Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA


PEMBELAJARAN TEMATIK MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA DI
MI MANBAUL CHAI’ROT 1 TAMBORA, JAKARTA BARAT

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu dalam
Bidang Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (S.Pd)

Oleh:
INNA MUTIA FIRDA
NIM: MI 18170023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA

2022
BAB I

A. Latar Belakang Penelitian


Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dapat mengoptimalkan perkembangan
potensi, kecakapan dan karakteristik pada diri peserta didik. Kegiatan pendidikan dapat
mengarahkan peserta didik kepada pencapaian dan tujuan-tujuan tertentu yang disebut
dengan tujuan pendidikan. Tujuan-tujuan pendidikan ini bisa menyangkut dengan
kepentingan peserta didik sendiri (siswa). Adapun untuk proses pendidikan sangat mengarah
kepada peningkatan penguasaan, pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan
sikap dan nilai-nilai dalam membentuk dan mengembangkan diri peserta didik.
Pendidikan dapat memberikan kontribusi yang bermakna terhadap kemajuan suatu
bangsa. Karena bangsa dapat dikatakan maju apabila sumberdaya manusianya memiliki
kualitas, dan melalui pendidikanlah manusia dapat memperbaiki kualitas dirinya menjadi
lebih baik. (sugiyono, 2013)
Karena pada dasarnya pendidikan merupakan pengembangan holistic pada diri individu
yang mencangkup aspek fisik, emosional, mental, social dan spiritual (Honutagi, 2011)
istiilah dari holistic itu sendiri mengandung makna menyeluruh atau utuh “Holistic
education is based on the premise that each person finds identity, meaning, and purpose in
life throught connections so the community, to the natural world, and to spiritual values such
as compassion and peace”.(pendidikan holistic didasarkan pada premis bahwa setiap orang
menemukan identitas, makna, dan tujuan hidup melalui koneksi kepada masyarakat, dengan
alam, dan nilai-nilai spiritual seperti kasih sayang dan perdamaian) (Pritscher, 2012)
Sejalan dengan pendapat tersebut bahwa telah ditetapkan visi pendidikan tahun 2025
yaitu menciptakan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Adapun cerdas yang
dimaksud merupakan cerdas kompetitif, yaitu cerdas spiritual dan cerdas sosial serta
emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, serta cerdas
kinestetis dalam ranah keterampilan. Adapun untuk mendukung visi tersebut
dikembangkanlah kurikulum 2013. (Yunus, 2014)
Dalam serangkaian proses pendidikan didalam sekolah, kegiatan belajar mengajar
tentunya merupakan pokok terpenting. Yang mana kegiatan belajar mengajar menjadi tolak
ukur dalam keberhasilan tujuan pendidikan. Karena tercapai atau tidaknya suatu tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami siswa ketika
didalam kelas.
Dalam dunia pendidikan, pengalaman adalah cara mudah untuk anak bisa memahami
pembelajaran. Dengan pengalaman, mereka dapat mempelajari kehidupan dan
mengembangkan kemampuannya. siswa dapat mengeksplorasi, menjelajah, menciptakan,
menemukan, dan mengaitkan materi yang disampaikan oleh guru dengan kejadian yang
pernah mereka alami.
Seperti pada pembelajaran tematik terpadu, yang mana melalui pembelajaran tematik
penyampaian mata pelajaran yang ada akan dikaitkan dengan menggunakan tema-tema yang
dekat dengan lingkungan siswa sehingga diharapkan bisa memberikan pengalaman yang
bermakna bagi siswa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud
berpendapat bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific dimaksudkan
untuk memberikan suatu pemahaman kepada siswa agar bisa mengenal, memahami berbagai
materi, menyadari bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, dan tidak hanya
bergantung pada informasi yang diberikan oleh guru. Selain itu, perlu diingat bahwa
penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa dalam pembelajaran tematik dilakukan
dengan mengkonversi nilai yang diperoleh siswa. (Kemendikbud, 2013)
Jadi tidak heran, kenapa banyak materi pendidikan disekolah yang sebenarnya sudah
pernah siswa alami di kehidupan nyata, tetapi diulas kembali oleh guru tentang bagaimana
proses terjadinya. Seperti pada pembelajaran Tematik dengan materi Perubahan Wujud
Benda. Ketika melihat ibu memasak air untuk membuat teh hangat, tentunya siswa
menyaksikan bagaimana air tersebut dapat mendidih ketika ibu panaskan di atas api. Kerap
kali siswa melihat proses terjadinya perubahan wujud benda tersebut, tetapi siswa tidak
memahami bagaimana proses tersebut bisa terjadi. Maka dari itulah guru memiliki peranan
penting untuk menjadi jembatan keilmuan dalam dunia pendidikan. Yang mana guru dituntut
untuk menciptakan kegiatan belajar mengajar yang kondusif, yaitu pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Melalui kecakapan guru dalam penyampaian materi, maka akan membuat siswa merasa
lebih mudah dalam memahaminya. Adapun pembelajaran dapat dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping
menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya
pada diri sendiri.
Karena keberadaan guru di sekolah sangat berperan penting untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam berbagai hal terutama dalam kegiatan belajar. Seperti yang
dialami oleh siswa kelas 3 di MI Manbaul Chai’rot 1 Tambora, yang mana menurut hasil
observasi yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 17 Oktober 2021 bahwa pada mata
pelajaran Tematik khususnya materi perubahan wujud benda siswa mendapakan hasil belajar
yang terbilang rendah. Rendahnya hasil belajar Tematik siswa ini dipengaruhi oleh faktor
internal maupun faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal yang menyebabkan rendahnya
hasil belajar peserta didik adalah model pembelajaran. Yang mana untuk model pembelajaran
yang digunakan dalam proses pembelajaran tematik pada umumnya masih menggunakan
model pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional guru berperan aktif
dalam kegiatan belajar mengajar“Teacher Centered” sedangkan siswa bersifat pasif.
Dalam pembelajaran seperti ini hanya akan membentuk kecerdasan kognitif, sedangkan
aspek afektif dan psikomotorik dilupakan. Jika ditinjau lebih jauh pada pendekatan tersebut
siswa lebih banyak mendengar, mencatat dan menghafal. sehingga membuat siswa kurang
memiliki peran dalam kegiatan belajar tersebut. Ketika dalam kegiatan belajar mengajar guru
hanya mengandalkan teori dan latihan soal, secara tidak langsung kegiatan belajara mengajar
tersebut membawa dampak yang negative bagi peserta didik, dan menjadikan sebagian besar
siswa tidak tertarik dan kurang minat untuk belajar, jenuh dan bosan, tidak kreatif, bersikap
pasif dalam menerima pelajaran. Akibatnya kegiatan belajar disekolah memberikan kesan
yang membosankan dan tidak menyenangkan serta kurang membangkitkan minat belajar,
yang ada akhirnya akan mempengaruhi perolehan hasil belajar siswa. Dan yang lebih penting
lagi, apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia dalam fungsi dan tujuan pendidikan yang
tertera dalam UU No. 20 tentang sistem pendidikan nasional pasal III tidak dapat tercapai
secara optimal.
Sehingga guru kurang menyadari betapa pentingnya mengembangkan model
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan tuntutan perkembangan pembelajaran tematik
yang mana dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jika guru belum bisa menguasai kelas
maka dalam proses pembelajaran yang berlangsungpun terasa kurang menarik sehingga
siswa akan merasa cepat bosan, kurangnya keaktifan siswa dalam bertanya bahkan
kebanyakan dari mereka hanya duduk diam dan enggan untuk bertanya ataupun menanggapi
materi yang disampaikan oleh guru. padahal banyak materi yang kemungkian mereka belum
fahami, dan tidak sedikit juga siswa yang mengabaikan penjelasan dari sang guru ketika di
kelas.
Adapun untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh para siswa agar tidak
mengalami kejenuhan, kebingungan dan kesulitan dalam belajar tematik khususnya materi
perubahan wujud benda yang sangat berdampak pada hasil belajar siswa, maka perlu
dilakukan berbagai inovasi dalam pembelajaran tematik.
Melalui pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat, akan sangat
membantu guru dalam mengkondisikan kelas menjadi ruang belajar yang aktif, kreatif dan
inovatif. Terutama pada pembelajaran tematik, yang merupakan pendekatan pembelajaran
terpadu dengan harapan akan muncul keterpaduan antara pengalaman sehari- hari dengan
pengalaman yang dipelajari peserta didik. Oleh karena itu peneliti menerapkan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran tematik materi
perubahan wujud benda di kelas III.A MI Manbaul Chai;rot 1. Dengan harapan mampu
membuat pembelajaran tematik menjadi lebih bermakna, menyenangkan, siswa menjadi
lebih aktif dalam proses pembelajaran dan siswa tidak hanya sekedar menghetahui
bagaimana proses terjadinya perubahan wujud bend atau mengingat fakta-fakta yang
berkaitan akan tetapi para siswa juga harus mengalami sendiri apa yang sedang dipelajarinya.
Kelebihan dari model pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL) adalah
lebih menekankan siswa untuk bisa terlibat langsung dalam membangun pengetahuannya
sendiri yang telah mereka miliki serta menerapkannya dalam kehidupan nyata sehingga
proses pembelajaran berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator
yang merancang kegiatan belajar mengajar dengan sedemikian rupa sehingga pembelajaran
merujuk pada kegiatan penemuan, siswa aktif dalam proses pembelajaran sehingga hasil
belajarnya menjadi lebih baik. (Tanti Diyah Rahmawati, 2019)
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) disekolah dasar adalah
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang sedang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Hal ini terlihat pada pembelajaran tematik dengan materi perubahan wujud benda.
Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat membantu guru dalam
mengaitkan antara materi perubahan wujud benda dengan situasi dunia nyata siswa, dari
situlah siswa akan terdorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan konsep itu hasil
pembelajaran diharapkan lebih menarik bagi peserta didik, dan dapat meningkatkan
kreativitas siswa memahami konsep perubahan wujud benda dengan baik.
Karena melalui pengalaman langsung, rasa percaya diri siswa dalam belajar akan
semakin meningkat dan sangat membantu siswa untuk berani dalam menyampaikan banyak
pendapat sesuai dengan pengalaman yang telah mereka lalui. Dimulai dari rasa percaya diri
bahwa mereka mampu memahami apa yang di sampaikan oleh guru maka mereka akan
semakin termotivasi untuk hadir didalam kelas dan mengikuti proses pembelajaran dengan
penuh semangat. Ketika siswa sudah termotivasi untuk memahami suatu materi
pembelajaran, maka akan membuat siswa memahami pembelajaran tematik dengan lebih
mudah dan akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Memilih dan menggunakan
model pembelajaran yang dapat menjembatani pengalaman belajar yang konkret sampai
dengan yang abstrak sehingga bermakna bagi siswa yaitu, menekankan bahwa siswa dapat
mengambil manfaat dari berbagai kegiatan pembelajaran, bila kegiatan tersebut mempunyai
relevansi dengan pengalaman langsung yang ada padanya.
Sedangkan kegiatan belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang melibatkan
siswa secara aktif dan menghilangkan pandangan bahwa siswa sebagai makhluk pasif. Guru
sebagai fasilitator pembelajaran, tidak hanya berperan sebagai penyampai materi saja, tetapi
juga berkewajiban untuk membuat siswa tertarik terhadap mata pelajaran dan materi yang di
sampaikan oleh guru. Sehingga siswa termotivasi untuk mengetahui materi tersebut dengan
lebih spesifik dan menyukai dunia belajar karena rasa keingin tahuannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap
hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik materi perubahan wujud benda di kelas III MI
Manbaul Chair/rot 1 Tambora, Jakarta Barat tahun pelajaran 2021/2022.”
B. Rumusan Penelitian

