LAPORAN KASUS
Disusun Oleh :
Dina Adlina Mallappa
N 111 14 046
Pembimbing Klinik :
dr.Faridnan, Sp. An
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi kebidanan berbeda dengan anestesi pada wanita biasa karena kehamilan
menyebabkan banyak perubahan fisiologis bagi ibu. Selain itu juga harus dihadapi janin
yang akan segera dilahirkan. Sebagian obat yang diberikan kepada ibu kan menerobos
melalui plasenta masuk kedalam peredaran darah janin yang kemudian dapat
menyebabkan depresi pernafasan setelah bayi lahir. Obat dan anestesi kebidanan yang
dipilih harus baik untuk ibu, baik untuk janinnya dan tidak mempengaruhi kontraksi
rahim.
Anestesi spinal bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk menghilangkan
sensasi nyeri. Namun anestesi spinal juga memblok saraf motorik sehingga
mengakibatkan paresis/paralisis di miotom yang selevel dengan dermatom yang diblok.
Disamping itu juga memblok saraf otonom dan yang lebih dominan memblok saraf
simpatis sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Hipotensi adalah
efek samping yang paling sering terjadi pada anestesi spinal, dengan insidensi 38%
dengan penyebab utama adalah blokade saraf simpatis.
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan irisan pada
dinding abdomen dan uterus yang bertujuan untuk melahirkan bayi. Proses persalinan
dengan cara sectio caesarea dapat menggunakan anestesi umum dan regional. Anestesi
spinal merupakan teknik anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus
ke bawah. Teknik anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu kemudahan
dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia
darah, pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan post operatif dan
analgesia yang minimal.
Berikut ini akan dilaporkan kasus pada pasien seorang wanita usia 38 tahun yang
didagnosis dengan G5P4A0 gravic 36-37 minggu + PEB + gawat janin yang akan
dilakukan ssection caesaria dengan teknik anestesi spinal.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. S K
Umur
: 38 tahun
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Sakit perut tembus belakang 1 minggu yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien baru datang dengan keluhan sakit perut tembus belakang sejak 1 minggu yang
lalu. Sakit perut yang dirasakan berintensitas jarang dan terjadi saat beraktivitas
maupun saat tidak beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kaki sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit dan 2 hari yang lalu pasien merasakan gerak janin
berkurang. Mual (-), muntah (-), sakit kepaa (-) dan pasien juga tidak mengeluhkan
keluar air, lendir maupun darah dari jalan lahir.
C.
Tahun
1
2
3
4
2006
2007
2009
2010
Usia
Jenis
Tempat
Penolon
BB
Kehamila
Persalina
persalian
Jenis
n
Aterm
Aterm
Aterm
Aterm
n
Normal
Normal
Normal
Normal
a
RS
RS
RS
RS
dokter
dokter
dokter
dokter
kelamin
3100/L
3100/L
2800/L
3200/L
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik, kesadaran composmentis
Tanda Vital
: T : 160/120 mmHg
RR : 24x/menit
: 36,9oC
N : 96x / menit
BB : 58 kg
ASA : I
Kepala
: Mesosefal
Kulit
: Sianosis (-)
Mata
Telinga
: Discharge (-)
Hidung
Mulut
Leher
Tenggorok
Keadaan
Sehat
Sehat
Sehat
sehat
Palpasi
Perkusi
: IC tidak tampak
Palpasi
: IC teraba di SIC V
Perkusi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas :
IV.
: tampak gravid
Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Oedema
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah :
: 5,7 x 106/ L
: 29,4 %
PLT
: 327 x 103/L
HbsAg : Negatif
Urinalisis
Protein Urin
V.
: +3
DIAGNOSIS
G5P4A0 gravic 36-37 minggu + PEB + Gawat Janin
VI.
