Anda di halaman 1dari 13

HAKIKAT MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN TUJUAN DAN

SASARAN PENDIDIKAN
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pengantar Pendidikan
Yang di bina oleh Ibu Erni Yulianti, S.Pd, M.Pd dan Ibu Vita Ria Mustikasari, S.Pd,
M.Pd

Aisa safana

Oleh
Offering B/ Kelompok 1
(150351605779)

Eltrida Hardiyanti

(150351606702)

Nur Habibah

(150351601624)

Nurmaula idba Safrina

(150351605311)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Februari 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-NYA kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam bidang studi Pengantar Pendidikan yang
bertemakan Hakikat Manusia dalam Kaitannya dengan Tujuan dan Sasasaran Pendidikan dan
terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah pengantar pendidikan oleh Ibu Erni
Yulianti,S.Pd, M.Pd dan Ibu Vita Ria Mustikasari, S.Pd, M.Pd
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka kami sangat mengharapkan kritikkan dan saran guna
perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca. Khususnya bagi
mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi terciptanya pendidik
professional.
Atas semua ini kami mengucapkan terimakasih bagi segala pihak yang telah ikut
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Malang, 2 Februari 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang.... 1
1.2 Rumusan Masalah.. 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat manusia sebagai makhluk tuhan... 3
2.2 Hakikat manusia sebagai makhluk berpikir, bersikap dan berketrampilan....4
2.3 Hakikat manusia sebagai makhluk social...5
2.4 Hakikat manusia sebagai makhluk sasaran dan tujuan pendidikan6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..10
3.2 Saran....10
DAFTAR PUSTAKA....11

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik


untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaanya. Potensi kemanusiaan merupakan
benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan dengan
benar dan tepat tujuan, jika pendidikan memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dengan
hewan.Ciri khas manusia yang membedakanya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari
apa yang disebut dengan hakikat menusia. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki
sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Pemahaman
pendidikan terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk peta tentang karakteristik manusia
dalam bersikap, menyusun startegi, metode dan tekhnik serta memilih pendekatan dan orientasi
dalam merancang dan melaksanakan komunikasi dalam interaksi edukatif. Sebagai pendidik
bangsa Indonesia, kita wajib memiliki kejelasan mengenai hakikat manusia Indonesia seutuhnya.
Sehingga dapat dengan tepat menyusun rancangan dan pelaksaaan usaha kependidikannya.
Selain itu, seorang pendidik juga harus mampu mengembangkan tiap dimensi hakikat manusia,
sebagai pelaksanaan tugas kependidikanya menjadi lebih profesional.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk tuhan (sesuai dengan
kaidah agama)?

2. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk berpikir, bersikap dan
berketrampilan?
3. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial?
4. Apa yag dimaksud dengan hakikat manusia sebagai sasaran dan tujuan pendidikan?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk tuhan (sesuai dengan kaidah
agama)
2. Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk berpikir, bersikap dan
berketrampilan
3. Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk sosial
4. Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk sasaran dan tujuan pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat manusia sebagai makhluk tuhan

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Beragama merupakan kebutuhan


manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang
Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama
menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan
agama. Pemerintah dengan berlandasan pada GBHN memasukkan pendidikan agama ke dalam
kurikulum ke sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi (Pelita V). Di samping itu
mengembangkan kerukunan hidup di antara sesame umat beragama dan penganut kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian (GBHN, Hal 134 butir a 1.) Kiranya
tidak cukup jika pendidikan agama hanya ditempuh melalui pendidikan formal. Kegiatan di
dalam pendidikan non-formal dan informal dapat diamfaatkan untuk keperluan tersebut.
(Tirtaraharja&Sulo:2005, 23)
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia didudukkan sesuai
dengan kodrat, harkat, martabat, hak, dan kewajibannya.
1)
Kodrat manusia
Kodrat manusia adalah keseluruhan sifat-sifat sah, kemampuan atau bakatbakat alami yang
melekat pada manusia, yaitu manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Ditinjau dan kodratnya, kedudukan manusia secara pribadi antara lain
sesuai dengan sifat-sifat aslinya, kemampuannya, dan bakat-bakat alami yang melekat padanya.
2)
Harkat manusia
Harkat manusia artinya derajat manusia. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
3)
Martabat manusia
Martabat manusia artinya harga diri manusia. Martabat manusia adalah kedudukan manusia yang
terhormat sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berakal budi sehingga manusia
mendapat tempat yang tinggi dibanding makhluk yang lain. Ditinjau dan martabatnya,
kedudukan manusia itu lebih tinggi dan lebih terhormat dibandingkan dengan makhluk lainnya.
4)
Hak asasi manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimihiki oleh setiap manusia sebagai anugerah dan
Tuhan Yang Maha Esa, seperti hak hidup, hak milik, dan hak kebebasan atau kemerdekaan.
5)
Kewajiban manusia
Kewajiban manusia artinya sesuatu yang harus dikerjakan oleh manusia. Kewajiban manusia
adalah keharusan untuk melakukan sesuatu sebagai konsekwensi manusia sebagai makhluk
individu yang mempunyai hak-hak asasi. Ditinjau dan kewajibannya, manusia berkedudukan
sama, artinya tidak ada diskriminasi dalam melaksanakan kewajiban hidupnya sehari-hari.