Berdasarkan dari paparan latar belakang diatas, maka munculah rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu : “Adakah pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik (materi perubahan
wujud benda) di kelas III MI Manbaul Chai’rot 1 Tambora, Jakarta Barat tahun pelajaran
2021/2022 ?”

C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang menarik sehingga
peserta didik merasa cepat bosan ?
2. Mengapa peserta didik cenderung pasif dalam pembelajaran tematik pada materi
perubahan wujud benda ?
3. Mengapa masih banyak siswa yang kurang mengerti dan memahami tentang
penjelasan yang disampaikan oleh guru ketika pembelajaran Tematik ?
4. Mengapa masih banyak siswa yang tidak memperhatikan dan terlihat pasif ketika
guru menjelaskan ?
5. Apakah yang melatarbelakangi siswa tidak memiliki semangat tinggi ketika kegiatan
pembelajaran ?
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu dugaan atau terkaan tentang apa yang kita amati
dengan tujuan untuk memahaminya. Hipotesis juga bisa menjadi sebuah jawaban
sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji.
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Ada pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap
hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik (materi perubahan wujud benda) di kelas
III MI Manbaul Chai’rot 1 Tambora, Jakarta Barat tahun pelajaran 2021/2022 ?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang dan pertanyaan yang telah dipaparkan
sebelumnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar
siswa pada pembelajaran tematik (materi perubahan wujud benda) di kelas III MI
Manbaul Chai’rot 1 Tambora, Jakarta Barat tahun pelajaran 2021/2022.
F. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis kajian ini dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengembangkan dan
menambah ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai pengaruh model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning terhadap hasil belajar Tematik (materi perubahan
wujud benda.
b. Secara praktik hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan dari
bahan penelitian, pertimbangan, masukan atau saran terhadap pengaruh model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning terhadap hasil belajar Tematik
(materi perubahan wujud benda).
1. Bagi Guru, diharapkan agar dapat memberikan sumbangan pemikiran bahwa
dengan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dalam kegiatan belajar mengajar Tematik khusus nya pada materi
perubahan wujud benda, dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dan juga dapat
mempermudah guru dalam mengkondisikan kelas.
2. Bagi Peserta didik, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bagi para siswa
bahwa dengan diterapkannya model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning dalam kegiatan pembelajaran dapat membantu mereka agar dapat
belajar dengan baik serta dapat meningkatkan hasil belajar tematik pada materi
perubahan wujud benda.
3. Bagi Peneliti, penelitian ini menjadi sebuah pengalaman baru dan memberikan
ilmu pengetahuan tambahan terkait dengan penerapan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Tematik dengan
materi perubahan wujud benda..
4. Bagi umum, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dan juga
acuan agar lebih mengetahui dan juga lebih memahami terkait dengan pengaruh
model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa.
G. Sistematika Penelitian
Berdasarkan dari paparan manfaat penelitian bahwa sistematika penelitian ini
disusun untuk membantu segenap guru dan para siswa agar dapat menjalankan kegiatan
belajar mengajar dengan baik dan saling menumbuhkan keterhubungan antara guru
dengan murid, sehingga tujuan pembelajaranpun dapat terealisasikan.
Karena hakikatnya tujuan dari kegiatan belajar mengajar yang diingankan oleh
guru dan murid adalah agar mendapatkan pemahan dari materi yang guru sampaikan dan
murid pelajari. Sehingga dapat membantu murid untuk mendapatkan hasil belajar yang
baik selama mengikuti proses belajar di dalam kelas. terlihat dari adanya keterhubungan
antara proses pembelajaran dengan hasil yang dicapai. semakinakin besar usaha yang
guru upayakan untuk menciptakan kondisi belajar yang efektif dan baik, makin tinggi
pula hasil atau produk dari pembelajaran tersebut. semakin baik usaha dalam pengelolaan
kelas maka akan dapat mendukung ketercapaian proses dan hasil belajar yang baik pula.
Usaha yang dilakukan agar mencapai hasil yang baik dalam pembelajaran dapat
dipengaruhi pula oleh model pembelajaran. Yang mana Penerapan model pembelajaran
dalam kegiatan belajar mengajar bisa menjadi sebuah support untuk guru dalam
meningkatkan hasil belajar peserta didik, karena ketika guru menggunakan model
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar maka pembelajaran akan terasa lebih
aktif, menarik, dan tidak monoton. Sehingga siswa tidak merasa bosan ketika mengikuti
pembelajaran. Selain itu ketika guru mampu menerapkan model pembelajaran yang tepat
maka materi yang diajarkanpun akan lebih bisa difahami dan dimengerti terlebih lagi
pada pokok materi-materi yang memerlukan praktik langsung, seperti pada pelajaran
Tematik dengan materi perubahan wujud benda.
Terbukti dari model pembelajan itu sendiri yang memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya jika menerapkan model pembelajaran akan lebih menarik perhatian dari
siswa, menerpkan model pembelajaran juga dapat menumbuhkan motivasi belajar, materi
ajar yang disampaikan akan lebih mudah difahami, akan tercipta suasana belajar yang
interaktif dan komunikatif, serta pembelajaran tidak cepat membosankan.
Siswa yang dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik maka
kemungkinan terbesarnya adalah hasil belajar yang nanti diraihnya pun akan lebih baik
juga prestasi belajar yang diraihnyapun akan mengalami peningkatan.
BAB II

A. Kajian Teori
1. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
menjadi alternative sebagai alat perubahan perilaku peserta didik secara adaptif
maupun generatif, dan model pembelajaran sangat berkaitan erat dengan gaya
belajar peserta didik dan gaya mengajar guru yang sering dikenal dengan style of
learning and teaching (solat). (Hanafiah, 2009)
Didalam buku yang berjudul Model-Model Pembelajaran dalam
Mengembangkan Profesionalisme Guru mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (sebagai suatu rencana pembelajaran dalam jangka
panjang), membuat rancangan pembelajaran, dan mengembangkan pembelajaran
didalam kelas atau yang lain. Beliau menjelaskan bahwa model pembelajaran
memiliki ciri sebagai berikut, yaitu : (1) berdasar teori pendidikan dan teori
belajar, (2) mempunyai misi dan tujuan tertentu, (3) sebagai pedoman untuk
perbaikan kegiatan belajar-mengajar didalam kelas, (4) mempunyai bagian yang
disebut (a) urutan langkah-langkah pembelajaran, (b) adanya prinsip-prinsip
reaksi, (c) sistem sosial, dan (d) sistem pendukung. (5) memiliki dampak sebagai
akibat terapan model pembelajaran, (6) membuat persiapan mengajar (desain
instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilih. (Rusman, 2010)
Iru dan Arihi (2012: 6-7) mengemukakan bahwa model pembelajaran
dapat dikembangkan atas beberapa asumsi, antara lain : (1) mengajar merupakan
sebuah upaya untuk menciptakan lingkungan yang sesuai, dimana terdapat
berbagai lingkungan mengajar yang memiliki ketergantungan; (2) terdapat
berbagai komponen yang meliputi isi, keterampilan peran-peran mengajar,
hubungan sosial, bentuk-bentuk kegiatan, sarana/fasilitas fisik dan
penggunaannya, yang keseluruhannya membentuk sebuah sistem lingkungan yang
bagian-bagiannya saling berinteraksi, yang mendesak perilaku seluruh partisipan,
baik guru maupun siswa; (3) antara bagian-bagian tersebut dapat menghasilkan
bentuk lingkungan yang berbeda dengan hasil yang berbeda pula; dan (4) karena
model mengajar menciptakan lingkungan, maka model menyediakan spesifikasi
yang masih bersifat kasar untuk lingkungan dalam proses belajar-mengajar di
kelas. (Iru, 2012)
Model-model pembelajaran memiliki ciri-ciri umum, yaitu (1) memiliki
prosedur yang sistematis, (2) hasil belajar diterapkan secara khusus, (3) ada
ukuran keberhasilan, dan (4) mempunyai cara interaksi dengan lingkungan. (Iru,
2012)
Fungsi model pembelajaran adalah (1) sebagai pedoman, (2) sebagai alat
bantu dalam mengembangkan kurikulum, (3) sebagai acuan dalam menetapkan
bahan pembelajaran, dan (4) untuk membantu perbaikan dalam mengajar. (Iru,
2012)
b. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Model pembelajaran Kontekstual merupakan suatu konsep pembelajaran
yang dapat menjadi sebuah alternative untuk membantu guru dalam mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Sehingga dapat
mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Proses pembelajaran kontekstual berlangsung secara alamiah yakni siswa
mendapat kesempatan untuk bekerja dan mengalami sendiri materi yang tengah
dipelajari. Siswa tidak hanya menerima transfer pengetahuan dari guru, tetapi juga
dapat memberikan pengetahuan yang didapatinya melalui pengalaman.
Pembelajaran kontekstual menekankan pada tingkat berpikir yang tinggi,
yakni berpikir divergen (kreatif). Pembelajaran dengan menggunakan model
kontekstual merupakan suatu cara yang digunakan untuk membantu guru dalam
menghubungkan mata pelajaran dengan keadaan yang nyata, serta siswa diberi
kesempatan untuk berdiskusi terkait masalah yang diberikan oleh guru dalam
pembelajaran tematik. Pembelajaran lebih bermakna karena siswa mengalami
sendiri apa yang dipelajarinya.
Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada prospek keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa agar dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka. (Sanjaya, 2011)
Kelebihan model kontekstual juga dapat menjadikan pembelajaran lebih
bermakna dan real. Artinya, siswa dituntut agar dapat mengaitkan hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting sebab ketika siswa dapat mengorelasikan materi yang ditemukan pada
kehidupan nyata mereka, maka pembelajaran akan menjadi sangat fungsional,
dan materi yang dipelajarinyapun akan tertanam erat dalam memori siswa
sehingga tidak akan mudah dilupakan. (Hosnan, 2014)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa model
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu model pembelajaran
yang sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran tematik. Karena melalui
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dikenal dengan
pembelajaran kontekstual yaitu suatu model pembelajaran yang memiliki prinsip
bahwa dalam proses pembelajaran harus dimulai dari hal yang bersifat
kontekstual, dimana siswa akan lebih mudah dalam memahami materi, dan siswa
juga tidak akan mengalami kesulitan ketika memahami materi yang bersifat
abstrak.
Selain itu model Contextual Teaching and Learning (CTL) juga
menerapkan bahwa prinsip belajar yang bermakna adalah yang mengutamakan
pada proses berlajar, sehingga siswa dapat termotivasi untuk menemukan
pengetahuan sendiri dan bukan hanya mendapatkan transfer pengetahuan dari
guru. Melalui hal tersebut akan membuat pembelajaran menjadi lebih efektif, dan
hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
c. Karakteristik Pembelajaran Contextual
Dalam menggunakan model Contextual Teaching and Learning ketika
pembelajaran tentunya terdapat beberapa kharakteristik yakni;
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam proses autentik.
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna.
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman yang
bermakna kepada siswa.
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling
mengoreksi antar teman.
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa
kebersamaan, bekerjasama dan saling memahami antara satu dengan yang
lain secara mendalam.
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan
mementingkan kerjasama.
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan. (Idrus,
2014)
d. Komponen Pembelajaran Contextual
Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama
pembelajaran agar dapat efektif yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivisme)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam pendekatan
CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh mahusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak
sekonyong-konyong, Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka melalui keterlibatan secara aktif dalam proses belajar mengajar.
Dimana siswa menjadi pusat kegiatan dan guru menjadi fasilitator.
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterempailan yang diperoleh siswa bukanlah hasil
dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Guru harus merancang kondisi belajar mengajar yang merujuk pada kegiatan
menemukan, terkait dengan apapun materi yang diajarkanya.
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri):
a) Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun).
b) Mengamati atau melakukan observasi.
c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,
bagan, tabel, dan karya lainya.
d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, guru atau audien yang lain.
3. Bertanya (Questioning)
Questioning (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang
berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
a) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis.
b) Mengecek pemahaman siswa.
c) Membangkitkan respon kepada siswa.
d) Mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa.
e) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
f) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
g) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
h) Untuk menyegarkan pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dimana hasil belajar dapat
diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu dan
yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang
yang ada di luar sana adalah anggota masyarakat belajar.
Praktek masyarakat belajar dalam kegiatan pembelajaran terwujud dalam :
a) Pembentukan kelompok kecil.
b) Pemebentukan kelompok besar.
c) Mendatangkan ‘ahli’ kedalam kelas (tokoh olahragawan, dokter,
perawat, polisi, dsb).
d) Bekerja dengan kelas sederajat.
e) Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya.
f) Bekerja dengan masyarakat.
5. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan yang dimaksud adalah sebuah pembelajaran keterampilan atau
pengetahuan tertentu, ada model yang bisa di tiru. Model itu bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan
sesuatu. Dalam pembelajaran CTL guru bukan satu-satunya model. Model
dapat di rancang dengan melibatkan siswa.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru di pelajarinya sebagai struktur pengetahuan
yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan
yang baru diterima. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan
pengetahuan yang baru. Dengan begitu siswa akan memperoleh sesuatu yang
berguna bagi dirinya tentang apa yang dipelajarinya. Kunci dari semua itu
adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap ke benak siswa.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan
melalui kegiatan penilaian, bukanlah untuk mencari informasi tenteng belajar
siswa. Pembelajaran yang benar sudah seharusnya ditekankan pada upaya
membantu siswa agar mampu mempelajari, bukan di tekankan pada
diperolehnya sebanyak-banyak mungkin informasi di akhir pembelajaran.
Data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang diperoleh
siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. (Rosalin, 2008)
e. Langkah-langkah penggunaan model Contextual Teaching and Learning

Ketika ingin menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and


Learning, maka kita harus memahami bagaimana langkah-langkah dalam
penggunaannya. Menurut (Tanti Diyah Rahmawati, 2019) bahwa langkah-
langkah dalam penggunaan model Contextual Teaching and Learning adalah :

1) Guru memberikan materi untuk dipelajarai sendiri oleh siswa bersama


kelompok.
2) Siswa saling bertanya jawab dibawah bimbingan guru.
3) Siswa mencari pengetahuan baru dengan memecahkan masalah yang
diberikan.
4) Siswa saling bekerjasama dalam kelompok.
5) Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
6) Siswa dengan guru mengingat kegiatan yang telah dilakukan dan membuat
kesimpulan materi yang dipelajari.
7) Siswa melaksanakan evaluasi secara mandiri.
2. Hakikat Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses atau usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan dalam tingkah laku secara keseluruhan, yang
mana semuanya tercipta melalui hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Segala proses yang dijalani untuk mendapatkan sesuatu adalah sebuah
usaha, dimana dalam sebuah usaha tersebut tentu ada hasil yang diinginkan.
Ketika seseorang belajar tentu akan melawati yang namanya proses, dimana dari
proses ini nantinya diharapkan mendapat sebuah perubahan, baik dari
pengetahuan maupun sikap.
Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut yang mungkin disebabkan oleh
terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikap. (Arsyad,
2013)
Good dan Brophy mengemukakan arti belajar yaitu belajar bukan hanya
tingkah laku yang tampak, melainkan yang utama adalah proses yang terjadi
secara internal di dalam individu dalam usahanya memperoleh hubungan-
hubungan baru, yang bisa berupa antara perangsang-perangsang, antara reaksi-
reaksi atau antara perangsang dan reaksi. (Mustofa, 2013)

Hasil belajar merupakan sebuah kemampuan-kemampuan yang dimiliki


siswa setelah ia menerima pengalaman dari belajarnya.

Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai pola-pola perbuatan, nilai-nilai,


pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan yang merujuk pada pemikiran Gagne hasil berupa:

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam


bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasekan konsep dan
lambing.
3) Strategi kognitif yaitu kemampuan kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnnya sendiri.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Slameto dalam dalam buku Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya, menerangkan bahwa terdapat beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi hasil belajar siswa, diantaranya:
1) Faktor dari dalam diri peserta didik (intern)
a) Faktor jasmani, yaitu terkait dengan faktor kesehatan dan juga faktor
cacat tubuh.
b) Faktor psikologis, ini bisa berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat,
motivasi, kematangan dan juga kesiapan.
c) Faktor kelelahan, yaitu dapat dibedakan menjadi dua macam
diantaranya kelelahan jamani dan kelelahan rohani.
(Wahyu,Mantuh&Triani,2014)
2) Faktor dari luar diri peserta didik (ekstern)
a) Faktor keluarga. Faktor ini sangat berperan aktif bagi peserta didik dan
yang bisa mempengaruhi dari keluarga antara lain cara orangtua
mendidik,hubungan antar anggota keluarga, keadaan keluarga,
keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan serta suasana
rumah.
b) Faktor sekolah yaitu bisa berupa cara guru mengajar, alat-alat
pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru (pendidik) dengan
peserta didik, murid, disiplin sekolah serta alat pelajaran(media
pembelajaran) yang digunakan.
c) Faktor lingkungan masyarakat. Yaitu termasuk teman bergaul,
kegiatan lain di luar sekolah serta cara hidup di lingkungan
keluarganya. (Wahyu,Mantuh&Triani,2014)
3. Hakikat Tematik
a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan suatu pembelajaran yang memadukan


antara mata pelajaran dengan menggunakan tema tertentu. Kadir & Hanum
dalam (lubis, 2018)

Sedangkan menurut Poerwadarminta berpendapat bahwa pembelajaran


tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang
menjadi pokok pembicaraan. (lubis, 2018)

Penerapan pembelajaran tematik dapat memberikan keterhubungan antara


satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dalam rangka memperbaiki
dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Penerapan pembelajaran tematik
dapat membantu siswa dalam membangun kebermaknaan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat. Hubungan antarsatu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lainnya bagi peserta didik merupakan hal yang penting
dalam belajar, sehingga apa yang dipelajari oleh siswa akan lebih bermakna,
lebih mudah diingat dan lebih mudah dipahami, diolah serta digunakan untuk
memecahkan permasalahan dalam kehidupannya. Prastowo dalam (lubis,
2018)

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


tematik merupakan suatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan materi
dari beberapa pelajaran dalam satu tema, perpaduan dari beberapa mata
pelajaran dalam lingkup di Madrasah Ibtidaiyah/ Sekolah Dasar meliputi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika (MM), Bahasa Indonesia
(BI), Seni Budaya dan Prakarya (SBdP), Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan (PJOK). Perpaduan mata pelajaran tersebut disebut sebagai
pembelajaran tematik. yang mana dengan tujuan untuk menekankan siswa
agar terlibat dalam belajar dan ikut aktif dalam memecahkan suatu
permasalahan, sehingga hal ini dapat menumbuhkan kreativitas sesuai dengan
potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan yang lainnya.

b. Karakteristik Pembelajaran Teamatik


Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang dapat dijadikan sebagai
acuan untuk dikembangkan pada proses pembelajaran. Menurut Prastowo
dalam (lubis, 2018) ada 18 macam karakteristik yang perlu diketahui dan
diimplementasikan guru, yaitu:
1) Adanya efisiensi,
2) Kontekstual,
3) Student Centered (berpusat pada siswa),
4) Memberikan pengalaman langsung,
5) Pemisahan mata pelajaran yang kabur,
6) Holistis,
7) Fleksibel,
8) Hasil pembelajaran berkembang sesuai minat dan kebutuhan siswa,
9) Kegiatan belajarnya sangat relevan dengan kebutuhan siswa SD/ MI,
10) Kegiatan yang dipilih bertolak dari minat dan kebutuhan siswa,
11) Kegiatan belajar akan lebih bermakna,
12) Mengembangkan keterampilan berpikir, Pembelajaran Tematik di
SD/MI
13) Menyajikan kegiatan belajar pragmatis yang sesuai dengan
permasalahan,
14) Mengembangkan keterampilan sosial siswa,
15) Aktif,
16) Menggunakan prinsip bermain sambil belajar,
17) Mengembangkan komunikasi siswa,
18) Lebih menekankan proses ketimbang hasil.
c. Implementasi Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan yang mncakup
kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaring-jaring tema,
pengembangan silabus, dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Pembelajaran tematik dilakukan dengan beberapa tahapan-tahapan seperti
penyusunan perencanaan, penerapan, dan evaluasi/refleksi. tahap-tahap ini
secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Perencanaan
Mengingat perencanaan sangat menentukan dalam keberhasilan
suatu pembelajaran tematik, maka perencanaan yang dibuat harus sebaik
mungkin. Oleh karena itu ada beberapa langkah yang perlu dilakukan
dalam merancang pembelajan tematik ini yaitu: 1) Pelajari kompetensi
dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran, 2)
Pilihlah tema yang dapat mempersatukan kompetensi- kompetensi untuk
setiap kelas dan semester, 3) Buatlah ”matriks hubungan kompetensi dasar
dengan tema”, 4) Buatlah pemetaan pembelajaran tematik. Pemetaan ini
dapat dapat dibuat dalam bentuk matriks atau jareingan topik, 5) Susunlah
silabus dan rencana pembelajaran berdasarkan matriks/jaringan topik
pembelajaran tematik.
2) Penerapan pembelajaran tematik
Pada tahap ini guru melaksanakan rencana pembelajaran yang
telah disusun sebelumnya. Pembelajaran tematik ini akan dapat diterapkan
dan dilaksanakan dengan baik perlu didukung laboratorium yang
memadai. Laboratorium yang memadai tentunya berisi berbagai sumber
belajar yang dibutuhkan bagi pembelajaran di sekolah dasar. Dengan
tersedianya laboratorium yang memadai tersebut maka guru ketika
menyelenggarakan pembelajaran tematik akan dengan mudah
memanfaatkan sumber belajar yang ada di laboratorium tersebut, baik
dengan cara membawa sumber belajar ke dalam kelas maupun mengajak
siswa ke ruang laboratorium yang terpisah dari ruang kelasnya.
3) Evaluasi Pembelajaran Tematik
Evaluasi pembelajaran tematik difokuskan pada evaluasi proses
dan hasil. Evaluasi proses diarahkan pada tingkat keterlibatan, minat dan
semangat siswa dalam proses pembelajaran, sedangkan evaluasi hasil
lebih diarahkan pada tingkat pemahaman dan penyikapan siswa terhadap
substansi materi dan manfaatnya bagi kehidupan siswa sehari-hari.
Disamping itu evaluasi juga dapat berupa kumpulan karya siswa selama
kegiatan pembelajaran yang bisa ditampilkan dalam suatu
paparan/pameran karya siswa.Instrumen yang dapat digunakan untuk
mengungkap pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat digunakan
tes hasil belajar. dan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa
melakukan suatu tugas dapat berupa tes perbuatan atau keterampilan dan
untuk mengungkap sikap siswa terhadap materi pelajaran dapat berupa
wawancara, atau dialog secara informal. Disamping itu instrumen yang
dikembangkan dalam pembelajaran tematik dapat berupa: kuis, pertanyaan
lisan, ulangan harian, ulangan blok, dan tugas individu atau kelompok, dan
lembar observasi. (Daryanto, 2014)
4. Perubahan Wujud Benda
a. Pengertian Perubahan Wujud Benda

Didalam pembelajaran tematik, perubahan wujud benda merupakan salah


satu materi pembelajaran yang ada dikelas 3 Sekolah Dasar. Yang mana
dalam kehidupan sehari-haripun perubahan wujud pada benda sering sekali
dijumpai, dan kita adalah pelaku dari aktivitas perubahan wujud benda
tersebut.

Perubahan wujud benda merupakan salah satu gejala perubahan bentuk


suatu benda atau zat dari satu jenis ke jenis yang lainnya. Proses perubahan itu
terjadi dengan berbagai cara dan dapat dilihat oleh kasat mata. 

Benda atau zat itu sendiri terdiri dari tiga jenis, yaitu padat, cair, dan gas.
Benda-benda tersebut bisa mengalami perubahan bentuk lantaran tidak bisa
mempertahankan bentuknya akibat faktor-faktor tertentu dan juga suatu
tindakan terhadap benda tersebut. 

Pada kasus tertentu, perubahan wujud benda itu bisa terjadi secara permanen,
artinya ketika suatu benda sudah mengalami perubahan wujud, tidak bisa
dikembalikan ke wujud pertamanya. 

b. Sifat-Sifat Benda
1) Benda Padat

Benda Padat merupakan benda yang wujudnya solid dan cenderung keras.

Contoh benda padat adalah es batu, kapur barus, kayu, dll.

 Sifat dari benda padat ini antara lain:

 Bentuk dari benda padat cenderung tidak berubah-ubah alias tetap


meskipun diberi aksi tertentu. 

 Perubahan benda padat ke wujud lain memerlukan proses dan tindakan


tertentu supaya bisa berubah.
2) Benda Cair

Benda cair adalah benda yang wujudnya cenderung fleksibel dan basah.
Contoh dari benda cair adalah air, minyak, dll.

Sifat dari benda cair itu antara lain: 

 Bentuknya bisa menyesuaikan dengan wadah peletakannya. 

 Mudah berpindah tempat, terutama dari tempat yang lebih tinggi ke


tempat yang lebih rendah. 