PENATALAKSANAAN
-
Oksigen 4 Lpm
IVFD Ringer Laktat
MgSo4
Nifedipin 3x10 mg
Inj. Piracetam 1 gr/8 jam/iv
Inj. Dexamethason 1 ampul/ 6 jam
Sistole (mmHg)
140
Diastole (mmHg)
100
Pulse (x/m)
130
5 (10.40)
132
88
130
10 (10.45)
100
75
122
15 (10.50)
98
65
98
20 (10.55)
110
69
102
25 (11.00)
122
70
87
30 (11.05)
35 (11.10)
40 (11.15)
120
110
110
70
72
72
90
97
96
45 (11.20)
122
70
100
50 (11.25)
122
73
98
55 (11.30)
116
64
89
60 (11.35)
126
78
99
65 (11.40)
110
72
100
70 (11.45)
124
84
99
75 (11.50)
118
69
Tabel 1. TTV selama operasi
Terapi cairan :
96
BB
: 58 kg
EBV
: 70 cc/kgBB x 58 kg = 4060 cc
: 2 cc x 58 kg = 116 cc/jam
Defisit puasa
: 400 cc (9 %)
Kristaloid 400 cc x 3 = 1200 cc
C. Post operatif
Pemantauan di Recovery Room :
1. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
2. Beri O2 3L/menit nasal canul.
3. Berikan antibiotik profilaksis, antiemetic, H2 reseptor bloker dan analgetik
4. Bila BS 2 boleh pindah ruangan.
5. Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), boleh makan dan minum sedikit
sedikit.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini wanita hamil usia 38 tahun didagnosis dengan G5P4A0 gravic 36-37
minggu + PEB + gawat janin akan dilakukan section caesaria. Pre eklamsia adalah syndrome
spesifik kehamian berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel.
Pre eklamsia adalahnya timbulnya hipertensi dan proteinuri setelah 20 minggu kehamilan yang
sering terjadi pada ibu primigravida. Pre eklamsia dapat dibagi kedalam 2 tipe:
1. Pre eklamsia ringan
Kriteria yang harus ada untuk mengkonfirmasi diagnosis preeklamsia ringan adalah
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih tinggi setelah 20 minggu kehamilan .
proteinuria lebih dari 300 mg dalam 24 jam pengumpulan urin atau dalam skor +1 (30
mg/dL) pada paling kurang 2 kali test pengumpulan dipstick urin
2. Pre eklamsia berat
Kriteria yang digunakan untuk mengkomfirmasi diagnosis pre eklamsia berat adalah
tekanan darah selama istirahat 160/110 mmHg atau lebih, diukur pada dua kali
kesempatan paling tidak 6 jam secara terpisah. Proteinuria lebih dari 5 gram dalam 24
jam pengumpulan.
Pada pasien ini didiagnosis PEB karena pada pengukuran tekanan darah pasien
didapatkan 200/140 mmHg
Gawat Janin akan terjadi jika janin tidak menerima oksigen yang cukup, sehingga
mengalami hipoksia. Gejala yang dirasakan oleh ibu biasanya berkurangnya gerakan
janin. Ibu dapat melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung
jumah tendangan janin/kick count. Untuk kepentingan klinik perlu ditetapkan criteria
apa yang dimaksud dengan gawat janin. Disebut gawat janin bila ditemukan denyut
jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur atau
keluarnya mekonium yang kental pada awal persalian.
Anestesi obstetric merupakan hal yang unik karena pertama, dokter menghadapi
dua nyawa yang sama pentingnya. Kedua, selama kehamilan terjadi perubahan
fisiologik yang dinamis. Manajemen anestesi tentu juga harus disesuaikan dengan
perubahan fisiologik yang terjadi. Disamping itu, perlu juga diingat bahwa selalu ada
kemungkinan wanita hamil harus menjalani pembedahan yang sama sekai tidak
berhubungan dengan kehamilannya.
