Mengingat
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
PERTAMA
KEDUA
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
Kelompok SMF
SMF Anak
2
3
4
5
6
7
8
9
SMF Paru
SMF Anestesi
SMF Penyakit Dalam
SMF Syaraf
SMF Gigi
SMF Umum
NAMA
Spesialis
DAN SETERUSNYA**
PANDUAN
PENETAPAN DPJP (DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN)
DEFINISI
Dalam keadaan tertentu seperti konsul diatas meja operasi, lembar konsul bisa menyusul ,
sebelumnya melalui telepon
Konsultasi dari dokter jaga IGD kepada konsulen jaga bisa lisan pertelepon yang
kemudian ditulis dalam berkas rekam medis oleh dokter jaga.
Pelayanan Berfokus Pada Pasien (Patient Center)
Asuhan pasien harus dilaksanakan berdasarkan pola Pelayanan Berfokus pada Pasien
(Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis kebutuhan pelayanan pasien. Pasien
adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi
pasien. PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada
pasien, a.l. dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, fisioterapis, analis, radiographer dsb.,
dengan kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada kontribusi profesinya,
masingmasing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan delegatif. PPA memberikan
asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi
interprofesional. DPJP dalam tim adalah sebagai ketua tim atau pemimpin klinis (Clinical
leader), melakukan koordinasi, sintesis, review dan mengintegrasikan asuhan pasien.
PPA melaksanakan asuhan pasien dalam 2 proses, Asesmen pasien dan Implementasi
rencana termasuk monitoring. Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah :
Pengumpulan Informasi, a.l. anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain / penunjang,
dsb
Analisis informasi, menghasilkan kesimpulan a.l. masalah, kondisi, diagnosis, untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien
Menyusun rencana pelayanan / Care Plan, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien
Implementasi rencana serta monitoring adalah pemberian pelayanannya. Pencatatannya
dilakukan dengan metode SOAP pada Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi.
Kewenangan Klinis dan Evaluasi Kerja
Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk
pelayanan interpretatif (a.l. DrSp PK, DrSp PA, DrSp Rad dsb), harus memiliki SK dari
Direktur / Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical appointment),
dengan lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK (Clinical Privilege). Penerbitan SPK
dan RKK tsb harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada
Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit. Regulasi
tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan Direktur dengan mengacu ke
Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit dan Standar
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS (Kualifikasi dan Pendidikan Staf).
Supervisi
Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP yang dibantu oleh Staf Medis non
DPJP, misalnya Residen (PPDS), Dokter Ruangan (DR) dsb, maka diperlukan supervisi
klinis medis untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap asuhan pelayanan
klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat diperlukan untuk memastikan asuhan pasien
aman dan memastikan bahwa koordinasi dan kerjasama tim yang baik adalah pengalaman
belajar bagi para profesional pemberi asuhan, bahwa pelayanan telah diberikan dengan
cara yang efektif, dan juga untuk kepastian hukum bagi pemegang kewenangan
klinisanya.
Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengan tingkat pelatihan dan tingkat
kompetensi para staf medis yang membantu asuhan medis .
Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis memahami proses supervisi klinis: siapa
supervisor dan frekuensi supervisinya termasuk penandatanganan harian dari semua
catatan dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan catatan harian, atau
membuat entri terpisah dalam catatan pasien. Demikian juga, jelas tentang bagaimana
bukti pengawasan yang didokumentasikan, termasuk frekuensi dan lokasi dokumentasi
RS memiliki prosedur mengidentifikasi dan memonitor keseragaman proses supervisi klinis,
monitoring dan evaluasi pelayanan asuhan klinis .
Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menimbulkan potensi
untuk terjadinya kejadian yang tidak diharapkan pada rumah sakit.
Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk mengakuisisi dan mengembangkan
keterampilan klinis dan profesionalisme seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan
medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan otoritas dan kemandirian,
pengawasan dan umpan balik .
Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan para staf untuk menjadi praktisi
yang kompeten dalam disiplin mereka.
RS harus menetapkan kebijakan tentang tingkatan supervisi masing-masing staf medis non
DPJP.
Tingkatan Supervisi bagi PPDS dan DR :
Supervisi Tinggi
Supervisi Moderat Supervisi Moderat Supervisi Rendah
Tinggi
Untuk PPDS:
Untuk PPDS:
Untuk PPDS:
Untuk PPDS:
Proses keputusan
Proses keputusan
Proses keputusan
Proses keputusan
Rencana Asuhan /
Rencana Tindakan
Rencana Asuhan
Rencana oleh PPDS
PPDS melakukan
Tindakan oleh DPJP disupervisi oleh
dilaporkan untuk
DPJP melakukan
tindakan, supervisi
DPJP
persetujuan DPJP,
tindakan sendiri,
PPDS melakukan
DPJP melalui
sebelum tindakan,
PPDS
tindakan, DPJP
kecuali kasus gawat komunikasi per
memperhatikan,
mensupervisi
telpon, melalui
darurat
membantu
langsung (onsite)
PPDS melakukan
laporan per telpon,
Pencatatannya di
pelaksanaan
tindakan, DPJP
laporan tertulis di
rekam medis ttd
tindakan
mensupervisi tidak
rekam medis
Pencatatannya di
PPDS dan DPJP
Pencatatannya di
langsung, sesudah
rekam medis ttd
rekam medis harus
tindakan, evaluasi
DPJP dan PPDS
divalidasi dgn ttd
laporan tindakan
Pencatatannya di
DPJP
Pada
keadaan khusus,
rekam medis ttd
PPDS berada
PPDS dan DPJP
ditempat terpencil
tanpa DPJP terkait,
ttg proses validasi
dibuat kebijakan
khusus oleh RS.
