Anda di halaman 1dari 23

PENGANGGARAN DENGAN KONDISI KHUSUS

Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen


bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menjamin agar
manfaat pembangunan tersebut dapat diterima semua pihak adalah melalui upaya
pemberdayaan potensi SDM daerah setempat, yaitu melalui otonomi daerah.
Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan
desentralisasi, dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Melalui
desentralisasi

diharapkan

kemampuan

pemerintah

daerah

untuk

manajemen

pembangunan menjadi lebih lincah, akurat, dan tepat. Urusan pemerintahan yang
diserahkan

atau

didistribusikankepada

daerah

tersebut

disertai

pula

dengan

penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara
pusat dan daerah.
Salah satu bentuk hubungan keuangan pusat dan daerah adalah Dana Alokasi
Khusus

(DAK),

dimana

dana

yang

bersumber

dari

pendapatan

APBN,

dialokasikan/ditransfer kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang


merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sehingga dapat
membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh
pemerintah daerah.

A. Desentralisasi dan Dana Alokasi Khusus (DAK)


Latar Belakang Pencanangan Program DAK Dua peraturan perundangan
tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu UU No.32/2004 dan UU No.33/2004
saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan,
khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. UU No. 32/2004

mengatur pelimpahan

penyelenggaraan sebagian besar urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah,


sementara UU No.33/2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai
konsekuensi atas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun, di lain sisi kemampuan asli
sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya
mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. Oleh karena itu,
kekurangannya harus
dibantu oleh Pemerintah Pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari
DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Kajian
berikut
akan mendeskripsikan bagaimana penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, dan
pertanggungjawaban Dana Alokasi Khusus.
Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan
Daerah, yang menyebutkan bahwa:
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBNyang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerahdan sesuai


dengan prioritas nasional.
Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN
untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1) membiayai
kegiatan KHUSUS yang ditentukan Pemerintah Pusatatas dasar prioritas nasional dan
(2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerahtertentu.
Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak
dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan
yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162
Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih
lanjut dalam bentuk PP, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005
tentang Dana Perimbangan.
Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan,
pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan
masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik
penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Sebagai contoh, penggunaan DAK
bidang pendidikan meliputi:
1. Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas,
2. Pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC,
3. Pengadaan/perbaikan meubelair ruang kelas dan lemari perpustakaan,
4. Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah, dan
5. Peningkatan mutu sekolah dengan pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana
perpustakaan serta fasilitas pendidikan lainnya di sekolah.

DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan


kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan
penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik,
kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan
perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis.
Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya, daerah penerima wajib
mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah
DAK yang diterimanya. Untuk daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak
diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara
Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya samadengan nol atau negatif.
Namun,

dalam

pelaksanaannya

tidak

ada

daerah

penerima

DAK

yang

mempunyaiselisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama


dengan nol atau negatif.
Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa latar belakang
pencanangan program DAK disebabkan adanya kebutuhan untuk membiayai kegiatan
khusus, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum
dengan menggunakan rumusan DAU. Dilain sisi, kemampuan asli sebagian besar
daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu
mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.
Unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai berikut:

Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN;


Dialokasikan kepada daerah tertentu;
Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah;
Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas
nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN;

DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu;
DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan
umur ekonomis yang panjang.

2. Kebijakan Dana Alokasi Khusus


Kebijakan DAK dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (i) penetapan
program dan kegiatan, (ii) penghitungan alokasiDAK, (iii) arah kegiatan dan
penggunaan DAK, dan (iv) administrasi pengelolaan DAK

a) Penetapan Program dan Kegiatan


Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa
program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahun anggaran bersangkutan. Sementara itu, menteri teknis mengusulkan
kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan

Nasional,

sesuai

dengan

RKP.

Selanjutnya,

menteri

teknis

menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri


Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan
perhitungan alokasi DAK. Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan.

b) Penghitungan Alokasi DAK


Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK
dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan

2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.


Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum,
kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing
daerah ditentukan dengan perhitungan indeksberdasarkan kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut:

Kriteria Umum
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang
tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil
Daerah (Pasal 55 PP No. 55/2005). Dalam bentuk formula, kriteria umum tersebut
dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini:

Kemampuan Keuangan Daerah =

Penerimaan Umum APBD Belanja

Pegawai Daerah
Penerimaan Umum

= PAD + DAU + (DBH DBHDR)

Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD


Keterangan:
PAD

= Pendapatan Asli Daerah

APBD

= Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

DAU

= Dana Alokasi Umum

DBH

= Dana Bagi Hasil

DBHDR

= Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi

PNSD

= Pegawai Negeri Sipil Daerah


Untuk menjaga peruntukan DAK agar tepat sasaran, maka alokasi DAK

ditentukan dengan melihat keberadaan dana lainnya di daerah yang bersangkutan,


seperti DBH, dan DAU.
Kriteria Khusus
Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk perhitungan
alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu:
a)

Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan

daerah tertinggal/terpencil.
b) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah
perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk
dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.
Dari hal ini, seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Papua Barat, dan
daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK. Sementara
itu, untuk perhitungan alokasi DAK Provinsi digunakan kriteria khusus yang perhitungan
alokasi DAK kabupaten/kota sebagaimana pada huruf b di atas.
Kriteria Teknis
Kriteria

Teknis

disusun

berdasarkan

indikator-indikator

yang

dapat

menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan

masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria


teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait, yakni:

Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan;


Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;
Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan

Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum;


Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri;
Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan

Perikanan;
Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;
Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup;
Bidang Keluarga Berencana dirumuskanoleh Kepala Badan Koordinator

Keluarga Berencana Nasional;


Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;
Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaandirumuskan oleh Menteri Negara

Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan


Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan.

c) Arah dan Penggunaan DAK


Kami mengambil contok Arah Kebijakan DAK Tahun 2012, yaitu:
1. Mendukung pencapaian prioritas nasional, termasuk program-program prioritas
nasional yang bersifat lintas sektor/kewilayahan sesuai dengan kerangka
pengeluaran jangka menengah (medium

term

expenditure framework) dan

penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting);


2. membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah
dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka pemerataan pelayanan dasar
dan mendorong pencapaian standar Pelayanan Minimal (sPM).

3. meningkatkan

kualitas

perhitungan

alokasi

DAK,

serta

mempercepat

penyusunan petunjuk teknis penggunaan DAK yang ditujukan untuk mendorong


penyusunan APBD yang efektif, efisien, dan tepat waktu.
4. meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan
daerah sehingga terwujud sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang
didanai dari sumber-sumber pendanaan lainnya.
5. meningkatkan penyediaan data-data teknis yang akurat sebagai basis kebijakan
kementerian dan lembaga dalam rangka meningkatkan keserasian dan
menghindari duplikasi kegiatan antar Bidang DAK.
6. mendorong penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan
dalam penyusunan kriteria pengalokasian DAK.
DAK Tahun 2012 digunakan untuk mendanai kegiatan di 19 bidang, yaitu: (1)
Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5)
Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur sanitasi; (7) Prasarana Pemerintahan Daerah;
(8) Kelautan dan Perikanan; (9) Pertanian; (10) lingkungan Hidup; (11) Keluarga
Berencana; (12) Kehutanan; (13) sarana Perdagangan; (14) sarana dan Prasarana
daerah tertinggal; (15) listrik Perdesaan; (16) Perumahan dan Kawasan Permukiman;
(17) Keselamatan Transportasi Darat; (18) Transportasi Perdesaan; serta (19) sarana
dan Prasarana Kawasan Perbatasan.

d) Administrasi Pengelolaan DAK


1. Dana Pendamping
untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawab daerah dalam pelaksanaan
program yang didanai DAK, daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana

Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari nilai DAK yang


diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik. Dana Pendamping tersebut wajib
dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. Jika daerah tidak menganggarkan
Dana Pendamping, pencairan DAK tidak dapat dilakukan. Dana Pendamping juga
dicantumkan dalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA-sKPD) atau dokumen
pelaksana anggaran sejenis lainnya.untuk daerah dengan kemampuan keuangan
tertentu, yaitu selisih antara penerimaan umum APBD dan Belanja Pegawainya sama
dengan 0 (nol) atau negatif maka tidak diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping.
2. Penganggaran
untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK, Menteri
Teknis menetapkan Petunjuk Teknis pelaksanaan kegiatan DAK untuk masing-masing
bidang. selanjutnya, pelaksanaan kegiatan didanai DAK harus selesai paling lambat 31
Desember tahun anggaran berjalan dan hasil dari kegiatan yang didanai DAK harus
sudah dapat dimanfaatkan pada akhir tahun anggaran tesebut.sesuai dengan PMK
Nomor 216/PMK.07/2010 diatur bahwa daerah wajib menyampaikan rencana
penggunaan DAK kepada Menteri/Kepala Badan terkait dengan tembusan Menteri
Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan, yang memuat pilihan kegiatan, volume
dan besaran, serta dana pendamping.
sementara itu, berdasarkan PMK No. 6/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah Pasal 29, daerah penerima DAK dapat
melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan menganggarkan
kembali kegiatan DAK dalam APBD Perubahan tahun berjalan apabila akumulasi nilai
kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dari pagu bidang DAK tersebut. optimalisasi