Perubahan fisiologis pada kehamilan dan kepentingannya bagi anestesi:
1. Perubahan fungsi pernafasan
Umumnya terjadi edema pada jalan nafas karena diperkirakan akibat kenaikan
progesteron dalam darah, sehingga mudah terjadi obstruksi jalan nafas dan resiko
trauma akibat laryngoskopi atau endotrakeal intubasi meningkat. Oleh karena itu
dianjurkan untuk menggunakan endotrakeal tube berdiameter kecil. Meskipun Vital
Capacity (VC) paru tidak berubah tetapi Total Lung Volume (TLV) turun sekitar 5%
sebagai akibat terdorongnya diafragma keatas. Alveolar Ventilation (AV) naik 40%
karena terjadi kenaikan pada tidal Volume (TV)
Perubahan ini menyebabkan penurunan functional Residual Capacity
(FRC) sebesar 15% yang akan memperbanyak uptake gas-gas anesthetic. Minimum
Alveolar Concrentration (MAC) dari obat anestesi menurun akibat sekunder
Sebelum melakukan anestesi spinal, pasien harus disiapkan seperti persiapan bila
akan melakukan anestesi umum. Hal ini bertujuan sebagai antisipasi perubahan
mendadak tekanan darah, laju nadi, atau masalah oksigenasi. Harus ada akses intravena
yang adekuat dan perlengkapan monitor pasien. Standar minimanya antara lain EKG,
monitor tekanan darah invasif, atau kateter arterial, dan plus oxymeter. Mesin anestesi,
sungkup muka, sumber O2, dan suction harus tersedia dan siap pakai. Obat-obatan sedasi,
induksi, emergensi dan pelumpuh otot harus tetap tersedia meskipun tidak langsung
didalam spoit. Alat-alat manajemen jalan nafas seperti pipa endotrakea, laringoskop dan
pipa orofaringeal juga harus tersedia.
Pada pasien ini dilakukan anestesi spinal dengan posisi lateral dekubitus.
Pemilihan posisi tersebut dikarenakan akan lebih membuat pasien terasa nyaman dan
dapat meningkatkan aliran darah uterus pada wanita hamil.
Teknik Anestesi spinal
1. Setelah di monitor, Tidurkan pasien misalnya dalam posisi lateral dekubitus. Beri
banta kepala agar tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar
proc. Spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua crista illiaca, missal L2-L3,
L3-L4,L4-L5
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol
4. Beri anestesi local pada tempat tusukan
5. Cara tusukan median atau paramedian.
Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G, dapat langsung digunakan. Sedangkan
untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan untuk menggunakan penuntun jarum
yaitu jarum suntik biasa 10cc. tusukan introduser sedaam kira-kira 2cm agak sedikit
kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quinke-Babcock) irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu posisi tidur miring bevel mengarah keatas
atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat menimbulkan nyeri
kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
akan keluar likuor, pasang semprit yang berisi obat dan obat dapat dimasukan pelanpelan (0,5ml/detik) diselangi aspira sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik.
Terdapat tiga bagian serabut saraf yaitu, motor, sensosr dan otonom. Motor
menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika diblok , akan mengalami
paralisis. Syaraf sensori mengahantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri kesumsum
tulang ke otak, sdangakan syaraf otonom akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi
usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut saraf otonom dan
nyeri adalah yang pertama kai diblok dan serabut saraf motor yang terakhir.
Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada adaerah dibawah umbilicus ,
misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi dibagian perineum dan
genitalia.
Tabel Indikasi, Kontraindikasi, dan Komplikasi Analgesia Spinal.
Indikasi/Kontraindikasi/
Keterangan
Komplikasi
Kontraindikasi Absolut
Kontraindikasi Relatif
Komplikasi Pasca
Pembedahan
Nyeri punggung.
Nyeri kepala karena kebocoran likuor.
Retensio urine.
Meningitis.
untuk mengurangi efek mual muntah dari obat obatan anestesi selama operasi.
Ondansentron adalah suatu antagonis reseptor 5- HT3 ( serotonin) merupakan obat yang
paling sering digunakan sebagai antiemetik dengan yang lain karena efektivitas
keamanannya. Reseptor 5-HT3 terletak di perifer pada terminal nervus vagus dan di
sentral pada CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) di area postrema. Pada area postrema
inilah didasar ventrikel organ sirkumventrikuler yang berfungsi sebagai pusat yang
mencetuskan muntah. Dosis yang diberikan adalah pada pasien ini 4 mg.
