Anda di halaman 1dari 25

Wibisana

Nama lain Ayah Ibu Anak Tempat

: Harya Balik : Begawan Wisrawa : Dewi Sukesi : Dewi Trijatha dan Raden Bisawarna : Alengka

Wibisana (Sanskerta: , Vibhshaa) adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana. Wibisana merupakan putera bungsu dari Resi Wisrawa, putera Resi Pulatsya, dengan seorang puteri Detya bernama Kekasi. Wibisana memiliki tiga saudara kandung, bernama Rahwana, Kumbakarna, dan Surpanaka. Di antara saudaranya, Wibisana adalah anak yang paling baik. Sifatnya tidak seperti rakshasa pada umumnya meskipun ia merupakan keturunan rakshasa. Karakternya mirip dengan Prahlada yang dilahirkan sebagai keturunan asura, namun menjadi pemuja Wisnu yang setia. Wibisana menghabiskan masa mudanya dengan bertapa dan memuja Wisnu. Ketika Rahwana dan Kumbakarna bertapa memuja Brahma, Wibisana juga berbuat demikian. Saat Dewa Brahma memberi kesempatan kepada Wibisana untuk memohon anugerah, Wibisana meminta agar ia selalu berada di jalan kebenaran atau dharma. Sikapnya tidak seperti kakaknya yang meminta kekuatan untuk menaklukkan para dewa. Dalam kisah Ramayana, setelah gagal membujuk kakaknya untuk mengembalikan Sita kepada Rama, Wibisana memutuskan untuk berpihak pada Rama yang diyakininya sebagai pihak yang benar. Hal ini berarti dia harus melawan kakaknya sendiri (Rahwana) demi membela kebenaran. Menarik untuk dilihat bahwa Kumbakarna (yang juga masih saudara kandung dengan Wibisana dan Rawana) mengambil sikap yang berlawanan, dimana Kumbakarna tetap membela tanah air, walaupun menyadari bahwa dia berada di pihak yang salah. Wibisana merupakan tokoh yang menunjukkan bahwa kebenaran itu menembus batasbatas nasionalisme, bahkan ikatan persaudaraan. Karena merasa tidak mendapat tempat di Alengka, Wibisana pergi bersama empat rakshasa yang baik dan menghadap Rama. Dalam perjalanan ia dihadang oleh Sugriwa, raja wanara yang mencurigai kedatangan Wibisana dari Alengka. Setelah Rama yakin bahwa Wibisana

bukan orang jahat, Wibisana menjanjikan persahabatan yang kekal. Dalam misi menghancurkan Rahwana, Wibisana banyak memberi tahu rahasia Alengka dan seluk-beluk setiap rakshasa yang menghadang Rama dan pasukannya. Wibisana juga sadar apabila ada mata-mata yang menyusup ke tengah pasukan wanara, dan melaporkannya kepada Rama. Saat pasukan wanara berhasil dikelabui oleh Indrajit, Wibisana adalah orang yang tanggap dan mengetahui akal Indrajit yang licik. Ketika Kumbakarna maju menghadapi Rama dan pasukannya, Wibisana memohon agar ia diberi kesempatan berbincang-bincang dengan kakaknya itu. Rama mengabulkan dan mempersilakan Wibisana untuk bercakap-cakap sebelum pertempuran meletus. Saat bertatap muka dengan Kumbakarna, Wibisana memohon agar Kumbakarna mengampuni kesalahannya sebab ia telah menyeberang ke pihak musuh. Wibisana juga pasrah apabila Kumbakarna hendak membunuhnya. Melihat ketulusan adiknya, Kumbakarna merasa terharu. Kumbakarna tidak menyalahkan Wibisana sebab ia berbuat benar. Kumbakarna juga berkata bahwa ia bertempur karena terikat dengan kewajiban, dan bukan semata-mata karena niatnya sendiri. Setelah bercakap-cakap, Wibisana mohon pamit dari hadapan Kumbakarna dan mempersilakannya maju untuk menghadapi Rama. Setelah Kumbakarna dan Rahwana dibunuh oleh Rama, Wibisana dan para sahabatnya menyelenggarakan upacara pembakaran yang layak bagi kedua ksatria tersebut. Kemudian ia dinobatkan menjadi Raja Alengka yang sah. Ia merawat Mandodari, janda yang ditinggalkan Rahwana, dan hidup bersama dengan permaisurinya yang bernama Sarma. Wibisana memerintah Alengka dengan bijaksana. Ia mengubah Alengka menjadi kota yang berlandaskan dharma dan kebajikan, setelah sebelumnya rusak karena pemerintahan Rahwana.

Sugriwa

Sugriwa dikenal pula dengan nama Guwarsa (pedalangan). Ia merupakan putra bungsu Resi Gotama dari pertapaan Erraya/Grastina dengan Dewi Indradi/Windardi, bidadari keturunan Bathara Asmara. Sugriwa mempunyai dua orang saudra kandung masing-masing bernama : Dewi Anjan idan Subali. Setelah menjadi wanara/kera, dalam perebutan Cupumanik Astagina, Sugriwa diperintahkan ayahnya untuk bertapa Ngidang (hidup sebagai kijang) di dalam hutan Sunyapringga apabila menginginkan kembali berwujud manusia. Atas jasa Resi Subali yang berhasil membunuh Prabu Maesasura dan Jatasura, Sugriwa dapat memperistri Dewi Tara dan menjadi raja di kerajaan Gowa Kiskenda serta wadya/ balatentara kera. Prabu Sugriwa juga menikah dengan Endang Suwarsih, pamong Dewi Anjani dan memperoleh seorang putra berwujud kera yang diberi nama Kapi Suweda. Dewi Tara dan kerajaan Kiskenda pernah direbut oleh Resi Subali yang terkena hasutan jahat Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Dengan bantuan Ramawijaya yang berhasil membunuh Resi Subali dengan panah Gowawijaya, Sugriwa berhasil mendapatkan kembali Dewi Tara dan negaranya. Sebagai imbalannya, Sugriwa mengerahkan prajurit keranya membantu Ramawijaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Prabu Dasamuka. Ketika berlangsungnya perang Alengka, Sugriwa tampil sebagai senapati perang Prabu Rama. Ia berhasil membunuh beberapa senapati perang Alengka, antara lain; Pragasa, Kampana dan Gatodara. Setelah perang berakhir, Sugriwa kembali ke Gowa Kiskenda, hidup bahagia dengan istrinya, Dewi Tara. Ia tidak bisa kembali kewujud aslinya sebagai manusia, karena penyerahan dirinya kepada Dewata belum sempurna, masih terbelenggu oleh kenikmatan duniawi.

