Anda di halaman 1dari 10

BAB I

DEFENISI
A. Defenisi

1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai dengan
kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
(paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan
akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari DPJP sesuai
kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi. Contoh :
pasien dengan Diabetes Mellitus, Karatak, dan Stroke, dikelola oleh lebih dari satu
DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis
Saraf.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih satu DPJP, maka asuhan medis tsb
dilakukan secara terintegrasi atau secara tim diketuai oleh seorang DPJP Utama.
Peran
4. DPJP Utama adalah sebagai coordinator proses pengolaan asuhan medis bagi pasien,
dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif terpadu-efektif,
keselamatan pasien, komunikasi efektif, membangun sinergisme, mencegah duplikasi.
5. Dokter yang memberikan pelayanan interpretative, misalnya memberikan uraian/data
tentang hasil laboraturium atau radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak
memberikan asuhan medis yang lengkap.
6. Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola Pelayanan Berfokus pada Pasien
(Patient Centered Care), dan DPJP merupakan Ketua (Team Leader) dari tim yang
terdiri dari para professional pemberi asuhan pasien/staf klinis dengan kompetensi
dan kewenangan yang memadai, yang a.l. terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi,
apoteker, fisioterapis dsb.
7. Manajer Pelayanan Pasien : adalah professional dirumah sakit yang melaksanakan
manajemen pelayanan pasien, yai tu proses kolaboratif mengenai asesmen,
perencanaan,fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan
pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif,

1
melalui komunikasi dan sumber daya yang tersedia sehingga memberi hasil
(outcome) yang bermutu dengan biaya-efektif.

B. Tujuan
Penetapan DPJP dalam pelayanan medis pasien bertujuan :
1. Untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan pelayanan medis/medical care sesuai
Standar Pelayanan Kedokteran/ Panduan Praktek Klinis dan Standar Operasional
Prosedur yang berlaku di Rumah Sakit dan mendapatkan informasi yang benar
tentang penyakitnya.
2. Untuk memastikan asuhan medis pasien dilakukan oleh dokter yang berkompeten
sesuai dengan kasusnya/ penyakitnya.
3. Untuk menjamin kualitas pelayanan dan keselamatan pasien.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : UGD, rawat
jalan, rawat inap, ruang tindakan.

2
BAB III
TATA LAKASANA

A. Penunjukan Dan Pengelompokan DPJP


Penunjukan/penetapan DPJP :
1. Penetapan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit baik dari
Instalasi rawat jalan maupun instalasi gawat darurat.
2. Penentuan dan penganturan DPJP pasien berdasarkan jadwal konsulen jaga dimana
konsulen jaga hari itu menjadi DPJP psien baru, kecuali kasus rujukan yang ditujukan
langsung kepada salah seorang konsulen.
3. Juga berdasarkan surat rujukan langsung kepada salah satu dokter spesialis terkait
dimana dokter spesialis yang dituju otomatis menjadi DPJP pasien yang dimakasud,
kecuali, bila dokter tersebut berhalangan karena sesuatu hal, maka perlimpahan DPJP
beralih kepada konsulen jaga pada hari itu.
4. Jika dalam pemeriksaan oleh dokter jaga ditemukan peenyakit pasien tidak sesuai
denganSMF dokter spesialis yang dituju maka dokter jaga akan mengkomunikasi
dengan pasien tentang DPJP pasien yang bersangkutan dan penetapan DPJP
dilakukan oleh dokter jaga atas seijin pasien.
5. Atas permintaan pasien. Pasien dan keluarga berhak meminta salah seorang dokter
sebagai DPJP apabila ada relevansinya, hendaknya diberikan penjelasan dan
diberikan alternative DPJP lain sesuai SPO berlaku. Penjelasanya sebaiknya
dilakukan oleh dokter jaga.
6. Pergantian DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak
dibenarkan pergantian DPJP rutin, contoh : pasien A ditangani setiap minggu dengan
pola hari Senin dr. Sp. M x, hari Rabu dr. Sp. M y, hari Sabtu dr. Sp. M y.
7. Pada kasus yang sangat kompleks atau jarang penentuan DPJP/DPJP utama dapat
ditentukan berdasarkan rapat komite medis.
8. Kriteria penunjukan DPJP utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir-butir
sbb:
a. DPJP utama dapat merupakan DPJP yang pertamakali mengelola pasien
padaawal perawatan

3
b. DPJP utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit
dalam kondisi (relative)
c. DPJP utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP penyakit
d. DPJP utama dapat merupakan pilihan dari pasien
9. Pengaturan tentang penglompokan DPJP ditetapkan oleh Direktur sesu ai
kebutuhanpenglompokan dilakukan per disiplin ilmu (Klompok Staf Medis Mata).
10. Penentuan atau penetapan Dpjp adalah penentuan dokter yang bertanggung jawab
dalam memberikan rangkaian asuhan medis kepada pasien sehingga pasien
mendapatkan pelayanan medis oleh dokter sesuai dengan bidang kompetensi dan
keahliannya. Di Rumah Sakit St Rafael Cacncar DPJP di pelyanan rawat inap adalah
seorang dr. spesialis.

B. Prosedur penetapan DPJP


1. Dokter jaga yang bertugas, melakukan pemeriksaan medis kepada pasien untuk
menegakkan diagnosis dan merencanakan terapi kepada setiap pasien baru, baik yang
di rawat jalan atau di instalasi gawat darurat.
2. Dokter jaga mengkonsultasikan setiap pasien baru tentang hasil pemeriksaan dan
rencana terapi dan tindakan kepada DPJP yang bertugas jaga konsulen hari tersebut
atau yang dipilih oleh pasien.
3. Seorang DPJP melakukan pemeriksaan medis untuk menegakkan diagnosis,
merencanakan dan memberikan terapi dan atau tindakan medis. Dan mencatat semua
hasil di dokumen rekam medis pasien.
4. Seorang DPJP melakukan follow up sampai dengan rehabilitasi terhadap pasien, dan
memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya, tentang
rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
terjadinya kejadian yang diharapkan dan tidak diharapkan.
5. Pasien atau keluarganya memberikan bukti telah diberikan penjelasan di rekam medis.
6. Seorang DPJP dapat melakukan konsultasi atau rawat bersama atau alih rawat kepada
dokter di bidang lain, sehubungan dengan penyakit pasien, dengan menuliskan
permintaan di lembar CPPT.
7. Apabila pasien dating kembali setelah perawatan di rumah sakit dan dengan kasus
yang sama maka DPJP untuk pasien tersebut adalah DPJP sebelumnya kecuali pasien
meminta DPJP lain atau DPJP yang bersangkutan berhalangan.

4
C. Tata Laksana
Secara garis besar pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan diantaranya adalah:
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di Rumah Sakit baik rawat jalan maupun
rawat inap harus memiliki DPJP
2. Di unit / instansi darurat mata dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian asuhan
medis awal / penanganan kegawat-daruratan. Kemaudian selanjutnya saat dikonsul /
rujuk di tempat ( on side ) atau lisan ke dokter spesialis, dan dokter spesialis tersebut
memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis
tersebut telah menjadi DPJP pasien yang bersangkutan, dan sejak saat itu DPJP
pasien digantikan dokter spesialis rujukan.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk
DPJP utama yang bearasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja
secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif. Peran DPJP utama adalah
sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs (sebagai
“Kapten Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif –
terpadu – efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif, membangun sinergisme,
mencegah duplikasi
4. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan atau keluarga
5. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis
sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas
tentang alih tanggung jawabnya.
6. Di unit pelayanan insentif DPJP utama adalah DPJP pasien yang bersangkutan, dan
jika diperlukan akan dirawat bersama intensifies
7. .Di kamar operasi DPJP Bedah adalah seluruh kegiatan pada saat di kamar operasi
tersebut
8. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan tindakan / memberikan instruksi,
maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tersebut.
9. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain
(a.l.dokter ruangan, residen), maka DPJP yang bersangkutan harus memberikan
supervise, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap
catatan kegiatan tersebut di rekam medis.