 Sekecil apapun celah, benda cair ini pasti bisa masuk dengan cara
meresap. Seperti misalnya tanah, kain, tisu, kertas, dll. 

 Permukaannya cenderung datar. 

 Mempunyai tekanan supaya bisa berpindah-pindah ke segala arah. 

 Dapat berubah bentuk tanpa adanya tindakan tertentu. 

 Gerakannya berbentuk gelombang yang dipengaruhi faktor tertentu seperti


angin. 

3) Benda Gas

Benda gas merupakan benda yang cenderung tidak tampak dengan jelas,
bahkan tidak bisa dilihat dengan kasat mata. Benda gas tidak bisa dilihat
dengan kasat mata karena wujudnya yang berupa molekul kecil.

Contoh gas adalah udara, uap, dll.

Sifat dari benda gas ini antara lain:

 Bentuknya bisa menyesuaikan dengan wadahnya.


 Mempunyai tekanan yang bisa membuat ke segala arah.
 Cenderung sulit dilihat dengan kasat mata.
 Ketika berubah bentuk, bisa berubah wujud menjadi yang terlihat maupun
tak terlihat.
c. Macam-macam Perubahan Wujud Benda

Perubahan wujud terjadi pada satu jenis benda ke jenis yang lainnya,
dimana semua jenis bisa berubah menjadi jenis-jenis lainnya. Setidaknya ada
enam perubahan wujud benda yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu:

 Mencair

Mencair merupakan kondisi perubahan wujud benda padat menjadi benda


cair. Jadi suatu benda yang awalnya berbentuk padat dan tidak fleksibel, bisa
berubah menjadi benda cair yang lebih fleksibel bentuknya.

Perubahan mencair ini bisa disebabkan oleh berbagai hal. Namun, salah
satu faktor utama perubahan benda padat menjadi cair adalah karena adanya
kalor atau panas yang terlibat. Misalnya es batu yang makin lama akan
kembali ke wujud aslinya, yaitu air karena terkena suhu yang tinggi. 

 Membeku

Membeku merupakan kebalikan dari mencair, jadi perubahan ini terjadi


pada benda cair yang berubah menjadi benda padat. Jika mencair terjadi
karena adanya suhu yang tinggi, maka membeku sebaliknya. Benda cair
berubah menjadi benda yang padat umumnya karena suhu yang lebih rendah
dari sebelumnya. 

Contoh dari perubahan membeku adalah pembuatan es batu yang berasal


dari air serta air sungai yang mengeras menjadi es karena musim salju.

 Menguap

Menguap adalah perubahan wujud dari benda cair menjadi gas. Sama
seperti mencair, perubahan ini dapat terjadi karena adanya panas atau kalor
yang terlibat. 
Contoh terjadinya penguapan adalah ketika kita merebus air dengan air
panas, lama kelamaan air akan menguap dan bahkan bisa habis menguap
karena terlalu lama direbus. 

 Mengembun

Mengembun merupakan kebalikan dari menguap yang berarti perubahan


wujud pada benda gas menjadi benda cair. Mengembun bisa terjadi karena
suhu yang rendah. Hal itu menjawab 

pertanyaan mengapa ketika di pagi hari daun-daun basah dengan bulir-


bulir air. Jadi udara malam hari yang dingin membuat gas-gas berubah
menjadi air yang membasahi daun tersebut. 

 Menyublim

Menyublim adalah perubahan benda dari padat menjadi gas. Perubahan


bentuk itu umumnya terjadi karena kondisi cuaca sekitar yang cenderung
panas. 

Contoh peristiwa menyublim adalah ketika kita menggunakan kapur barus


yang makin lama akan semakin habis karena komponen-komponen dari benda
padat itu menyublim ke udara menjadi gas yang umumnya berwujud bau. 

 Mengkristal

Mengkristal adalah kebalikan dari menyublim, yaitu kondisi ketika benda


gas berubah menjadi benda padat. Terjadinya mengkristal ini karena faktor
suhu yang rendah sehingga gas yang awalnya tidak berwujud, menjadi
berwujud. 

Contoh dari mengkristal adalah fenomena musim salju, dimana uap air
yang ada di atmosfer berubah menjadi kristal padat dan berjatuhan ke bumi. 

d. Faktor-Faktor Perubahan Wujud Benda


Suatu benda dapat berubah wujud tentunya karena ada penyebabnya.
Enam perubahan wujud yang dijelaskan sebelumnya bisa terjadi karena
adanya beberapa penyebab, yaitu: 

 Pemanasan

Pemanasan ini artinya suatu benda bisa berubah karena benda itu
dipanaskan baik itu secara sengaja maupun disengaja. Dipanaskan dalam hal
ini berarti suatu benda dinaikkan dari suhu yang lebih rendah ke suhu yang
lebih tinggi sehingga wujudnya berubah. 

Pemanasan ini merupakan proses pada perubahan wujud mencair,


menyublim, dan menguap. 

 Pembakaran

Pembakaran sebenarnya mirip dengan pemanasan karena sama-sama


dipapar dengan api agar suhunya naik. Namun, pada pembakaran ini, suatu
benda bisa berubah wujud sampai benda itu bisa hilang atau hancur.

 Pendinginan

Pendinginan ini merupakan kebalikan dari pemanasan, dimana suatu


benda diturunkan suhunya dari yang tinggi menjadi rendah. 

Pendinginan terjadi pada perubahan wujud membeku, mengembun, dan


mengkristal. 

 Pencampuran

Pencampuran ini adalah suatu tindakan menggabungkan antara dua jenis


benda. Misalnya cair dengan padat.

Contoh pencampuran ini misalnya adalah ketika gula yang padat


dimasukan ke dalam air panas. Gula di dalam air tersebut makin lama akan
berubah menjadi cair karena mencair. 
Contoh lainnya adalah ketika bubuk semen dicampur dengan air. Semen
akan berubah menjadi lebih lengket, dan jika didiamkan semen yang berubah
menjadi cair itu akan berubah lagi menjadi lebih padat.

e. Contoh Perubahan Wujud Benda Dalam Kehidupan Sehari-hari

Peristiwa perubahan wujud suatu benda tentunya sudah sering kita


saksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu secara kasat mata, maupun
yang tidak terlihat. Beberapa contoh perubahan wujud dalam kehidupan
sehari-hari antara lain: 

1. Pembuatan es batu. 

2. Mencairkan mentega atau butter. 

3. Es batu di dalam minuman yang makin lama akan kembali menjadi air jika
didiamkan. 

4. Parfum atau pengharum ruangan yang bisa berubah dari zat cair menjadi
gas yang berbentuk bau-bauan.

5. Merebus air dengan api hingga mendidih. 

6. Pembakaran lilin. Lilin akan berubah menjadi cair ketika dipanaskan


secara lama. Namun, ketika api sudah hilang, lilin itu akan kembali
memadat. 

7. Menjemur pakaian di bawah sinar matahari. Pakaian bisa kering lantaran


terjadi penguapan dari panas sinar matahari.

8. Penggunaan kapur barus di dalam lemari yang makin lama makin makin
habis.

9. Penggunaan alat dehumidifier yang mengubah gas menjadi benda cair.

10. Minuman yang mengembun karena di dalamnya terdapat es batu. 


11. Pembuatan karamel dari gula. Dimana gula akan mencair menjadi
karamel, dan ketika panasnya terlepas akan kembali menjadi padat.