Sumantri

Bambang Sumantri adalah putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar dengan permaisuri Dewi Darini, seorang hapsari/bidadari keturunan Bathara Sambujana, putra Sanghyang Sambo. Ia mempunyai seorang adik bernama Bambang Sukasarana/Sukrasana, berwujud raksasa kerdil/bajang. Sumantri sangat sakti dan memiliki senjata pusaka berupa Panah Cakra. Selain ahli dalam ilmu tata pemerintahan dan tata kenegaraan. Sumantri juga mahir dalam olah keprajuritan dan menguasai berbagai tata gelar perang. Setelah dewasa, ia mengabdi pada Prabu Arjunasasra/Arjunawijaya di negara Maespati. Sebagai batu ujian, ia ditugaskan melamar Dewi Citrawati, putri negara Magada yang waktu itu menjadi rebutan/lamaran raja-raja dari seribu negara. Sumantri berhasil memboyong Dewi Citrawati. Tapi sebelum menyerahkan kepada Prabu Arjunasasra, ia lebih dulu ingin menguji kemampuan dan kesaktian Prabu Arjunasasra sesuai dengan cita-citanya ingin mengabdi pada raja yang dapat mengungguli kesaktiannya. Dalam perang tanding, Sumantri dapat dikalahkan Prabu Arjunasasra yang bertiwikrama. Ia kemudian disuruh memindahkan Taman Sriwedari dari Kahyangan Untarasegara ke negara Maespati bila ingin pengabdiannya diterima. Dengan bantuan adiknya, Sukasrana, Taman Sriwedari dapat dipindahkan, tapi secara tak sengaja Sukasrana mati terbunuh olehnya dengan senjata Cakra. Oleh Prabu Arjunasasra, Sumantri diangkat menjadi patih negara Maespati bergelar Patih Suwanda. Akhir riwayat Sumantri/Patih Suwanda diceritakan; ia gugur dalam pertempuran melawan Prabu Dasamuka, raja negara Alengka yang dalam taringnya menjelma arwah Sukasrana.

Jembawan

Jembawan adalah putra Resi Pulastya dari pertapan Grastina. Ia menjadi pengasuh Subali/Guwarsi, putra Resi Gotama dengan Dewi Indradi/Windradi. Dalam peristiwa rebutan Cupumanik Astagina, Jembawan ikut terjun kedalam telaga Sumala dan berubah wujud menjadi kera. Saat terjadi perselisihana antara Subali dengan Sugriwa memperebutkan Dewi Tara dan kerajaan Gowa Kiskenda, Jambawan kembali ke pertapaan Grastina ikut mengasuh Anoman yang setelah ditinggal mati ibunya, Dewi Anjani, diasuh oleh Kapi Saraba. Setelah Anoman besar, mereka kemudian mengabdi kepada Prabu Sugriwa di Gowa Kiskenda. Dalam perang besar Alengka, Jembawan ikut terjun di medan pertempuran, menjadi salah satu senapati perang tentara kera. Karena pengabdinnya itu, Jembawan kembali menjadi manusia berwajah tampan, sehingga dapat memperistri Dewi Trijata, putri Arya Wibisana dengan Dewi Triwati (Mahabharata). Sedangkan menurut pedalangan (Jawa), Jembawan berhasil memperistri Dewi Trijata dengan cara beralih rupa menjadi Laksmana palsu yang berhasil merayu Dewi Trijata. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putri bernama Dewi Jembawati yang setelah dewasa memjadi istri Prabu Kresna, raja negara Dwarawati. Setelah perang Alengka, Jambawan dan keluarganya hidup di pertapaan Gadamadana. Ia hidup sebagai brahmana. Resi Jambawan meninggal dalam usia lanjut, jenazahnya dimakamkan di pertapaan Gadamada.

Ramaparasu

Ramaparasu adalah putra bungsu dari lima bersaudara lelaki, putra Prabu Jamadagni raja negara Kanyakawaya yang kemudian hidup sebagai brahmana di pertapaan Dewasana. Ibunya bernama Dewi Renuka, putri Prabu Prasnajid. Ramaparasu adalah seorang brahmancari/tidak kawin, karena sangat menggemari olah kejiwaan. Ia juga menekuni olah kesaktian dan olah keprajuritan hingga menjadi sangat sakti. Ramaparasu berperawakan birawa/gagah perkasa, mempunyai pusaka berwujud busur beserta anak panahnya yang luar biasa besarnya dan bernama Bargawasta (panahSangBargawa). Ketika ayahnya, Resi Jamadagni dibunuh Prabu Hehaya, timbul kebencian Ramaparasu terhadap golongan satria dan bersumpah akan membunuh setiap satria yang dijumpainya. Ia kemudian pergi mengembara. Setiap satria yang dijumpainya ditantangnya mengadu kesaktian. Tak satupun yang berhasil mengalahkannya. Hampir seluruh satria Wangsa Hehaya binasa ditangannya. Setelah usianya semakin tua, ia ingin muksa. Dicarinya satria penjelmaan Dewa Wisnu, karena hanya dialah yang bisa membunuhnya. Ramaparasu bertemu dan bertanding dengan Prabu Arjunasasrabahu, raja negara Maespati yang diyakini sebagai titisan Dewa Wisnu. Tapi Arjnasasrabahu dapat dikalahkannya. Akhirnya Ramaparasu bertemu dengan Ramawijaya, putra Prabu Dasarata dengan Dewi Kusalya dari negara Ayodya. Ramaparasu kalah bertanding melawan Ramawijaya. Ketika ia minta muksa Ramawijaya menganjurkan untuk kembali bertapa. Ramaparasu kemudian kembali ke petapaan Dewasana, hidup sebagai brahmana bergelar Resi Ramaparasu. Selama hidupnya ia hanya mempunyai tiga orang urid, yaitu; Bisma, Drona