penggunaan DAK tersebut dilakukan untuk kegiatan-kegiatan pada bidang DAK yang
sama dan sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan. Dalam hal terdapat sisa DAK
pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, daerah dapat menggunakan sisa DAK
tersebut untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama tahun anggaran
berikutnya sesuai dengan petunjuk teknis tahun anggaran sebelumnya dan/atau tahun
berjalan. sisa DAK tidak dapat digunakan untuk dana pendamping DAK.
3. Pemantauan dan Pengawasan
Pemantauan dan pengawasan dari kegiatan yang dibiayai melalui Dana Alokasi
Khusus ini melibatkan tiga hal penting, yaitu pemantauan teknis, pelaksanaan kegiatan
dan administrasi keuangan serta penilaian terhadap manfaat kegiatan yang dibiayai
oleh DAK tersebut. Menteri Teknis melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK sesuai dengan
kewenangan

masing-masing.Pengawasan

fungsional/pemeriksaan

pelaksanaan

kegiatan dan administrasi keuangan DAK dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa


Keuangan dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah daerah. Apabila dalam
pemeriksaan tersebut terdapat penyimpangan dan/atau penyalahgunaan, BPK dan/atau
aparat pengawas intern pemerintah daerah menindaklanjutinya sesuai dengan
peraturan perundang- undangan yang berlaku. Daerah sendiri melalui tim koordinasi
melakukan evaluasi terhadap manfaat pelaksanaan DAK yang melibatkan pihak terkait
setempat. sementara itu, untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan DAK di daerah
dalam kaitannya dengan penyempurnaan kebijakan DAK, telah diterbitkan surat Edaran
Bersama (sEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nomor 0239/M.PPN/11/2008, sE

1722/MK.07/2008,

900/3556/sJ

Petunjuk

Pelaksanaan

Pemantauan

Teknis

Pelaksanaan Dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK). sEB dimaksud
lebih banyak mengatur tata hubungan dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
DAK yang dilaksanakan antar tingkat pemerintahan.
D. Pelaporan
Daerah menyampaikan laporan triwulanan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan
dan penggunaan DAK kepada Menteri/Kepala Badan terkait dengan tembusan Menteri
Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan, meliputi gambaran, rencana kegiatan,
sasaran, hasil yang telah dicapai, hambatan, serta jumlah realisasi dana.selanjutnya,
Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada akhir tahun
anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri

2.3.4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian


Dana otonomi Khusus (Dana otsus) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang diberikan kepada daerah yang telah ditetapkan Kebijakan
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan
undang-undang otonomi khusus. Ada dua undang-undang yang mengatur otonomi
Khusus, yaitu uuNo. 21/2001 tentang otonomi Khusus Papua (jo) uuNo. 35/2008 dan
uuNo. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Alokasi Dana otsus bagi Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat besarnya adalah 2% dari Pagu DAU Nasional, dengan
pembagian 70% untuk Provinsi Papua dan 30% untuk Provinsi Papua Barat. selain
dana otsus, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga mendapatkan alokasi

alokasi Dana Tambahan Infrastruktur yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan


keuangan negara dan tambahan porsi DBH sDA Minyak Bumi dan DBH sDA gas Bumi
masing-masing sebesar 55% dan 40% dari PNBP sDA Minyak bumi dan gas Bumi yang
berasal dari wilayah provinsi yang bersangkutan.
Dana otonomi Khusus Provinsi Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 tahun sejak
2008, yang alokasinya dibedakan menjadi dua, yakni : (i) untuk tahun pertama s.d
tahun ke lima belas, besarnya setara dengan 2% plafon DAU Nasional, dan (ii) untuk
tahun keenam belas s.d tahun kedua puluh, besarnya setara dengan 1% plafon
DAuNasional. sedangkan tambahan porsi DBH sDA Migas dalam rangka otsus
besarnya sama dengan untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yakni masingmasing sebesar 55% dan 40% dari PNBP sDA Minyak bumi dan gas Bumi yang berasal
dari wilayah provinsi yang bersangkutan.
Dana Penyesuaian dialokasikan dari pendapatan APBN untuk mendukung
pelaksanaan bidang pendidikan dan bidang lainnya yang menjadi prioritas nasional di
daerah. Alokasi dana penyesuaian yang terkait dengan bidang pendidikan adalah:
1.