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan diatas dapat diketahui bahwa
ada pengaruh terkait model pembelajaran dengan hasil belajar Tematik materi
Perubahan Wujud Benda. Dalam kegiatan belajar mengajar, semua elemen yang
tergabung didalamnya pasti menginginkan untuk tercapainya hasil belajar yang baik
dan selalu mendapatkan peningkatan. Karena melalui hasil belajar guru dan orang tua
dapat melihat sejauh mana siswa dalam menerima dan memahami materi pelajaran,
juga dapat menjadi bentuk indikasi kelancaran dan keberhasilan proses belajar
mengajar.
Beberapa asumsi dasar bahwa dalam proses pembelajaran yang optimal tentunya
akan sangat memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Ada korelasi antara
proses pembelajaran dengan hasil yang dicapai. Semakin besar usaha untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang optimal, makin tinggi pula hasil atau produk
dari pembelajaran tersebut. Makin baik usaha dalam pengelolaan kelas maka akan
dapat mendukung ketercapaian proses dan hasil belajar yang baik pula.
Usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil yang baik dalam pembelajaran dapat
dipengaruhi oleh model pembelajaran. Penggunaan dan pemilihan model
pembelajaran dapat menjadi alternatif bagi guru dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Karena ketika guru menggunakan model pembelajaran yang tepat maka akan
membuat kondisi kelas menjadi lebih hidup, siswa akan semakin aktif, pembelajaran
menjadi menarik, dan membuat siswa menjadi tertarik dalam mempelajari materi
yang diajarkan. Selain itu ketika menggunakan model pembelajaran maka materi
yang diajarkanpun biasanya akan lebih bisa difahami dan dimengerti terlebih lagi
pada pokok materi-materi yang memerlukan praktik langsung, seperti halnya materi
perubahan wujud benda.
Oleh karena itu, guru harus mencoba dan terus berusaha untuk menerapkan model
pembelajaran atau strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang
diajarkan, sehingga dapat menumbuhkan minat siswa dan memancing kreativitas
siswa untuk mengeluarkan ide-idenya dalam belajar.
Dalam pembelajaran tematik, pembelajaran tidak semata-mata mendorong peserta
didik untuk mengetahui (learning to know), tapi belajar juga untuk melakukan
(learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar untuk
hidup bersama (learning to live together).
Sejalan dengan karateristik dan tujuan pembelajaran tematik, model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) akan sangat membantu guru untuk
menyampaikan materi-materi pada pembelajaran tematik. Konsep Contextual
Teaching and Learning (CTL) dalam belajar mengajar dapat membantu guru dalam
mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hasil belajar dapat ditingkatkan
sesuai dengan harapan bersama.
. Asumsi bahwa model pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa ini
karena model pembelajan memiliki beberapa kelebihan, diantaranya jika guru dapat
menerapkan model pembelajaran yang tepat maka siswa akan lebih tertarik untuk
memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru, penerapan model pembelajaran
yang tepat juga dapat menumbuhkan motivasi belajar, materi pembelajaran yang
disampaikan akan lebih mudah difahami, serta akan terciptanya suasana belajar yang
interaktif dan komunikatif. Dalam kegiatan belajar mengajarpun tidak akan merasa
cepat bosan atau ingin segera istirahat dan pulang.
Dari beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat mempengaruhi hasil
belajar. Maka dari itu, sangat perlu diadakan penelitian untuk mengetahui sejauh
mana model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat menjadi
alternatif dalam membantu guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran tematik materi perubahan wujud benda di kelas 3 MI Manbaul Chai’rot
1, tahun ajaran 2021/2022.
C. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki
keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan
untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Studi penelitian
terdahulu sangat penting sebagai bahan acuan yang membantu peneliti dalam
merumuskan asiansi dasar, untuk mengembangkan “Pengaruh Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Pembelajaran Tematik Materi Perubahan Wujud Benda di MI Manbaul Chai’rot 1
Tambora, Jakarta Barat” Berikut adalah beberapa hasil penelitian yang dijadikan
sebagai referensi.

Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu yang Sejenis

N Nama Hesnidar & Elihami Agus Kistian Doni Sobroni


O
2018 2018 2017
Tahun
1. Universitas STKIP Muhammadiyah STKIP Bina Bangsa Universitas Lampung
Enrekang Meulaboh
2. Judul Penelitian “Pengaruh “Pengaruh Model “Pengaruh Model
Pembelajaran pembelajaran Pembelajaran
Contextual Teaching Contextual Teaching Conntextual Teaching
and Learning Terhadap and Learning (CTL) and Learning (CTL)
Hasil Belajar PKN TerhadapHasil Belajar Terhadap
Murid Sekolah Dasar” Matematika Siswa Kemampuan
Kelas IV SD Negri Komunikasi
Langung Kabupaten Matematis Siswa”
Aceh Barat”
3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan Penelitian ini Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui (1) bertujuan untuk adalah untuk
Hasil belajar siswa mengetahui pengaruh mengetahui apakah
yang diajar model pembelajaran terdapat pengaruh
menggunakan Contextual Teaching model pembelajaran
pembelajaran and Learning (CTL) Contextual Teaching
ekspositori, (2) Hasil terhadap hasil belajar and Learning (CTL)
belajar siswa yang terhadap kemampuan
diajar menggunakan Matematika siswa. komunikasi
pembelajaran matematis siswa.
kontekstual, (3)
Pengaruh pembelajaran
kontekstual terhadap
hasil belajar siswa.
4. Metode Penelitian Penelitian ini Jenis penelitian yang Jenis penelitian
merupakan jenis digunakan adalah merupakan penelitian
penelitian eksperimen penelitian eksperimen, Quasi Eksperimental
dengan desain pretest- dengan data
posttest control group kuantitatif.
yang melibatkan 2
kelompok
5. Hasil Penelitian Hasil pretest Hasil yang diperoleh Terdapat pengaruh
menunjukkan pada penelitian ini, yang berbeda pada
kemampuan awal siswa meliputi skor hasil kemampuan
sebelum diberi belajar (HB) kelas komunikasi
perlakuan. Rata-rata eksperimen dan kelas matematis peserta
skor pretest pada kontrol pada mata didik yang
kelompok eksperimen pelajaran matematika menggunakan
adalah 31,83 berada pada materi pokok pembelajaran
pada kategori sangat bangun datar di SD Contextual Teaching
rendah sedangkan pada Negeri Langung. and Learning (CTL)
kelompok kontrol berdasarkan tabel 2 dan peserta didik
diperoleh rata-rata diperoleh bahwa rerata yang menggunakan
29,78 berada pada postes siswa dikelas pembelajaran
kategori sangat rendah. penggunaan model konvensional.
Setelah diberikan pembelajaran Berdasarkan
perlakuan, rata-rata Contextual Teaching perhitungan uji-t
skor posttest siswa and Learning (CTL) diperoleh thitung =
yang memperoleh sebesar 81,16 5,772 dan ttabel =
pembelajaran sedangkan dikelas 4,098. Berdasarkan
kontekstual adalah penggunaan model perhitungan tersebut
87,11 berada pada pembelajaran terlihat bahwa thitung
kategori tinggi dan konvensional sebesar > ttabel. Dengan
rata-rata skor posttest 74,80 dari data demikian, dapat
yang memperoleh tersebut tampak disimpulkan H0
pembelajaran bahwa rerata tes hasil ditolak, jadi artinya
ekspositori adalah belajar siswa yang terdapat pengaruh
75,81 berada kategori diajarkan dengan kemampuan
sedang. pembelajaran komunikasi
penggunaan model matematis yang
pembelajaran signifikan peserta
Contextual Teaching didik yang mendapat
and Learning (CTL) model pembelajaran
lebih tinggi dari pada Contextual Teaching
rerata tes hasil belajar and Learning (CTL).
siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran
menggunakan model
pembelajaran
konvensional
6. Kesimpulan Pada pokok bahasan Berdasarkan hasil Terdapat pengaruh
Hak Asasi Manusia, penelitian dan Model pembelajaran
hasil belajar PKn siswa pembahasan dapat Contextual Teaching
kelas VI SDN 1 disimpulkan bahwa and Learning (CTL)
Bilokka yang diajarkan penggunaan model terhadap Kemampuan
dengan menggunakan pembelajaran Komunikasi
pembelajaran Contextual Teaching Matematis Siswa.
kontekstual berada and Learning (CTL)
dalam kategori tinggi, berpengaruh terhadap
yaitu sebesar 87,11 hasil belajar siswa
dengan standar deviasi pada mata pelajaran
3,19 dari skor ideal matematika kelas IV
100. SD Negeri Langung.

BAB III

A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan Eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode
penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan dengan baik
dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan sebab akibat.
Metode eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui
ada tidaknya akibat dari suatu yang dikenakan pada subjek yang diselidiki, dengan kata
lain penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab-akibat.
Caranya adalah dengan membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang
diberikan perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak menerima
perlakuan. Yaitu kelas III.A dan kelas III.B. Kelas III.A yang berjumlah 20 siswa sebagai
kelas eksperimen yang diajarkan dengan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dan kelas III.B berjumlah 20 siswa sebagai kelas kontrol dengan model
pembelajaran konvensional di MI Manbaul Chai’rot 1.
Variabel penelitian dalam penelitian ini, antara lain :
a. Variabel bebas (independent) yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai (𝑋).
b. Variabel terikat (dependent) yaitu hasil belajar Tematik siswa (𝑌)
2. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain “Post-Test Only
Control Design”. Peneliti melakukan perlakuan terhadap dua kelompok yang
kemudian setelah perlakuan diakukan pengukuran hasil belajar yaitu post-test untuk
masing-masing kelompok. Hasil Post-test dijadikan sebagai data untuk mengetahui
adakah pengaruh terhadap hasi belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Desain penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.2
Post-Test Only Control Design