Sukrasana

Sukrasana berwujud raksasa kerdil/bajang. Ia putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar dengan permaisuri Dewi Darini, seorang hapsari keturunan Bathara Sambujana, putra Sanghyang Sambo. Ia mempunyai seorang kakak bernama Bambang Sumantri, yang berwajah sangat tampan. Walaupun berwujud raksasa kerdil, Sukasrana memiliki kesaktian luar biasa. Ia mengabdi pada Bathara Wisnu dan bertugas sebagai juru taman Sriwedari di Kahyangan Untarasegara. Suatu ketika ia sangat merindukan keluarganya dan datang ke pertapaan Argesekar. Ia tidak menemui kakaknya yang sangat dicintainya. Setelah mendapat penjelasan dari ayahnya, bahwa Sumantri pergi ke negara Maespati untuk mengabdi pada Prabu Arjunasasra, Sukasranapergimenyusul. Di tengah hutan Sukasrana bertemu dengan Sumantri yang sedang sedih, karena harus memenuhi persyaratan Prabu Arjunasasra, memindahkan taman Sriwedari ke negara Maespati bila pengabdiannya ingin diterima. Sukasrana bersedia menolong kakaknya, dengan syarat ia boleh ikut mengabdi di Maespati. Tapi setelah taman Sriwedari berhasil dipindahkan, Sumantri ingkar janji, bahkan tanpa sengaja Suskarana mati terbunuh oleh panah Sumantri. Sebelum ajal, Sukasrana bersumpah akan hidup bersama-sama dengan Sumantri dalam Nirwana, dan kematiannya akan dibalasnya melalui seorang raja raksasa. Sumpah Sukasrana terpenuhi. Ketika negara Maespati diserang balatentara Alengka, dan Sumantri berperang melawan Prabu Rahwana/Dasamuka, arwah Sukasrana menyusup/menjelma pada taring Prabu Dasamuka dan Sumantri digigit sampai mati

Jatasura

Jatasura berwujud harimau yang mempunyai rambut di lehernya. Karena ketekunannya bertapa, ia menjadi sangat sakti dan dapat mengerti bahasa manusia. Jatasura mempunyai saudara sepeguruan bernama Maesasura, raksasa berkepala kerbau. Ketika Maesasura menjadi raja di negara Gowa Kiskenda, Jatasura diangkat menjadi senapati perangnya, disamping patih Lembusura (raksasa berkepala sapi) dan Diradasura (raksasa berkepala gajah). Sebagai saudara seperguruan, Jatasura dan Maesasura hidup dalam satu jiwa. Artinya bila salah satu diantara mereka mati dan dilangkai oleh yang masih hidup, maka yang mati akan hidup kembali. Karena kesaktiannya tersebut, Jatasura sangat mendukung keinginan Prabu Maesasura untuk memperistri Dewi Tara, bidadari Suralaya putri Sanghyang Indra dari permaisuri Dewi Wiyati. Ketika lamarannya ditolak Bathara Guru., mereka mengamuk di Suralaya dan berhasil mengalahkan para dewa. Bathara Guru kemudian meminta bantuan Subali dan Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Windradi/Indradi dari pertapaan Erraya/Grastina yang sedang bertapa di hutan Sunyapringga. Jatasura dan Maesasura akhirnya mati sampyuh, kepala mereka diadu kumba hingga pecah oleh Resi Subali yang memiliki Aji Pancasona

Kumbakarna

Arya Kumbakarna adalah putra kedua Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali, raja negara Alengka. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung bernama; Dasamuka/Rahwana, Dewi Sarpakenaka dan Arya Wibisana. Kumbakarna juga mempunyai saudara lain ibu bernama Wisrawana/Prabu Danaraja raja negara Lokapala, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati. Kumbakarna mempunyai tempat kedudukan di kesatrian/negara Leburgangsa. Ia berwatak jujur, berani karena benar dan bersifat satria. Pada waktu mudanya ia pergi bertapa dengan maksud agar dapat anugerah Dewa berupa kejujuran dan kesaktian. Kumbakarna pernah ikut serta Prabu Dasamuka menyerang Suralaya, dan memperoleh Dewi Aswani sebagai istrinya. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama; Kumba-kumba dan Aswanikumba. Pada waktu pecah perang besar Alengka, negara Alengka diserang balatentara kera Prabu Rama, dibawah panglima perangnya Narpati Sugriwa untuk membebaskan Dewi Sinta yang disekap Prabu Dasamuka, Kumbakana maju sebagai senapati perang. Ia berperang bukan membela keangkaramurkaan Prabu Dasamuka tetapi membela negara Alengka, tanah leluhurnya yang telah memberinya hidup. Kumbakarna akhirnya gugur dalam pertempuran melawan Prabu Rama dan Laksmana. Tubuhnya terpotong-potong menjadi beberapa bagian oleh hantaman senjata panah yang dilepas secara bersamaan. Apa yang terjadi pada diri Kumbakarna merupakan karma perbuatan Resi Wisrawa, ayahnya tatkala membunuh Jambumangli. Dalam wiracarita Ramayana, Kumbakarna (Sansekerta: ; Kumbhakara) adalah saudara kandung Rahwana, raja rakshasa dari Alengka. Kumbakarna merupakan seorang rakshasa yang sangat tinggi dan berwajah mengerikan, tetapi bersifat perwira dan sering menyadarkan perbuatan kakaknya yang salah. Ia memiliki suatu kelemahan, yaitu tidur selama enam bulan, dan selama ia menjalani masa tidur, ia tidak mampu mengerahkan seluruh kekuatannya. Dalam bahasa Sansekerta, secara harafiah nama Kumbhakarna berarti bertelinga kendi. Ayah Kumbakarna adalah seorang resi bernama Wisrawa, dan ibunya adalah Kekasi, puteri seorang Raja Detya bernama Sumali. Rahwana, Wibisana dan Surpanaka adalah saudara

