Anda di halaman 1dari 3

Bantuan Hidup Dasar terdiri dari tindakan resusitasi jantung-paru (RJP) yang

merupakan suatu tindakan darurat yang bertujuan mengembalikan ke fungsi normal keadaan
pasien yang mengalami henti napas dan/atau henti jantung. Terdapat beberapa hal yang dapat
menyebabkan hal tersebut antara lain pernapasan, pemutusan aliran oksigen yang menuju
otak, dan gangguan sistem hemodinamika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi darah
(Muttaqin, 2009). Pada penderita yang mengalami kejadian tersebut di luar rumah sakit
membutuhkan masyarakat untuk memberikan dukungan sehingga masyarakat diharapkan
memiliki kemampuan mengenali penderita yang terkena serangan jantung maupun henti
napas, meminta bantuan, dan resusitasi jantung-paru (RJP) hingga tim medis yang lebih
terlatih datang. Pelaksanaan RJP pada panderita dewasa diawali dengan pemeriksaan
kesadaran penderita dapat dengan suara keras ataupun menepuk bahu pasien untuk
memastikan kesadarannya. Apabila penderita tidak sadar segera meminta bantuan ke orang
sekitar dan tim medis melalui ponsel tanpa meninggalkan korban. Pemeriksaan denyut nadi
pasien apabila tidak teraba, penolong segera melakukan kompresi dada sebelum memberikan
napas buatan (prinsip C-A-B) yang bertujuan untuk mengurangi penundaan kompresi yang
pertama kemudian dilanjutkan dengan bantuan pernapasan dengan perbandingan 30 kompresi
dada dan 2 napas buatan yang dilakukan hingga pasien memberikan respon. Kompresi dada
dilakukan dengan kecepatan dan kedalaman yang memadai dengan meminimalkan gangguan
dan pencegahan ventilasi yang berlebihan. Kecepatan kompresi 100 sampai 200 kali per
menit dengan kedalaman 2 inci (5cm) tetapi tidak melebihi 2,4 inci (6cm) dan meminimalkan
jeda pada masing-masing kompresi bahkan hingga lebih dari 10 detik. Melalui kompresi akan
terbentuk aliran darah yang yang meningkatkan tekanan intratoraks dan mengkompresi
jantung sehingga terbentuk aliran darah dan oksigen yang adekuat ke otak. Namun dalam
kompresi tidak boleh terlalu dalam karena dapat menyebabkan komplikasi. Setelah pasien
menunjukkan respon dengan denyut nadi teraba tetapi pernapasannya tidak adekuat
diperlukan bantuan pernapasan dengan laju ventilasi dengan 1 napas buatan setiap 6 detik
(AHA, 2015).
Pertolongan RJP pada anak juga tidak jauh berbeda dengan orang dewasa. Apabila
tidak ada denyut nadi dan pernapasan segera lakukan RJP. RJP dilakukan dengan
menempatkan tumit salah satu tangan pada bagian tengah dada tepatnya disetengah bawah
dari tulang sternum. Kemudian dilakukan kompresi dengan kedalaman 1 inci (2,5 cm) hingga
1,5 inci (3,25 cm) dengan kecepatan 100 kali per menit. Dan disusul dengan pemberian
bantuan pernapasan dengan perbandingan yang sama dengan orang dewasa yaitu 30 kompresi

dan 2 ventilasi dengan masing-masing ventilasi dilakukan selama 1-1,5 detik. Pada saat
pemberian napas pastikan jalan napas tidak terhambat oleh benda asing dan dada anak
terangkat. Setelah itu periksa denyut nadi kembali, apabila tidak ada tanda peredaran darah
dan pernapasan RJP diulang kembali, apabila hanya teraba denyut nadi saja maka dibutuhkan
bantuan pernapasan dengan jeda selama 3 detik. Setelah denyut nadi dan pernapasan normal
posisikan anak dalam posis mantap atau posisi pemulihan (Purwoko, 2007).
Bantuan hidup dasar pada bayi hanya sedikit berbeda dengan anak usia 1-8 tahun dan
dewasa lebih dari 8 tahun. Jarang bayi yang mengalami henti jantung. Sebagian besar henti
jantung pada bayi disebabkan oleh berhentinya pernapasan sehingga otot jantung tidak
menerima oksigen yang cukup. Pertama-tama kita harus mengetahui respon bayi dengan cara
menepuk bayi dengan lembut dan berbicara dengan keras. Apabila tidak ada RJP segeralah
berikan RJP selama satu menit sebelum meminta bantuan tim medis dan panggil orang untuk
membantu. Posisikan bayi terlentang. RJP pada bayi di laukan dititik tengah tulang dada yang
berada digaris yang menghubungkan kedua puting bayi, kemudian gunakan ketiga jari yaitu
jari telunjuk, tengah, dan manis untuk menekan dada sedalam 1,75cm-2,5 cm, tangan yang
lain diletakkan di bawah pundak bayi sebagai dukungan. Kemudian membuka jalan napas
bayi menggunakan metode penengadahan kepala dan pengangkatan dagu. Salah satu tangan
memberikan tekanan yang ringan pada dahi bayi agar kepalanya menengadah ke belakang,
tetapi jangan terlalu berlebihan karena hal tersebut malahan akan menghambat jalan napas
dikarenakan jalan napas bayi masih sangat lentur. Tangan yang satunya digunakan untuk
mengangkat dagu, pastikan jari-jari tangan tidak menekan jaringan lunak di bawah dagu bayi
karena akan mengganggu jalan napas. Pada kondisi bayi yang mengalami cedera punggung
atau servikal metode yang digunakan hanya penarikan rahang bawah tanpa disertai
penengadahan kepala ke belakang (Purwoko, 2007).

Muttaqin, A., 2009, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular, Salemba Medika.
American Heart Association, 2015, Hightlights of the 2015 American Hearth
Association Guidelines Update for CPR and ECC, Dallas.
Purwoko, S., 2007, Pertolongan Pertama & RJP Pada Anak, Penerbit Arcan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai