengan media
tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dibagi menjadi dua kategori, yaitu
teoritis/akademis dan praktis/fragmatis. Kegunaan teoritis/akademis terkait
dengan kontribusi tertentu dari penyelenggaraan penelitian terhadap
perkembangan teori dan ilmu pengetahuan serta dunia akademis.
Sedangkan kegunaan praktis/fragmatis berkaitan dengan kontribusi praktis
yang diberikan dari penyelenggaraan penelitian terhadap obyek penelitian,
baik individu, kelompok, maupun organisasi. Setelah melakukan penelitian
ini, diharapkan dapat berguna bagi semua pihak. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah seagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat menambah
wawasan, pengetahuan dan pengalaman guru dalam rangka peningkatan
kualitas pembelajaran Kelas 4 Tema 7 Indahnya Keragaman di
Negeriku menggunakan media Game Edukasi Android berbasis
Kearifan Lokal pada siswa Slow Learner Kelas IV.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Praktis bagi Siswa
1.) Siswa Kelas IV khususnya Slow Learner dapat meningkatkan
hasil belajar pada muatan IPA/PPKn/Bahasa Indonesia/ SBdP
dengan menggunakan media game edukasi Android berbasis
Kearifan Lokal.
2.) Siswa Kelas IV khususnya Slow Learner dapat memahami materi
pada muatan IPA, SBdP, PPKn, dan Bahasa Indonesia secara
cepat dengan berbantuan media game edukasi Android berbasis
Kearifan Lokal ini.
3.) Siswa Slow Learner lebih mudah mengikuti pembelajaran yang
dilaksanakn oleh gurunya dengan media tersebut.
b. Manfaat Praktis bagi Guru
1.) Guru dapat mengembangkan media berbasis IT yang menarik
siswa dan lebih kreatif.
2.) Guru dapat meningkatkan perilaku pembelajaran guru dalam
mengajar.
3.) Guru dapat menciptakan kegiatan belajar yang menarik dan
menyenangkan.
c. Manfaat Praktis bagi Sekolah
Dapat menjadi masukan bagi guru-guru di SD 03 Garung Lor
Kudus untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
metode dan model pembelajaran inovatif di sekolahnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Yang dimaksud subyek penelitian, adalah orang, tempat, atau benda
yang diamati dalam rangka pembumbutansebagai sasaran (Kamus Bahasa
Indonesia, 1989: 862). Adapun subyek penelitian ini adalah Siswa Slow
Learner Kelas IV SD 3 Garung Lor Kudus.
Yang dimaksud obyek penelitian, adalah hal yang menjadi
sasaranpenelitian (Kamus Bahasa Indonersia; 1989: 622). Menurut
(Supranto 2000: 21), obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat
berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Kemudian
dipertegas (Anto Dayan 1986: 21), obyek penelitian, adalah pokok
persoalan yang hendak diteliti untuk mendapatkan data secara lebih
terarah. Adapun Obyek penelitian ini adalah Hasil Belajar Siswa Slow
Learner Kelas IV SD 3 Garung Lor Kudus.

F. Definisi Operasional Varibel


Sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui
kegiatan belajar. Menurut Slameto (dalam Hamdani 2011: 20) belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Surya
(dalam Rusman, 2013: 85) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk melakukan
perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri. Menurut James O. Whittaker (dalam Rusman, 2013:
85) Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman.
Menurut Miarso (dalam Rusman, 2013: 93) Sesuai UU nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20 menjelaskan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
M. Rohman (2013: 8) menerangkan bahwa komponen-konponen
pembelajaran ada lima, yaitu: tujuan, isi/materi, strategi/metode, alat dan
sumber, dan evaluasi pembelajaran.
Cooter, Cooter Jr., dan Wiley (Nani Triani dan Amir, 2013: 3)
menjelaskan bahwa anak lamban belajar adalah anak yang memiliki
prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata anak normal pada
salah satu atau seluruh area akademik dan mempunyai skor tes IQ antara
70 sampai 90.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa ada banyak faktor yang dapat
menyebabkan anak lamban belajar. G.L. Reddy, R. Ramar, dan A.
Kusuma (2006: 11-15) mengemukakan bahwa faktor kemiskinan, faktor
kecerdasan orang tua dan jumlah anggota keluarga, faktor emosi, dan
faktor pribadi merupakan empat faktor penyebab anak lamban belajar.
Berikut penjelasan lebih lanjut dari keempat faktor tersebut.
Anak lamban belajar mempunyai karakteristik tertentu yang
membedakannya dari anak normal. G.L. Reddy, R. Ramar, dan A.
Kusuma (2006: 6-18) menjelaskan empat karakteristik anak lamban
belajar, ditinjau dari faktor-faktor penyebabnya, yaitu keterbatasan
kapasitas kognitif, memori atau daya ingat rendah, gangguan dan kurang
konsentrasi, dan ketidakmampuan mengungkapkan ide.
Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai
pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Berdasarkan
definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan
sarana perantara dalam proses pembelajaran. (Daryanto. 2010: 4)
Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar
yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang
ditata dan diciptakan oleh guru. Dalam kegiatan interaksi antara siswa dan
lingkungan, fungsi media dapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan
media dan hambatan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran.
((Daryanto. 2010: 7).
Software/perangkat lunak adalah program komputer, struktur data dan
dokumentasi yang berkaitan, yang menyediakan metode logika prosedur
atau control yang diminta. Karakteristik perangkat lunak adalah sebagai
berikut: perangkat lunak dikembangkan dan direkayasa, bukan dirakit
seperti perangkat keras. (Novaliendry, Dony. 2011: 123)
Game merupakan salah satu media hiburan yang menjadi pilihan
seseorang untuk menghilangkan kejenuhan atau hanya untuk mengisi
waktu luang. (Putra, Rizki Catur. 2016: 2)
Game selalu menarik untuk diikuti, demikian pula halnya dengan
program komputer yang mengemas informasi dalam bentuk permainan.
Program yang berisi permainan dapat memberi motivasi bagi siswa untuk
mempelajari informasi yang ada didalamnya. (Hamzah.2011: 137)
Game sering kali dituduh memberikan pengaruh negatif terhadap
anak. Faktanya, Game mempunyai fungsi dan manfaat positif bagi anak, di
antaranya:
1. Anak mengenal teknologi komputer.
2. Pelajaran untuk mengikuti pengarahan dan aturan.
3. Latihan memecahkan masalah dan logika.
4. Melatih saraf motorik dan keterampilan spasial.
5. Menjalin komunikasi anak-orangtua saat bermain bersama.
6. Memberikan hiburan.
7. Bagi pasien tertentu, permainan game dapat digunakan sebagai terapi
penyembuhan. (Putra, Dian Wahyu. 2016: 47)
Permainan edukatif adalah suatu kegiatan yang sangat menyenangkan
dan dapat dijadikan sebagai alat pendidikan yang bersifat mendidik.
Permainan edukatif merupakan bentuk kegiatan mendidik yang dilakukan
dengan menggunakan cara atau alat yang bersifat mendidik. Permainan
edukatif bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir,
serta bergaul dengan lingkungan, menguatkan dan menerampilkan anggota
badan anak, mengembangkan kepribadian, mendekatkan hubungan antara
pendidik dengan anak didik, menyalurkan kegiatan anak, dan sebagainya
(Ismail. 2005: 119-120).
Game edukasi merupakan permainan digital yang dapat
memberikan kesempatan untuk bermain melalui lingkungan simulasi dan
dapat menjadi bagian integral dari pembelajaran dan pengembangan
intelektual. (Mahafi, Aditya Galang. 2013: 20)
Menurut Husna (2009: 145) bahwa permainan ular tangga adalah
suatu permainan yang menggunakan dadu untuk menentukan beberapa
langkah yang harus dijalani bidak atau pemain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
Sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui
kegiatan belajar. Menurut Slameto (dalam Hamdani 2011: 20) belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Surya (dalam Rusman, 2013:
85) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk melakukan perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri. Menurut
James O. Whittaker (dalam Rusman, 2013: 85) Belajar adalah Proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
perubahan perilaku sebagai manfaat yang positif bagi individu tersebut
dalam berinteraksi.
Anitah (2008:1.15) berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang terdiri
dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru dimana
semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling
mempengaruhi, dan semuanya berfungsi dengan berorientasi pada tujuan.
Daryanto (2013:63) bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa berkaitan
langsung dengan aktivitas guru. Menurut Miarso (dalam Rusman, 2013: 93)
SesuaiUU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20
menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Oleh
karena itu, ada lima jenis interaksi yang dapat berlangsung dalam proses
belajar dan pembelajaran, yaitu: 1) interaksi antara pendidik dan peserta
didik; 2) interaksi antara sesama peserta didik atau antar sejawat; 3)
interaksi peserta didik dengan narasumber; 4) interaksi peserta didik
bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dibenarkan; dan 5)
interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan sosial dan
alam. Dari uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar untuk membelajarkan peserta didik dalam suatu lingkungan
belajar.
M. Rohman (2013: 8) menerangkan bahwa komponen-konponen
pembelajaran ada lima, yaitu sebagai berikut.
a. Tujuan, tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam
pembelajaran. Mau dibawa ke mana siswa, apa yang harus dimiliki oleh
siswa. Semuanya bergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
b. Isi/Materi inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses
pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa
dibenarkan manakala tujuan pembelajaran adalah penguasaan materi
pelajaran.
c. Strategi/metode merupakan yang juga memiliki fungidan sangat
menentukan keberhasilan mencapai tujuan. Seberapa lengkap koponen
yang lain, tanpa dapat diimplementasikan melalui strategi yang tepat untuk
komponen-komponen tersebut, atau tidak akan mencapai makna dalam
proses pencapaian tujuan.
d. Alat dan sumber memiliki peranan yang tak kalah pentingnya dengan
komponen yang lain. Dalam kemajuan teknologi seperti sekarang ini,
memungkinkan siswa dapat belajar dari mana saja dan kapan saja dengan
memanfaatkan hasil teknologi.
e. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam
proses pembelajaran, tapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru
atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. Melalui evaluasi kita
dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen
pembelajaran.