kandungnya, sementara Kubera, Kara, Dusana, Kumbini, adalah saudara tirinya. Marica adalah pamannya, putera Tataka, saudara Sumali. Kumbakarna memiliki putera bernama Kumba dan Nikumba. Kedua puteranya itu gugur dalam pertempuran di Alengka. Kumba menemui ajalnya di tangan Sugriwa, sedangkan Nikumba gugur di tangan Hanoman.Saat Rahwana dan Kumbakrana mengadakan tapa, Dewa Brahma muncul karena berkenan dengan pemujaan yang mereka lakukan. Brahma memberi kesempatan bagi mereka untuk mengajukan permohonan. Saat tiba giliran Kumbakarna untuk mengajukan permohonan, Dewi Saraswati masuk ke dalam mulutnya untuk membengkokkan lidahnya, maka saat ia memohon Indraasan (Indrsan tahta Dewa Indra), ia mengucapkan Neendrasan (Nndrasan tidur abadi). Brahma mengabulkan permohonannya. Karena merasa sayang terhadap adiknya, Rahwana meminta Brahma agar membatalkan anugerah tersebut. Brahma tidak berkenan untuk membatalkan anugrahnya, namun ia meringankan anugrah tersebut agar Kumbakarna tidur selama enam bulan dan bangun selama enam bulan. Pada saat ia menjalani masa tidur, ia tidak akan mampu mengerahkan seluruh kekuatannya. Kumbakarna sering memberikan nasihat kepada Rahwana, menyadarkan bahwa tindakanya keliru. Ketika Rahwana kewalahan menghadapi Sri Rama, maka ia menyuruh Kumbakarna menghadapinya. Kumbakarna sebenarnya tahu bahwa kakaknya salah, tetapi demi membela Alengka tanah tumpah darahnya dia pun maju sebagai prajurit melawan serbuan Rama. Kumbakarna sering dilambangkan sebagai perwira pembela tanah tumpah darahnya, karena ia membela Alengka untuk segala kaumnya, bukan untuk Rahwana saja, dan ia berperang melawan Rama tanpa rasa permusuhan, hanya semata-mata menjalankan kewajiban. Saat Kerajaan Alengka diserbu oleh Rama dan sekutunya, Rahwana memerintahkan pasukannya untuk membangunkan Kumbakarna yang sedang tertidur. Utusan Rahwana membangunkan Kumbakarna dengan menggiring gajah agar menginjak-injak badannya serta menusuk badannya dengan tombak, kemudian saat mata Kumbakarna mulai terbuka, utusannya segera mendekatkan makanan ke hidung Kumbakarna. Setelah menyantap makanan yang dihidangkan, Kumbakarna benar-benar terbangun dari tidurnya. Setelah bangun, Kumbakarna menghadap Rahwana. Ia mencoba menasihati Rahwana agar mengembalikan Sita dan menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan kakaknya itu adalah salah. Rahwana sedih mendengar nasihat tersebut sehingga membuat Kumbakarna tersentuh. Tanpa sikap bermusuhan dengan Rama, Kumbakarna maju ke medan perang untuk menunaikan kewajiban sebagai pembela negara. Sebelum bertarung Kumbakarna berbincang-bincang dengan Wibisana, adiknya, setelah itu ia berperang dengan pasukan wanara.Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara dan banyak melukai prajurit pilihan seperti Anggada, Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan panah saktinya, Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya, Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan wanara. Kemudian Rama memotong kedua kaki Kumbakarna dengan panahnya. Tanpa tangan dan kaki, Kumbakarna mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara. Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan panahnya yang terakhir. Panah tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari badannya dan membawanya terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka

Surpanaka
Surpanaka

Tokoh dalam mitologi Hindu


Nama: Nama lain: Golongan: Asal: Surpanaka Sarpakenaka Rakshasi Kerajaan Alengka

Surpanaka (atau Bahasa Indonesia: Sarpanaka, Bahasa Jawa: Sarpakenaka) adalah tokoh antagonis dari wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana, dan merupakan seorang rakshasi atau rakshasa wanita. Ia tinggal di Yanasthana, pos perbatasan para rakshasa di Chitrakuta. Nama Surpanaka dalam bahasa Sanskerta berarti "(Dia) Yang memiliki kuku jari yang tajam". Saat Surpanaka melewati hutan, ia senang melihat Rama dan ingin dinikahinya. Dengan mengubah wujudnya yang jelek menjadi seorang wanita cantik, ia mulai mendekati Rama dan meminta untuk dinikahi. Rama menolak karena ia melaksanakan Eka patnivrataa atau menikah hanya sekali. Kemudian Rama menyuruh Surpanaka agar merayu Laksmana yang lebih tampan. Setelah meninggalkan Rama, ia berusaha menggoda Laksmana. Tetapi cintanya ditolak karena Laksmana berkata bahwa ia adalah pelayan kakaknya, dan lebih baik apabila Surpanaka menjadi istri kedua Rama dibandingkan menjadi istri pertama Laksmana. Surpanaka yang mulai kesal, berusaha mencakar Sita yang memandangnya dengan sinis. Lalu

Rama melindungi Sita sementara Laksmana mengambil pedangnya. Saat Surpanaka menyerang Laksmana, pedang Laksmana melukai hidung rakshasi tersebut. Akhirnya Surpanaka lari dan mengadu kepada Kara. Setelah Kara tewas di tangan Rama, ia memprovokasi Rahwana.

Surpanaka versi pewayangan Jawa


Dalam pewayangan Jawa, terdapat versi berbeda mengenai cerita Surpanaka saat dilukai di tengah hutan. Surpanaka tidak menemui Rama, namun langsung menggoda Laksmana. Namun Laksmana menolak Surpanaka karena baunya agak amis bagi seorang wanita cantik. Lalu ia marah dan hidungnya dilukai oleh Laksmana. Akhirnya Surpanaka lari ke Alengka untuk memprovokasi kakaknya yang bernama Rahwana, sampai menculik Dewi Sita.

