Anda di halaman 1dari 23

Measurement Theory

(Tugas ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Teori
Akuntansi)

KELAS : H
KELOMPOK 9 :
1. FIRDA PANGESTI

(140810301251)

2. BENI NUROCHMAN

(150810301152)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2016

Statement of Authorship
Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan
orang lain saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk
makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas
bahwa saya/kami menggunakannya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat
diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya
plagiarisme

Nama dan NIM

1. FIRDA PANGESTI RA

(140810301251)

2. BENI NUROCHMAN

(150810301152)

Tandatangan

1. ...........
2. ...........

Mata Kuliah

: Teori Akuntansi

Judul Makalah/Tugas : Measurement Theory


Tanggal

: 24 Maret 2016

Dosen

: Sudarno

KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah.SWT yang telah
melimpahkan rahmatnya, sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Makalah
dengan judul Measurement Theory adalah syarat kelulusan matakuliah teori
akuntansi Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.
Dalam kesempatan ini kami sampaikan terimakasih kepada pihak yang
telah membantu hingga terselesaikannya proposal ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik

serta

saran

yang

membangun

diharapkan

sebagai

penyempurnaan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


Penulis

bahan

DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................
STATEMENT OF AUTHORSHIP........................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
BAB I: PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG.........................................................................
RUMUSAN MASALAH.....................................................................
TUJUAN MAKALAH........................................................................
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 PENTINGNYA PENGUKURAN.....................................
2.2 SKALA-SKALA PENGUKURAN...............................................
2.3 JENIS PENGUKURAN...............................................................
2.4 KEANDALAN DAN KEAKURATAN.....................................
2.5 PENGUKURAN DALAM AKUNTANSI..................................
2.6 ISU PENGUKURAN UNTUK AUDITOR................................
BAB III: KESIMPULAN........................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan akuntansi yang dipraktekan dalam suatu negara maupun
entitas memiliki tujuan yang mengarah kepada suatu pemeliharaan hubungan
antar entitas bisnis maupun individual, berdasarkan interpretasi informasi
keuangan yang disajikan oleh akuntansi. Penekanan pengakuntansian lebih kepada
satuan kuantitatif (postulat unit moneter) yang dapat dinyatakan secara moneter
daripada unsur kualitatif yang sulit diukur seperti informasi terkait kemampuan
pegawai, produktivitas penyelesaian tugas, pengetahuannya, dan lain-lain. Oleh
karena itu suatu sistem pengukuran akuntansi harus dibuat dan diimplementasikan
agar informasi akuntansi benar-benar menunjukkan aturan semantiknya dan
meminimalisir kelemahannya terkait the lack of qualitative information.
Pengukuran dalam akuntansi diimplementasikan untuk menetapkan
sejumlah angka tertentu pada elemen laporan keuangan sehingga laporan
keuangan yang berasal dari perhitungan operasi matematika memiliki hubungan
semantik, yaitu berhubungan dengan kondisi riil terkait elemen yang diukur
tersebut (Godfrey et al, 2010:134). Hal ini merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk dipertimbangkan karena akan mempengaruhi apakah suatu
informasi keuangan memiliki nilai kualitas. True blood report dalam Belkaoui
(2000:133) menjelaskan bahwa untuk dapat memuaskan kebutuhan pemakai,
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan harus memiliki karakteristik
tertentu, tujuh karakteristik tersebut meliputi:1) relevansi dan materialitas, 2)
bentuk dan substansi, 3) reliabilitas, 4) bebas dari bias, 5) dapat dibandingkan, 6)
konsistensi, dam 7) dapat dipahami. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar
mempertimbangkan perlakuan akuntansinya terkait pengukuran elemen laporan
keuangan.
Belkaoui (2000:171) menjelaskan bahwa akuntansi mengukur hasil
operasi dari suatu entitas, yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya (postulat
entitas), akuntansi juga mengukur hasil operasi aset dengan asumsi bahwa selama
tidak adanya bukti maupun indikasi bahwa perusahaan akan dilikuidasi, maka
beberapa pengukuran akuntansi harus dilakukan, contoh depresiasi aset tetap
(postulat kelangsungan usaha), akuntansi juga sebagai alat pengukur yang