-
Untuk DR:
Untuk DR:
Proses Asesmen
Proses Asesmen
Pasien (IAP :
Pasien (IAP :
Pengumpulan
Pengumpulan
Informasi, Analisis
Informasi, Analisis
informasi,
informasi,
Penyusunan
Penyusunan
Rencana) dan
Rencana) dan
Implementasinya
Implementasinya
dilakukan dengan
dilakukan dengan
komunikasi segera
komunikasi dengan
dengan DPJP
DPJP
Pencatatannya di
Pencatatannya di
rekam medis ttd DR, rekam medis ttd DR,
validasi oleh DPJP
validasi oleh DPJP
TATALAKSANA
Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat
inap harus memiliki DPJP (Dokter Penanggung Jawab Peayanan).
Pada instalasi gawat darurat, dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis
awal /penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya saat dilakukan konsultasi /
rujuk ditempat (on side) atau konsultasi lisan kepada dokter spesialis, dan dokter
spesialis tersebut memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka
dokter spesialis tersebut telah menjadi DPJP pasien yang bersangkutan, sehingga saat
itulah DPJP telah berganti dari dokter jaga IGD kepada dokter spesialis tersebut.
Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk DPJP
Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tersebut bekerja
secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi
(dibedakan dengan bekerja sendiri-sendiri).
Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien
(sebagai Ketua Tim), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif terpadu - efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi yang efektif dan
membangun sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar
anggota, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan
intervensi), dan juga mencegah duplikasi.
Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP Utama.
Kepatuhan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya kehadiran
atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan
pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari-hari.
Dibawah koordinasi DPJP Utama , sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang melibatkan
semua DPJP yang bersangkutan sesuai kebutuhan pasien. Rumah sakit menyediakan
ruangan untuk rapat Tim di tempat-tempat pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU,
UGD, dll. DPJP Utama juga bertugas untuk menghimpun komunikasi / data tentang
pasien .
Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga, dan pasien dan /
keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang mengubah
DPJP bila terjadi pelanggaran prosedur.
Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai
kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas tentang alih
tanggung jawabnya. Harap digunakan Formulir Daftar DPJP.
Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan tingkatan
keikut-sertaan para DPJP terkait, tergantung kepada sistem yang ditetapkan dalam
kebijakan rumah sakit misalnya sistem terbuka / tertutup / semi terbuka.
Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di kamar
operasi.
Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang dioperasi,
dokter yang dirujuk melakukan tindakan / memberikan instruksi, maka otomatis
menjadi DPJP juga bagi pasien.
Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain (dokter
ruangan, residen) boleh menulis/ mencatat di rekam medis, maka tanggung jawab
adalah tetap ada pada DPJP, sehingga DPJP yang bersangkutan harus memberikan
supervisi, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap
catatan kegiatan tsb di rekam medis.
Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan yang bekerja secara tim
(Tim Interdisiplin) sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care),
DPJP sebagai ketua tim (Team Leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan
mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang (discharge plan) yang dapat
dilakukan pada awal masuk rawat inap atau pada akhir rawat inap.
DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien dan
keluarganya. Gunakan dan kembangkan tehnik komunikasi yang berempati.
Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada
Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area
kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006)
Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan nama
dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian tersebut dilakukan di form asesmen awal
medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated note), form
asesmen pra anestesi/sedasi, instruksi pasca bedah, form edukasi/informasi ke pasien
dll. Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil
ronde bersama multi kelompok staf medis / departemen, dsb.
Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para professional pemberi asuhan
bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager), agar
terjaga kontinuitas pelayanan baik waktu rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut
asuhan mandiri dirumah, kontrol dll.
Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu) tentang DPJP,
dalam bentuk satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan / penambahan /
pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP, tanggal mulai dan akhir
penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP
Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir.
Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical
Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik
asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang diberikan kepada
pasien patuh pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway
yang telah ditetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis / Alur
Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan Audit
Medis.
Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway/ Panduan Praktek
Klinik maka harus memberi penjelasan tertulis dan dicatat di rekam medis.
DOKUMENTASI
1.
Formulir penetapan DPJP
Rujukan
1. Permenkes no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit
3. UU No 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
4. Perkonsil no 11/2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia
5. Perkonsil no 48/2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter Dokter Gigi
6. Permenkes no 1438/2010 Standar Pelayanan Kedokteran
7. Manual Komunikasi Efektif, KKI, 2006
8. KepKonsil no 18/2006 Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia
9. KepKonsil no 19/2006 Kemitraan Dalam Hubungan Dokter Pasien
10. Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
11. SK PB IDI no 111/2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
Menetapkan DPJP
RSU
Sultan Sulaiman
Standar Prosedur
Operasional
No. Dokumen
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman
1/1
Ditetapkan,
Direktur RSU Sultan Sulaiman
Pengertian
Tujuan
Agar pasien mendapatkan DPJP yang sesuai kondisi medis saat itu.
Kebijakan
Prosedur
Unit Terkait
Demikian surat ini dibuat tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Penanggung jawab pasien/ keluarga
(.....................................................)
Saksi
(..................................................)