Ciri-ciri

Mukanya tua dan jelek, berperut gendut dan bermata juling Rambutnya panjang terurai tapi kaku seperti ijuk Suaranya keras, sifatnya jahat dan penuh tipu daya Ia memiliki kepribadian yang kasar dan nakal Dadanya menonjol tajam, seperti rakshasi pada umumnya

SUBALI
Subali

Tokoh dalam mitologi Hindu


Nama: Nama lain: Aksara Dewanagari: Ejaan Sanskerta: Muncul dalam kitab: Golongan: Asal: Pasangan: Anak: Val Ramayana Wanara Kerajaan Kiskenda Tara Anggada Subali Wali; Balin

Bali (Sanskerta: ; Val), atau yang di Indonesia lebih terkenal dengan sebutan Subali, adalah nama seorang raja Wanara dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan kakak dari Sugriwa, sekutu Sri Rama. Ketika terjadi perselisihan antara kedua Wanara bersaudara itu, Rama berada di pihak Sugriwa. Subali akhirnya tewas di tangan pangeran dari Ayodhya tersebut. Subali juga dikenal dalam dunia pewayangan Jawa sebagai seorang pendeta Wanara berdarah putih yang tinggal di puncak Gunung Sunyapringga. Ia memiliki Aji Pancasunya (di daerah Sunda disebut Pancasona) yang membuatnya tidak bisa mati. Ilmu kesaktian tersebut diwariskannya kepada Rahwana, musuh besar Rama. Nama Subali berasal dari kata bala, yang dalam bahasa Sanskerta bermakna "rambut". Konon ia dilahirkan melalui rambut ibunya, sehingga diberi nama Bali atau Subali. Setelah dewasa, Subali menjadi raja bangsa Wanara di Kerajaan Kiskenda, sedangkan Sugriwa bertindak sebagai wakilnya.Menurut versi Ramayana, Subali dan Sugriwa adalah sepasang Wanara kembar yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi berbeda ayah. Keduanya sama-sama putra dewa. Subali adalah putra Indra, sedangkan Sugriwa merupakan putra Surya.Berbeda dengan versi aslinya, dalam pewayangan Jawa, Subali dan Sugriwa pada mulanya terlahir sebagai manusia normal. Keduanya masing-masing bernama Guwarsi dan Guwarsa. Mereka memiliki kakak perempuan bernama Anjani. Ketiganya merupakan anak Resi Gotama dan Dewi Indradi yang tinggal di Pertapaan Agrastina. Pada suatu hari Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa berselisih memperebutkan cupu milik ibu mereka yang luar biasa indahnya. Hal itu diketahui oleh Gotama. Indradi pun dipanggil dan ditanya dari mana cupu tersebut berasal. Gotama sebenarnya mengetahui kalau cupu itu adalah benda kahyangan milik Batara Surya yang bernama Cupumanik Astagina. Indradi yang ketakutan diam tak mau menjawab. Gotama yang marah karena merasa dikhianati mengutuk istrinya itu menjadi tugu. Ia lalu melemparkan tugu tersebut sejauh-jauhnya, sampai jatuh di perbatasan Kerajaan Alengka. Meskipun kehilangan ibu, ketiga anak Gotama tetap saja memperebutkan Cupu Astagina. Gotama pun membuang benda itu jauh-jauh. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Cupu Astagina jatuh di sebuah tanah kosong dan berubah menjadi telaga. Guwarsi dan Guwarsa begitu sampai di dekat telaga itu segera menceburkan diri karena mengira cupu yang mereka cari jatuh ke dalamnya. Seketika itu juga wujud keduanya berubah menjadi wanara atau kera. Sementara itu Anjani yang baru tiba merasa kepanasan. Ia pun mencuci muka menggunakan air telaga tersebut. Akibatnya, wajah dan lengannya berubah menjadi wajah dan lengan kera. Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa menghadap Gotama dengan perasaan sedih. Ketiganya pun diperintahkan untuk bertapa mensucikan diri. Anjani bertapa di Telaga Madirda. Kelak ia bertemu Batara Guru dan memperoleh seorang putra bernama Hanoman. Sementara itu Guwarsi dan Guwarsa yang telah berganti nama menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga. Ketiga anak Gotama tersebut berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Sesuai petunjuk ayah mereka, Anjani bertapa dengan gaya berendam telanjang seperti seekor katak, Subali menggantung di dahan pohon seperti seekor kelelawar, sedangkan Sugriwa mengangkat sebelah kakinya seperti seekor kijang

RAHWANA
Rahwana

Tokoh dalam mitologi Hindu


Nama: Rahwana Raawan; Rewana; Ravan; Dasamuka; Dasagriwa; Dasakanta; Dasanana

Nama lain:

Aksara Dewanagari: Ejaan Sanskerta: Golongan: Asal: Senjata: Pasangan: Rvaa Rakshasa Kerajaan Alengka Gada, pedang, tombak, panah, dan lain-lain. Mandodari

Dalam mitologi Hindu, Rahwana (Devanagari: , IAST Rvaa; kadangkala dialihaksarakan sebagai Raavana dan Ravan atau Revana) adalah tokoh utama yang bertentangan terhadap Rama dalam Sastra Hindu, Ramayana. Dalam kisah, ia merupakan Raja Alengka, sekaligus Rakshasa atau iblis, ribuan tahun yang lalu. Rawana dilukiskan dalam kesenian dengan sepuluh kepala, menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan dalam Weda dan sastra. Karena punya sepuluh kepala ia diberi nama "Dasamukha" ( , bermuka sepuluh), "Dasagriva" ( , berleher sepuluh) dan "Dasakanta" ( , berkerongkongan sepuluh). Ia juga memiliki dua puluh tangan, menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia juga dikatakan sebagai ksatria besar. Ibu Rahwana bernama Kaikesi, seorang puteri Raja Detya bernama Sumali. Sumali memperoleh anugerah dari Brahma sehingga ia mampu menaklukkan para raja dunia. Sumali berpesan kepada Kekasi agar ia menikah dengan orang yang istimewa di dunia. Di antara para resi, Kekasi memilih Wisrawa sebagai pasangannya. Wisrawa memperingati Kekasi bahwa bercinta di waktu yang tak tepat akan membuat anak mereka menjadi jahat, namun Kekasi menerimanya meskipun diperingatkan demikian. Akhirnya, Rahwana lahir dengan kepribadian setengah brahmana, setengah rakshasa. Saat lahir, Rahwana diberi nama "Dasanana" atau "Dasagriwa", dan konon ia memiliki sepuluh kepala. Beberapa alasan menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah pantulan dari permata pada kalung yang diberikan ayahnya sewaktu lahir, atau ada yang menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah simbol bahwa Rahwana memiliki kekuatan sepuluh tokoh tertentu.