menggunakan unit pengukuran untuk mencatat transaksi perusahaan yang


seragam (postulat unit pengukur). Menurut Suwardjono (2010:274) pengukuran
biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah
rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehannya. Melihat peranan
operasi pengukuran tersebut dari pendapat beberapa ahli, penulis melihat bahwa
sangat penting bagi entitas pelaporan untuk memahami landasan teoritis terkait
model pengukuran yang akan diterapkannya. Hal ini untuk menunjang
dihasilkannya kualitas yang tinggi atas informasi dalam pelaporan keuangan ke
stakeholder perusahaan melalui hubungan semantic yang jelas.
Suwardjono (2010:3) menekankan pentingnya pemahaman akan suatu
teori, khususnya teori akuntansi, beliau berpendapat bahwa teori akuntansi
merupakan obor yang menerangi praktik akuntansi dengan prinsip-prinsip yang
masuk akal. Penulis berpendapat berdasarkan pernyataan Suwardjono, menurut
penulis salah satu praktek akuntansi tersebut yaitu terkait aspek pengukuran
terhadap struktur laporan keuangan, aset, kewajiban maupun unsur pembentuk
ekuitasnya. Maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan urgensi
operasi pengukuran dalam akuntansi serta sebagai persyaratan penyelesaian tugas
matakuliah teori akuntansi, kami selaku tim penyusun mengangkat judul
Measurement Theory sebagai judul dalam makalah kami.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini mencakup.
1.2.1 Apa arti penting dari pengukuran?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan skala?
1.2.3 Ada berapa macam dari tipe pengukuran?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan keandalan dan keakuratan?
1.2.5 Pelaksanaan pengukuran dalam akuntansi?
1.2.6 Apa saja isu pengukuran terhadap auditor
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah.
1.3.1 Memberikan pemahaman mengenai arti penting dari pengukuran.
1.3.2 Menjelaskan mengenai tipe pengukuran dan skala yang digunakan
dalam pengukuran.
1.3.3 Menjelaskan tipe-tipe pengukuran untuk merepresentasikan suatu
sifat

1.3.4
1.3.5

Memberikan pemahaman atas keandalan dan keakuratan


Memberikan pemahaman terkait implementasi pengukuran dalam
akuntansi
1.3.6 Menjelaskan mengenai pengukuran dalam akuntansi dan
pengukuran terhadap auditor.

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Pentingnya Pengukuran
Suwardjono (2010:260) menyatakan bahwa pengukuran lebih kepada
kriteria pengakuan aset daripada suatu kriteria untuk mendefinisikan aset. Beliau
juga menambahkan bahwa aliran fisis suatu objek harus direpresentasikan dalam
jumlah rupiah sehingga hubungan antar objek bermakna sebagai informasi dan
cost merupakan representasi kuantitatif suatu objek. Beliau menambahkan bahwa

sebagai aliran informasi, cost juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi
sebagai berikut (Suwardjono,2010:260).
(1) Pengukuran, pengakuan, dan klasifikasi pertama kali pada saat
terjadinya. Selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut
sebagai pengukuran.
(2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis aset berupa
alokasi,

distribusi,

dan

penggabungan

untuk

kepentingan

internal/manajerial atau untuk kepentingan pembiayaan produk.


Seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran.
(3) Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode-periode yang
akan datang. Cost yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan
tetap melekat pada objek menjadi aset badan usaha. Untuk selanjutnya
seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan ke pendapatan.
Berdasarkan tahapan diatas, kita dapat melihat bahwa tahap pengukuran
berdasarkan definisi Suwardjono meliputi pengukuran, pengakuan, dan klasifikasi
pertama kali. Kita contohkan misal terkait akuntansi untuk aset tetap, tahap
pengukurannya terkait dengan biaya yang terjadi untuk memperoleh aset dan
sampai memastikannya dapat digunakan, termasuk biaya instalasi yang harus
ditanggung oleh perusahaan. Selanjutnya nilai tersebut diakui sebagai pembiayaan
aset yang bersangkutan dan diklasifikasikan berdasarkan pengukuran masa
manfaatnya dalam struktur laporan keuangan. Disini kita dapat melihat bagaimana
jumlah rupiah menunjukkan hubungan dengan objek yang bermakna sebagai
informasi dan biaya merupakan representasi kuantitatif suatu objek, seperti yang
dijelaskan oleh Suwardjono diatas. Menurut penulis, informasi nilai aset tersebut
memberikan pertimbangan penting terkait data kuantitatif kepada stakeholders
yang mana nilai ini merupakan salah satu hasil suatu operasi pengukuran
akuntansi.
Godfrey et al (2010:134) menjelaskan bahwa data kuantitatif dapat
memberikan informasi yang berdampak lebih besar daripada data kualitatif dalam
banyak hal karena pengukuran atribut yang dilaporkan dalam akuntansi adalah
fungi penting dalam akuntansi. Definisi atribut (makna) ini menurut Suwardjono

(2010:274) antara lain berupa nilai, luas, berat, volume, tinggi, umur, indeks
prestasi, dan sebagainya.
Menurut Campbell dalam Godfrey et al (2010:134), yaitu salah satu orang
pertama yang mendalami masalah pengukuran, pengukuran didefinisikan sebagai
penetapan angka untuk merepresentasikan properti selain angka,. Sistem dalam
definisi Campbell adalah mencakup rumah, meja, orang,aset atau jarak tempuh.
Properti adalah aspek-aspek tertentu atau karakteristik dari sistem seperti berat,
lebar, panjang, atau warna. Godfrey berpendapat lebih memilih untuk mengukur
sifat (properti) dan bukan sistem itu sendiri dan beliau juga menyatakan bahwa
definisi pengukuran menurut Campbell merupakan yang paling tepat.
Godfrey (2010:134) menyatakan bahwa aturan semantik ( operasi )
dirancang untuk menghubungkan simbol ke objek tertentu atau peristiwa. Saat
ditunjukkan bahwa terdapat korelasi dalam laporan berdasarkan perhitungan
matematik dengan objek atau peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa pengukuran
terhadap aspek tertentu dari objek atau peristiwa telah dibuat. Menurut penulis hal
ini dapat kita contohkan dengan model aset tetap diatas, seperti apakah nilai buku
aset yang tercatat benar-benar menunjukkan nilai sisa atas manfaat dalam aset
tersebut?, jika terdapat korelasi positif, maka suatu pengukuran telah dibuat yaitu
terkait nilai buku aset tetap.
2.2 Skala-skala Pengukuran
Godfrey et al (2010:134) menjelaskan bahwa setiap pengukuran dapat
dilakukan dengan menggunakan skala pengukuran. Skala ini dibuat ketika aturan
semantik digunakan untuk menghubungkan peryataan matematik dengan obyek
atau peristiwa. Skala menunjukan informasi data yang diwakili dengan angkaangka dan jenis-jenisnya adalah sebagai berikut (Godfrey et al,2010:134-135).
1) Skala Nominal
Dalam skala nominal, angka-angka digunakan hanya sebagai label.
Contoh pengertian skala ini seperti nomor punggung pemain sepak bola.