Pada pasien ini obat anestesi yang digunakan adalah bupivakain hyperbaric 0,5%
dengan dosis 15 mg. Bupivacain adalah obat anastetik local yang termasuk dalam
golongan amino amida. Bipuvacain diindikasikan pada anestesi local termasuk anestesi
infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidural dan anestesi intratekal.
Penggunaan bupivacain untuk anestesi spinal adalah 2-3 jam, dan memberikan
reaksasi otot derajat sedang (moderate). Efek blockade motorik pada otot perut
menjadikan obat ini sesuai untuk digunakan pada operasi-operasi perut yang berlangsung
45-60 menit. Lama blockade motorik ini tidak melebihi durasi anelgesiknya.
Bupivakain bekerja menstabilkan membran neuron dengan cara menginhibisi
perubahan ionik secara terus menerus yang diperlukan dalam memulai dan
menghantarkan impuls. Kemajuan anestesi yang berhubungan dengan diameter,
mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf yang terkena menunjukkan urutan
kehilangan fungsi sebagai berikut : otonomik, nyeri, suhu, raba, propriosepsi, tonus otot
skelet. Eliminasi bupivakain terjadi di hati dan melalui pernafasan (paru-paru).
Obat bupivakain segera setelah penyuntikan subarakhnoid akan mengalami
penurunan konsentrasi dengan secara bertahap karena terjadinya: dilusi dan pencampuran
di liquor serebro spinalis, difusi dan distribusi oleh jaringan saraf, uptake dan fiksasi oleh
jaringan saraf, absorbsi dan eliminasi oleh pembuluh darah. Bupivakain (local anestesi
amida) biasanya digunakan karena kemampuan analgesia yang poten. Obat ini
memberikan efek analgesia dengan menurunkan tahanan motoric lebih kuat dari pada
lidokain. Selain itu, dilusi larutan menyebabkan penurunan hipotensi
dibandingkan
konsentrasi larutan.
Penggunaan bupivacain untuk anestesi spinal adalah 2-3 jam, dan memberikan
reaksasi otot derajat sedang (moderate). Efek blockade motorik pada otot perut
menjadikan obat inisesuai untuk digunakan pada operasi-operasi perut yang berlangsung
45-60 menit. Lama blockade motorik ini tidak melebihi durasi anelgesiknya.
Bupivakain empat kali lebih kuat dibandingkan lidokain. Sekitar 90%-95% obat
ini berada dalam protein plasma maternal. Hal ini menyebabkan obat ini lebih bersifat
kardiotoksik dibandingkan lidokain. Mekanisme kerjanya dengan melalui saluran sodium
kardiak. Bupivakain dan lidokain sama-sama dapat memblok saluran sodium dari nervus
ke jantung. Keduanya sama karena keduanya sama-sama menyebabkan blok cepat pada
saluran sodium kardiak selama depolarisasi. Keduanya berbeda pada proses pemulihan
setelah blok. Blok lidokain lengkap berkurang setelah 1 detik., sedangkan bupivakain
membutuhkan waktu 5 kali lebih lama. Bupivakain merupakan agen masuk cepat, keluar
lambat. Hal inilah yang menjadi keuntungan yaitu durasinya yang panjang dan blok
motorik lama ketika kita memberikannya sebagai konsentrasi analgesia.
Pemberian bupivakain dapat membuat tekanan darah arteri menurun, oleh karena
itu pada pasien diberikan efedrin 10 mg untuk mencegah hipotensi. Efedrin merupakan
simpatomimetik nonkatekolamin yang meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan
nadi melalui stimulasi adrenergic alfa dan beta. Dosis efedrin IV adalah 5 20 mg (100
200 mcg/kgBB) dengan onset hampir langsung dan durasi kerja 10 60 menit.
Pada saat operasi berlangsung, pasien menjadi gelisah dan cemas. Sehingga
dilakukan pemberian sedasi. berupa sedacum yang berisi midazolam termasuk golongan
benzodiazepine. Telah diketahui bahwa tujuan pemberian ialah untuk mengurangi respon
terhadap stress hormone endogen, mengurangi obat induksi maupun rumatan. Midazolam
berfungsi juga hipnotik sedative, atropine like effect, pelemas otot ringan. Dosis yang
aman untuk midazolam 0,15 0,45 mg/kg IV. Pada pasien kali ini diberi midazolam
dengan dosis 3 mg. akan tetapi pemberian midazolam pada kasus ini diberikan setelah
bayi lahir, karena menghindari efek dari obat ini terhadap bayi yang dilahirkan.