Raja Alengka
Patung "Totsakanth" (Ravana) sebagai penjaga di Wat Phra Kaew, Thailand.Setelah memperoleh anugerah Brahma, Rahwana mencari kakeknya, Sumali, dan memintanya kuasa untuk memimpin tentaranya. Kemudian ia melancarkan serangannya menuju Alengka. Alengka merupakan kota yang permai, diciptakan oleh seorang arsitek para dewa bernama Wiswakarma untuk Kubera, Dewa kekayaan. Kubera juga merupakan putera Wisrawa, dan bermurah hati untuk membagi segala miliknya kepada anak-anak Kekasi. Namun Rahwana menuntut agar seluruh Alengka menjadi miliknya, dan mengancam akan merebutnya dengan kekerasan. Wisrawa menasihati Kubera agar memberikannya, sebab sekarang Rahwana tak tertandingi. Ketika Rahwana merampas Alengka untuk memulai pemerintahannya, ia dipandang sebagai pemimpin yang sukses dan murah hati. Alengka berkembang di bawah pemerintahannya. Konon rumah yang paling miskin sekalipun memiliki kendaraan dari emas dan tidak ada kelaparan di kerajaan tersebut. Selain terkenal sebagai penakluk tiga dunia, Rahwana juga terkenal akan petualangannya menaklukkan para wanita. Rahwana memiliki banyak istri, yang paling terkenal adalah Mandodari, putera Mayasura dengan seorang bidadari bernama Hema. Ramayana mendeskripsikan bahwa istana Rahwana dipenuhi oleh para wanita cantik yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Dalam Ramayana juga dideskripsikan bahwa di Alengka, semua wanita merasa beruntung apabila Rahwana menikahinya. Dua legenda terkenal menceritakan kisah pertemuan Rahwana dengan wanita istimewa.

Wanita istimewa pertama adalah Wedawati, seorang pertapa wanita. Wedawati mengadakan pemujaan ke hadapan Wisnu agar ia diterima menjadi istrinya. Ketika Rahwana melihat kecantikan Wedawati, hatinya terpikat dan ingin menikahinya. Ia meminta Wedawati untuk menghentikan pemujaannya dan ia merayu Wedawati agar bersedia untuk menikahinya. Karena Wedawati menolak, Rahwana mencoba untuk melarikannya. Kemudian Wedawati bersumpah bahwa ia akan lahir kembali sebagai penyebab kematian Rahwana. Setelah berkata demikian, Wedawati membuat api unggun dan menceburkan diri ke dalamnya. Bertahun-tahun kemudian ia bereinkarnasi sebagai Sita, yang diculik oleh Rahwana sehingga Rama turun tangan dan membunuh Rahwana. Rahwana memiliki banyak kerabat dan saudara yang disebutkan dalam Ramayana. Karena sulit menemukan data-data mengenai mereka selain Ramayana, tidak banyak yang diketahui tentang mereka. Menurut Ramayana, ibu Rahwana adalah puteri seorang Detya bernama Kekasi, menikahi seorang pertapa bernama Wisrawa. Rahwana memiliki kakek bernama Pulastya, putera Brahma. Dari pihak ibunya, Rahwana memiliki kakek bernama Sumali, dan ia memiliki paman bernama Marica, putera Tataka, saudara Malyawan. Rahwana memiliki tiga istri, dan tujuh putera. Tujuh putera Rahwana yaitu:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Indrajit alias Megananda Prahasta Atikaya Aksa alias Aksayakumara Dewantaka Narantaka Trisirah

Selain itu, Rahwana memiliki enam saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Saudarasaudaranya tersebut terdiri dari tiga saudara kandung dan lima saudara tiri. Saudara-saudara Rahwana yaitu:
1. Kubera, kakak tiri Rahwana, lain ibu namun satu ayah. Raja Alengka sebelum Rahwana. Ia merupakan dewa penjaga arah utara, sekaligus dewa kekayaan. 2. Kumbakarna, adik kandung Rahwana. Rakshasa yang tidur selama enam bulan dan bangun selama enam bulan karena anugerah Brahma. 3. Wibisana, adik kandung Rahwana. Penasihat di Kerajaan Alengka. 4. Kara, adik tiri Rahwana. Raja dan pelindung perbatasan Alengka yang bernama Janasthan atau Yanasthana di Chitrakuta. 5. Dusana, adik tiri Rahwana. Patih di Yanasthana. 6. Ahirawana, adik tiri Rahwana. Raja di Patala. 7. Kumbini, adik tiri Rahwana. Istri rakshasa Madhu, ibu dari Lawanasura. 8. Surpanaka, adik kandung Rahwana. Rakshasi yang tinggal di Yanasthana, dilukai oleh Laksmana. Ia mengadu kepada Kara dan Rahwana, dan merupakan biang keladi yang menyebabkan permusuhan antara Rama dan Rahwana.