Banyak ahli teori menggunakan skala nominal sebagai standar


pengukuran. Torgonson dalam Godfrey et al (2010:135) berpendapat :
Di dalam pengukuran,kita menggunakan istilah, angka
menurut jumlah tingkatan ukuran sifat dari obyek, dan bukan
dari obyek itu sendiri, padahal dalam skala nominal sendiri
itu berbeda, angka termasuk obyek itu sendiri atau kelas dari
obyek.
Skala nominal secara sederhana menunjukan klasifikasi, dimana
tidak ada pengukuran yang diperhitungkan dalam penggunaan istilah. Sifat
utama yang dimiliki angka tesebut digunakan untuk mengidentifikasi
pemain atau obyek. Menurut Godfrey et al (2010:135) skala ini dapat
dilihat dalam sistem akuntansi, contoh yang mendekati adalah klasifikasi
dari aset dan kewajiban. Menurut penulis hal ini juga dapat kita lihat dari
penomoran kelas aset tetap, dengan header akun dan detail akun yang
dirancang dalam sistem. Penomoran tersebut untuk menunjukkan
klasifikasi kelas aset tetap menurut masa manfaatnya (biasanya dimulai
dengan tanah karena non depreciable asset, lalu gedung dan aset tetap lain
yang berumur lebih pendek)
2) Skala Ordinal
Skala urutan dibuat ketika peringkat operasi dari obyek
dipertanyakan mengenai sifat yang dihasilkan (Godfrey et al,2010:135).
Penulis memberi contoh, misalnya terkait keputusan pengadaan aset tetap
berupa mesin yang diurutkan berdasarkan tingkat produktivitasnya, yaitu
mesin I, II, dan III. Disini menurut Godfrey telah menunjukan adanya
skala urutan, yaitu dalam pengaturan penomeran yang terkait dalam
alternatif dalam pemilihan investasi modal. Nomer-nomer tersebut
mengindikasikan urutan dari ukuran produktivitas mesin-mesin tersebut
dari yang terproduktif ke yang tidak produktif (Godfrey et al,2010:135)
Kelemahan dari skala urutan adalah adanya selang antara nomor
(1 ke 2, 2 ke 3, dan 1 ke 3) yang tidak dapat menginformasikan apa-apa
mengenai perbedaan kuantitas dari sifat yang ditampilkan (Godfrey,

2010:135). Penulis memberi contoh terkait aset tetap, misal Mesin I, II,
dan III masing-masing ternyata memiliki tingkat produktivitas per
tahunnya, 2000 ton, 1500 ton, dan 300 ton. Sebagai contoh, dalam tahap
pengukuran aspek produktivitas, pilihan nomer 2 sangat dekat dengan
pilihan pada nomer 1 (selisih 500 ton), dan pilhan pada nomer 3 ternyata
jauh lebih kecil daripada pilihan nomer 2 (selisih sampai 1200 ton).
Kelemahan yang lainnya menurut Godfrey et al (2010:135) adalah nomornomor tersebut tidak memperlihatkan seberapa besar proses yang
disebabkan dari obyek tersebut. Penulis dapat melihatnya dari urutan
rangking mesin I, II, dan III yang mana angka tersebut tida
memperlihatkan seberapa besar proses yang disebabkan dari mesin
tersebut (karena hanya angka rangking)
Torgerson dalam Godfrey et al (2010:135) berpendapat bahwa
beberapa skala urutan memiliki sifat asal yakni nilai alami 0, Nilai alami 0
dapat menjadi titik netral dimana dalam satu arahan telah mencakup
alternatif prediksi keuntungan dan dalam perintah lainnya telah
diprediksikan kerugian yang mungkin timbul. Nomor-nomor tersebut
menjadi alternatif pilihan pada titik 0 yang nantinya akan menjadi pertanda
positif ataupun pertanda negatif.
3) Skala Interval
Skala interval menberikan informasi yang lebih daripada informasi
yang diberikan pada skala ordinal. Tidak hanya dalam penentuan peringkat
obyek yang telah diketahui mengenai sifat yang diberikan tapi juga
rentangan jarak antara interval pada skala yang sama. Pemilihan titik 0
juga ada dalam skala. Sebagai contoh adalah skala Celcius dalam suhu.
Kesamaan interval pada suhu dikenal dari kesamaan volume pemuaian
dengan kesepakatan keputusan dari titik 0 untuk skala. Perbedaan suhu
dibagi menjadi titik beku dan titik didih yaitu 100