2. Teori Belajar Sambil Melakukan (John Dewey)


a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Learning by doing
Sebelum membahas lebih dalam mengenai leraning by doing ada
beberapa pendapat tentang pengertian belajar, diantaranya, Hilgard dan
Bower dalam bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Ngalim
Purwanto dalam Psikologi Pendidikan bahwa belajar berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang dalam situasi tersebut,
dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan
sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).
(Purwanto, Ngalim. 2002: 84).
Lebih lanjut Piaget berpendapat seperti yang ditulis dalam Dimyati
dan Mudjiono bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab
individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan yang
selalu mengalami perubahan, sehingga fungsi intelek semakin
berkembang. Pengetahuan dibangun atas dasar tiga bentuk, yaitu
pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan
sosial. Sedangkan prosesnya didasarkan tiga fase, yaitu fase eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Fase eksplorasi mengarahkan
siswa mempelajari gejala dengan bimbingan, fase pengenalan konsep
adalah mengenalkan siswa akan konsep yang berhubungan dengan
gejala, sedangkan fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep
untuk meneliti gejala lain lebih lanjut. (Dimyati dan Mudjiono. 2002: 13-
14)
Uraian tersebut merupakan proses internal yang kompleks dan
melibatkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Kompleksitas
belajar dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru.
Siswa secara lagsung mengalami proses mental dalam menghadapi bahan
belajar berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia dan
bahan yang telah terhimpun dalam literatur. Proses belajar diamati dari
perilaku belajar tentang sesuatu hal, proses ini dapat diamati secara tidak
langsung, yaitu proses internal siswa tidak dapat diamati langsung, tetapi
dapat dipahami oleh guru. (Dimyati dan Mudjiono. 2002: 18)
Dalam pendidikan seorang siswa tidak dapat lepas dari peran serta
seorang guru, karena seorang guru adalah orang yang akan membimbing
dan mengarahkan serta mengevaluasi hasil belajar siswa, karena
pendidikan itu sendiri adalah sebuah bimbingan dan pengarahan sebagai
mana yang dikatakan oleh John Dewey dalam bukunya democracy and
education, “The word education means just process of leading or
bringing up. (arti kata pendidikan adalah proses bimbingan dan
pengarahan) (Dewey, John. 1964: 10)
Pola pengajaran guru berkaitan erat dengan pilihan metode, jika
bahan pelajaran disajikan secara menarik besar kemungkinan motivasi
belajar siswa akan meningkat. Pemilihan metode yang salah akan
menghambat pencapaian tujuan pembelajaran. (Djamarah, Syaiful
Bahri.2010: 223).
Sesuai yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
bahwa model adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.
(Departemen Pendidikan Nasional. 2002: 751)
Keterkaitan dengan pembelajaran sesuai ungkapan Ngalim Purwanto
dalam Psikologi Pendidikan yang mengutip pendapat Morgan dalam
bukunya Introduction to Psichology mengemukakan “Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman. (Purwanto, Ngalim. 2002: 84).
Metode yang dimaksud berpedoman pada model pembelajaran yang dipakai,
model pembelajaran ini diartikan sebagai acuan proses perubahan tingkah
laku yang dihasilkan melalui pengalaman.
John Holt mengatakan bahwa selama bertahun-tahun ia melihat
bahwa anak yang belajar dengan cepat menyukai petualangan. (Holt,
John. 2004: 204). Dengan keterlibatan secara langsung melalui
pengalaman, seorang anak bukan hanya tahu, tetapi mereka juga akan
memahami proses bagaimana hal itu terjadi.
Menurut John Dewey, Pendidikan adalah suatu proses pengalaman,
setiap manusia menempuh kehidupan, baik fisik maupun rohani. Karena
kehidupan adalah pertumbuhan, maka pendidikan merupakan proses
yang membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi usia. Proses
pertumbuhan merupakan proses penyesuaian pada tiap-tiap fase.
Pertumbuhan anak didik menghasilkan perkembangan pribadinya.
(Djatun, Rahmat, dkk. 2009: 27)
Dalam bukunya experience and education john dewey juga
mengatakan “ education is development from within and that it is
formation from without” (pendidikan adalah pengembangan dari dalam
dan merupakan pembentukan dari luar), sehingga pengalama-pengalaman
seorang anak juga sangat penting pembentukan pribadi seorang
anak.(Dewey, John. 1997:1)
Model pembelajaran ini dipelopori oleh john dewey, Konsep belajar
melalui melakukan, menjadi asas seluruh pengajaran john dewey dan
pertama kali diterapkan berupa ‘sekolah kerja’ yang diuji cobakan di AS
pada tahun 1859, yaitu suatu pandangan pendidikan pragmatis
berdasarkan dua alasan penting, pertama, merupakan suatu takdir tuhan
bahwa anak adalah mahkluk aktif (alasan psikologis); kedua, melalui
bekerja anak disiapkan untuk kehidupan pada masa depan (alasan sosial
ekonomis). (Mappiare, Andi. 2006: 194)
b. Bentuk-bentuk Learning by doing
Interaksi edukatif selayaknya dibangun guru berdasarkan penerapan
aktivitas anak didik, yaitu belajar sambil melakukan (Learning by doing).
Melakukan aktivitas atau bekerja adalah bentuk pernyataan dari anak
didik bahwa pada hakekatnya belajar adalah perubahan yang terjadi
setelah melakukan aktivitas atau bekerja. Pada kelas-kelas rendah di
Sekolah Dasar, aktivitas ini dapat dilakukan sambil bermain sehingga
anak didik akan aktif, senang, gembira, kreatif serta tidak mengikat.
(Djamarah, Syaiful Bahari. 2010: 224)
Keterlibatan siswa tidak hanya sebatas fisik semata, tetapi lebih dari itu
terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan
kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, penghayatan dan
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada
saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan. (Dimyati
dan Mudjiono. 2002: 46)
Pada aspek lain guru juga menkondisikan anak didik dengan
menggunakan bentuk-bentuk pengajaran dalam konteks learning by
doing, diantaranya:
1.) Menumbuhkan motivasi belajar anak
Motivasi berkaitan erat dengan emosi, minat, dan kebutuhan anak
didik. Upaya menumbuhkan motivasi intrinsik yang dilakukan guru
adalah mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, dan sikap
mandiri anak didik.
Sedangkan bentuk motivasi ekstrinsik adalah dengan memberikan
rangsangan berupa pemberian nilai tinggi atau hadiah bagi siswa
berprestasi dan sebaliknya
2.) Mengajak anak didik beraktivitas
Adalah proses interaksi edukaktif melibatkan intelek-emosional
anak didik untuk meningkatkan aktivitas dan motivasi akan
meningkat. Bentuk pelaksanaanya adalah mengajak anak didik
melakukan aktivitas atau bekerja di laboratorium, di kebun/lapangan
sebagai bagian dari eksplorasi pengalaman, atau mengalami
pengalaman yang sam sekali baru.
3.) Mengajar dengan memperhatikan perbedaan individual
Proses kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan memahami
kondisi masing-masing anak didik. Tidak tepat jika guru menyamakan
semua anak didik karena setiap anak didik mempunyai bakat berlainan
dan mempunyai kecepatan belajar yang bervariasi. Seorang anak didik
yang hasil belajarnya jelek dikatakan bodoh. Kemudian
menyimpulkan semua anak didik yang hasil belajarnya jelek dikatakan
bodoh. Kondisi demikian tidak dapat dijadikan ukuran, karena
terdapat beberapa faktor penyebab anak memiliki hasil belajar buruk,
antara lain; faktor kesehatan, kesempatan belajar dirumah tidak ada,
sarana belajar kurang, dan sebagainya.
4.) Mengajar dengan umpan balik
Bentuknya antara lain; umpan balik kemampuan prilaku anak
didik (perubahan tingkah laku yang dapat dilihat anak didik lainnya,
pendidik atau anak didik itu sendiri), umpan balik tentang daya serap
sebagai pelajaran untuk diterapkan secara aktif. Pola prilaku yang kuat
diperoleh melalui partisipasi dalam memainkan peran (role play).
5.) Mengajar dengan pengalihan
Pengajaran yang mengalihkan (transfer) hasil belajar kedalam
situasi-situasi nyata. Guru memilih metode simulasi (mengajak anak
didik untuk melihat proses kegiatan seperti cara berwudlu dan sholat)
dan metode proyek (memberikan kesempatan anak untuk
menggunakan alam sekitar dan atau kegiatan sehari-hari untuk
bertukar pikiran baik sesama kawan maupun guru) untuk pengalihan
pengajaran yang bukan hanya bersifat ceramah atau diskusi, tetapi
mengedepankan situasi nyata.
6.) Penyusunan pemahaman yang logis dan psikologis
Pengajaran dilakukan dengan memilih metode yang proporsional.
Dalam kondisi tertentu guru tidak dapat meninggalkan metode
ceramah maupun metode pemberian tugas kepada anak didik. Hal ini
dilakukan sesuai dengan kondisi materi pelajaran. (Djamarah, Syaiful
Bahari. 2010: 223-225)
3. Teori Anak Slow Learning (Lambat dalam Belajar)
Anak lamban belajar atau slow learners hampir dapat ditemukan di
setiap sekolah inklusi. Anak lamban belajar mempunyai penampilan fisik
yang sama seperti anak normal. Namun, anak lamban belajar mempunyai
kemampuan intelektual yang sedikit berbeda dari anak normal karena
perkembangan fungsi kognitifnya lebih lambat dari anak normal seusinya.
Anak lamban belajar memerlukan layanan pendidikan khusus sesuai dengan
karakteristik, kebutuhan, dan perkembangannya untuk mengembangkan
potensi kemanusiaannya secara optimal.
a. Pengertian Anak Lamban Belajar
Anak lamban belajar dikenal dengan istilah slow learners, backward,
dull, atau borderline. Anak lamban belajar berbeda dari anak yang
mengalami retardasi mental, under achiever, ataupun anak berkesulitan
belajar (learning disabled). Beberapa ahli mengidentifikasi anak lamban
belajar berdasarkan tingkat kecerdasan atau hasil tes IQ.
Cooter, Cooter Jr., dan Wiley (Nani Triani dan Amir, 2013: 3)
menjelaskan bahwa anak lamban belajar adalah anak yang memiliki
prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata anak normal pada
salah satu atau seluruh area akademik dan mempunyai skor tes IQ antara
70 sampai 90.
Mumpuniarti (2007: 14) mengidentifikasi anak lamban belajar
sebagai anak yang mempunyai IQ di antara 70 sampai 89. Berdasarkan
skala inteligensi Wechsler (Sugihartono, dkk., 2007: 41), anak dengan IQ
70 sampai 89 termasuk borderline (70-79) dan low average atau dull (80-
89).
Burt (G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 2) menjelaskan
bahwa istilah backward atau slow learners diberikan untuk anak yang
tidak dapat mengerjakan tugas yang seharusnya dapat dikerjakan oleh
anak seusianya. Jenson (G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006:2-
3) menambahkan, anak lamban belajar dengan IQ 80 sampai 90 lebih
lambat dalam menangkap materi pelajaran yang berhubungan dengan
simbol, abstrak, atau materi konseptual. Kebanyakan anak lamban belajar
mengalami masalah dalam pelajaran membaca dan berhitung.
Tingkat kecerdasan atau hasil tes IQ anak lamban belajar
berhubungan erat dengan perkembangan intelektual anak. Ditinjau dari
perkembangan intelektualnya, Pichla, Gracey, dan Currie (2006: 39)
mengemukakan bahwa anak lamban belajar termasuk anak yang
mengalami kelemahan kognitif (cognitive impairment). Anak dengan
kelemahan kognitif membutuhkan pengulangan tambahan untuk
mempelajari keterampilan atau ilmu baru, tetapi masih dapat belajar dan
berpartisipasi di sekolah umum dengan bantuan dan modifikasi tertentu.
Anak dengan kelemahan kognitif dapat mengalami gangguan pemusatan
perhatian dan berbicara.
Hal ini senada dengan pendapat Lay Kekeh Marthan Marentek, dkk.
(2007: 49-50) yang mengemukakan bahwa anak lamban belajar
diklasifikasikan sebagai anak dengan keterbatasan keterampilan kognitif
karena mempunyai skor IQ sedikit di bawah anak normal. Skor IQ anak
lamban belajar adalah antara 70-89. Anak lamban belajar dapat
mengikuti program pembelajaran di sekolah reguler pada jenjang
pendidikan dasar dengan bantuan yang intensif.
Ana Lisdiana (2012: 1) menambahkan bahwa anak lamban belajar
mengalami hambatan atau keterlambatan perkembangan mental. Fungsi
intelektual anak lamban belajar di bawah anak normal seusianya, disertai
kekurangmampuan atau ketidakmampuan belajar dan menyesuaikan diri,
sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus. Anak lamban belajar
membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk
menyelesaikan tugas-tugas akademik dan nonakademik. Anak lamban
belajar sulit diidentifikasi karena penampilan luarnya sama seperti anak
normal dan dapat berfungsi normal pada sebagian besar situasi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa anak lamban belajar
atau slow learners adalah anak yang mengalami keterlambatan
perkembangan mental, serta memiliki keterbatasan kemampuan belajar
dan penyesuaian diri karena mempunyai IQ sedikit di bawah normal,
yaitu antara 70 sampai 89, sehingga membutuhkan waktu yang lebih
lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan
nonakademik.
b. Faktor-Faktor Penyebab Anak Lamban Belajar
Beberapa ahli mengemukakan bahwa ada banyak faktor yang dapat
menyebabkan anak lamban belajar. G.L. Reddy, R. Ramar, dan A.
Kusuma (2006: 11-15) mengemukakan bahwa faktor kemiskinan, faktor
kecerdasan orang tua dan jumlah anggota keluarga, faktor emosi, dan
faktor pribadi merupakan empat faktor penyebab anak lamban belajar.
Berikut penjelasan lebih lanjut dari keempat faktor tersebut.
1.) Kemiskinan
Kemiskinan menciptakan kondisi dan kerentanan yang dapat
menyebabkan anak lamban belajar. Misalnya, kemiskinan dapat
mengganggu kesehatan dan mengurangi kemampuan belajar anak
(G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 11-12).
2.) Kecerdasan Orang Tua dan Jumlah Anggota Keluarga
Orang tua yang tidak berkesempatan mendapatkan pendidikan
yang layak dan jumlah anggota keluarga yang besar dapat
menyebabkan anak lamban belajar karena orang tua cenderung kurang
memperhatikan perkembangan intelektual anak, tidak memiliki waktu
belajar bersama anak, dan memiliki keterbatasan dalam memberikan
fasilitas belajar anak, sehingga kesempatan anak untuk meningkatkan
kecepatan belajarnya hampir tidak ada (G.L. Reddy, R. Ramar, dan A.
Kusuma, 2006: 12-13).
3.) Faktor Emosi
Anak lamban belajar mengalami masalah emosi berat dan
berkepanjangan yang menghambat proses pembelajaran. Masalah
emosi ini menyebabkan anak lamban belajar memiliki prestasi belajar
rendah, hubungan interpersonal yang buruk, dan konsep diri yang
rendah (G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 13-14).
4.) Faktor Pribadi
Faktor-faktor pribadi yang dapat menyebabkan anak lamban
belajar meliputi: 1) kelainan fisik; 2) kondisi tubuh yang terserang
penyakit; 3) mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, dan
berbicara; 4) ketidakhadiran di sekolah; dan 5) kurang percaya diri
(G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 14-15).
Lebih rinci, Nani Triani dan Amir (2013: 4-10) menjelaskan
faktor-faktor penyebab anak lamban belajar adalah sebagai berikut.
a.) Faktor Prenatal (Sebelum Lahir) dan Genetik
Faktor prenatal dan genetik yang dapat menyebabkan anak
lamban belajar meliputi: 1) kelainan kromosom yang menyebabkan
kelainan fisik dan fungsi kecerdasan; 2) gangguan biokimia dalam
tubuh, seperti galactosemia dan phenylketonuria; dan 3) kelahiran
prematur, di mana organ tubuh bayi belum siap berfungsi
maksimal, sehingga terjadi keterlambatan proses perkembangan
(Nani Triani dan Amir, 2013: 4-5).
b.) Faktor Biologis Nonketurunan
Faktor biologis nonketurunan yang dapat menyebabkan anak
lamban belajar meliputi: 1) ibu hamil mengonsumsi obat-obatan
yang merugikan janin atau ibu alkoholis, pengguna narkotika dan
zat aditif dengan dosis berlebih yang dapat mempengaruhi memori
jangka pendek anak; 2) keadaan gizi ibu yang buruk saat hamil; 3)
radiasi sinar X; dan 3) faktor Rhesus (Nani Triani dan Amir, 2013:
6-8).
c.) Faktor Natal (Saat Proses Kelahiran)
Faktor natal yang dapat menyebabkan anak lamban belajar
adalah kondisi kekurangan oksigen saat proses kelahiran karena
proses persalinan yang lama atau bermasalah, sehingga
menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi terhambat (Nani Triani
dan Amir, 2013: 9).
d.) Faktor Postnatal (Sesudah Lahir) dan Lingkungan
Faktor postnatal yang dapat menyebabkan anak lamban belajar
meliputi: 1) malnutrisi; 2) trauma fisik akibat jatuh atau
kecelakaan; dan 3) beberapa penyakit seperti meningitis dan
enchepalis. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan anak
lamban belajar adalah stimulasi yang salah, sehingga anak tidak
dapat berkembang optimal (Nani Triani dan Amir, 2013: 9).
Selanjutnya, Bill Hopkins (2008: 1) menyebutkan beberapa
penyebab anak lamban belajar, meliputi: 1) faktor keturunan; 2)
perkembangan otak terbatas karena kurangnya rangsangan; 3)
motivasi yang rendah; 4) masalah perhatian; 5) perbedaan latar
belakang kebudayaan anak dengan sekolah; dan 6) kekacauan