Sita

Sita

Tokoh dalam mitologi Hindu


Nama: Nama lain: Sita Maithil; Janak; Wideh; Ramaa

Aksara Dewanagari: Ejaan Sanskerta: Asal: Pasangan: St Mithila, Kerajaan Wideha Rama

Sita (Sanskerta: ; St, juga dieja Shinta) adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan istri dari Sri Rama, tokoh utama kisah tersebut. Menurut pandangan Hindu, Sita merupakan inkarnasi dari Laksmi, dewi keberuntungan, istri Dewa Wisnu. Inti dari kisah Ramayana adalah penculikan Sita oleh Rahwana raja Kerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rama yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda. Dalam tradisi pewayangan Jawa, Sita lebih sering dieja dengan nama Shinta. Ramayana menceritakan bahwa Sita bukan putri kandung Janaka. Suatu ketika Kerajaan Wideha dilanda kelaparan. Janaka sebagai raja melakukan upacara atau yadnya di suatu area ladang antara lain dengan cara membajak tanahnya. Ternyata mata bajak Janaka membentur sebuah peti yang berisi bayi perempuan. Bayi itu dipungutnya menjadi anak angkat dan dianggap sebagai titipan Pertiwi, dewi bumi dan kesuburan. Sita dibesarkan di istana Mithila, ibu kota Wideha oleh Janaka dan Sunayana, permaisurinya. Setelah usianya menginjak dewasa, Janaka pun mengadakan sebuah sayembara untuk menemukan pasangan yang tepat bagi putrinya itu. Sayembara tersebut adalah membentangkan busur pusaka maha berat anugerah Dewa Siwa, dan dimenangkan oleh Sri Rama, seorang pangeran dari Kerajaan Kosala. Setelah menikah, Sita pun tinggal bersama suaminya di Ayodhya, ibu kota Kosala.

Nila (Ramayana)
Nila

Tokoh dalam mitologi Hindu


Nama: Nama lain: Aksara Dewanagari: Ejaan Sanskerta: Golongan: Asal: Nla Wanara Kerajaan Kiskenda Nila Anila

Nila (Sanskerta: ; Nla) alias Anila (Sanskerta: ; Anla) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Namanya secara harafiah berarti "nila" atau "biru tua". Nila adalah seekor kera berwarna gelap yang berada di kubu Sri Rama dalam perang melawan Rahwana. Selama masa petualangan mencari Sita, Nila berperan penting, terutama dalam pembangunan jembatan Situbanda karena struktur jembatan tersebut dirancang oleh Nila. Dalam pertempuran besar di Alengka, Nila bersama para wanara yang lain bertarung mengalahkan para rakshasa. Saat Nila berhadapan dengan Prahasta yang menggunakan senjata gada besi, pertarungan berlangsung dengan sengit karena keduanya sama-sama sakti. Akhirnya Nila

mengangkat sebuah batu yang besar sekali. Batu tersebut kemudian dijatuhkan di atas kepala Prahasta sehingga rakshasa tersebut tewas seketika. Saat Hanoman menghadap Batara Guru untuk diakui sebagai putranya, Batara Narada tertawa sambil menyindir Batara Guru. Batara Guru yang merasa disindir kemudian mengambil daun nila (sawo kecik) dan dilempar ke punggung Batara Narada. Daun nila tersebut menjadi seekor kera berbadan pendek dan berbulu biru tua yang menempel di punggung Batara Narada. Saat itu Batara Narada yang sangat benci terhadap kera meminta ampun kepada Batara Guru agar kera tersebut lepas dari punggungnya. Kemudian Batara Guru memberi tahu cara melepaskan kera itu dari punggung Batara Narada, yaitu dengan mengakui kera tersebut menjadi anaknya. Akhirnya Batara Narada mau mengakui kera tersebut sebagai putranya. Semua dewa yang hadir di dalam pertemuan tertawa melihat kejadian tersebut. Batara Narada menuntut kepada Batara Guru untuk memerintahkan semua dewa yang lainnya untuk memuja keranya masing-masing saperti yang telah dilakukan Batara Narada. Setelah tujuh hari kemudian akhirnya lahirlah kera-kera pujaan para dewa itu. Adapun kera-kera tersebut antara lain Kapi Sempati pujaan Batara Indra, Kapi Anggeni pujaan Batara Brahma, Kapi Menda, Kapi Baliwisata, dan Kapi Anala pujaan Batara Yamadipati dan sebagainya yang mencapai ratusan ekor. Kera-kera tersebut lalu dikirim ke raja kera di Gua Kiskenda di bawah pimpinan Anila. Di Kerajaan Gua Kiskenda, Anila diangkat menjadi patih sekaligus ahli seni bersama Kapi Nala dan Kapi Anala. Kapi Anila menjadi pahlawan setelah berhasil membunuh Patih Prahasta (patihnya Dasamuka) dari Alengka dengan cara mengadu kepalanya dengan tugu batu yang ada di perbatasan negeri Alengka (tugu tersebut adalah pujaan Dewi Indrardi yang terkutuk pada peristiwa Cupu Manik). Selain itu, Anila membebaskan Dewi Indrardi dari kutukannya.

Anggada
Anggada

Tokoh dalam mitologi Hindu


Nama: Aksara Dewanagari: Ejaan Sanskerta: Golongan: Asal: Angada Wanara Kerajaan Kiskenda Anggada