, sedangkan titik beku

sendiri berada pada suhu 0 . Jika suhu pada dua kamar yang berbeda

diukur dengan thermometer Cecius menunjukan 22 dan 30 , maka dapat


disimpulkan bahwa ruangan yang kedua lebih panas, karena suhu pada
kamar yang kedua 8 derajat lebih tinggi daripada di kamar yang pertama.
Perbedaan antara angka-angka tersebut dapat diterjemahkan secara
langsung untuk menunjukan perbedaan karakteristik dari obyek (Godfrey
et al, 2010:135-136)
Godfrey juga menjelaskan terkait kelemahan skala interval sebagai
skala pengukuran atribut, yaitu (Godfrey et al, 2010:136).
Kelemahan dari skala interval ini adalah titik 0 diputuskan
secara pasti. Sebagai contoh, bagaimana kalau kita mengukur
tinggi badan sekelompok pria pada skala interval dan
digunakan angka untuk setiap berat badan guna mengetahui
berat badan rata-rata pada kelompok tersebut.Rata-rata
tersebut menunjukan titik 0 pada skala. Jika A 3cm lebih tinggi
dari rata-rata kemudian kita menandainya dengan +3 dan jika
B 5cm lebih rendah dari rata-rata,maka kita menandainya
dengan -5. Pada skala ini, kita tidak tahu berapa tinggi A dan B
secara pasti. B mungkin orang terpendek dalam kelompok itu,
tapi kelompok itu bisa jadi terdiri dari para pemain basket yang
tinggi-tinggi.
Penulis memberikan contoh skala interval ini terkait akuntansi
piutang dagang, seperti pengukuran beban kerugian piutang untuk
perusahaan yang menggunakan allowance method dengan jumlah
cadangan ditentukan berdasarkan analisis umur piutang. Kita bisa melihat
interval waktu jatuh tempo (belum jatuh tempo, 1-30 hari, 31-60 hari, 6190 hari, dan lain-lain) untuk mengukur beban kerugian piutang dan
cadangannya, Walaupun penetapan umur tersebut lebih bersifat arbiter
manajemen.
4) Skala rasio
Godfrey et al (2010:136) menjelaskan bahwa skala rasio merupakan salah
satu dari :
1. Peringkat dari obyek atau kegiatan mengenai sifat yang dikenal
2. Selang antara obyek yang sama dan dikenal

Godfrey et al (2010:136) memberikan gambaran terkait skala rasio ini.


Rasio skala memberikan informasi paling banyak dari skalaskala lainnya. Pengukuran tehadap panjang merupakan contoh
yang bagus untuk rasio ini. Ketika A panjangnya 10 m dan B 20
m, kita tidak hanya dapat mengatakan B lebih panjang 10 m
dari A tapi juga dapat dikatakan bahwa panjang B dua kali
lipat dari panjang A. Perbandingan dari angka-angka itu juga
secara langsung menginterpretasikan perbandingan atas
kuantitas dari sifat pengukuran. Dengan demikian, dapat
diartikan bahwa A memiliki panjang setengah dari B atau B dua
kali panjang dari A, padahal kita tidak bisa mengatakan bahwa
40 adalah dua kali dari 20 .
Kembali kepada model aset tetap yang penulis berikan, kita
asumsikan bila kos untuk memperoleh kendaraan I adalah Rp 250 juta, dan
biaya untuk mesin II sebesar Rp 500 juta. Maka berdasarkan pengukuran
dengan skala rasio, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan kendaraan II
adalah 2 kali lebih besar dari harga kendaraan I, dengan kendaraan I
sebagai titik alaminya (titik dasar).
2.3 JENIS PENGUKURAN
Menurut Godfrey et al (2010:138) Harus ada aturan untuk menetapkan
angka-angka sebelum pengukuran dapat dilakukan. Aturan ini biasanya berbentuk
seperangkat operasi yang harus diciptakan untuk suatu tugas yang diberikan.
Perumusan aturan menimbulkan skala. Pengukuran dapat dilakukan hanya pada
skala-skala (Godfrey et al, 2010:138)
Campbell dalam Godfrey et al (2010:138) telah menyebutkan dua jenis
pengukuran, yaitu: pengukuran dasar (fundamental) dan turunan (derived
measurement). Campbell menambahkan pernyataan bahwa angka tersebut
ditetapkan sesuai dengan 'hukum' yang mengatur terkait dengan properti (atribut,
bila mengacu pada definisi Suwardjono) dan pengukuran hanya dapat dilakukan
ketika terdapat teori empiris yang telah dikonfirmasi (hukum) untuk mendukung
pengukuran.
Torgerson dalam Godfrey et al (2010:138) menambah satu lagi jenis
pengukuran disamping fundamental dan turunan. Jenis selanjutnya, yaitu