masalah pribadi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa faktor penyebab anak lamban belajar meliputi:
1) faktor kemiskinan; 2) faktor kecerdasan orang tua dan jumlah
anggota keluarga; 3) faktor emosi; 4) faktor pribadi; 5) faktor
prenatal dan genetik; 6) faktor biologis nonketurunan; 7) faktor
natal; dan 8) faktor postnatal dan lingkungan.
c. Karakteristik Anak Lamban Belajar
Anak lamban belajar mempunyai karakteristik tertentu yang
membedakannya dari anak normal. G.L. Reddy, R. Ramar, dan A.
Kusuma (2006: 6-18) menjelaskan empat karakteristik anak lamban
belajar, ditinjau dari faktor-faktor penyebabnya, yaitu sebagai berikut.
1.) Keterbatasan Kapasitas Kognitif
Keterbatasan kapasitas kognitif membuat anak lamban belajar
mengalami hambatan dalam proses pembelajaran, meliputi: 1) tidak
berhasil mengatasi situasi belajar dan berpikir abstrak; 2) mengalami
kesulitan dalam operasi berpikir kompleks; 3) proses pengembangan
konsep atau generalisasi ide yang mendasari tugas sekolah, khususnya
bahasa dan matematika, rendah; dan 4) tidak dapat menggunakan
dengan baik strategi kognitif yang penting untuk proses retensi (G.L.
Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 6-7).
2.) Memori atau Daya Ingat Rendah
Kurangnya perhatian terhadap informasi yang disampaikan adalah
salah satu faktor penyebab anak lamban belajar mempunyai daya ingat
yang rendah. Anak lamban belajar tidak dapat menyimpan informasi
dalam jangka panjang dan memanggil kembali ketika dibutuhkan
(G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 7-10)
3.) Gangguan dan Kurang Konsentrasi
Jangkauan perhatian anak lamban belajar relatif pendek dan daya
konsentrasinya rendah. Anak lamban belajar tidak dapat
berkonsentrasi dalam pembelajaran yang disampaikan secara verbal
lebih dari tiga puluh menit (G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma,
2006: 10).
4.) Ketidakmampuan Mengungkapkan Ide
Kesulitan dalam menemukan dan mengombinasikan kata,
ketidakdewasaan emosi, dan sifat pemalu membuat anak lamban
belajar tidak mampu berekspresi atau mengungkapkan ide. Anak
lamban belajar lebih sering menggunakan bahasa tubuh daripada
bahasa lisan. Selain itu, kemampuan anak lamban belajar dalam
mengingat pesan dan mendengarkan instruksi rendah (G.L. Reddy, R.
Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 10-11).
Jadi, berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, anak lamban belajar
mempunyai empat karakteristik, yaitu: 1) keterbatasan kapasitas kognitif;
2) memori atau daya ingat rendah; 3) gangguan dan kurang konsentrasi;
dan 4) ketidakmampuan mengungkapkan ide. Selain karakteristik
tersebut, Nani Triani dan Amir (2013: 4-12) menjelaskan karakteristik
anak lamban belajar ditinjau dari aspek inteligensi, bahasa, emosi, sosial,
dan moral.
1.) Inteligensi
Ditinjau dari aspek inteligensinya, karakteristik anak lamban
belajar meliputi: 1) mengalami kesulitan hampir pada semua mata
pelajaran yang berhubungan dengan hafalan dan pemahaman; 2)
mengalami kesulitan dalam memahami hal-hal abstrak; dan 3)
mempunyai hasil belajar yang lebih rendah dibandingkan teman-
teman sekelasnya (Nani Triani dan Amir, 2013: 10-11).
2.) Bahasa atau Komunikasi
Karakteristik bahasa atau komunikasi anak lamban belajar adalah
adanya masalah komunikasi, baik dalam menyampaikan ide atau
gagasan (bahasa ekspresif) maupun memahami penjelasan orang lain
(bahasa reseptif). Oleh karena itu, bahasa yang sederhana, singkat, dan
jelas sebaiknya digunakan dalam komunikasi dengan anak lamban
belajar (Nani Triani dan Amir, 2013: 11).
3.) Emosi
Karakteristik emosi anak lamban belajar adalah memiliki emosi
yang kurang stabil. Hal ini ditunjukkan dengan anak lamban belajar
yang cepat marah, sensitif, dan mudah menyerah ketika mengalami
tekanan atau melakukan kesalahan (Nani Triani dan Amir, 2013: 11).
4.) Sosial
Karakteristik anak lamban belajar ditinjau dari aspek sosial adalah
biasanya kurang baik dalam bersosialisasi. Anak lamban belajar lebih
sering menarik diri saat bermain. Selain itu, anak lamban belajar lebih
senang bermain dengan anak-anak yang berusia di bawahnya. Anak
merasa lebih aman karena saat berkomunikasi dapat menggunakan
bahasa yang sederhana (Nani Triani dan Amir, 2013: 12).
5.) Moral
Seperti pada umumnya, moral anak lamban belajar berkembang
seiring kematangan kognitif. Karakteristik moral anak lamban belajar
adalah mengetahui aturan yang berlaku, tetapi tidak memahami aturan
tersebut. Terkadang anak lamban belajar melanggar aturan karena
kemampuan memori mereka yang terbatas, sehingga sering lupa. Oleh
karena itu, sebaiknya anak lamban belajar sering diingatkan (Nani
Triani, 2013: 12).
Dengan demikian, anak lamban belajar mempunyai karakteristik
inteligensi, bahasa atau komunikasi, emosi, sosial, dan moral yang
berbeda dari anak normal. Namun, anak lamban belajar mempunyai
karakteristik fisik yang sama seperti anak normal. Lowenstein (Malik,
Rehman, dan Hanif, 2012: 136) mengemukakan bahwa secara fisik anak
lamban belajar mempunyai penampilan yang sama seperti anak normal,
sehingga karakteristik anak lamban belajar baru akan tampak dalam
proses pembelajaran, terutama ketika menghadapi tugas-tugas yang
menuntut konsep abstrak, simbol-simbol, dan keterampilan konseptual.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karakteristik anak
lamban belajar akan terlihat dalam proses pembelajaran. Steven R. Shaw
(2010: 15) mengidentifikasi beberapa karakteristik anak lamban belajar
yang dapat diidentifikasi dalam proses pembelajaran, di antaranya:
1.) anak memiliki kecerdasan dan prestasi akademik yang rendah, tetapi
berbeda dari anak dengan masalah kognisi atau berkesulitan belajar;
2.) anak dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi ketika informasi
disampaikan dalam bentuk konkret, tetapi akan mengalami kesulitan
mempelajari konsep dan pelajaran yang bersifat abstrak;
3.) anak mengalami kesulitan dalam transfer dan generalisasi
keterampilan, ilmu, dan strategi;
4.) anak mengalami kesulitan kognitif dalam mengorganisasir materi baru
dan mengasimilasi informasi baru ke dalam informasi sebelumnya;
5.) anak mengalami kesulitan dalam tujuan jangka panjang dan
manajemen waktu;
6.) anak membutuhkan tambahan waktu untuk belajar dan mengerjakan
tugas, serta latihan tambahan untuk mengembangkan keterampilan
akademik yang setingkat dengan teman sebayanya;
7.) motivasi belajar siswa hampir selalu berkurang;
8.) siswa mempunyai konsep diri yang rendah dan dapat menyebabkan
permasalahan emosi dan tingkah laku; dan
9.) siswa berisiko tinggi drop out.
Senada dengan pendapat tersebut, Munawir Yusuf (2005: 111)
mengidentifikasi beberapa gejala atau karakteristik anak lamban belajar,
meliputi: a) rata-rata prestasi belajar rendah, biasanya kurang dari enam;
b) sering terlambat dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, jika
dibandingkan teman sekelasnya; c) daya tangkap terhadap pelajaran
lambat; dan d) pernah tinggal kelas
Secara lebih rinci, Oemar Hamalik (2008: 184) menguraikan
karakteristik anak lamban belajar yang berimplikasi terhadap proses
pembelajaran, meliputi:
1.) anak belajar dalam unit-unit yang lebih singkat;
2.) anak membutuhkan pemeriksaan kemajuan yang lebih intensif dan
membutuhkan banyak perbaikan;
3.) anak mempunyai perbendaharaan bahasa yang lebih terbatas;
4.) anak memerlukan banyak kosa kata baru untuk lebih memperjelas
pengertian;
5.) anak tidak melihat adanya kesimpulan atau pengertian sesudahnya;
6.) anak kurang memiliki kemampuan kreatif dan merencanakan;
7.) anak lebih lambat memperoleh keterampilan mekanis dan metodis;
8.) anak lebih mudah mengerjakan tugas-tugas rutin, tetapi mengalami
kesulitan dalam membaca dan melakukan abstraksi;
9.) anak cepat dalam mengambil kesimpulan, tetapi kurang kritis dan
mudah puas dengan jawaban yang dangkal;
10.) anak kurang senang dengan kemajuan orang lain;
11.) anak mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan saat masuk
sekolah, sehingga anak menjadi mudah marah, kurang percaya diri,
dan lebih berminat pada kehidupan di luar sekolah;
12.) anak mudah terpengaruh oleh saran-saran orang lain;
13.) kesulitan belajar anak bertumpuk-tumpuk;
14.) anak mempunyai ruang minat yang sempit;
15.) anak cenderung pada kegiatan over konvensasi;
16.) anak mempunyai waktu yang lamban;
17.) anak kurang mampu dalam melihat hasil akhir perbuatannya;
18.) anak tidak dapat melihat unsur-unsur yang bersamaan dalam
beberapa situasi yang berbeda;
19.) anak mempunyai daerah perhatian yang terbatas; dan
20.) anak secara khusus membutuhkan bukti atas kemajuannya.
Dalam penelitian ini, karakteristik anak lamban belajar difokuskan
pada: a) tidak berhasil mengatasi situasi belajar dan berpikir abstrak; b)
mengalami kesulitan dalam operasi berpikir kompleks; c) proses
pengembangan konsep atau generalisasi ide yang mendasari tugas
sekolah, khususnya untuk bahasa dan matematika, rendah; d) tidak dapat
menggunakan dengan baik strategi kognitif yang penting untuk proses
retensi; e) memori atau daya ingat rendah; f) jangkauan perhatian anak
lamban belajar relatif pendek dan daya konsentrasinya rendah; g) tidak
mampu berekspresi atau mengungkapkan ide; h) mengalami kesulitan
hampir pada semua mata pelajaran yang berhubungan dengan hafalan
dan pemahaman; i) mempunyai hasil belajar yang lebih rendah
dibandingkan teman-teman sekelasnya; j) memiliki emosi yang kurang
stabil; k) biasanya kurang baik dalam bersosialisasi; l) mengetahui aturan
yang berlaku, tetapi tidak memahami aturan tersebut; m) sering terlambat
dalam menyelesaikan tugas akademik dan nonakademik, jika
dibandingkan teman sekelasnya; n) pernah tinggal kelas; o) anak
membutuhkan pemeriksaan kemajuan, perbaikan, dan penghargaan yang
lebih intensif; p) kosa kata lebih terbatas; q) mempunyai ruang minat
yang sempit; dan r) mempunyai kepercayaan diri yang rendah.
d. Masalah yang Dihadapi Anak Lamban Belajar
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak lamban belajar
mengalami masalah belajar dan tingkah laku karena mempunyai
keterbatasan kemampuan intelektual dan keterampilan psikologis.
Karande, dkk. (Arjmandnia dan Kakabaraee, 2011: 88) menjelaskan
masalah umum anak lamban belajar yang ditemukan guru kelas di
antaranya: a) memiliki prestasi rendah di semua mata pelajaran; b)
mengalami kesulitan membaca, menulis, atau matematika; c) mempunyai
daya ingat rendah; dan d) hiperaktif atau kurang memperhatikan.
Masalah belajar pada anak lamban belajar disebabkan oleh penyebab
yang tidak dapat diamati segera (unobservable) (Mumpuniarti, 2007: 1).
Penyebab tersebut berhubungan dengan kekuatan berpikir dan
kemampuan belajar (Sangeeta Chauhan, 2011: 280). Malik, Rehman, dan
Hanif (2012) dalam penelitiannya menguraikan beberapa masalah belajar
anak lamban belajar dari berbagai sumber, meliputi: a) mempunyai
kecepatan belajar yang lebih lambat dibandingkan anak normal
seusianya; b) membutuhkan rangsangan yang lebih banyak untuk
mengerjakan tugas sederhana; dan c) mengalami masalah adaptasi di
kelas karena mempunyai kemampuan mengerjakan tugas yang lebih
rendah dari teman sekelasnya.
Selain masalah belajar, anak lamban belajar juga menghadapi
masalah tingkah laku. Masalah tingkah laku anak lamban belajar
disebabkan oleh keterbatasan keterampilan psikologis, meliputi: a)
keterampilan mekanis yang terbatas; b) konsep diri yang rendah; c)
hubungan interpersonal yang belum matang; d) permasalahan
komunikasi; dan e) pemahaman terhadap peran sosial yang tidak tepat
(Malik, Rehman, dan Hanif, 2012: 136).
Masalah anak lamban belajar dalam penelitian ini difokuskan pada
masalah belajar, meliputi: 1) memiliki prestasi rendah, terutama untuk
mata pelajaran IPA dan PPKn; 2) mempunyai daya ingat rendah; 3)
kurang memperhatikan; 4) mempunyai kecepatan belajar yang lebih
lambat dibandingkan teman sekelasnya; 5) membutuhkan rangsangan
yang lebih banyak untuk mengerjakan tugas sederhana; dan 6)
mengalami masalah adaptasi di kelas.
4. Media Pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium.Medium
dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya
komunikasi dari pengirim menuju penerima.Media merupakan salah satu
komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator
menuju komunikan. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan
bahwa media pembelajaran merupakan sarana perantara dalam proses
pembelajaran. (Daryanto. 2010: 4)
Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,photografis, atau
elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali
informasi visual atau verbal. (Arsyad, Azhar. 1997: 173)
Gerlach & ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang
merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang
dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau
kurang efisien) melakukannya, yaitu sebagai beikut.
a. Ciri Fiksatif
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam,
menyimpan, melestarikan, dan merekontruksi suatu peristiwa atau
obyek. Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau
obyek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang
ada dapat digunakan setiap saat. Peristiwa yang kejadiannya hanya
sekali (dalam satu dekade atau satu abad) dapat diabadikan dan
disusun kembali untuk keperluan pengajaran.
b. Ciri Manipulatif
Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan
kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik
pengambilan gambar time-lapse recording. Ciri ini memanipulasi
kejadian atau obyek dengan jalan mengedit hasil gambar dan rekaman
dapat menghemat waktu.
c. Ciri Distributif
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau
kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan
kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan
stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Sekali
informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi
seberapa kalipun dan siap digunakan secara bersamaan diberbagai
tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat.
Rudy bretz mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga
unsure pokok yaitu suara, visual dan gerak. (Sadiman, Arief S. 2012: 20)
Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar
yang ditata dan diciptakan oleh guru. Dalam kegiatan interaksi antara
siswa dan lingkungan, fungsi media dapat diketahui berdasarkan adanya
kelebihan media dan hambatan yang mungkin timbul dalam proses
pembelajaran. (Daryanto. 2010: 7)
Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi
pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan
penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Sejalan dengan uraian
ini, Ibrahim (196:432) menjelaskan betapa pentingnya media pengajaran
karena: “media pengajaran membawa dan membangk bagi murid-murid
dan memperbarui semangat mereka membantu memantapkan
pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran”.
Sudjana & Rivai (1992:2) mengemukakan manfaat media pengajaran
dalam proses belajar siswa yaitu sebagai berikut.
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan
mencapai tujuan pengajaran
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,
sehingga tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi
kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan
lain-lain.
Ditinjau dari kesiapan pengadaannya, media dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu media jadi karena sudah merupakan komoditi
perdagangan dan terdapat dipasaran luas dalam keadaan siap pakai
(media by utilization) dan media rancangan karena perlu dirancang dan
dipersiapkan secara khusus untuk maksud atau tujuan pembelajaran
tertentu (media by design). (Sadiman, Arief S. 2012: 85)
Dalam memilih media untuk kepentingan proses pembelajaran
sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut.
a. Ketepatan dengan tujuan pembelajaran; artinya mediapembelajaran
dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya bahan pelajaran yang
sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan.
c. Bantuan media agar lebih mudah dipahami peserta didik.
d. Kemudahan memperoleh media; artinya media yang diperlukan
mudah diperoleh, setidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu
mengajar.
e. Keterampilan guru dalam menggunakannya.
f. Tersedia waktu untuk menggunakannya
g. Sesuai dengan taraf berpikir peserta didik sehingga makna yang
terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para peserta didik.
(Arsyad, Azhar. 1997: 175)
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, jenis media
pembelajaran dibagi ke dalam:
a. Media auditif
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan
kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, dan piringan
hitam.
b. Media visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra
penglihatan.
c. Media audivisual
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsursuara
dan unsur gambar.

