Anda di halaman 1dari 10

BLOK AESTHETIC DENTISTRY-1

RESUME
KELAINAN PULPA DAN KELAINAN PERIRADIKULAR

DISUSUN OLEH:
JULIUS ANTHONY KURNIAWAN
G1G012015

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2015

KELAINAN PULPA DAN JARINGAN PERIRADIKULAR

A. Gambaran Anatomis Gigi


Gigi memiliki fungsi untuk mengunyah dan merobek makanan. Gigi terbagi atas empat
macam, yaitu gigi seri (insisivus), gigi taring (caninus), gigi geraham kecil (premolar) dan gigi
geraham (molar). Mahkota (korona) adalah bagian yang terletak paling luar dari gigi dan akar
(radix) merupakan bagian yang ditopang oleh tulang alveolar (Harshanur, 1991). Gigi tersusun
atas:
1. Email
Merupakan pelindung gigi lapisan terluar memiliki struktur paling kuat dan paling
2.

keras, berasal dari jaringan ektoderm (Harshanur, 1991).


Dentin
Merupakan bagian yang berasal dari jaringan mesoderm, tertutupi email dan
terbentuk dari zat kapur. Apabila terjadi kerusakan dentin mampu untuk tumbuh kembali.
Terdapat tiga macam dentin, yaitu:
a) Dentin primer
Merupakan dentin yang disusun sebelum erupsi gigi
b) Dentin sekuder
Merupakan dentin yang terbentuk setelah erupsi gigi, dapat juga terbentuk bila terjadi
kerusakan pada email. Dentin ini terbentuk terus-menerus dan terjadi pada dinding
bagian dalam pulpa, sehingga semakin tua usia maka pulpa akan semakin sempit
c) Dentin reparatif (tersier atau iregular)
Dikenal sebagai dentin iregular atau dentin tersier, dibentuk oleh pulpa dengan tujuan
sebagai respon protektif terhadap rangsangan yang membahayakan. Rangsangan
tersebut dapat diakibatkan karies, trauma, abrasi, erosi, dan prosedur operatif. Dentin
reparatif merupakan pelindung bagi odontoblas dan sel-sel lain yang terdapat di

3.

dalam pulpa (Walton, 2008).


Pulpa
Pulpa merupakan organ formatif gigi, merupakan lapisan yang terletak dibawah
lapisan dentin (Grossman, 1995).

4.

Sementum
Menghubungkan gigi dengan tulang rahang dengan jaringan yang terdapat pada
selaput periodontal. Semakin tua usia maka sementum akan semakin tebal karena

mengalami aposisi. Sementum berfungsi sebagai penyangga gigi terhadap jaringan


periodontium, dan memberikan nutrisi berupa fosfor untuk gigi (Harshanur, 1991).
B. Gambaran Histologi Gigi
Menurut Harshanur (1991) dilihat secara mikroskopis struktur penyusun gigi terdiri dari
1. Jaringan Keras
Jaringan keras merupakan jaringan yang mengandung bahan kapur, yang tersusun dari
email atau enamel, dentin dan sementum.
a) Email (substantia adamantina)
Lapisan ini berwarna kebiruan padat dan paling keras dari bagian gigi lainnya. Lapis
email yang terdiri dari bahan organik sebanyak 96 % merupakan bagian luar yang
melindungi dentin dan permukaan luar ditutupi oleh kutikula.
b) Dentin (substansia eburnea)
Bagian terbesar gigi yang berbatasan dan melindungi rongga yang berisi jaringan
pulpa. Bagian yang berkapur ini mirip dengan matriks tulang, yang mengandung
serabut kolagen tersusun paralel terhadap permukaan gigi pada mahkota gigi.
Dentin sangat peka terhadap pengaruh makanan panas, dingin, asam dan
sebagainya karena mengandung serabut saraf.
c) Lapis sementum (substansia ossea)
Modifikasi tulang yang memiliki lamel-lamel berjalan hampir sejajar terhadap
permukaan gigi dan didalamnya terdapat lakuna dan kanalikuli, tempat bagian sel
dan penjulurannya. Serabut kolagen berjalan tegak lurus terhadap permukaan gigi.
Lapis sementum membungkus akar gigi dan lapis email didaerah leher gigi.
2. Jaringan Lunak
Jaringan pulpa merupakan jaringan yang terdapat pada rongga pulpa sampai
foramen apikal, umumnya mengandung bahan dasar (ground substance), bahan perekat,
sel saraf yang peka terhadap rangsangan mekanis, termis dan kimia, jaringan limfe,
jaringan ikat, dan pembuluh darah arteri serta vena.
3. Rongga Pulpa
Rongga pulpa terdiri dari:
a) Tanduk pulpa (pulp horn), yaitu ujung ruang pulpa
b) Ruang pulpa (pulp chamber), yaitu ruang pulpa di korona gigi
c) Saluran pulpa (pulp canal), yaitu saluran pada akar gigi yang terkadang memiliki
cabang dan saluran tambahan (supplemental pulp canal)
d) Foramen apikal, yaitu lubang pada apeks gigi yang merupakan jalur masukjaringan
pulpa untuk menuju rongga pulpa
C. Penyakit Pulpa