Dana Tunjangan Profesi guru PNSD; dialokasikan untuk memberikan tunjangan

profesi kepada daerah guru PNsdi daerah. Alokasi dana Hubungan Keuangan Pusat
dan Daerah tersebut dihitung berdasarkan jumlah guru PNSD yang telah memiliki
sertifikasi profesi dan besarnya gaji pokok guru yang bersangkutan sesuai dengan
jenjang kepangkatan dan golongan.
2.

Dana Tunjangan Tambahan Penghasilan guru PNsD; dialokasikan untuk

memberikan tambahan penghasilan kepada daerah guru PNsdi daerah yang belum
memiliki sertifikasi profesi. Alokasi dana tersebut dihitung berdasarkan jumlah guru

PNsD yang belum memiliki sertifikasi profesi dan besarnya tambahan penghasilan yang
ditetapkan, yakni sebesar Rp250 ribu per guru per bulan tanpa memperhatikan jenjang
kepangkatan dan golongan.
3. Dana Bantuan operasional sekolah (Bos); dialokasikan terutama untuk mendanai
kebutuhan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana
program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain
sesuai petunjuk teknis yang ditetapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dana
Bosdialokasikan berdasarkan jumlah siswa sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama dan penetapan besarnya tarif bantuan per siswa per tahun.
4. Dana Insentif Daerah (DID); dialokasikan kepada beberapa daerah sebagai insentif
atas prestasi yang dicapai dalam kinerja pengelolaan keuangan, pendidikan, ekonomi
dan kesejahteraan. Alokasi DID bertujuan untuk mendorong daerah agar selalu
berupaya mengelola keuangannya secara lebih baik yang ditunjukkan dari perolehan
opini Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan
dapat menetapkan APBD secara tepat waktu. Daerah yang menerima DID dapat
menggunakan dana tersebut untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang
menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.

Dekonsentrasi
PEmbantuan (TP)

(Dekon)

&

Tugas

Definisi :
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat
di daerah.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten,
atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Dana Tugas Pembantuan (TP) adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh
daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
tugas pembantuan.

Dasar Hukum :
1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.

3. PP No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.


4. PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga.
5. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
6. PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Penyelenggaraan Dekonsentrasi meliputi :


1. 6 (enam) urusan pemerintahan yang bersifat mutlak yaitu: Politik Luar Negeri,
Pertahanan, kemanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal, serta agama, yang dilimpahkan
kepada instansi vertikal di daerah (Kanwil/Kandep).
2. Di luar 6 urusan pemerintahan yang bersifat mutlak yang dilimpahkan kepada instansi
vertikal tertentu di daerah (LPND).
3. Urusan pemerintahan (di luar poin a dan b) di atas dilimpahkan kepada Gubernur selaku
wakil Pemerintah.

4. Pendanaan Dekonsentrasi yang diatur dalam PP No. 7/2008 hanya terkait dengan
pelimpahan urusan kepada Gubernur;
5. Urusan

Pemerintahan

yang

akan

dilimpahkan

tertuang

dalam

program

dan

kegiatanmelalui Renja-KL;
6. Dasar hukum pelimpahan urusan dituangkan dalam Peraturan Menteri/ Pimpinan
Lembagasetiap tahun setelah ditetapkannya RKA-KL;
7. Pelimpahan urusan dari K/L kepada Gubernur tidak boleh dilimpahkan lagioleh Gubernur
kepada Bupati/Walikota;
8. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan dapat dilakukan penarikan.