5. Software
Beberapa definisi perangkat lunak:
a. Intruksi-intruksi dalam program komputer yang bila dieksekusi akan
memberikan fungsi dan unjuk kerja yang di inginkan.
b. Struktur data yang membuat program mampu memanipulasi suatu
informasi.
c. Dokumen-dokumen yang menjelaskan operasi dan pemakaian suatu
program.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perangkat lunak adalah program
komputer, struktur data dan dokumentasi yang berkaitan, yang
menyediakan metode logika prosedur atau control yang diminta.Berikut
ini adalah karakteristik perangkat lunak yang membedakannya dengan
perangkat keras. Karakteristik perangkat lunak adalah sebagai berikut:
perangkat lunak dikembangkan dan direkayasa, bukan dirakit seperti
perangkat keras. Meskipun ada beberapa kesamaan pengertian antara
kedua istilah tersebut, tetapi pada dasarnya berbeda, perangkat lunak
tidak dibuat berdasarkan rakitan komponen yang sudah ada, sedangkan
perangkat keras dibuat berdasarkan rakitan komponen yang sudah
ada dan perangkat lunak tidak bisa rusak. (Novaliendry, Dony. 2011:
123)
Dalam peran yang penting dalam berjalannya sistem komputer, tentu
memiliki fungsi-fungsi khusus yang dimiliki software. Fungsi-fungsi
software tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Software menyediakan fungsi dasar untuk kebutuhan komputer yang
dapat dibagi menjadi sistem operasi atau sistem pendukung.
b. Software berfungsi dalam mengatur berbagai hardware untuk bekerja
secara bersama-sama.
c. Sebagai penghubung antara software-software yang lain dengan
hardware.
d. Sebagai penerjemah terhadap software-software lain dalam setiap
instruksi-instruksi ke dalam bahasa mesin sehingga dapat di terima
oleh hardware.
e. Mengidentifikasi program. ((Novaliendry, Dony. 2011: 124)

6. Teori Kearifan Lokal


Kearifan lokal adalah tatanan sosial budaya dalam bentuk
pengetahuan, norma, peraturan dan keterampilan masyarakat di suatu
wilayah untuk memenuhi kebutuhan (hidup) bersama yang diwariskan
secara turun temurun. Kearifan lokal merupakan modal sosial yang
dikembangkan masyarakat untuk menciptakan keteraturan dan
keseimbangan antara kehidupan sosial budaya masyarakat dengan
kelestarian sumber daya alam di sekitarnya.
Definisi kearifan lokal bervariasi menurut referensi dan cakupannya,
namun dari definisi-definisi tersebut terdapat beberapa kata kunci, yaitu:
pengetahuan, gagasan, nilai, keterampilan, pengalaman, tingkah laku, dan
kebiasaan adat yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah tertentu
(Keraf, 2002; Ardana, 2005; Aprianto dkk, 2008; Wahyu dalam Mukti,
2010; Yamani, 2011). Pengetahuan dan pengalaman masyarakat,
menurut Sunaryo (2003), menyatu dengan sistem norma, kepercayaan,
kebersamaan, keadilan yang diekspresikan sebagai tradisi masyarakat
sebagai hasil abstraksi dan interaksinya dengan alam dan lingkungan di
sekitarnya dalam kurun waktu yang lama. Kearifan lokal, karena itu
menjadi pedoman dalam bersikap dan bertindak untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. (Wardana, 2005)
Kearifan lokal mencakup lima dimensi sosial, yaitu pengetahuan
lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber-sumber lokal, dan proses
sosial lokal. (Aprianto dkk, 2008)
Indonesia memiliki banyak Kearifan Lokal tiap daerah. Beberapa
Kearifan Lokal ini akan dimuat pada media game edukasi Android
(Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan) Berbasis Kearifan Lokal .