Anggada (Sanskerta: ; Angada) atau Hanggada adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah wanara muda yang sangat tangkas dan gesit. Kekuatannya sangat dahsyat, sama seperti ayahnya, yakni Subali. Dalam kitab Ramayana disebutkan bahwa ia dapat melompat sejauh sembilan ratus mil. Anggada dilindungi oleh Rama dan akhirnya membantu Rama, berperang melawan Rahwana merebut kembali Dewi Sita, istri Rama. Anggada juga merupakan nama salah satu putera Laksmana dalam wiracarita Ramayana.Ayah Anggada adalah Raja Wanara bernama Subali, ibunya adalah Tara. Anggada memiliki paman bernama Sugriwa, yaitu adik Subali. Subali dan Sugriwa memiliki kakak perempuan bernama Anjani. Hanoman adalah putera Anjani, maka Anggada bersaudara sepupu dengan Hanoman. Saat masih muda, Subali tewas karena panah Rama. Setelah itu, Anggada dirawat oleh Sugriwa. Saat Sugriwa mengerahkan ksatria wanara pilihan untuk mencari Dewi Sita, Anggada turut serta bersama para ksatria wanara lainnya seperti Hanoman, Jembawan, Nila, Dwiwida, Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi wilayah India Selatan, sampai tiba di sebuah gua, kediaman arsitek Mayasura. Setelah menjelajahi gua, Anggada dan para wanara bertemu dengan Swayampraba. Atas bantuannya, Anggada dan para wanara tiba di sebuah pantai. Di pantai tersebut, para wanara bertemu dengan Sempati. Kemudian Anggada menuturkan maksud perjalanannya dan ia meminta bantuan Sempati. Atas petunjuk Sempati, para wanara tahu bahwa Sita masih hidup dan sedang ditawan di Alengka oleh Raja Rahwana. Sebelum peperangan di Alengka meletus, Rama mengutus Anggada agar memberi kabar kepada Rahwana untuk segera menyerahkan Dewi Sita. Setelah mendengar pesan Rama yang panjang lebar, Anggada mohon pamit lalu pergi ke tempat Rahwana. Di hadapan Rahwana, Anggada memperingati agar Sita segera dikembalikan jika tidak ingin peperangan meletus. Rahwana yang keras kepala, tidak menghiraukan peringatan Anggada namun mencoba mengerahkan pasukannya untuk menangkap wanara tersebut. dengan sigap, Anggada melompat ke udara sehingga ia lolos. Setelah itu, ia merobohkan menara istana. Dengan sekali lompatan, ia terbang kembali ke tempat Rama. Saat pertempuran pertama berlangsung, Anggada bertemu dengan Indrajit, putera Rahwana. Dua prajurit tersebut bertempur dengan jurus-jurus yang mengagumkan. Para wanara bersorak-sorak kegirangan karena kagum dengan ketangguhan Anggada, sebab panah-panah yang dilepaskan Indrajit tidak membuat Anggada gentar. Namun kemudian Indrajit mengalihkan serangannya kepada Rama. Pertempuran pada hari itu pun diakhiri sebab Rama tak berkutik. Setelah Rama pulih kembali, para wanara melanjutkan penyerangannya. Pada pertempuran kedua, Anggada bertemu dengan Bajradamstra. Setelah pertarungan sengit terjadi dalam waktu yang lama, Bajradamstra gugur di tangan Anggada. Ketika peperangan di Alengka usai, Anggada dan para wanara lainnya diundang ke Ayodhya untuk menerima penghargaan atas jasa-jasa mereka karena telah menolong Rama menyelamatkan Sita. Dalam cerita pewayangan Jawa, Anggada yang terkenal sakti diberi gelar Jaya yang berarti unggul oleh Rama, sehingga disebut Jaya Anggada. Di dalam lakon Anggada Balik, ia diutus Rama pergi ke Alengka untuk mengukur kekuatan bala tentara Alengka. Karena hasutan Rahwana, yang mengatakan bahwa pembunuh ayahnya adalah Sri Rama, Anggada kemudian mengamuk dan berbalik akan membunuh Rama. Tetapi Hanoman kemudian dapat menaklukkan dan menginsyafkan serta menyadarkannya. Akhirnya Anggada kembali menyerang Alengka dan berhasil membawa mahkota Rahwana dan dipersembahkan kepada Rama. Dalam pewayangan sering digambarkan sebagai kera berbulu merah.

Dasarata
Dasarata

Tokoh dalam mitologi Hindu


Nama: Aksara Dewanagari: Ejaan Sanskerta: Muncul dalam kitab: Asal: Senjata: Dinasti: Orang tua: Pasangan: Dasarata Daaratha

Ramayana Ayodhya, Kerajaan Kosala Panah Ikswaku Aja dan Indumati Kosalya, Kekayi, dan Sumitra Rama, Bharata, Laksmana, dan Satrugna

Anak:

Dasarata (Sanskerta: , IAST: Daaratha) adalah tokoh dari wiracarita Ramayana, seorang raja putera Aja, keturunan Ikswaku dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau Dinasti Surya. Ia adalah ayah Sri Rama dan memerintah di Kerajaan Kosala dengan pusat pemerintahannya di Ayodhya. Ramayana mendeskripsikannya sebagai seorang raja besar lagi pemurah. Angkatan perangnya ditakuti berbagai negara dan tak pernah kalah dalam pertempuran. Dasarata memiliki tiga permaisuri, yaitu Kosalya, Sumitra, dan Kekayi. Lama setelah pernikahannya, Dasarata belum juga dikaruniai anak. Akhirnya ia mengadakan yadnya (ritual suci) yang dipimpin Resi Srengga. Dari upacara tersebut, Dasarata memperoleh payasam berisi air suci untuk diminum oleh para permaisurinya. Kosalya dan Kekayi minum seteguk, sedangkan Sumitra meminum dua kali sampai habis. Beberapa bulan kemudian, suara tangis bayi menyemarakkan istana. Yang pertama melahirkan putera adalah Kosalya, dan puteranya diberi nama Rama. Yang kedua adalah Kekayi, melahirkan putera mungil yang diberi nama Bharata. Yang ketiga adalah Sumitra, melahirkan putera kembar dan diberi nama Laksmana dan Satrugna. Dasarata yang sudah tua hendak menobatkan Rama sebagai raja, sebab Rama adalah putera sulung sekaligus yang paling diharapkan Dasarata. Namun tindakannya tersebut ditentang oleh permaisurinya yang paling muda, yaitu Kekayi. Atas tuntutan Kekayi, Dasarata membuang Rama ke dalam hutan. Setelah membuang Rama ke tangah hutan, Dasarata membenci Kekayi dan ia tidak sudi lagi jika wanita tersebut mendekatinya. Tak beberapa lama kemudian, Dasarata jatuh sakit. Dalam masa-masa kritisnya, ia bersedih sambil mengenang kembali dosa-dosanya. Ia juga mengungkit kisah masa lalunya yang kelam di waktu muda kepada Kosalya, yaitu membunuh pertapa muda yang kedua orangtuanya buta. Dalam kesedihannya, Dasarata meninggal dunia karena sakit hati.

Anda mungkin juga menyukai