Kelas Treatment Post-Test


(Perlakuan)
R1 X1 y1
R2 X2 y2
Keterangan :
R 1 = Kelompok 1 kelas eksperimen
R 2 = Kelompok 2 kelas kontrol
X 1 = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen yaitu dengan menerapkan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam materi perubahan
wujud benda.
X 2 = Perlakuan terhadap kelompok kontrol yaitu dengan model konvensional dalam
materi perubahan wujud benda.
y 1 = Tes akhir (posttest) setelah proses pembelajaran diberikan terhadap kelompok
eksperimen.
y 2 = Tes akhir (posttest) setelah proses pembelajaran diberikan terhadap kelompok
kontrol.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan oktober sampai dengan bulan November 2021,
pada peserta didik kelas 3 semester ganjil tahun pelajaran 2021/2022.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MI manbaul Chai’rot 1 Jl.Krendang barat No.56 RT.06
Rw.05 Kec.Tambora, Kota Jakarta Barat. Kode Pos 11260
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang
memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (sugiyono, 2013). Menurut Hamid
Darmadi mengatakan bahwa populasi merupakan seluruh subyek didalam wilayah
penelitian yang dijadikan sebagai subjek penelitian. (jakni, 2016). “Populasi
didefinisikan sebagai keseluruhan objek penelitian yang memeiliki ciri-ciri tertentu”.
(Margono, 2010).
Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
sekelompok manusia, binatangg, benda atau keadaan dengan kriteria tertentu yang
zditetapkan peneliti sebagai subjek penelitian dan sumber daya yang diperlukan untuk
memberikan suatu jawaban dan kesimpulan akhir dari suatu penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas 3 MI Manbaul Cha’rot 1
Tambora Jakarta Barat, yang berjumlah 21 siswa.
2. Sampel
Sampel dalam sebuah penelitian dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data.
Data dapat dilihat akurat atau tidaknya tergantung dari sebuah sampel yang telah
diperoleh dalam sebuah penelitian.
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti. (arikunto,
2010) “Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi.”
(sugiyono, 2013).
Jadi dari kesimpulan diatas bahwa sampel merupakan contoh yang diambil dari
sebagian populasi penelitian yang dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini
sampel yang digunakan sebanyak 40 orang dari dua kelas. Kelas eksperimen 1 yaitu
kelas III.A adalah kelompok siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) berjumlah 20 orang dan kelas Kontrol 2
yaitu kelas III.B pada sesi kedua adalah kelompok siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran konvensional berjumlah 20 siswa.
3. Teknik Sampling
Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
purposive sample atau sampel bertujuan. Dimana peneliti menentukan pengambilan
sampel dengan cara menetapkan kriteria khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian,
Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas
strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu sehingga
diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.
D. Teknik Pengambilan Data
Dalam rangka pengambilan data, peneliti terlibat langsung dalam tahap pengambilan
data, mengolah serta menarik kesimpulan dari data yang diperoleh dengan menggunakan
instrumen atau alat pengambilan data berupa lembaran tes hasil belajar siswa yang mana
pada tahap awal peneliti mengajarkan isi dari Tema 3 dengan Sub Tema Perubahan wujud
benda, pada kelas eksperimen peneliti menggunakan model pembelajaran Cotextual
Teaching and Learning (CTL) dan pada kelas kontrol peneliti menggunakan model
pembelajaran konvensional.
1. Variabel Penelitian
Variabel merupakan karakteristik yang akan diobservasi dari satuan pengamatan.
Dalam penelitian ini variable yang digunakan adalah :
a. Variabel bebas ( x ) : Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)
b. Variabel terikat ( y ) : Hasil belajar tematik yang berupa skor tes Tematik pada
materi perubahan wujud benda
2. Sumber Data
a. Data Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Data tentang pembelajaran dengan Model Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) diperoleh dari dokumen tertulis, kepustakaan dan
penelitian terdahulu.
b. Data Hasil Belajar Tematik
Data tentang hasil belajar tematik ini diperoleh dengan memberikan soal
Tematik terkait perubahan wujud benda kepada siswa yang dijadikan sampel
penelitian. Soal berupa pilihan ganda dengan 4 alternatif pilihan jawaban.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Variabel x (Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning
Data tentang pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual Teaching
and learning (CTl) diperoleh dengan studi inventorium dokumen kepustakaan
yang diperoleh melalui buku-buku dan internet.
b. Data Hasil Belajar y (Hasil Belajar tematik)
Data tentang hasil belajar Tematik diperoleh dari siswa yang dijadikan sampel
penelitian dengan memberikan tes sebanyak 20 soal penenelitian berupa soal
pilihan ganda dengan 4 alternatif pilihan jawaban.
E. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
1. Kisi-Kisi
Kisi-kisi Instrumen Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil
belajar Tematik. Tes hasil belajar yaitu tes yang yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana siswa menguasai materi yang telah diberikan baik dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan yang diberikan model
pembelajaran Konvensional. Tes yang digunakan adalah tes tertulis dalam bentuk pilihan
ganda yang terdiri dari 20 soal. Pemberian skor dalam tes ini adalah jawaban benar diberi
skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Standar kompetensi pada materi soal yang
diberikan adalah Memecahkan masalah yang berkaitan dengan perubahan wujud benda.
Berikut ini terdapat table kisi-kisi instrument berdasarkan jenjang kognitifnya.
Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Soal Penelitian

Nama Sekolah : MI Manbaul Chai’rot Jumlah soal : 20


Bentuk soal : Pilihan ganda Kelas : III
Alokasi waktu : 2 x 35 menit TA : 2021 / 2022
Kurikulum : 2013 Materi : Perubahan wujud Benda
Mata Pelajaran: Tematik Penulis : Inna Mutia Firda
Standar Kompetensi : 1. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta
berbagai cara penggunaan benda bersadarkan sifatnya dan berapa waktu yang diperlukan.

Kompetensi Dasar Materi Indikator Soal No Soal Jumlah


Soal
1.1 Mengidentifikasi 1.1 Wujud 1. siswa dapat 1, 2, 3 3
wujud benda benda mengetahui
padat, cair dan padat, cair, pengertian dari
gas memiliki dan gas. wujud benda
sifat tertentu 1.2 Membaca (padat, cair,
1.2 Menggali Waktu / gas).
informasi Jam dengan 2. Siswa dapat 4, 5 2
tentang konsep benar. membedakan
perubahan sifat dari wujud
wujud benda benda (padat,
dalam kehidupan cair, gas)
sehari-hari
1.3 Mendeskripsikan 3. Siswa dapat 6, 7, 8, 5
dan menentukan mengetahui 9, 10
berapa waktu bagaimana
yang dibutuhkan proses
untuk perubahan perubahan
wujud benda. wujud benda.
4. Siswa dapat 11, 12, 4
mengindetifikasi 13, 14
dan mengaitkan
proses
perubahan
wujud benda
dengan
kehidupan
sehari-hari.

5. Siswa dapat 15, 16, 3


membedakan 17
benda sesuai
wujudnya,

6. Siswa dapat 18, 19, 3


menentukan 20
waktu dengan
tepat.

2. Instrument Tes Hasil Belajar Tematik


a. Definisi Konseptual
Hasil belajar tematik merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tematik. Hasil belajar tematik dinilai
sebagai bukti keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai terhadap
pembelajaran tematik.
b. Definisi Operasional
Hasil belajar tematik merupakan hasil dari perubahan yang terjadi pada
diri individu sebagai akibat dari berbagai kegiatan/aktivitas belajar tematik
yang mengarah kepada perubahan individu kearah yang lebih baik, yang mana
perubahan dan pencapaian tersebut diperoleh melalui tes pilihan ganda
sebanyak 20 butir soal dengan 4 alternatif pilihan jawaban yaitu a, b, c, dan d.
jawaban benar diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0, selanjutnya
pemberian skor (scoring) terdapat jawaban tes menggunakan skala nilai 100.
Yang meliputi indikator sebagai berikut :
1. Siswa dapat mengetahui pengertian dari wujud benda (padat, cair,
gas).
2. Siswa dapat membedakan sifat dari wujud benda (padat, cair, gas).
3. Siswa dapat mengetahui bagaimana proses perubahan wujud
benda.
4. Siswa dapat mengindetifikasi dan mengaitkan proses perubahan
wujud benda dengan kehidupan sehari-hari.
5. Siswa dapat membedakan benda sesuai wujudnya,
6. Siswa dapat menentukan waktu dengan tepat.
F. Validasi Data
Validitas adalah kualitas yang menunjukan kesesuaian alat pengukuran dengan dengan
tujuan yang diukur/apa yang seharusnya diukur. (sugiyono, 2009) Pada penelitian ini
untuk menguji validitas instrumen hasil belajar Tematik materi Perubahan Wujud Benda
peneliti menggunakan rumus korelasi point biserial dengan rumus :

1) Pengujian Validitas Soal


Pada penelitian ini untuk menguji validitas instrumen hasil belajar Tematik materi
Perubahan Wujud Benda. peneliti menggunakan rumus korelasi point biserial
dengan rumus :

r 𝑝𝑏𝑖s =
xi −xi
St √ pi
qi

Keterangan :
r 𝑏𝑖𝑠 = koefisien korelasi point biseral
x𝑖 = rata-rata skor total responden yang menjawab benar
x𝑡 = rata-rata skor total seluruh responden
P𝑖 = proporsi jawaban benar butir i
Q𝑖 = proporsi jawaban salah butir i
S𝑡 = standar deviasi skor total
Pi = 1 − Q𝑖
Qi = 1 − P𝑖
Nilai 𝑟𝑝𝑏𝑖𝑠 yang diperoleh dari perhitungan selanjutnya dikonsultasikan kepada
tabel “𝑟” product moment pada taraf signifikan 5%, sehingga diketahui signifikan
tidaknya korelasi tersebut jika harga 𝑟𝑝𝑏𝑖𝑠 lebih kecil dari harga 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka korelasi
tersebut tidak signifikan begitu juga arti sebaliknya dengan kata lain valid jika:
𝑟𝑝𝑏𝑖𝑠 > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Dari perhitungan didapat hasil 𝑟𝑝𝑏𝑖𝑠 dan dari tabel pada taraf signifikan
α = 5% diperoleh 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,444.
2) Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kepercayaan
suatu instrumen. Reabilitas adalah kualitas yang menunjukkan kemantapan
(consistency) ekuivalensi atau stabilitas dari suatu pengukuran yang dilakukan.
(sugiyono, 2013)
Untuk mengetahui reliabilitas hasil belajar matematika digunakan rumus Kuder
dan Richardson (K-R20) sebagai berikut :

r 11 = ( k −1
k
)(1− ∑s pq )
2

Keterangan :
r 11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir soal
p = Proporsi subjek yang menjawab betul dalam tiap butir
q = Proporsi subjek yang menjawab salah dalam tiap butir
s2 = Varians
∑ pq = Jumlah total p dan q pada masing – masing butir yang sudah dikalikan
Tabel 3.5
Kriteria Reliabilitas