7. Teori Game Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal (Permainan


Ular Tangga Kebhinnekaan)
a. Game
Game merupakan salah satu media hiburan yang menjadi pilihan
seseorang untuk menghilangkan kejenuhan atau hanya untuk mengisi
waktu luang. (Putra Rizki Catur. 2016: 2)
Game selalu menarik untuk diikuti, demikian pula halnya dengan
program komputer yang mengemas informasi dalam bentuk
permainan. Program yang berisi permainan dapat memberi motivasi
bagi siswa untuk mempelajari informasi yang ada didalamnya. Hal ini
sangat berkaitan erat dengan esensi bentuk permainan yang selalu
menampilkan masalah menantang yang perlu dicari solusinya oleh
pemakai. (Hamzah. 2011: 137)
Jenis-jenis game yaitu sebagai berikut.
1.) Shooting (tembak-tembakan) : Video game jenis ini sangat
memerlukan kecepatan refleks, koordinasi mata-tangan, juga
timing, inti dari game jenis ini adalah tembak, tembak dan tembak.
Contoh : GTA, dan Crysis.
2.) Fighting (Pertarungan) : Game yang permainannya memerlukan
refleks dan koordinasi mata dan tangan dengan cepat, tetapi inti
dari game ini adalah penguasaan hafalan jurus. Contoh : Mortal
Kombat dan Tekken.
3.) Adventure(Petualangan) :Game yang lebih menekankan pada jalan
cerita dan kemampuan berfikir pemain dalam menganalisis tempat
secara visual, memecahkan tekateki maupun menyimpulkan
berbagai peristiwa. Contoh Kings Quest, dan Space Quest.
4.) Simulasi, Konstruksi, Manajemen. Video Game jenis ini seringkali
menggambarkan dunia di dalamnya sedekat mungkin dengan dunia
nyata dan memperhatikan dengan detil berbagai faktor.Contoh :
The Sims.
5.) Strategi : Game jenis ini memerlukan koordinasi dan strategi
dalam memainkan permainan ini. Kebanyakan game stategi adalah
game perang. Contoh : Warcraft.
6.) Sport(Olahraga) : Game ini merupakan adaptasi dari kenyataan,
membutuhkan kelincahan dan juga strategi dalam memainkannya.
Contoh Winning Eleven dan NBA.
7.) Puzzle : Game teka-teki, pemain diharuskan memecahkan teka-teki
dalam game tersebut. Contoh : Tetris, Minesweeper dan
Bejeweled.
8.) Edugames (Edukasi) : Video Game jenis ini dibuat dengan tujuan
spesifik sebagai alat pendidikan, entah untuk belajar mengenal
warna untuk balita, mengenal huruf dan angka, matematika, sampai
belajar bahasa asing. Developer yang membuatnya, harus
memperhitungkan berbagai hal agar game ini benar-benar dapat
mendidik, menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan
yang memainkannya. Target segmentasi pemain harus pula
disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan design visualataupun
animasinya. Contoh edugames: Bobi Bola, Dora the explorer,
Petualangan Billy dan Tracy. (Suindarti. 2011: 4-6)
Game sering kali dituduh memberikan pengaruh negatif
terhadap anak. Faktanya, Game mempunyai fungsi dan manfaat
positif bagi anak, di antaranya sebagai berikut.
1.) Anak mengenal teknologi komputer.
2.) Pelajaran untuk mengikuti pengarahan dan aturan.
3.) Latihan memecahkan masalah dan logika.
4.) Melatih saraf motorik dan keterampilan spasial.
5.) Menjalin komunikasi anak-orangtua saat bermain bersama.
6.) Memberikan hiburan.
7.) Bagi pasien tertentu, permainan game dapat digunakan sebagai
terapi penyembuhan. (Putra, Dian Wahyu. 2016: 47)
b. Pengertian Permainan Edukatif
Permainan edukatif adalah suatu kegiatan yang sangat
menyenangkan dan dapat dijadikan sebagai alat pendidikan yang
bersifat mendidik. Permainan edukatif merupakan bentuk kegiatan
mendidik yang dilakukan dengan menggunakan cara atau alat yang
bersifat mendidik. Permainan edukatif bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir, serta bergaul dengan
lingkungan, menguatkan dan menerampilkan anggota badan anak,
mengembangkan kepribadian, mendekatkan hubungan antara pendidik
dengan anak didik, menyalurkan kegiatan anak, dan sebagainya
(Ismail. 2005: 119-120).
Permainan memiliki tujuan yang beragam. Sebagaimana yang
dinyatakan Ismail (2005: 120-150) bahwa tujuan permainan edukatif
antara lain sebagai berikut: 1) untuk mengembangkan konsep diri (self
concept), 2) untuk mengembangkan kreativitas, 3) untuk
mengembangkan komunikasi, 4) mengembangkan aspek fisik dan
moral, 4) mengembangkan aspek sosial, 5) mengembangkan aspek
emosi atau kepribadian, 6) mengembangkan aspek kognisi, 7)
mengasah ketajaman penginderaan, dan 8) mengembangkan
keterampilan olahraga dan menari.
Selain manfaat permainan edukatif yang sudah dijelaskan di atas,
permainan edukatif juga mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai
berikut.
a. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses
pembelajaran bermain sambil belajar.
b. Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar
dapat menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik.
c. Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa
aman, dan menyenangkan.
d. Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak.
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
Game Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal (Game Edukasi
Android berbasis Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga
Kebhinnekaan)) ini termasuk permainan edukatif yang bertujuan
dalam mengembangkan dalam aspek sosial, komunikasi, afektif,
psikomorik, dan kognisi. Termasuk dalam aspek sosial karena ular
tangga ini digunakan untuk bermain secara berkelompok. Sehingga
terjadi interaksi sosial pada setiap anggota kelompok yang terlibat.
Selain itu dalam berinteraksi dengan antaranggota kelompok pasti
terjadi umpan balik yang merupakan aspek komunikasi. Sedangkan
berdasarkan contain atau isi dari Game Edukasi Android berbasis
Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan) ini
merupakan materi Kebhinnekaan budaya PKn yang bisa diajarkan
secara tematik antara mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ilmu
Pengetahuan Alam, dan SBdP. Materi dituangkan dalam bentuk
soal-soal beserta jawabannya yang menjadi salah satu alat untuk
mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi dan
keterampilan menari, dan bernyanyi, sehingga isi dalam Board
Game ular tangga ini termasuk dalam aspek kognitif, psikomotorik,
dan afektif.