pengukuran fiat, disebut-sebut beliau sebagai tambahan untuk pengukuran


fundamental dan turunan yang telah dibahas oleh Campbell. Penjelasan terkait
ketiga jenis pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.
1). Pengukuran-pengukuran Fundamental
Sebuah pengukuran mendasar adalah di mana angka ditetapkan ke properti
dengan mengacu pada hukum alam dan yang tidak tergantung pada pengukuran
atas variabel lain. Sifat seperti panjang, hambatan listrik, jumlah dan volume
secara fundamental terukur. Sebuah skala rasio dapat dirumuskan untuk masingmasing properti berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan ukuran
yang berbeda (jumlah) dari harta yang diberikan. Penafsiran angka tergantung
pada teori empiris yang telah dikonfirmasi yang mengatur operasi pengukuran
(Godfrey et al,2010:138). Berdasarkan definisi diatas, penulis dapat melihat
karakteristik pengukuran fundamental adalah:
1) Penetapan angka ke atribut berdasarkan pada hukum alam atas atribut
tersebut.
2) Penetapan angka tidak didasarkan pada pengukuran variable lain.
3) Penafsiran angka tergantung pada teori empiris yang telah dikonfirmasi
(confirmed empirical theory) yang mengatur operasi pengukuran.
Godfrey et al (2010:138) menyatakan bahwa ternyata sifat fundamental adalah
bersifat saling menambah dan operasi aritmatika dapat dilakukan secara mudah
dengan pemantauan secara fisik. Berikut petikan pernyataan Godfrey et al
(2010:138)
.sangat sederhana untuk menemukan kesejajaran fisik untuk
operasi aritmatika. Misalnya, menambahkan panjang X objek dengan
panjang Y objek yang disejajarkan melalui operasi yang sebenarnya
menempatkan dua ujung batang lurus sampai akhir, dengan satu
batang memiliki panjang yang sama yaitu sebagai X dan yang
lainnya yaitu panjang yang sama sebagai Y. Kita secara fisik
dapat menentukan panjang total X dan Y. Karena ini penyejajaran
secara fisik, maka ilmuwan dapat melakukan operasi matematika
mekanis dengan mudah tanpa harus melakukan percobaan, terkait
dengan percobaan untuk panjang.

2) Pengukuran-pengukuran Turunan
Menurut Campbell dalam Godfrey et al (2010:139), pengukuran turunan
berasal dari salah satu yang tergantung pada pengukuran atas dua atau lebih
besaran lainnya. Pengukuran kepadatan adalah sebuah contoh. Hal ini tergantung
pada baik pengukuran massa dan volume. Operasi pengukuran terderivasi
tergantung pada hubungan yang diketahui atas sifat-sifat dasar suatu properti.
Mereka didasarkan pada teori empiris yang telah dikonfirmasi terkait properti
diberikan untuk memperoleh properti lainnya. Operasi matematika dapat
dilakukan pada angka-angka dari pengukuran terderivasi (Godfrey et al,
2010:139).
Berdasarkan definisi terkait pengukuran turunan diatas, penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa jenis pengukuran ini merupakan pengukuran
kepada atribut secara tidak langsung. Sebagai contoh untuk

pengukuran

kepadatan diatas. Kita tidak dapat mengukur tingkat kepadatan suatu benda secara
langsung, tetapi kesimpulan terkait kepadatan akan terbentuk bila kita mengukur
massa dan volume benda tersebut. Juga sama seperti akuntansi, kita dapat
mengetahui berapa ukuran profit perusahaan pada suatu periode hanya dengan
melakukan pengukuran terhadap atribut-atribut lain yang membentuknya, yaitu
melalui operasi penambahan pendapatan dan pengurangan beban (Godfrey et al,
2010:139). Disini menurut Godfrey et al, hubungan yang diketahui di antara sifatsifat fisik dapat mempermudah pengukuran malalui beberapa sifat-sifat dasar
atribut (Godfrey et al,2010:139).

3) Pengukuran Fiat.
Godfrey et al (2010:139) berpendapat bahwa hal ini khas dalam ilmu-ilmu
sosial, dan dalam akuntansi, untuk menggunakan definisi yang dibangun secara
arbiter untuk menghubungkan properti-properti tertentu yang diamati (variabel) ke
suatu konsep tertentu, tanpa memiliki suatu teori yang telah dikonfirmasi untuk