Selama operasi pasien diberikan oksitosin intravena untuk meningkatkan
kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan. Oksitosin merupakan hormon peptide yang
disekresi oleh pituitari posterior. Oksitosin ini bekerja pada reseptor oksitosik untuk
menyebabkan kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung
pada otot polos maupun peningkatan produksi prostaglandin. Untuk dosis iv yang
diberikan 10- 20 iu/ml. Dapat juga di drips dalam laruran kristaloid dengan kecepatan 28 tetes/ menit.
Selama operasi juga perlu dimonitoring kebutuhan cairan, dimana perkiraan berat
badan pasien adalah 58 kg, maka estimated blood volume = 70 cc/kgBB x 58 kg = 4060
cc (estimated blood volume untuk orang dewasa 60-70cc/KgBB). Jumlah perdarahan
yang terjadi durante operasi adalah sekitar 400 cc (9%). Pemberian transfusi darah
diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang hilang. Diberikan apabila terjadi
kehilangan darah 15-20% EBV. Pada pasien ini didapatkan EBV sekitar 9% sehingga
tidak dilakukan transfusi darah
Kebutuhan cairan maintenance pada pasien ini 116 cc/jam ditambah defisit puasa
928 cc, ditambah stress operasi (besar) 464 cc/jam, ditambah perdarahan 400 cc (1 c
darah diganti dengan 3 cc cairan kristaloid) sehingga total cairan pengganti yang
dibutuhkan durante operasi adalah 2708 cc
Selesai pembedahan untuk meringankan rasa nyeri pasca pembedahan diberikan
analgetik bias digunakan golongan opioid maupun non-opioid. Pada pasien ini diberikan
obat ketorolac yang merupakan obat anti nyeri. Cara kerja ketrolac ialah menghambat
sintesis prostaglandin di perifer tanpa menganngu reseptor opoid di sistem saraf pusat.
Ketorolac dapat diberikan secara oral, im, atau iv. Dosis awal 10- 30 mg dan dapat
diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari-hari dapat
dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat <50 kg, manula atau gangguan faal ginjal
dibtasi maksimal 60 mg.
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan pada
pemeriksaan fisik nadi 82 x/menit, dan laju respirasi 18 x/menit. Maintenance pasien
dengan RL 500 cc/24 jam. GCS E4M6V5 dan kondisi umum pasien baik.
Setelah masa pasca bedah pasien perlu mendapatkan pemantauan di ruang pulih
sadar. Masalah pulih sadar pada anestesi tidak hanya dinilai asal pasien telah sadar, tetapi
ada hal-hal yang penting yang perlu diperatikan. Pada pemantauan post operatif, tanda
vital pasien terus dipantau setiap 30 menit. Pada pasien yang dilakukan spinal anestesi,
criteria pemindahan pasien jika Skor Bromage pasien 2 maka pasien boleh pindah ke
ruangan perawatan.
Tabel 2. Penilaian Skor Bromage
Kriteria
Nilai
Skor
TOTAL
DAFTAR PUSTAKA
Benson, MD., 2002. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Binarupa Aksara Publisher. Jakarta
Boulton, BT. Blogg, CE. 1994. Anestesiologi Edisi 10. EGC. Jakarta
Chestnut DH, 1999. ed. Obstetric anesthesia principles and practice, 2 nd ed. New
york: Churchill Livingstone
Mazoit JX, Boico O, Samii K. 1993. Myocardial uptake of bupivacaine, II:
pharmacokinetics and pharmacodynamics of bupivacaine enantiomers in the
isolated perfused rabbit heart.
Mulroy MF. 2002. Regional Anesthesia, 3rd edition. Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins
Soenarto, RF . 2012. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care Unit Universitas Indonesia/ RS Cipto Mangunkusumo. Jakarta