Pulpa adalah jaringan ikat vaskular yang terdapat didalam rongga gigi, dikelilingi oleh
jaringan keras dentin, apabila terjadi kerusakan pada pulpa maka sangat kecil kemungkinan
untuk sembuh (Grossman, 1995).
Kerusakan atau penyakit pulpa dapat disebabkan secara fisik, kimiawi dan bakteri.
1. Fisik
Kerusakan fisik yang terjadi pada pulpadapat dibagi menjadi tiga faktor, yaitu
a) Mekanis
1) Trauma
Disebabkan oleh kecelakaan, olahraga, atau prosedur gigi iatrogenic (gerakan
gigi pada perawatan ortodonsi, preparasi gigi atau mahkota)
2) Perubahan barometrik (barodontalgia)
3) Retak melalui badan gigi
4) Pemakaian patologi (abrasi, atrisi)
b) Termal
1) Panas dari proses preparasi kavitas
2) Panas isotermik karena mengerasnya semen
3) Panas friksional (gesekan) pada saat pemolesan restorasi
c) Listrik
Arus galvanik yang timbul akibat tumpatan metalik dengan bahan yang berbeda,
contohnya tumpatan amalgam dibawah dan onlay di atas (Grossman, 1995).

2. Kimiawi
a) Bahan bahan kedokteran gigi
Semen silikat (kandungan arsen), aplikasi stanus-fluorida 8% lebih dari 30 detik,
alkohol dan kloroform, dikatakan sering menyebabkan kematian dan kerusakan
pulpa.
b) Erosi asam pada permukaan labial dan fasial servikal gigi (Grossman, 1995).
3. Bakteri
Bakteri berkemungkinan menyebabkan inflamasi di dalam pulpa. Inflamasi pada
pulpa akibat bakteri dapat terjadi karena terdapat celah pada dentin sehingga bakteri
dapat masuk kedalam pulpa (Grossman, 1995).
Jenis penyakit pulpa atau kelainan pulpa dapat didasarkan pada tanda dan gejala klinis.
Beberapa jenis penyakit pulpa adalah, sebagai berikut
1. Pulpitis Reversibel
Merupakan inflamasi pulpa ringan hingga sedang, disebabkan oleh stimuli noksius.
Rasa sakit hanya sementara, jika penyebab dihilangkan maka pulpa akan kembali
normal. Stimulus ringan seperti karies, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar
prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur email yang

menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis
reversibel (Walton, 2008;Grossman,1995).
Secara mikroskopis, pada pulpitis reversible dapat terlihat pembesaran pembuluh
darah, dentin reparatif, dan gangguan pada lapisan odontoblas. Pulpitis reversibel
umumnya terbagi menjadi asimtomatik (kronis) dan simptomatik (akut).
a) Pulpitis Reversibel Asimtomatik
Disebabkan oleh karies yang baru timbul, apabila karies dihilangkan dan gigi
direstorasi dengan baik, kondisi pulpa dapat membaik.
b) Pulpitis Reversibel Simtomatik
Umumnya ditandai dengan nyeri yang tajam dengan durasi yang pendek.
Pulpitis reversibel simtomatik kebanyakan disebabkan oleh makanan ataupun
minuman dan udara yang dingin.
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesa

dan

pemeriksaan

pendukung.

Pemeriksaan pendukung yang dapat dilakukan adalah perkusi, palpasi, mobilitas,


aplikasi dingin, dan radiografi jaringan periapikal. Dikatakan pulpitis reveribel apabila
pada pemeriksaan pendukung tersebut akan didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan
perkusi, palpasi, dan mobilitas, hasil positif saat dilakukan aplikasi dingin menggunakan
CE, dan jaringan periapikal akan terlihat normal pada gambaran radiografi (Grossman,
1995).
Perawatan untuk pulpitis reversible adalah dengan melakukan pencegahan.
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu perawatan untuk mencegah perkembangan
karies. Selain itu dapat pula dilakukan tindakan penghilangan stimuli noksius (Grossman,
1995).
2. Pulpitis Irreversibel
Pulpitis jenis ini merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Beberapa
penyebab pulpitis irreveersibel diantaranya kerusakan pulpa yang parah akibat
pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada
pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi. Nyeri pulpitis
irreversibel timbul secara spontan, berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus,
berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam dan tidak mudah hilang (Walton,
2008; Grossman,1995).
Pulpitis irreversible dapat bersifat simtomatik ataupun asimtomatik yang disebabkan
oleh stimulus noksius, ditandai dengan rasa nyeri spontan dan sangat responsif terhadap
suhu panas atau dingin. Sedangkan pulpitis irreversibel asimtomatik umumnya

disebabkan paparan karies yang besar dengan pulpa terbuka atau oleh trauma
sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama (Grossman, 1995).
Apabila pada pemeriksaan ditemukan kavitas yang dalam dan meluas hingga pulpa,
saat dilakukan tes termal rasa sakit tetap ada meskipun stimulus dihilangkan, serta hasil
tes mobilitas, perkusi dan palpasi negatif, maka diagnosa dapat ditegakkan (Grossman,
1995).
3. Pulpitis Hiperplastik Kronis
Pulpitis hiperplastik kronis atau polip pulpa merupakan suatu inflamasi pulpa
produktif, karena suatu pembukaan karies yang luas pada pulpa muda. Gangguan ini
ditandai dengan jaringan granulasi yang berkembang. Jaringan granulasi adalah jaringan
penghubung vaskular, neutrofil polimorfonuklear, limfosit, dan sel-sel plasma (Grossman,
1995).
Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif menjadi salah satu
penyebab pulpitis hiperplastik kronis. Akan timbul rasa kurang nyaman pada saat terjadi
tekanan oleh bolus makanan (Grossman, 1995).
Umumnya terjadi pada anak-anak ataupun dewasa muda. Jaringan polip secara
klinis terlihat sangat khas dengan terlihat suatu masa pulpa kemerahan seperti daging
yang mengisi kamar pulpa dan meluas melewati batas gigi. Pada gambaran radiografi
terlihat suatu kavitas besar yang terbuka dengan pembukaan langsung kearah kamar
pulpa. Gigi yang terdiagnosis pulpitis hiperplastik kronis bereaksi lemah atau terkadang
tidak bereaksi sama sekali terhadap tes termal (Grossman, 1995).
4. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa atau kematian pada pulpa secara keseluruhan
atau sebagian (Grossman, 1995). Trauma, bakteri, dan iritasi kimiawi dapat menjadi
penyebab utama terjadinya nekrosis pulpa. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini
merupakan gejala asimtomatik dan diskolorasi. Sedangkan untuk menegakkan
diagnosis, pada gambaran radiografi terlihat kavitas atau tumpatan besar dengan pulpa
terbuka hingga saluran akar dan adanya penebalan pada ligament periodontal, serta
terdapat hasil negatif untuk tes termal dan tes kavitas (Grossman, 1995).
Pulpa sangat erat hubungannya dengan jaringan periradikular. Jaringan periradiuklar
antara lain adalah ligament periodontal, tulang alveolar dan sementum. Inflamasi yang terjadi
pada pulpa dapat menyebabkan perubahan inflamasi pada ligament periodontal bahkan
sebelum pulpa mengalami nekrotik secara menyeluruh. Penyakit pulpa adalah salah satu dari
berbagai penyakit yang dapat memungkinkan terjadinya penyakit pada jaringan periradikular.