5
10. Asuhan psien dilaksanankan oleh para professional pemberi asuhan yang bekerja
secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered
Care), DPJP sebagai ketua tim (Team Leader) harus proaktif melakukan koordinasi
dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam
tim.
11. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/ informasi kepada pasien
karena merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien
(Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area
kompetensi ke 3 (Standart Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012;
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006)
12. . Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan
nama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian tersebut dilakukan a.l.di form
asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated
note), form asesmen pra anestesi / sedasi, instruksi pasca bedah, form edukasi /
informasi ke pasien dan sebagainya. Termasuk juga pendokumentasian keputusan
hasil pembahasan tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis /
departemen, dsb.
13. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para professional pemberi asuhan
bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager), sesuai
dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien (dari KARS, edisi I 2013),
agar terjaga kontinuitas pelayanan.
14. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan tentang DPJP, dalam satu formulir
yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan, yaitu nama dan gelar setiap DPJP,
tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP utama nama dan gelar, tanggal
mulai dan akhir sebagai DPJP utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir
15. Keterkaitan DPJP dengan Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway, setiap DPJP
bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan medis maupun
asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang diberikan kepada pasien patuh pada
Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah ditetapkan oleh RS. Tingkat
kepatuhan pada Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek
Audit Klinis dan Audit Medis. Sehingga sebagai seorang tenaga medis yang
melakukan pelayanan medis terhadap pasien maka DPJP harus melakukan hal-hal
berikut :

6
a. Bertugas mengelola rangkaian asuhan medis seorang pasien, Antara lain :
pemeriksaan medis untuk penegakan diagnosis, merencanakan dan memberikan
terapi, melakukan tindak lanjut / follow up sampai rehabilitas. Melakukan
konsultasi sesuai kebutuhan, baik untuk pendapat atau rawat bersama.
b. Dalam hal rawat bersama cakupan pelayanan seorang DPJP sesuai
bidang/keahlian/kompetensinya, sehingga seorang DPJP dapat berkonsultasi atau
merawat bersama dengan dokter di bidang keahlian lain.
c. Dokter DPJP wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien
dan keluarganya, tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk terjadinya kejadian yang diharapkan dan tidak diharapkan.
d. Rencana pelayanan harus dimuat dalam rekam medis, yaitu segala aspek
pelayanan yang akan diberikan : pemeriksaan,tindakan,konsultasi dan rehabilitasi
pasien.
e. Dalam menjalankan tugasnya seorang DPJP harus berpedoman kepada Standar
Pelayanan Kedokteran dan prosedur tetap SMF.
f. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi

D. Tata cara visite Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)


1. Setiap pasien wajib dikunjungi oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
minimal sekali sehari.
2. Kunjungan (visite) pertama setelah pasien masuk rumah sakit harus dilakukan dalam
waktu duabelas (12) jam untuk pasien non emergency. Untuk kasus emergensi visite
harus dilakukan sesuai dengan spo respon time pasien dengan kegawatan medis
yaitu maksimal 2 jam setelah mendapatkan laporan dari dokter jaga.
3. Kunjungan (visite) berikutnya dilakukan pada jam kerja sampai dengan jam 14.00
WIB untuk dokter fultimer RS Mata Solo, pada hari kerja. Diluar hari kerja visite
dilakukan tidak lebih dari jam 21.00 WIB.

4. Visite oleh dokter mitra dianjurkan dilakukan pada jam kerja (07.00 – 14.00) atau
bila tidak memungkinkan boleh diluar jam tersebut, akan tetapi tidak melebihi jam
21.00 WIB dan dikomunikasikan kepada pasien melalui perawat jaga.
5. Dalam hal Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) berhalangan melakukan
kunjungan pasien, maka DPJP menunjuk seorang DPJP pengganti yang sesuai
kompetensinya, dan mempunyai tanggung jawab sebagai DPJP selama memberikan

7
asuhan medis kepada pasien dan juga bertanggung jawab dalam pengisian dokumen
rekam medis. Misal bila pasien pulang atas ijin DPJP, pulang atas permintaan
sendiri atau karena meninggal. Dalam hal ini disebut dengan alih rawat. Contoh
DPJP A berhalangan hadir diganti oleh DPJP B, maka istilah yang dipakai adalah
alih rawat dari DPJP A ke DPJP B, dan saat DPJP A sudah bisa memberikan
pelayanan maka dilakukan alih rawat kembali dari DPJP B ke DPJP A.