mendukung hubungan ini. Godfrey et al (2010:139) memberi penjelasan terkait


jenis pengukuran ini.
..dalam akuntansi kita tidak tahu bagaimana mengukur konsep
profit secara langsung. Sebaliknya, kita mengasumsikan bahwa
variabel pendapatan, keuntungan, biaya, dan kerugian berkaitan
dengan konsep laba dan karena itu dapat digunakan untuk
memberikan ukuran tidak langsung dari profit. Kita menggunakan
definisi yang arbiter untuk menghubungkan variabel ke konsep
tersebut. Dalam hal ini, kita mempertimbangkan jumlah aljabar dari
pengukuran variabel yang menjadi ukuran profit.
Torgerson dalam Godfrey et al (2010:139) berpendapat bahwa salah satu
kategori lain dari pengukuran harus ditambahkan ke daftar Campbell tentang
pengukuran dengan fiat. (Fiat berarti dekrit, dekrit) untuk membenarkan sebagian
besar pengukuran dalam ilmu sosial. Pengukuran tersebut akan mencakup yang
didasarkan pada definisi secara arbiter (misalnya pengukuran laba akuntansi).
Penulis melihat bahwa definisi secara arbiter ini merupakan definisi yang
ditetapkan dalam accounting regulation dan mungkin saja tidak berdasarkan suatu
teori empiris yang telah dikonfirmasi, karena ukuran laba adalah ukuran yang sulit
untuk dijelaskan secara tepat, karena laba akuntansi merupakan laba akrual
(secara riil laba sulit dijelaskan).
Torgerson dalam Godfrey et al (2010:139) menunjukkan bahwa masalah
utama dengan pengukuran dengan fiat adalah berbagai skala pengukuran dapat
dibangun akibat tidak didasarkan pada teori yang telah dikonfirmasi. Torgerson
menambahkan, dalam akuntansi, misalnya, berbagai dewan standar akuntansi
menentukan skala akuntansi dengan fiat, bukan dengan mengacu pada teori
pengukuran yang telah dikonfirmasi. Godfrey et al (2010:139) memberikan
penjelasan terkait keterbatasan pengukuran ini dengan pernyataan apakah kita
tahu, misalnya, bahwa cara tertentu yang kita gunakan untuk mengukur profit
adalah valid?, hal ini mungkin saja salah satu dari ratusan cara untuk mengukur
profit sepanjang cara tersebut berdasarkan teori yang telah dikonfirmasi, disini
juga tidak ada alasan yang baik untuk yakin dengan hasilnya.
Godfrey et al (2010:139-140) memberikan gambaran lain terkait
keterbatasan pengukuran fiat ini. Beliau berpendapat,

Untuk menguji keabsahan pengukuran properti, para ilmuwan sosial


telah berusaha untuk menghubungkan properti yang diteliti pada
variabel lain untuk melihat apakah mereka berarti. Sebagai contoh,
jika kita ingin mengukur kemampuan ilmu hitung masyarakat, kita
bisa memilih mereka untuk melakukan tes aritmatika. Namun, tidak
ada teori empiris yang telah dikonfirmasi yang membenarkan
pengujian kita dan oleh karena itu kita membuat asumsi ketika kita
menetapkan skala pengukuran (yaitu ketika kita mengatur jumlah dan
jenis item dalam tes dan bentuk tes). Kita bisa memprediksi bahwa,
mengingat jumlah orang yang besar, mereka yang mendapat skor
tinggi pada tes kita juga akan tampil baik dalam mata pelajaran
matematika di sebuah universitas. Korelasi antara skor pada tes dan
kwalitas yang dihasilkan pada mata pelajaran matematika di
Universitas akan menjadi salah satu cara untuk memvalidasi operasi
pengukuran tertentu (yaitu pengujian kita). Dengan cara ini, dengan
asumsi adanya korelasi positif yang signifikan tinggi, kita dapat
memiliki keyakinan dalam keabsahan operasi pengukuran yang telah
diberikan.
2.4 KETERANDALAN DAN KEAKURATAN
Menurut Suwardjono (2010:171), Keterandalan adalah kemampuan
informasi untuk memberi keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid.
Beliau juga menambahkan bahwa keterandalan sangat erat kaitannya dengan
sumber informasi dan cara merepresentasi, mendeskripsi atau menyimbolkannya.
Sedangkan Godfrey et al (2010:140) berpendapat terkait dengan apa yang
dimaksud keandalan dalam pengukuran atau ke akuratan pengukuran. Beliau juga
menambahkan bahwa semua pengukuran tidak bebas dari error, kecuali dalah hal
menghitung dan semua pengukuran melibatkan error.
Sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran menurut Godfrey et al
(2010:140) adalah sebagai berikut.

1) Operasi pengukuran dinyatakan secara tidak tepat.


Aturan untuk menetapkan angka atas atribut yang diberikan biasanya
terdiri dari serangkaian operasi. Sebuah aset operasi bisa saja dinyatakan secara
tidak tepat dan bisa diinterpretasikan dengan salah oleh pihak yang mengukur.
Sebagai contoh perhitungan keuntungan melibatkan beberapa operasi, seperti

klasifikasi biaya dan alokasi antara aset-aset dan biaya biaya yang sering
diinterpretasikan secara berbeda oleh Akuntan yang berbeda (Godfrey et
al,2010:140)
2) Pengukur.
Pengukur mungkin salah menafsirkan aturan, bias, atau menerapkan atau
membaca instrumen secara tidak benar. Satu perhatian dalam akuntansi adalah
bahwa manajer memiliki bias tertentu untuk meningkatkan laba tercatat atau aset
dan kemudian manajer ini melakukan tekanan pada akuntan untuk membiaskan
akun-akun terkait (Godfrey et al,2010:140)
3) Instrumen
Banyak operasi pengukuran meminta penggunaan instrumen fisik, seperti
penggaris atau termometer atau barometer, yang mungkin cacat. Ada potensi
untuk kesalahan bahkan ketika instrumen tersebut bukan alat fisik tetapi ,
misalnya, grafik, tabel, tabel angka atau indeks harga.misalnya (Godfrey et
al,2010:140)
4) Lingkungan.
Keadaan