Penyakit periradikular dapat disebabkan oleh gangguan neoplastik, kondisi periodontal,


trauma dan faktor perkembangan.
Penyakit periradikular yang bermula dari pulpa dapat diklasifikasikan menjadi akut dan
kronis, dan osteitis yang memadat.
1. Penyakit Periradikular Akut
a) Abses Alveolar Akut
Penyakit ini sering disebut juga abses akut, abses apikal akut, abses
dentoalveolar akut, abses periapikal akut, dan abses radikular akut. Abses
periradikular akut merupakan suatu kumpulan pus yang terbatas pada tulang
alveolar pada apeks gigi setelah kematian pulpa, dengan perluasan infeksi
melalui foramen apikal. Abses akut merupakan suatu kelanjutan proses penyakit
yang di mulai pada pulpa dan berkembang ke jaringan periradikular (Grossman,
1995).
Pada umumnya abses akut disebabkan oleh invasi bakteri jaringan pulpa
mati, sehingga gejala yang ditimbulkan biasanya seperti sensitivitas gigi
berkurang, dan terasa sakit berdenyut yang disertai pembengkakan pada
jaringan lunak. Jika infeksi berkembang pembengkakan semakin meluas, gigi
ekstruksi, terasa sakit, dan goyah. Dapat terbentuk fistula sebagai jalan keluar
pus. Penyakit ini disertai gejala sistemik seperti demam (Grossman, 1995).
Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gigi dengan abses akut akan
mendapatkan hasil positif apabila dilakukan palpasi, perkusi dan mobilitas, serta
negatif saat dilakukan tes termal (Grossman, 1995).
b) Periodontitis Apikal Akut
Merupakan suatu inflamasi periodontium dengan rasa sakit akibat trauma,
iritasi, ataupun infeksi saluran akar, pada pulpa vital atau non vital. Penyakit ini
terjadi pada gigi vital yang mengalami trauma oklusi seperti kontak oklusal yang
abnormal, restorasi overhanging, penggunaan tusuk gigi di antara gigi-geligi, dan
trapped food. Sedangkan pada gigi non vital, periodontitis apikal akut disebabkan
oleh invasi bakteri dan toksinnya dari jaringan pulpa yang nekrosis, maupun
iatrogenik seperti over instrument saluran akar, perforasi akar dan bahan-baha
kedoteran gigi (Grossman, 1995).
Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sakit dan gigi menjadi sangat sensitif,
gigi agak sakit, sensitive bila dilakukan perkusi pada arah tertentu, dan terjadi
ekstruksi yang berlebihan. Diagnosis diketahui dari riwayat perawatan gigi yang
dilakukan, seperti perawatan saluran akar, trauma, dan rangsangan obat-obatan.
Saat dilakukan perkusi atau tekanan ringan akan didapatkan hasil yang positif,