Rawat bersama/konsultasi/alih rawat Dokter Penanggung Jawab Pelayanan


1. Apabila selama perawatan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
menemukan adanya penyakit di bidang spesifikasi yang lain, maka DPJP akan
melakukan konsultasi/rawat bersama/alih rawat dengan DPJP lain yang terkait.
2. DPJP utama mengajukan permintaan konsultasi/rawat bersama/alih rawat secara
tertulis di dokumen rekam medis pasien di lembar CPPT.
3. Permintaan konsultasi/rawat bersama/alih rawat akan dikomunikasikan oleh perawat
ruangan kepada DPJP yang dituju untuk ditindaklanjuti.
4. Dalam hal rawat bersama DPJP utama sebagai coordinator pada seorang pasien
ditentukan berdasarkan penyakit yang dominan dan memerlukan perawatan lebih
intensif sesuai dengan spesialisasinya.
5. Dalam hal rawat bersama maka DPJP utama harus bertanggung jawab dalam
pelayanan medis pasien dan bertanggungjawab dalam pengisian resume medis
pasien.
6. Dalam hal pasien memerlukan perawatan intensif, DPJP pasien adalah DPJP pasien
tersebut, atau rawat bersama dengan dokter anestesi jika diperlukan.

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) ijin/berhalangan dalam pemberian


pelayanan
1. DPJP mengajukan permohonan ijin/berhalangan dalam memberikan pelayanan
medis secara tertulis kepada direktur.
2. Surat permohonan ijin/berhalangan dalam bentuk tertulis, yang mencakup hari,
tanggal dan DPJP pengganti (sesuai kompetensi) pelayanan baik untuk rawat jalan
maupun rawat inap beserta alasan mengajukan ijin/berhalangan yang dikirim ke
bagian secretariat.
3. Surat permohonan ijin/berhalangan disertai lampiran brosur pelatihan/seminar/
workshop bila ada.

8
4. DPJP yang mengajukan ijin/berhalangan berkoordinasi dengan DPJP pengganti
secara langsung.
5. DPJP pengganti adalah dokter yang sama kompetensinya dan memiliki SIP dan
jika DPJP yang mengajukan ijin/berhalangan hanya ada satu, maka DPJP
pengganti adalah dokter yang sama kompetensinya dan memiliki SIP.
6. DPJP pengganti akan dihungi oleh petugas jaga jika ada pasien yang memerlukan
pelayanan medis (IGD/Rajal jika ada pasien rawat jalan maupun yang
memerlukan rawat inap dan bagian rawat inap jika pasien memerlukan pelayanan
lanjutan/visite).

9
BAB IV
DOKUMENTASI

Dengan mengacu pada UU no 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran pasal


46 menerangkan bahwa dokter dalam menjalankan praktek kedokteran wajib membuat
rekam medis, harus dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan
dan harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan petugas yang memberikan
pelayanan atau tindakan. Dan dalam pasal 47 menyebutkan bahwa dokumen rekam
medis merupakan milik dokter, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis merupakan milik pasien dan harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dan
tentang rekam medis. Sehingga dokter selalu dituntut dan wajib bertanggung jawab
dalam pengisian dan kelengkapan dokumen rekam medis. Dalam pengisian informed
consent DPJP memberikan informasi serta yang harus memberikan persetujuan atau
penolakan tindakan kedokteran. Informed consent harus ditandatangani dokter dan
pasien sebelum tindakan medis dilakukan (tindakan medis invasive, anestesi, transfusi
darah/komponen darah dan pemberian pengobatan beresiko tinggi).

10

Anda mungkin juga menyukai