di

mana

pengukuran

dilakukan

dapat

mempengaruhi

hasil.Sebagai contoh kondisi cuaca dapat mempengaruhi instrumen atau


pengukuran, kebisingan dapat mengalihkan perhatian pengukuran atau, dalam
akuntansi ,tekanan dari manajemen dapat mempengaruhi keputusan akuntan,
tekanan (misalnya dari beban kerja yang berat) menyebabkan penyimpangan
konsentrasi

dan

gangguan,

sumber

kesalahan

dapat

diberi

label

lingkungan.Kesalahan acak biasanya disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor


lain adalah lingkungan dimana manajemen perusahaan beroperasi (Godfrey et
al,2010:140).
5) Atribut tidak jelas.

Apa yang diukur mungkin tidak jelas khususnya jika pengukuran


melibatkan sebuah konsep yang tidak dapat diukur secara langsung..Masalah
ketidak jelasan atribut tidak jarang di akuntansi. Berapa nilai dari aktiva tidak
lancar? Apakah nilai sekarang, biaya akuisisi, biaya saat ini atau harga jual?
mengingat bahwa tujuan utama akuntansi adalah untuk mencerminkan nilai,
penting untuk secara jelas mendefinisikan nilai Apakah nilai pakai, nilai tukar,
atau beberapa atribut lain yang akuntan harus mengukur? Masalahnya terletak
dalam menetukan atribut yang akan diukur (Godfrey et al,2010:140-141

).

6) Risiko dan ketidakpastian.


Hal ini berkaitan dengan distribusi pengembalian aset nyata. Misalya,
keuntungan masa mendatang pada aset berwujud seperti gedung adalah beresiko
tetapi mereka homogen(lebih kurang) dan harganya dapat diamati. Yaitu ketika
harga satu aset mungkin dibawah atau overestimate jumlah pengembalian yang
belum pasti (Godfrey et al,2010:141).
2.5 Pengukuran dalam Akuntansi
Rerangka pengukuran dan pengakuan sebagaimana telah dimuat dalam
SFAC No.5 telah dikembangkan dan dilengkapi dengan SFAC No. 7 tentang
penggunaan informasi aliran kas dan nilai sekarang dalam pengukuran akuntansi.
Sebagai komponen rerangka konseptual, SFAC No. 7 memberi pedoman yang
berisi: (Suwardjono,2010:196)
a) Tujuan nilai sekarang dalam pengukuran akuntansi
b) Prinsip-prinsip umum yang melandasi pengggunaan niai sekarang,
terutama bila jumlah rupiah aliran kas masa datang, saat terjadinya
(timing), atau keduanya tidak pasti
Saat pengukuran akuntansi terdiri dari pengukuran saat pengakuan mulamula, dan pengukuran baru mulai (Suwardjono,2010:196). Pengukuran saat
pengakuan mula-mula adalah pengukuran pada suatu elemen atau pos timbul dan
dicatat

pertama

kali

akibat

transasksi,

kejadian,

atau

keadaan

(Suwardjono,2010:196). Penulis memberi contoh yaitu saat pengakuan awal aset


tetap pada kos-nya saat terjadinya transaksi (accrual basis). Sedangkan
pengukuran baru mulai merupakan pengukuran dalam periode-periode setelah
pengakuan mula-mula untuk menentukan jumlah rupiah bawaan baru yang tidak
berkaitan dengan jumlah-jumlah rupiah sebelumnya (Suwardjono,2010:196),
contohnya seperti pengukuran nilai buku aset dan beban depresiasi yang
dibebankan pada perioda pelaporan.
Tujuan nilai sekarang dalam pengukuran akuntansi adalah untuk
menangkap/merefleksikan

sedapat

mungkin

perbedaan

ekonomik

antara

sehimpunan aliran kas masa datang dan untuk mengestimasi nilai wajar
(Suwardjono,2010:199). Menurut SFAC No.7, paragraph 23 dalam Suwardjono
(2010:200), nilai sekarang dapat menamngkap perbedaan ekonomik antaraliran
kas jika unsur-unsur berikut dipertimbangkan.
1. Suatu estimasi aliran kas masa dating atau, dalam beberapa kasus yang
kompleks, serangkaian kas masa dating yang tiba pada saat berbeda
2. Harapan-harapan tentang variasi yang mungkin terjadi dalam jumlah
dan saat tibanya aliran kas tersebut.
3. Nilai waktu uang yang ditunjukkan dengan oleh bunga bebas resiko
4. Harga atau nilai penanggungan resiko atau ketidakpastian yang melekat
pada aset dan kewajiban.
5. Faktor-faktor lain termasuk ilikuiditas dan ketaksempurnaan pasar
Godfrey et al (2010:145) menjelaskan terkait pengukuran bahwa
pengukuran dalam

akuntansi termasuk dalam kategori pengukuran yang

didasarkan pada modal dan keuntungan. Laba akuntansi, sesuai dengan standar
akuntansi Internasional, merupakan perubahan modal selama periode dari semua
kegiatan termasuk kenaikan dan penurunan nilai wajar aktiva bersih, tidak
termasuk transaksi dengan pemilik. Modal berasal dari pengukuran 'nilai wajar'
antara aktiva dan kewajiban. Hal itu berarti harus dilakukan pengukuran nilai
modal awal, jumlah penghasilan yang diterima, jumlah pemakaian modal, dan
perubahan nilai wajar aktiva bersih. Peningkatan modal selama periode kemudian
akan mengukur jumlah laba dari berbagai sumber termasuk operasi dan

pengukuran kembali (setelah disesuaikan dengan suntikan modal baru atau


pembayaran dividen). Nilai wajar aktiva bersih disajikan kembali dan kemudian
akan menjadi modal pembukuan pada periode berikutnya (Godfrey et
al,2010:145)
2.6 Isu Pengukuran untuk Auditor
Beberapa isu untuk auditor terkait pergeseran fokus pengukuran
keuntungan dari pendapatan dan beban untuk menilai perubahan atas nilai wajar
aktiva bersih. Ketika keuntungan ditentukan dengan cara mencocokan
pendapatan dan beban selama satu periode, auditor dapat berkonsentrasi pada
pengumpulan bukti bahwaterkait apakah transaksi tersebut telah ditangani dengan
tepat oleh sistem akuntansi klien. Namun ketika keuntungan berasal dari
perubahan nilai waja, pertanyaan yang lebih sulit muncul untuk auditor terkait
bukti pada perkiraan manajemen.Sebagai contoh, salah satu aspek untuk
mengukur keuntungan dengan menentukan status perubahan nilai wajar aktiva
bersih yang ditangani oleh akuntansi standar IAS 36/AASB 136. Standart ini
membutuhkan

penurunan

nilai

aktiva

diakui

sebagai

rugi

penurunan

nilai. Manajemen diperlukan untuk menilai pada tanggal laporan apakah ada
indikasi bahwa aset mungkin terganggu. Jika kondisi tersebut terjadi, manajemen
akan mengestimasi jumlah terpulihkan aktiva tersebut. Jika jumlah yang dapat
dipulihkan suatu aktiva kurang dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aktiva harus
diturunkan menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali. Pengurangan ini
merupakan kerugian penurunan (Godfrey, et al, 2010:150)
Pedoman standar audit internasional untuk kerugian penurunan nilai audit
dan perkiraan nilai wajar terkandung adalah ISA 540. Auditor diharuskan untuk
mengumpulkan bukti untuk menilai jika manajemen telah mengikuti standar
akuntansi yang tepat dan jika jumlah yang diakui sebagai kerugian penurunan
nilai wajar. Untuk melakukan hal ini, auditor harus menentukan apakah
manajemen telah memilih metode penilaian yang sesuai dan masuk akal dan
asumsi. Jika standar akuntansi tidak meresepkan metode penilaian untuk aset dan
kewajiban tertentu yang dipertimbangkan, auditor dapat menerima metode

penilaian yang wajar. Auditor harus mengumpulkan bukti bahwa metode ini
diterapkan secara konsisten, sehingga manajer tidak memilih dan memilih metode
dari tahun ke tahun tergantung pada hasil keuntungan yang diinginkan
mereka. Auditor juga harus menilai apakah nilai aktiva atau kewajiban dengan
benar ditentukan dari asumsi signifikan manajemen, model penilaian dan data
yang mendasari relevan. Data tersebut akan mencakup suku bunga yang
digunakan untuk mendiskontokan arus kas, nilai pasar digunakan oleh perusahaan
perbandingan, data royalti, dan sebagainya (Godfrey, et al, 2010:150)
Selain masalah yang berkaitan dengan penggunan nilai wajar dan masalah
terkait, auditor juga menghadapi masalah yang disebabkan oleh variabilitas dalam
tingkat keandalan dan keakuratan pengukuran kos historis. Misalnya standar biaya
manufaktur yang didasarkan pada kos historis. Dari berbagai asumsi tentang
pengolahan volume, metode serta pengalokasian biaya overhead produk. Semua
faktor tersebut mempengaruhi persediaan yang ada pada akhir periode dan juga
mempengaruhi biaya pokok penjualan selama periode tersebut. Dalam konteks ini
auditor harus menguji kewajaran prosedur yang diterapkan dalam pengembangan
standar spesifikasi teknik ini.Hal ini termasuk dalam pengumpulan bukti tentang
kewajaran asumsi yang mendasari konsisitensi penggunaan data (Godfrey, et al,
2010:150)

DAFTAR PUSTAKA
Belkaoui, Ahmed Riahi. 2000. ACCOUNTING THEORY:TEORI
AKUNTANSI. 4th edition. Jakarta:Salemba Empat.

Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, Scott Holmes. 2010.
Accounting Theory, 7th ed., John Wiley & Sons, Inc.
Suwardjono. 2010. TEORI AKUNTANSI PEREKAYASAAN PELAPORAN
KEUANGAN.Yogyakarta:BPFE

Anda mungkin juga menyukai