Penyelenggaraan TP meliputi :

TP dari Pemerintah Pusat kepada Kepala Daerah dan Desa (APBN)

TP dari Provinsi kepada Kabupaten/ Kota dan Desa (APBD)

TP dari Kabupaten/ Kota ke Desa (APBD)

1. Urusan Pemerintahan yang ditugaskan dari Pemerintah tertuang dalam program dan
kegiatan K/L;

2. Urusan Pemerintahan yang ditugaskan dari Provinsi/Kabupaten/Kota tertuang dalam


program dan kegiatan SKPD
3. Penugasan urusan dari K/L kepada Gubernur tidak boleh ditugaskan lagi kepada Bupati/
Walikota;
4. Penugasan urusan dari K/ L kepada Bupati/ Walikota tidak boleh ditugaskan lagi kepada
Kepala Desa;
5. Dasar hukum penugasan urusan dituangkan dalam Peraturan Menteri/ Pimpinan Lembaga
setiap tahun setelah ditetapkannya RKA- KL;
6. Penyelenggaraan TP dari Pemerintah kepada Desa dilakukan dengan persetujuan
Presiden
7. Urusan pemerintahan yang ditugaskan dapat dihentikan.

Pengalokasian

Dekon

Rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan
dan/atau

ditugaskan

disusun

dengan

memperhatikan

kemampuan

keuangan

negara,

Keseimbangan pendanaan di daerah dan kebutuhan pembangunan di daerah.m Kemampuan


keuangan negara :
Pengalokasian disesuaikan dengan kemampuan APBN dalam mendanai urusan pemerintah pusat
melalui bagian anggaran K/L

Keseimbangan pendanaan di daerah :


Pengalokasian mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah yang terdiri dari besarnya transfer
ke daerah dan kemampuan keuangan daerah
Kebutuhan pembangunan daerah :
Pengalokasian disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan
daerah
Penyaluran :
1. Penyaluran Dana Dekon/TP dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara.
2. DIPA yang telah disahkan disampaikan kepada SKPD penerima dana Dekon/TP sebagai
dasar dalam penerbitan SPM
3. Penerbitan SPM oleh SKPD selaku KPAdidasarkan pada alokasi dana yang tersedia
dalam DIPA
4. Kepala SKPD penerimaDana Dekon/TPmenerbitkan dan menyampaikan SPM kepada
KPPN
5. Setelah menerima SPM dari SKPD, KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D)
6. Penerimaan sebagai akibat pelaksanaan Dekon/TP merupakan penerimaan negara dan
wajib disetor ke Rekening Kas Umum Negara.

7. Dalam hal pelaksanaan Dekon/TP terdapat saldo kaspada akhir tahun anggaran harus
disetor ke Rekening Kas Umum Negara.
8. Proses pencairan dan penyaluran dana Dekon/TP berpedoman pada Peraturan Dirjen
Perbendaharaan yang mengatur mengenai mekanisme pembayaran atas beban APBN

PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DEKONSENTRASI/TP


Aspek Manajerial
1. Perkembangan realisasi penyerapan dana
2. Pencapaian target keluaran
3. Kendala yang dihadapi
4. Saran tindak lanjut

Aspek Akuntabilitas
1. Laporan Realisasi Anggaran
2. Neraca
3. Catatan Atas Laporan Keuangan

4. Laporan Barang

PELAPORAN KEUANGAN TAHUNAN DEKON/TP


1. Menteri/pimpinan lembagamenyampaikan laporan keuangan setiap berakhirnya tahun
anggaran kepada Presiden melalui Menkeu;
2. Kepala Daerah melampirkanlaporan keuangan tahunan Dekon/TP dalam Laporan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD;
3. Laporan keuangan tahunan Dekon/TP tersebut bukan merupakan satu kesatuan dari
LPJ-APBD, sehingga mekanisme penyampaiannya ke DPRD dapat dilakukansecara
bersama-sama atau terpisah.
PENATAUSAHAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN
1. Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekon dilakukan secara terpisah dari
penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dan Desentralisasi;
2. Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan secara terpisah
dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekon dan Desentralisasi;

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA HASIL PELAKSANAAN DEKON/TP


1. Semua barang yang diperoleh dari pelaksanaan Dana Dekon/TP merupakan barang
milik Negara dan dapat dihibahkan kepada daerah.
2. SKPD Prov/Kab/Kota wajib melakukan penatausahaan barang milik negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal barang sudah dihibahkan, penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatannya
dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai barang milik daerah.

Ditjen Bina Bangda mengelola 2 bidang TP dan 5 bidang dekonsentrasi :


1. TP SARPRASPEM
2. TP PENATAAN LAHAN KRITIS
3. DEKON SIPD
4. DEKON PELAPORAN DAK
5. DEKON PESISIR
6. DEKON LAHAN KRITIS
7. DEKON PTSP

Anda mungkin juga menyukai