pada gambaran radiografi gigi vital akan terlihat struktur periradikular normal,
sedangkan pada gigi non vital terlihat ligament periodontal mengalami penebalan
(Grossman, 1995).
2. Penyakit Periradikular Kronis
a) Abses Alveolar Kronis
Abses alveolar kronis atau periodontitis apikal supuratif kronis merupakan
infeksi tulang alveolar periradikular yang berjalan lama dan bertingkat rendah
dengan sumber infeksi terdapat pada saluran akar. Penyakit ini disebabkan
proses alami nekrosis pada pulpa dengan perluasan infeksi sebelah periapikal
atau akibat abses akut yang terdapat sebelumnya (Grossman, 1995).
Gejala yang timbul asimtomatik, hanya dideteksi dari pemeriksaan radiografi
rutin atau adanya fistula. Abses kronis hanya menimbulkan rasa sakit ringan.
Pada gambaran radiografi terlihat kerusakan osseus, serta ligamen periodontal
yang menebal. Dapat pula terjadi diskolorasi mahkota (Grossman, 1995).
b) Granuloma
Granuloma merupakan pertumbuhan jaringan granulomatous yang
bersambung dengan ligamen periodontal. Disebabkan oleh nekrosis pulpa dan
difusi bakteri dan toksin dari saluran akar ke dalam jaringan periradikular
(Grossman, 1995).
Perkembangan granuloma dapat terjadi beberapa saat setelah nekrosis
pulpa, atau dapat juga didahulu oleh abses alveolar kronis. Gejala yang
ditimbulkan pada granuloma berupa gejala asimtomatik. Pada gigi yang terlibat
biasanya tidak peka terhadap perkusi dan tes termal, serta gigi tidak goyah.
Selain itu dijumpai pula suatu fistula (Grossman, 1995).
c) Kista Radikular
Kista tertutup yang bagian dalamnya terlapisi epitelium dan pusatnya terisi
cairan atau bahan semisolid. Kista radikular merupakan suatu kista yang
pertumbuhannya lambat pada apeks gigi yang melapisi kavitas patologik pada
tulang alveolar. Penyakit ini disebabkan akibat injuri fisis, kimiawi, atau bakterial
yang menyebabkan nekrosis pulpa, diikuti oleh stimulasi sisa epitel Malassez
yang biasa dijumpai pada ligament periodontal (Grossman, 1995).
Kista dapat menimbulkkan pergerakan, pembengkakan, dan ekstruksi pada
gigi. Pada hasil radiografi menunjukkan tidak adanya kontinuitas pada lamina
dura, terlihat daerah radiolusen yang pada umumnya berbentuk bulat, dengan
ukuran diameter lebih besar dari granuloma dan dapat meliputi lebih dari satu
gigi (Grossman, 1995).

3. Osteitis Memadat
Osteitis memadat atau osteitis yang mengalami kondensasi merupakan reaksi
terhadap suantu inflamasi kronis tingkat rendah pada daerah periradikular, dapat
disebabkan oleh rangsangan ringan dari penyakit pulpa yang menstimulasi aktivitas
osteoblastik pada tulang alveolar. Umumnya timbul tanpa gejala dan ditemukan pada
waktu pemeriksaan radiografi rutin dengan gambaran radiopak terlokalisasi yang
mengelilingi gigi yang terlibat. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu dengan
melakukan tindakan endodontik (Grossman, 1995).
D. Teori Nyeri Pada Gigi
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan (Smeltzer dan Bare, 2002). Menurut Walton (2008) nyeri terbagi atas dua
jenis, yaitu nyeri akut dan kronik. Nyeri akut merupakan rasa tidak enak atau tidak nyaman
yang timbul dari terangsangnya jalur nyeri karena kerusakan jaringan, sedangkan nyeri kronik
adalah rasa nyeri yang muncul tanpa adanya stimulus dan kerusakan jaringan yang jelas.
Menurut Walton (2008), terdapat jenis nyeri lain, yaitu nyeri superfisial dan nyeri dalam.
Nyeri superfisial lebih mudah terdeteksi. Nyeri superfisial contohnya adalah nyeri
periodontium, sedangkan nyeri pulpa merupakan contoh dari nyeri dalam.
1. Nyeri Periodontium
Inflamasi ringan yang muncul akibat perluasan penyakit pulpa dapat menyebabkan
kepekaan gigi namun tidak menimbulkan nyeri spontan. Menentukan tempat gigi dengan
nyeri periodontium sangat mudah karena terdapat propioseptor sehingga posisi sistem
sarafnya dapat diidentifikasi.
2. Nyeri Pulpa
Suatu gigi yang terinflamasi bisa terasa sangat sakit sampai nyeri yang berdenyut,
spontan dan intens yang akan semakin hebat rasa nyerinya jika di stimulus oleh suhu
panas dan dingin. Nyeri tidak spontan yang muncul ketika dirangsang oleh stimulus dan
tidak hilang apabila stimulus dihilangkan disebut pulpitis ireversibel, sedangkan nyeri
yang muncul ketika diberi stimulus dan menghilang apabila stimulus dihentikan disebut
pulpitis reversible. Nyeri pulpa cenderung bersifat menyebar.

DAFTAR PUSTAKA
Grossman, L.I., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktik, EGC, Jakarta.
Harshanur, I.J., 1991, Anatomi Gigi, EGC, Jakarta.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart,
8th Ed, EGC, Jakarta.
Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai