BAB 1
DEFINISI
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter yang bertanggung jawab
terhadap pelayanan dan pengelolaan asuhan medis seorang pasien,sesuai dengan Undang-
Undang RI nomor 39 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang RI nomor 44
tentang Rumah Sakit.
Pelayanan medis merupakan inti kinerja berdasarkan evidence base medicine (Kedokteran
berbasis bukti).Dalam proses ini, DPJP melakukan pelayanan sesuai dengan keahliannya, bila
kasus kebidanan maka DPJP yang kompeten untuk kasus kebidanan adalah dokter kebidanan
begitu juga dengan spesialis lainnya.
Dalam era saat ini, pelayanan medis harus sesuai dengan kompetensinya. Berkaitan dengan
hal tersebut diatas, maka masing masing SMF menetapkan dan mengatur DPJP nya ,bila
melakukan rawat bersama maka ditetapkan salah seorang dokter sebagai Ketua Tim yang
mengkoordinasikan kegiatan, sekaligus menjamin komunikasi dan kesepakatan antar
professional yang menjamin keselamatan pasien. Dokter Spesialis wajib bertanggungjawab
pada pelayanan dan pengelolaan asuhan medis seorang pasien yang dirawatnya.
C. Penentuan DPJP ;
1. Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit (baik rawat
jalan, IGD maupun rawat inap) dengan mempergunakan cap stempel pada berkas
rekam medis pasien.
2. Cap stempel DPJP Dr ...... untuk pasien yang dirawat oleh seorang dokter.
3. Cap stempel DPJP UTAMA Dr ...... untuk pasien yang dirawat bersama beberapa
dokter.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : IGD, Rawat
Jalan, Ruang perawatan, Ruang tindakan (OK dan VK) dan sarana penunjang medis.
Dokter penanggung jawab palayanan (DPJP) bertanggung jawab untuk koordinasi selama
pasien dirawat diketahu dan tersedia dalam seluruh fase asuhan rawat.
A. DASAR
Yang menjadi dasar dalam penetapan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah :
1. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah sakit mempunyai
fungsi : huruf b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang pari purna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
2. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal
Rumah Sakit (hospital by laws).
3. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 3 pengaturan praktik
kedokteran bertujuan untuk :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien,
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter
dan dokter gigi, dan
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
4. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan Rumah Sakit wajib
menerapkan sasaran keselamatan pasien.
5. Permenkes 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien Rumah Sakit
6. Pasal 7 Permenkes 1691 tahun 2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) Hak Pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5) Mendidik staf tentang keselamatan pasien dan
6) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
7) Pada lampiran Permenkes 1691 tahun 2011 pengaturan tentang standar I. Hak pasien,
adalah sebagai berikut.
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
a) Kriteria :
b) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
d) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
7. Permenkes 755 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit.
8. Permenkes 1438 tahun 2010 tentang standar pelayanan kedokteran.
9. Kode etik kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012.
10. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013 tentang Penerapan Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
11. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang
Pengesahan Standar Kompetensi Dokter dan Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia no 23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter
Gigi.
12. Peraturan konsil kedokteran Indonesia no 11 yahun 2012 tentang standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
13. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 48/KKI/PER/XII/2010 tentang
Kewenangan Dokter Indonesia.
14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
15. Keputuran Konsil Kedokteran Indonesia no 19/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku
Kemitraan Dalam Hubungan Dokter Pasien.
16. Keputusan KOnsil Kedoktearn Indonesia no 18/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia.
17. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter Pasien, 2006.
BAB III
TATA LAKSANA
Penentuan DPJP :
1. Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit (baik rawat
jalan, IGD maupun rawat inap) dengan menuliskan nama DPJP pada pengantar rawat
inap yang dilampirkan di dalam berkas rekam medis pasien.
2. Cap stempel DPJP Dr ...... untuk pasien yang dirawat oleh seorang dokter pada
visit pertama Dokter Penanggung Jawab Pelayanan bersangkutan.
3. Cap stempel DPJP UTAMA Dr ...... untuk pasien yang dirawat bersama beberapa
dokter pada nama Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Utama saat visit pertama
sebagai DPJP utama.
Rawat Bersama :
1. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang /disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan penanganan multi
disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
2. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain sesuai
kebutuhan.
3. Segera ditentukan siapa yang menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara antara lain
penyakit yang terberat atau penyakit yang memelukan tindakan segera atau dokter
yang pertama mengelola pasien.
4. Bila ada pengobatan dan saran dari DPJP tambahan, maka akan dikomunikasikan dan
dikoordinasikan terlebih dahulu kepada DPJP utama
Perubahan DPJP Utama :
1. Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pelayanan, DPJP utama dapat saja beralih
dengan pertimbangan seperti diatas, atau atas keinginan pasien/keluarga atau
keputusan Komite medis.
2. Perubahan DPJP Utama ini harus dicatat dalam berkas rekam medis dan ditentukan
sejak kapan berlakunya.
DPJP Utama di OK
Adalah dokter operator yang melakukan operasi dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan
pembedahan, sedangkan dokter anestesi sebagai DPJP tambahan. Dalam melaksanakan tugas
mengikuti SOP masing-masing, akan tetapi semua harus mengikuti prosedur Save Surgery
checklist (sign in, time out dan sign out) serta dicatat dalam berkas rekam medis.
Bila seorang DPJP menemukan masalah lain dari pasien yang dirawat olehnya dan bukan
bagian dari kewenangan klinisnya, maka DPJP melakukan konsul/rawat bersama/alih rawat
kepada dokter spesialis lain yang mempunyai kewenangan klinis terhadap masalah pasien
tersebut. Pendokumentasian hal ini dengan menggunakan formulir Permohonan Konsultasi.
Bila DPJP cuti atau berhalangan hadir, DPJP dapat melimpahkan ke dokter spesialis lain
yang mempunyai kewenangan klinis untuk menangani pasien tersebut. Dalam hal ini DPJP
tersebut disebut sebagai DPJP pengganti. Informasi cuti di isi melalui fornulir cuti dokter dan
menunjuk dokter pengganti untuk pelayanan di rawat jalan dan rawat inap.