c. Game Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal (Game Edukasi


Android berbasis Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga
Kebhinnekaan))
a.) Pengertian Permainan Ular Tangga
Permainan ular tangga merupakan permainan sederhana yang
terdiri dari papan permainan berupa petak-petak angka, gambar
ular dan tangga yang dimainkan menggunakan dadu dan bidak.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Husna (2009: 145) bahwa
permainan ular tangga adalah suatu permainan yang menggunakan
dadu untuk menentukan beberapa langkah yang harus dijalani
bidak atau pemain. Papan permainan dalam ular tangga berupa
gambar kotak-kotak yang terdiri dari 10 baris dan 10 kolom dengan
nomor 1-100, serta terdapat gambar ular dan tangga. Jika pada saat
bermain bidak berhenti pada ekor ular, maka bidak harus turun
sampai kotak yang terdapat kepala ularnya. Sedangkan jika bidak
berhenti pada kotak tangga bagian bawah, maka bidak langsung
naik ke kotak yang terdapat gambar ujung tangga bagian atas.
Sejalan dengan Husna, Cahyo (2011: 106) mengemukakan
bahwa permainan ular tangga adalah permainan papan untuk anak-
anak yang dimainkan oleh dua orang atau lebih. Papan permainan
dibagi menjadi gambar kotak-kotak kecil dan terdapat beberapa
kotak yang terdapat gambar ular dan tangga yang menghubungkan
dengan kotak lain. Permainan ini berkembang sejak tahun 1870.
Ukuran papan dalam permainan ular tangga ini tidak standar
sehingga setiap orang bisa menciptakan papan mereka sendiri
dengan ular dan tangga yang mereka inginkan.
Tidak ada papan permainan standar dalam ular tangga - setiap
orang dapat menciptakan papan mereka sendiri dengan jumlah
kotak, ular dan tangga yang berlainan. Setiap pemain mulai dengan
bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan
secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai
dengan jumlah mata dadu yang muncul. Bila pemain mendarat di
ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung pergi ke ujung
tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka harus
turun ke kotak di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain
pertama yang mencapai kotak terakhir. Biasanya bila seorang
pemain mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka mendapat giliran
sekali lagi. Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya.
Untuk memainkan ular tangga, peralatan yang dibutuhkan adalah
papan ular tangga, bidak dan dadu.
b.) Keunggulan Game Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal
(Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan)
Ular tangga sebagai game yang sering dimainkan oleh anak-
anak mempunyai beberapa keunggulan. Seperti yag dinyatakan
oleh Husna (2009: 145) keunggulan dari permainan ular tangga
antara lain.
1) Media permainan ular tangga dapat dipergunakan di dalam
kegiatan belajar mengajar karena kegiatan ini menyenangkan
sehingga anak tertarik untuk belajar sambil bermain.
2) Anak dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara
langsung.
3) Media permainan ular tangga dapat dipergunakan untuk
membantu semua aspek perkembangan anak salah satu
mengembangkan kecerdasan logika matematika.
4) Media permainan ular tangga dapat merangsang anak belajar
memecahkan masalah sederhana tanpa disadari oleh anak.
5) Penggunaan media permainan ular tangga dapat dilakukan baik
di dalam kelas maupun di luar kelas.
Berdasarkan beberapa keunggulan permainan ular tangga yang
tersebut di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Teori Game Edukasi
Android berbasis Kearifan Lokal (Game Edukasi Android berbasis
Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan)) yang
dikembangkan oleh peneliti mempunyai beberapa kelebihan antara
lain: 1) dapat digunakan dalam kegiatan belajar karena memuat
materi pelajaran, 2) siswa secara menyeluruh mampu berpartisipasi
karena siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap
kelompok mendapatkan satu set media, 3) Teori Game Edukasi
Android berbasis Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga
Kebhinnekaan) ini dapat digunakan dalam menilai hasil belajar
siswa dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, 4) Teori Game
Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga
Kebhinnekaan) dapat menarik perhatian siswa untuk bermain
sambil belajar, 5) Teori Game Edukasi Android berbasis Kearifan
Lokal (Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan) dapat digunakan
untuk pembelajaran di dalam maupun di luar kelas, 6) Teori Game
Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga
Kebhinnekaan) dapat digunakan untuk pembelajaran tematik
karena contain media menggabungkan muatan mata pelajaran PKn,
SBdP, Bahasa Indonesia dan IPA, dan 7) Teori Game Edukasi
Android berbasis Kearifan Lokal) dapat menjadikan siswa yang
mengalami slow learning ini aktif dalam pembelajaran, mudah
memahami materi karena mereka bermain sambil belajar membuat
pembelajaran lebih bermakna.
c.) Kelemahan Game Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal
(Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan)
Ular tangga selain memiliki banyak keunggulan, namun ada
beberapa kelemahannya. Hal ini dikatakan oleh Husna (2009: 145)
bahwa kelemahan dari permainan ular tangga antara lain.
1) Penggunaan media permainan ular tangga memerlukan banyak
waktu untuk menjelaskan kepada anak.
2) Permainan ular tangga tidak dapat mengembangkan semua
materi pembelajaran.
3) Kurangnya pemahaman aturan permainan oleh anak dapat
menimbulkan kericuhan.
4) Bagi anak yang tidak menguasai materi dengan baik akan
mengalami kesulitan dalam bermain.
Selain beberapa kelebihan yang sudah dijelaskan,
menggunakan Teori Game Edukasi Android berbasis Kearifan
Lokal (Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan) ini juga ada
beberapa kelemahan antara lain: 1) memerlukan waktu yang
banyak dalam menjelaskan penggunaan Teori Game Edukasi
Android berbasis Kearifan Lokal (Permainan Ular Tangga
Kebhinnekaan) ini ke siswa, 2) karena media yang dikembangkan
peneliti adalah Teori Game Edukasi Android berbasis Kearifan
Lokal (Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan) , maka media ini
sudah terpatok pada satu materi dan tidak dapat digunakan untuk
materi yang lain, dan 3) guru harus ekstra dalam membimbing anak
dan anak juga harus menguasai materi agar tidak terjadi kericuhan.
d.) Aplikasi Android Game Edukasi Android berbasis Kearifan Lokal
(Permainan Ular Tangga Kebhinnekaan)
Game edukasi merupakan permainan digital yang dapat
memberikan kesempatan untuk bermain melalui lingkungan
simulasi dan dapat menjadi bagian integral dari pembelajaran dan
pengembangan intelektual. Sampai akhir abad 19 game
diasosiasikan dengan hiburan, tetapi setelah mendapatkan pengaruh
dari John Dewey pada tahun 1944, game mulai memegang peranan
dalam teknologi pengajaran. Game edukasi mampu membantu
masyarakat dalam pengembangan akhlak, intelektual, motivasi,
keahlian dan kecakapan. (Mahafi, Aditya Galang. 2013: 20)
Game edukasi adalah permainan yang telah dirancang khusus
untuk mengajar orang tentang suatu subjek tertentu, memperluas
konsep, memperkuat pembangunan, memahami sebuah peristiwa
historis atau budaya, atau membantu mereka dalam mempelajari
keterampilan dalam bermain. (Dermawan, Deni. 2012: 165)
Menurut Hurd dan Jenuings, perancangangameedukasi yang
baik haruslah memenuhi kriteria dari game edukasi itu sendiri.
Berikut ini adalah beberapa kriteria dari sebuah game education,
yaitu sebagai berikut.
1.) Nilai keseluruhan (overal value)
Nilai keseluruhan dari suatu game terpusat pada desain dan
panjang durasi game. Aplikasi ini dibangun dengan desain yang
menarik dan interaktif. Untuk penentuan panjang durasi, aplikasi
ini menggunakan fitur timer.
2.) Dapat digunakan (usability)
Mudah digunakan dan diakses adalah poin penting bagi
pembuat game. Aplikasi ini merancang sistem dengan interface
yang user friendlysehingga pengguna dengan mudah dapat
mengakses aplikasi.
3.) Keakuratan (accuracy)
Keakuratan diartikan sebagai bagaimana kesuksesan
model/gambaran sebuah game dapat dituangkan ke dalam
percobaan atau perancangannya. Perancangan aplikasi ini harus
sesuai dengan model gamepada tahap perencanaan.
4.) Kesesuaian (appropriateness)
Kesesuaian dapat diartikan bagaimana isi dan desain game
dapat diadaptasikan terhadap keperluan pengguna dengan baik.
Aplikasi ini menyediakan menu dan fitur yang diperlukan
pengguna untuk membantu pemahaman pengguna dalam
menggunakan aplikasi.
5.) Relevan (relevance)
Relevan artinya dapat mengaplikasikan isi game ke target
pengguna. Agar dapat relevan terhadap pengguna, sistem harus
membimbing mereka dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
6.) Objektifitas (objectives)
Objektifitas menentukan tujuan pengguna dan kriteria dari
kesuksesan atau kegagalan. Dalam aplikasi ini objektivitas
adalah usaha untuk mempelajari hasil dari permainan.
7.) Umpan balik (feedback)
Untuk membantu pemahaman pengguna bahwa permainan
(performance) mereka sesuai dengan objek gameatau tidak,
feedbackharus disediakan. Aplikasi ini menyajikan animasi dan
efek suara yang mengindikasikan kesuksesan atau kegagalan
permainan. (Dermawan, Deni. 2012:166)
Android merupakan sebuah softwarestack yang bersifat open
source yang mencakup sistem operasi, middleware dan key
application beserta sekumpulan Application Programming
Interface (API) yang digunakan untuk merancang sebuah aplikasi
mobile dengan menggunakan bahasa pemrogaman Java. Aplikasi
berbasis Android dapat diciptakan, dikembangkan secara bebas
serta dapat dengan mudah diunduh dan digunakan sesuai dengan
kebutuhan pengguna. Android berbasis Linux versi 2.6. Sistem
layanan seperti keamanan, memori manajemen dan proses
manajemen dikendalikan oleh Linux (Holla dkk., 2012).
Android merupakan sebuah sistem operasi berbasis mobile
yang dapat diterapkan pada alat elektronik seperti smartphone,
tablet, laptop dan perangkat permainan.
Peneliti membuat Game Edukasi Android berbasis Kearifan
Lokal dengan menggunakan Software sebagai berikut.
1.) Corel Draw X7
2.) Photoshopcreativecloud 2015.
3.) NotePad+++.
4.) HTML.
5.) Java Script.
6.) Android Studio.