2.2 Hakikat manusia sebagai makhluk berpikir, bersikap dan berketrampilan


Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena manusia mempunyai akal budi
dan kemauan yang kuat. Dengan akal budi dan kemauan yang kuat, manusia dapat menjadi
makhluk yang lebih dari makhluk lainnya. Manusia mempunyai ciri khas, ia selalu ingin tahu,
dan setelah memperoleh pengetahuan tentang sesuatu , maka segera kepuasannya disusul lagi
dengan kecendrungan untuk lebih ingin tahu lagi.
Sebagai makhluk berfikir, manusia dibekali hasrat selalu ingin tahu, tentang benda- benda
yang ada dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disekelilingnya, termasuk ingin tahu tentang
dirinya. Adanya

dorongan rasa ingin tahun dan usaha untuk memahami dan memecahkan

berbagai masalah yang dihadapi, akhirnya manusia dapat mengumpulkan pengetahuan.


Keingintahuan yang makin meningkat menyebabkan pengetahuan dan daya fikirnya juga makin
berkembang. Akhinya tidak hanya terbatas pada obyek yang dapat diamati dengan pancaindera
saja, tetapi masalah-masalah lain, misalnya berhubungan dengan penilaian hal-hal baik dan
buruk, indak atau tidak indah.
Bila satu masalah dapat dipecahkan, timbul masalah lain menunggu pemecahannya.
Manusia bertanya terus setelah tahu apanya, lalu, bagaimana, dan mengapa.
Karena kemampuan manusia makin maju yang disertai dengan peralatan yang makin memadai,
mereka terus mengembangkan pengetahuannya, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan
hidup, tapi juga lebih jauh untuk mengetahui yang benar dan yang salah. Mereka terus
berfikir sehingga akhirnya dapat menarik kesimpulan, karena pada hakekatnya manusia adalah
makhluk berfikir, merasa, bersikap dan bertindak.

2.3 Hakikat manusia sebagai makhluk sosial


Menurut kodratnya manusia selain sebagai makhluk individu, mereka juga merupakan
makhluk sosial. Adapun yang dimaksud Istilah sosial menurut Kappara adalah Sosial berasal
dari akar kata bahasa Latin Socius, yang artinya berkawan atau masyarakat. Sosial memiliki arti
umum yaitu kemasyarakatan dan dalam arti sempit mendahulukan kepentingan bersama atau
masyarakat. Adapun dalam hal ini yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial adalah
makhluk yang hidup bermasyarakat, dan pada dasarnya setiap hidup individu tidak dapat lepas