Koefisien Kriteria Reliabilitas


r 11 ≤ 0,20 Sangat Rendah
0,20<r 11 ≤ 0,40 Rendah
0,40< r 11 ≤ 0,60 Cukup
0,60<r 11 ≤ 0,80 Tinggi
0,80<r 11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi
3) Pengujian Daya Pembeda
Uji daya beda adalah mengkaji butir-butir soal dengan tujuan mengetahui atau
membedakan siswa yang tergolong mampu dengan siswa yang kurang atau lemah
berdasarkan kriteria tertentu. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda
soal disebut indeks diskriminasi yang disingkat D. Untuk menentukan daya
pembeda digunakan rumus:
BA BB
D = P A −¿ P ¿ dengan P A = J dan PB = J
B
A B

Keterangan:
D = Indeks daya pembeda soal
J𝐴 = Jumlah peserta tes kelompok atas
J𝐵 = Jumlah peserta tes kelompok bawah
B𝐴 = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
B𝐵 = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
P𝐴 = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
P𝐵 = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 3.6
Kriteria Daya Pembeda

Rentang Nilai Kriteria


DB < 0,00 Jelek Sekali
0,00 – 0,20 Jelek
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Baik Sekali
4) Pengujian Taraf Kesukaran Butir Soal
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui soalsoal yang mudah, sedang,
dan sukar. Cara mengetahuinya menggunakan rumus:
B
P= J
s

Keterangan:
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab butir soal dengan benar
Js = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.7
Kriteria Taraf Kesukaran

Besarnya P Kriteria
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah

G. Teknik Analisis Data


Setelah data terkumpul yang diperoleh melalui instrumen yang dipilih, langkah
berikutnya adalah mengolah dan menganalisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Dari data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan “Desriptive Statistic” dan
“Inferential Statistic”. Analisa data Desriptive memberikan gambaran dalam bentuk tabel,
grafik dan rata-rata. Analisa data secara Inferensial atau Induktif adalah pengolahan data
untuk menguji hipotensis yang selanjutnya untuk generalisasi dari sempel ke populasi.
1) Penyajian Data
a. Menentukan Mean/rata-rata ( x ), dengan rumus :
∑f i x
x= i

Keterangan :
x = Mean
f i = frekuensi
n = banyaknya data
x i = nilai tengah
b. Menentukan Median ( Me ), dengan rumus :

( )
n
−F
2
M e=b+ P
f
Keterangan :
Me = Median, data yang berada di tengah setelah diurutkan
b = batas bawah kelas median
P = Panjang Kelas
n = ukuran data
F = Jumlah frekuensi sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median
c. Menentukan Modus ( MO ), dengan rumus :

M O=b+ p
( b1
b1 +b 2 )
Keterangan:
𝑀𝑜 = Modus
𝑏 = Tepi bawah kelas modus
𝑝 = Panjang kelas
𝑏1 = frekuensi kelas modus – frekuensi kelas sebelumnya
𝑏2 = frekuensi kelas modus – frekuensi kelas sesudah
d. Variansi ( S2 ), dengan rumus :

2
∑ f i ( X i−X ) 2
S=
n−1

Keterangan :
S2 = Variansi
Xi = nilai tengah
x = rata - rata
e. Simpangan baku ( S2 ), dengan rumus :
S = √ s2

Keterangan:
𝑆 = Simpangan baku
S2 = Varians
2) Uji Persyaratan Data
Uji persyaratan yang digunakan sebelum data dianalisis adalah uji
normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah
sampel yang akan diselidiki berasal dari distribusi normal atau tidak. Uji
homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varians.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
yang diteliti berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak, dan
menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang akan digunakan pada
analisis selanjutnya, data yang digunakan dengan uji lilliefors, uji ini
dilakukan untuk membuktikan bahwa sampel tersebut berasal dan
distribusi normal, perhitungan uji normalitas mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : Sempel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
2. Menentukan taraf signifikan (α), dalam penelitian ini diambil α =
5% (0,05)
3. Menentukan rumus statistik yang digunakan :
a. Urutkan data sampel dari terkecil sampai terbesar X 1, X 2, ... X n
untuk dijadikan bilangan baku Z 1, Z 2, ... Z n dengan menggunakan
rumus :

Z X i−X
i=
S

Keterangan:
Z i : Bilangan baku
X : Rata-rata
s : Simpangan baku
X i : Data ke-i

b. Untuk setiap bilangan baku dilihat daftar distribusi normal baku


berdasarkan tabel Z, kemudian dihitung peluang :

F ( Zi) = P ( Z Zi)

c. Selanjutnya hitung proporsinya Z 1, Z 2,... Z n yang lebih kecil atau


sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S ( Z i), maka :

banyaknya Z 1 , Z
S ( Z i) = 2,… Z n

n( jumlah seluruh siswa)

d. Hitung selisih F ( Z i) - S ( Z i), kemudian tentukan harga


mutlaknya. Ambil harga yang paling besar di antara harga mutlak
selisih tersebut. Harga mutlak inilah yang dinyatakan sebagai L0
(Lhitung) kemudian dibandingkan dengan Ltabel.

L0 = | F ( Z i) - S ( Z i) |

Keterangan:

L0 = L observasi (harga mutlak besar)

F ( Z i) = Peluang angka baku

S ( Z i) = Proporsi angka baku

e. Ambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih


tersebut harga mutlak inilah yang disebut L 0 (Lhitung) kemudian
dibandingkan dengan Ltabel.

f. Kriteria uji normalitas, jika:


Terima H0 Jika Lhitung< Ltabel

Tolak H1 Jika Lhitung> Ltabel

4. Kesimpulan

a. Jika H0 diterima, maka sampel berasal dari populasi berdistribusi


normal.

b. Jika H1 ditolak, maka sampel berasal dari populasi berdistribusi


tidak normal.

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah dari beberapa kelompok
data memiliki varians yang sama. Homogenitas berarti himpunan data
yang kita teliti memiliki karakteristik yang sama. Untuk pengujian
homogenitas pada penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut:
𝐻𝑜: 𝜎2a = 𝜎2b
𝐻1: 𝜎2a ≠ 𝜎2b
Dimana:
𝜎2a : Varians kelompok data hasil belajar kelas eksperimen.
𝜎2b : Varians kelompok data hasil belajar kelas kontrol.
Hipotesis tersebut dicari dengan menggunakan rumus Fisher atau uji F
dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1) Menentukan nilai varians terbesar dan varians terkecil
2) Menentukan nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔dengan menggunakan rumus:
VariansTerbesar
F hitung=
Varians Terkecil
3) Menentuka nilai Ftabel untuk taraf signifikansi ∝,
1
F hitung= F ( dk variansterbesar −1 , dk varians terkecil−1 )
2a

4) Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel.

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :


a) Jika F hitung F tabel, berarti tidak homogen.

b) Jika F hitung F tabel, berarti homogen.

c. Uji Analisis Data


Setelah persyaratan di atas terpenuhi Selanjutnya menganalisis data Untuk
mengkaji hipotesis. Pengujian hipotesis penelitian dengan uji beda rata-
rata sampel bebas, karena sampelnya berbeda yaitu rata-rata kelas
eksperimen dan rata-rata dari kelas kontrol. Untuk pengujian hipotesis
digunakan kriteria pengujian dengan derajat kebebasan 𝑛𝐴 + 𝑛𝐵 − 2 dan
taraf signifikan sebesar 0,05, dengan rumus sebagai berikut:
X A −X B


t = Sgab 1 + 1
n A nB
dimana Sgab =
√ ( n A −1 ) S 2A +(nB −1) S 2B
n A +n B−2

Keterangan:
X𝐴 = Nilai rata-rata dengan menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (kelas eksperimen)
X𝐵 = Nilai rata-rata dengan menggunakan model pembelajaran
Konvensional (kelas kontrol)
S𝐴2 = Varians dengan menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (kelas eksperimen)
S𝐵2 = Varians dengan menggunakan model pembelajaran
Konvensional (kelas kontrol)
n𝐴 = Jumlah siswa yang menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (kelas eksperimen)
n𝐵 = Jumlah siswa yang menggunakan model pembelajaran
Konvensional (kelas kontrol)
S𝑔𝑎𝑏 = Simpangan baku gabungan
Kriteria Uji:
1. Terima H 0, jika t hitung < ¿ t tabel
2. Terima H 1, jika t hitung > ¿ t tabel
d. Hipotesis Statistik
Berdasarkan hipotesis penelitian, maka hipotesis statistik dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut :
H 0 : μ 1 ¿ μ2
H 1 : μ1 ¿ μ2
Keterangan :
μ = rata-rata nilai tiap kelompok yang diteliti
H 0 = “Tidak terdapat pengaruh yang positif terhadap hasil belajar tematik
pada pokok bahasan perubahan wujud benda dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)”.
H 1 = “Terdapat pengaruh yang positif terhadap hasil belajar Tematik pada
pokok bahasan perubahan wujud benda dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning”.

Anda mungkin juga menyukai