B. Kajian Penelitian Relevan


Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian diantaranya yaitu sebagai
berikut.
1. Penelitian Bontos Agus Styawan (2014: 9-16) yang berjudul “Perancangan
Game Edukasi Pengenalan Huruf Alfabet untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Tunagrahita” yang menyatakan bahwa penerapan Game Edukasi
Pengenalan Huruf Alfabet berbasis Android ini sangat membantu anak yang
mengalami kesulitan belajar baik dari anak yang berkebutuhan (Slow
Learner, Tuna Rungu, dll) sampai anak normal.
2. Penelitian Ghozi Dzikri Robbani (2016: 16-57) yang berjudul “Game
Edukasi Pengenalan Kosa Kata Bahasa Inggris dengan Audio-Visual Untuk
Anak Usia Dini Berbasis Android” yang menyatakan bahwa penerapan
Game edukasi pengenalan kosa kata bahasa Inggris layak digunakan dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini berdasarkan proses
uji coba terbatas pengguna yaitu dengan persentase sebesar 78,12% dan
dikategorikan sangat layak.
3. Penelitian Maylina Purwatiningtyas (2014: 18-165) Strategi Pembelajaran
Anak Lamban Belajar (Slow Learners) di Sekolah Inklusisd Negeri
Giwangan, Yogyakarta” yang menyatakan bahwa Anak Slow Learner dapat
diatasi dengan pemberian strategi pembelajaran yang menarik sesuai kondisi
kelas masing-masing. Siswa Slow Learner sangat suka pembelajaran
kooperatif dan sangat sukat bermain. Guru perlu memberikan pendekatan
khusus bagi anak slow learner yang sangat pendiam.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada penelitian ini merupakan kerangka berpikir
mengenai pengaruh penggunaan media Game Edukasi (Ular Tangga
Kebhinnekaan) Android berbasis Kearifan Lokal terhadap siswa Slow Learner
Kelas IV SD 3 Garung Lor Kudus yang digambarkan dengan diagram alir
sebagai berikut.

Media Game Edukasi (Permainan Siswa Slow Learner Kelas IV SD 3


Ulartangga Kebhinnekaan) Android
Garung Lor Kudus
Berbasis Kearifan Lokal

Belajar lebih bermakna, lebih cepat


memahami materi, lebih aktif dalam
pembelajaran maupun bersosialisi dengan
teman dan guru, memudahkan memahami
konsep materi, berisi berbagai muatan
dan mudah digunakan.

Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Slow
Learner Kelas IV SD 3
Garung Lor Kudus
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang dinyatakan sebelum
penelitian dilakukan. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah,
maka hipotesis pada penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
H0: Tidak ada pengaruh antara Media Game Edukasi (Permainan Ulartangga
Kebhinnekaan) Android Berbasis Kearifan Lokal terhadap Hasil Belajar
Siswa Slow Learner Kelas IV SD 3 Garung Lor Kudus.
H1: Ada pengaruh antara Media Game Edukasi (Permainan Ulartangga
Kebhinnekaan) Android Berbasis Kearifan Lokal terhadap Hasil Belajar
Siswa Slow Learner Kelas IV SD 3 Garung Lor Kudus.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan menggunakan uji beda dengan
asumsi apabila P-value atau signifikansi kurang dari taraf signifikansi (α =
0,05) telah ditentukan (P-value/Sig. < 0,05) maka H0 ditolak. Jika nilai P-value
atau nilai signifikansi lebih dari taraf signifikansi (α = 0,05) yang telah
ditentukan sebelumnya (P-value/Sig. > 0,05) maka H0 diterima.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Seting dan Karakteristik Subjek Penelitian
Seting Tempat : Kelas IV SD 3 Garung Lor Kudus.
Karakteristik Subjek : Siswa Slow Learner Kelas IV.
a. Siswa yang bernama Rafelido sering melamun saat
pembelajaran, sehingga sulit memahami materi.
b. Siswa yang bernama Suhada jarang memerhatikan gurunya saat
memberikan pembelajaran, dan sulit menerima konsep dari
gurunya karena pembelajaran kurang menarik.

B. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Media Game Edukasi (Permainan Ular Tangga
Kebhinnekaan) Android berbasis Kearifan Lokal.
Variabel Terikat : Hasil Belajar Siswa Slow Learner Kelas IV SD 3 Garung
Lor Kudus.
C. Rancangan Penelitian

Gambar. Jadwal Pembuatan Software Aplikasi Game Edukasi (Permainan Ular


Tangga Kebhinnekaan) Berbasis Kearifan Lokal.

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Sumber Data
Sumber data merupakan subyek darimana data dapat diperoleh. Data
yang diambil dari sumber yang tepat dan akurat (Arikunto, 2011 : 129).
Dalam PTK ini sumber datanya adalah sebagai berikut :
a. Guru Kelas IV dan Kepala Sekolah
Sumber data perilaku pembelajaran guru berasal dari lembar
wawancara Guru Kelas IV dan Kepala Sekolah, dan lembar pengamatan
perilaku pembelajaran guru Kelas IV dalam pembelajaran Tema 7
Keindahan Keragaman di Negeriku dengan media Game Edukasi
(Permainan Ulartangga Kebhinnekaan) Android berbasis Kearifan Lokal.
b. Siswa
Sumber data Perilaku Belajar Siswa berasal dari lembar pengamatan
Perilaku Belajar Siswa dan Kompetensi Belajar siswa yang diperoleh
secara sistematik selama siklus pertama sampai terakhir, sedangkan
untuk hasil belajarnya berasal dari pengamatan hasil nilai tema
sebelumnya dan tes kognitif, psikomotorik, dan afektif.
c. Data Dokumen
Sumber data dokumen berasal dari data hasil tes awal maupun hasil
evaluasi pembelajaran, foto dan video selama proses pembelajaran.
Dokumen berupa foto dan video juga digunakan untuk memberikan
gambaran secara konkret mengenai perilaku siswa dan Perilaku
pembelajaran guru selama pembelajaran.
2. Jenis Data
a. Data Kuantitatif
Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan (Herrhyanto,
2008: 1.3). Data kuantitatif diwujudkan dengan Kompetensi Belajar
siswa Slow Learner kelas IV SDN 3 Garung Lor Kudus pada
pembelajaran dengan Tema 7 Indahnya Keragaman di Negeriku.
Kompetensi Belajar siswa diperoleh dari kegiatan evaluasi yang
dilakukan pada akhir pertemuan pada siklus I dan siklus II.
b. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kategori atau atribut
(Herrhyanto, 2008 : 1.3). Data kualitatif ini diperoleh dari hasil observasi
dengan menggunakan lembar pengamatan perilaku pembelajaran guru,
perilaku belajar, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, media
pembelajaran, dan Kompetensi Belajar siswa, wawancara, catatan
lapangan, serta data dokumen berupa foto dan video selama pelaksanaan
tindakan saat pembelajaran Tema 7 Indahnya Keragaman di Negeriku
dengan menggunakan model pembelajaran tematik dengan media Game
Edukasi (Permainan Ulartangga Kebhinnekaan) Android berbasis
Kearifan Lokal.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpul data yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik
tes dan teknik non tes, penjelasan dari kedua teknik tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Teknik Tes
Teknik tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur tingkat
pemahaman siswa yang ditunjukkan pada kemampuan dasar atau prestasi
belajar siswa. Tes ini dikerjakan siswa secara individu setelah
mempelajari suatu materi dengan menggunakan model pembelajaran
tematik dengan media Game Edukasi (Permainan Ulartangga
Kebhinnekaan) Android berbasis Kearifan Lokal.
b. Teknik Non Tes
1.) Observasi
Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengamati
perilaku pembelajaran guru, perilaku belajar, iklim pembelajaran,
materi pembelajaran, media pembelajaran, dan Kompetensi Belajar
siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran tematik dengan media video pembelajaran yang disusun
melalui lembar observasi/lembar pengamatan. Penyusunan lembar
observasi didahului dengan menetapkan indikator-indikator
pengamatan/ aspek apa saja yang akan diteliti. Observasi dilakukan
selama proses pembelajaran bersama tim kolaborator.
2.) Catatan Lapangan
Catatan lapangan pada penelitian ini berisi tentang permasalahan-
permasalahan yang terjadi pada saat pembelajaran tema selalu
berhemat energi dengan model pembelajaran tematik dengan media
video pembelajaran. Catatan lapangan tersebut bertujuan untuk
membantu peneliti apabila menemui kesulitan dalam proses
pembelajaran, untuk mendeskripsikan kegiatan pembelajaran secara
lebih detail yang tidak berupa data yang telah dipersiapkan instrumen
pengamatannya dan sebagai bahan guru untuk melakukan refleksi.
3.) Dokumentasi
Dalam penelitian ini, dokumentasi berupa data sebelum dan
sesudah dilaksanakannya penelitian pada pembelajaran tema 7
Indahnya Keragaman di Negeriku pada siswa Slow Learner kelas IV
SDN 3 Garung Lor Kudus. Sebelum dilaksanakannya penelitian,
dokumentasi yang dikumpulkan dan dicatat adalah: daftar nama siswa,
data nilai ulangan siswa sebelum dilakukan penelitian. Dokumentasi
setelah dilakukan penelitian adalah berupa foto dan video pada saat
pelaksanaannya penelitian dan data nilai siswa setelah
dilaksanakannya penelitian.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Instrumen wawancara kepala sekolah, guru kelas IV, siswa kelas IV.
2. Instrumen observasi guru dan siswa kelas IV.
3. Instrumen angket penggunaan media.
4. Instrumen validasi media.
5. Instrumen soal evaluasi.
(Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda, Korelasi)
6. Instrumen Penilaian Siswa Kelas IV.
F. Analisis Data
Analisis data dilakukan saat data sudah terkumpul yang dilakukan secara
bertahap dari pra siklus, Siklus 1-3. Tahap Analisis Data ada 3 tahap: reduksi
data, paparan data, dan penyimpulan.
Setiap siklus direduksi data dan diambil data yang penting, kemudian
dipaparkan datanya, jika hasil belajarnya belum meningkat terutama pada
siswa Slow Learner, maka harus memperbaiki dan berlanjut ke perencanaan
siklus kedua. Begitupun selanjutnya sampai hasil belajarnya meningkat.

G.Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil jika hasil belajar siswa Kelas IV meningkat
terutama pada siswa slow learner Kelas IV minimal sampai batas KKM yang
ditentukan oleh SD 3 Garung Lor Kudus.

Anda mungkin juga menyukai