dari manusia lain. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu
hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan
selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan
selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Seperti kita ketahui bahwa sejak bayi lahir sampai
usia tertentu manusia adalah mahkluk yang tidak berdaya, tanpa bantuan orang-orang disekitar
dia tidak dapat berbuat apa-apa dan untuk segala kebutuhan hidup bayi sangat tergantung pada
luar dirinya seperti orang tuanya khususnya ibunya. Bagi si bayi keluarga merupakan segitiga
abadi yang menjadi kelompok sosial pertama dikenalnya. Pada perjalanan hidup yang
selanjutnya keluarga akan tetap menjadi kelompok pertama tempat meletakan dasar kepribadian
dan proses pendewasaan yang di dalamnya selalu terjadi sosialisi untuk menjadi manusia yang
mengetahui pengetahuan dasar, nilai-nilai, norma sosial dan etika-etika pergaulan.
Adanya dimensi kesosialan pada dirinya manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk
bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Betapa kuatnya dorongan tersebut sehingga bila dipenjarakan merupakan hukuman yang paling
berat dirasakan oleh manusia, karena dengan diasingkan di dalam penjara berarti diputuskannya
dorongan bergaul secara mutlak. (Tirtaraharja&Sulo:2005, 19) Manusia juga tidak akan bisa
hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia
lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia
bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaannya. Makhluk sosial adalah makluk yang terdapat dalam beragam aktivitas
dan lingkungan sosial. Meliputi interaksinya maupun bagaimana kehidupannya dalam
lingkungan-lingkungan sosial yang menjadi tempat manusia itu tinggal.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial,
karena beberapa alasan:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia

2.4 Hakikat manusia sebagai makhluk sasaran dan tujuan pendidikan

Pendidikan ada seiring dengan sejarah adanya manusia karena pada dasarnya pendidikan
adalah upaya alami mempertahankan kelangsungan dan keberlanjutan kehidupan. Secara alamiah
sejak pertama manusia yang berstatus orang tua akan mendidik anaknya agar bertahan hidup
sehingga kehidupannya dan keturunannya terus berlangsung. Nabi Adam sebagai manusia
pertama mendidik qabil dan habil untuk bercocok tanam dan beternak. Demikian juga
dengan manusia-manusia berikutnya, baik manusia-manusia yang berkumpul dalam komunitas
masyarakat primitif hingga modern.Sebuah pernyataan yang melandasi pendapat tersebut adalah
di lingkungan masyarakat primitif (berbudaya asli), misalnya pendidikan
dilakukan oleh dan atas tanggung jawab kedua orangtua terhadap anak-anak mereka. Masyarakat
suku Anak Dalam_(Kubu) yang menghuni wilayah hutan, sesuai dengan lingkungan hidupnya
akan berupaya mendidik putra-putri mereka. Paling tidak secara sederhana, sang Bapak akan
membimbing dan melatih putranya mengenal kehidupan hutan seperti; mengenal buah-buahan
yang layak maka membuat alat perangkap binatang dan sebagainya. Pendapat lain menyatakan
bahwa, pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan
demikian bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi
atau berlangsung suatu proses pendidikan.
Pendapat ahli yaitu, Ki Hajar Dewantoro mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran
serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupakn anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya. Serta dalam bukunya Landasan Kependidikan
Made Pidarta menyimpulkan bahwa, mendidik bermaksud membuat manusia menjadi lebih
sempurna, membuat manusia meningkat hidupnya dari kehidupan alamiah
menjadi berbudaya. Mendidik adalah membudayakan manusia. Dari beberapa pernyataan
tersebut,masih menyimpulkan makna atau hakikat pendidikan secara umum dari sudut pandang
sejarah peradaban manusia sejak awal. Lebih lanjut, seiring dengan perkembangan peradaban
manusia hingga pada masa manusia modern maka pendidikan menjadi lebih terorganisir
dari yang awalnya sebatas individual orang tua mendidik anak ataupun masyarakat melestarikan
budayanya. Proses yang tak jauh berbeda terjadi dan berlangsung pula di masyarakat
yang sudah maju (modern). Para orang tua juga memberi perhatian terhadap putraputri, generasi muda masyarakatnya. Tujuan dan misi pendidikan yang

dilaksanakan, pada prinsipnya sama, yaitu memberi bimbingan agar dapat hidup
mandiri. Bimbingan diberikan oleh generasi tua (orang tua atau
guru) kepada generasi muda (putera-puteri atau peserta didik) agar dapat meneruskan dan
melestarikan tradisi yang hidup di masyarakat.Perbedaannya terletak pada sistem dan pola
pelaksanaanya. Di masyarakat modern pendidikan sudah menjadi potensi yang ter
organisasi dengan baik. Penyelenggaraannya dilakukan oleh institusi yang artifisial, yang secara
formal disebut sekolah. Pendapat yang lain disampaikan Made Pidarta yang mengutip
Langeveld, Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan
secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya
menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab susila atas
segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Definisi lebih spesifik dalam arti pendidikan di
sekolah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa, pendidikan sebagai
usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara. Dari beberapa pendapat yang mendefinisikan
pendidikan secara lintas masa tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan pada
dasarnya adalah upaya manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupannya yang
tidak hanya keberlanjutan keberadaan fisik atau raganya akan tetapi juga keberlanjutan kualitas
jiwa dan peradabannya dalam arti terjadi peningkatan kualitas budayanya, baik melalui
pendidikan yang dilaksanakan secara alami oleh orang tua kepada anak atau masyarakat kepada
generasinya hingga pendidikan yang yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi pendidikan
yang lebih mudah dikenal dengan istilah sekolah, baik formal maupun non formal. Sehingga
pendidikan itu berlangsung seumur hidup atau lebih dikenal dengan sebutan long-life education.
Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan
kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi
muda) bagi penuaian kewajiban dan tanggungjwabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan
adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang
kompleks dan modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga

dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan formal di luar
sekolah.
Tujuan pedidikan biasanya dirumuskan dalam bentuk tujuan akhir (ultimate aims of
education).Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas pribadi. Ada pula
yang merumuskan dengan kata kesempurnaan (perfection).Bagi kaum Naturalis,dengan
tokohnya JJ. Rousseau, menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan adalah self-realisasi potensipotensi manusia menjadi kenyataan di dalam tindakan yang nyata. Pendidikan harus bertujuan
untuk menyempurnakan semua potensi individu, pendidikan bukan bertujuan untuk membina
manusia menjadi prajurit, seorang hakim, melainkan untuk membina seseorang menjadi
manusia. Pada dasarnya, pendidikan di semua institusi dan tingkat pendidikan mempunyai muara
tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan anak manusia menjadi manusia paripurna yang
mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam sistem
pendidikan di Indonesia, tujuan pendidikan tersebut secara eksplisit dapat dilihat pada Undangundang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturanperaturan pemerintah yang berkaitan dengan undang-undang tersebut. Dalam UU Sisdiknas
tersebut dinyatakan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia sudah mencakup tiga ranah perkembangan
manusia, yaitu perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Tiga ranah ini harus
dikembangkan secara seimbang, optimal, dan integratif. Seimbang artinya ketiga ranah
tersebut dikembangkan dengan intensitas yang sama, proporsional dan tidak berat sebelah.
Optimal maksudnya dikembangkan secara maksimal sesuai dengan potensinya. Integratif artinya
pengembangan ketiga ranah tersebut dilakukan secara terpadu.Dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang sejalan dengan visi
pendidikan nasional, Kemendiknas mempunyai visi 2025 untuk menghasilkan Insan Indonesia
Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Yang dimaksud dengan insan Indonesia
cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional,
cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk yang sempurna. Manusia memiliki akal untuk menghadapi
kehidupannya di dunia ini. Akal juga memerlukkan pendidikan sebagai obyek yang akan
dipikirkan. Fungsi akal tercapai apabila akal itu sendiri dapat menfungsikan dan obyeknya itu
sendiri adalah ilmu pengetahuan. Tanpa bantuan orang lain untuk melakukan segala hal manusia
tidak dapat hidup. Maka dari itu, manusia pada hakikatnya adalah makhluk tuhan, makhluk
berpikir, bersikap dan berketrampilan, makhluk sosial, serta makhluk sasaran dan tujuan
pendidikan. Setiap manusia mem diakses pada 22 Januari 2016. punyai hakekat dan dimensi

yang dimilikinya. Dan dalam diri manusia itu terdapat potensipotensi terpendam yang dapat
ditumbuhkembangkan menuju kepribadian yang baik.

3.2 Saran
Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensipotensi kemanusiaanya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi
manusia. Oleh karena itu tugas mendidik harus dilakukan dengan benar dan tepat tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Ferdian, Y. 2012. Hakikat Manusia

(https://muji0n0.files.wordpress.com/2012/10/hakikat-

manusia-hakikat-pendidikan-tujuan-pendidikan1.pdf ) diakses pada 1 Februari 2016.


Tirtahardja dan Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta dan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai