Anda di halaman 1dari 26

INTERNAL AUDIT AND INTERNAL CONTROL STANDARDS

(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Internal Audit)

Dosen Pengampu : Drs. Hartono, MM., Ak., CMA


Oleh :
KELOMPOK 6
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Nama
Siti Zulaikhah
Ilma Fauziah
Megha Anindya
Yoshita Rizqa Safitri
Sara Kartika Apriliana
Alfiyeni Nurul Asnab
Atika Nirmala Sari
Nurfatun Rahmania
Ajeng Putri Karisma
Fenny Gita Ariosa
Ernalis Novitasari
Yenny Ratnasari
Surya Aprilya Chrysti
Ariefiena Natalia Widiati
Feby Tri Mandiri
Nura Ifa Arifatul Husna

NIM
041411323002
041411323008
041411323009
041411323010
041411323018
041411323030
041411323046
041411323049
041411323056
041411323059
041411323072
041411323080
041411323083
041411323088
041411323097
041411323098

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI ALIH JENIS


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016

DAFTAR ISI

Cover .......................................................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................................
BAB 1 Resume ........................................................................................................
BAB 2 Pembahasan .................................................................................................
BAB 3 Kesimpulan .................................................................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................................

1
2
3
10
25
29

BAB 1
RINGKASAN SUB CHAPTER 3.2 & 3.3
3.2

Standar Pengendalian Internal : Latar Belakang


Meskipun konsep dan definisi dari pengendalian internal dipahami cukup baik, hari

ini dengan kerangka pengendalian internal COSO. Hal ini tidak benar sebelum pada tahun
1980an. Secara khusus, tidak ada kesepakatan yang konsisten dari apa yang dimaksud dengan
2

"pengendalian internal."Awal definisi yang pertama datang dari Institusi Amerika yang
Bersertifikat Akuntan Publik (AICPA) dan digunakan oleh AS Securities dan Exchange
Commission (SEC) untuk Securities Exchange Act of 1934 peraturan menyediakan titik awal
yang baik. Meskipun telah ada perubahan selama bertahun-tahun, standar AICPA pertama
dikodifikasi, disebut Pernyataan Standar Auditing (SAS No 1), ditetapkan praktik laporan
keuangan audit eksternal di Inggris Amerika selama bertahun-tahun. definisi pengendalian
intern :
Pengendalian internal terdiri rencana perusahaan dan semua koordinat metode dan
langkah-langkah yang diadopsi dengan bisnis untuk menjaga asetnya, periksa
akurasi dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi operasional, dan
mendorong kepatuhan terhadap kebijakan manajerial yang ditentukan.
AICPA SAS No 1 telah dimodifikasi untuk menambahkan administrasi dan akuntansi
kontrol untuk definisi pengendalian internal dasar. Meliputi kontrol administratif ,namun
tidak terbatas pada, rencana perusahaan dan prosedur dan catatan yang berkaitan dengan
proses pengambilan keputusan yang mengarah ke otorisasi manajemen dari transaksi.
otorisasi tersebut adalah fungsi manajemen langsung terkait dengan tanggung jawab untuk
mencapai tujuan perusahaan dan starting titik untuk menetapkan pengendalian akuntansi
transaksi.
[Pengendalian Akuntansi] terdiri rencana perusahaan dan prosedur dan catatan yang
berhubungan dengan pengamanan aset dan keandalan catatan keuangan dan akibatnya
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa:
a. Transaksi dilakukan sesuai dengan manajemen umum atau otorisasi yang spesifik
b. Transaksi dicatat secara semestinya (1) untuk memungkinkan penyusunan aporan
keuangan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau Kriteria
lain yang berlaku untuk pernyataan tersebut dan (2) untuk menjaga akuntabilitas untuk
aset.
c. Akses ke aset hanya diperbolehkan sesuai dengan otorisasi manajemen.
d. Akuntabilitas yang direkam untuk aset dibandingkan dengan aset yang ada pada
interval yang wajar dan tindakan yang tepat diambil sehubungan dengan perbedaan
yang ada.
Hubungan tumpang tindih dari kedua jenis pengendalian internal kemudian lanjut
dijelaskan dalam pra-1988 standar AICPA:
Definisi di atas tidak selalu saling eksklusif karena beberapa prosedur dan catatan
dipahami dalam pengendalian akuntansi juga mungkin terlibat di kontrol
administratif. Misalnya, penjualan dan catatan biaya diklasifikasikan oleh Produk
dapat digunakan untuk tujuan pengendalian akuntansi dan juga dalam membuat
3

keputusan manajemen mengenai harga satuan atau aspek lain dari operasi.
Menggunakan beberapa prosedur atau catatan seperti itu bagaimanapun tidak
penting untuk tujuan pada bagian ini karena yang bersangkutan terutama dengan
mengklarifikasi batas luar akuntansi kontrol. Contoh catatan yang digunakan
semata-mata untuk administrasi kontrol yang berkaitan dengan pelanggan dihubungi
oleh salesman dan untuk yang cacat bekerja dengan karyawan produksi
dipertahankan hanya untuk personil evaluasi per kinerja.
Maksudnya di sini adalah bahwa definisi pengendalian internal telah berubah tapi
telah ditafsirkan kembali selama bertahun-tahun. Namun, sebelumnya standart AICPA sistem
pengendalian internal melampaui hanya pada hal yang berhubungan langsung dengan
akuntansi dan laporan keuangan, termasuk kontrol administratif. Di atas tahun 1970-an, SEC
dan AICPA dirilis terdapat banyak sedikit perbedaan terkait definisi pengendalian internal
dan perusahaan audit eksternal yang tersedia dengan berbagai interpretasi yang mendukung
dan pedoman.
3.2.1 Internal Control Definition Foreign Corrupt Practices Act of 1977
Sama seperti skandal akuntansi Enron dan lainnya yang membawa SOx kami di awal
tahun abad kedua puluh satu, Amerika serikat mengalami situasi yang sama dengan 30 tahun
yang lalu. Periode tahun 1974 hingga 1977 adalah waktu social ekstrim dan kekacauan
politik di Amerika Serikat. Sesuatu yang illegal ditemukan di waktu tahun 1972 pemilihan
presiden Amerika Serikat, termasuk pencurian dari partai democrat di gedung kompleks yang
dikenal sebagai Watergate. Berbagai peristiwa membawa pada pengunduran diri presiden
Richard Nixon. Terkait penyelidikan menemukan lain questionable yang sudah terjadi tidak
dilindungi undang-undang. Sama dengan bagaimana kegagalan Enron membawa kami SOx,
hasilnya adalah bagian dari tahun 1977 Foreign Corrupt Practices Act (FCPA).
FCPA dilarang menyuap para pejabat luar negeri dan juga kita membutuhkan
perawatan untuk buku yang akurat dan catatan sebaik sistem control akuntansi internal.
Dengan ketentuan yang berlaku untuk hampir semua perusahaan Amerika Serikat dengan
SEC terdaftar sekuritas, aturan control internal FCPA khususnya berdampak baik eksternal
maupun internal auditor. Dengan terminology langsung dari undang-undang, FCPA yang
diperlukan itu SEC-Regulated harus:
Membuat dan menjaga buku, catatan, dan akun detail yang masuk akal. Akurat dan
cukupnya transaksi dan disposisi aset emiten.
Devise dan menjaga sistem control internal akuntansi yang cukup memberikan
kesempatan jaminan bahwa :
1 Transaksi dilakukan sesuai dengan manajemen umum atau tertentu.

Transaksi yang tercatat sebagai diperlukan untuk ijin persiapan laporan keuangan
dengan prinsip akuntansi yang berterima umum atau kriteria lain yang

pernyataannya seperti itu dan juga untuk akuntabilitas aset.


Akses untuk asset yang hanya sesuai dengan manajemen umum atau tertentu.
Catatan akuntabilitas untuk aset yang dibandingkan dengan aset yang ada saat masuk
akal dan tindakan yang tepat diambil terhadap perbedaan apapun.
FCPA sangat penting karena untuk pertama kalinya manajemen membuat pertanggung
jawaban atas memadainya sistem control akuntansi internal. Tindakan yang dibutuhkan
BUMN untuk membuat dan menjaga buku, catatan, dan akun detail yang masuk akal. Akurat
dan cukupnya transaksi dan disposisi aset emiten. Mirip dan bahkan lebih dari hari ini aturan
SOx dibahas dalam BAB 4, FCPA record-keepng persyaratan bagi masyarakat korporasi
terdaftar dengan SEC.
Selain itu FCPA meminta perusahaan ini menyimpan catatan yang akurat untuk
transaksi mereka in reasonable detail. Meskipun tidak ada definisi yang spesifik, peraturan
catatan harus mencerminkan transaksi dengan metode mencatat ekonomi, mencegah off-thebooks Slush Funds dan pembayaran suap. FCPA yang diperlukan perusahaan itu menjaga
sebuah sistem control internal akuntansi untuk memberikan kesempatan jaminan transaksi
berwenang dan mengizinkan persiapan laporan keuangan sesuai dengan GAAP. Juga, aturan
FCPA menyatakan bahwa akuntabilitas dipertahankan untuk asset perusahaan, dan akses
untuk mengijinkan mereka hanya sebagai pihak berwenang dengan persediaan fisik periodic.
Bertepatan sekitar 30 tahun yang lalu, FCPA mengatur tata kelola perusahaan yang baik.
Karena FCPA banyak direksi boardsof dan audit komite kemudian mulai aktif kembali
control internal di perusahaan mereka.
3.2.2

Akibat FCPA: Apa yang terjadi?


Saat ditetapkan, FCPA membawa dampak yang signifikan baik untuk audit internal

maupun eksternal, karena untuk pertama kalinya manajemen bertanggung jawab atas sistem
pengendalian internal akuntansi yang memadai untuk menyediakan penjaminan yang layak
bahwa transaksi diotorisasi dan dicatat untuk menyediakan laporan keuangan yang sesuai
dengan standar yang berlaku. Mengingat bahwa pada akhir 1970 dan awal 1980, pada saat itu
sistem otomatisasi adalah serangkaian proses utama dan alat untuk mendokumentasikannya
lebih sedikit daripada pola flowchart. Selain itu FCPA menyatakan bahwa akuntabilitas
dipelihara untuk penggunaan aset dan aksesnya hanya diperbolehkan dengan otorisasi atas
penyediaan fisik periodik.

Banyak pebisnis professional mengantisipasi adanya penambahan peraturan


mengikuti penetapan FCPA. Bagaimanapun, hal tersebut tidak terjadi. Dasar hukum yang di
amandemenkan pada sekitar tahun 1990 hanya untuk menguatkan dan memperbaiki
ketetapan anti korupsi. FCPA meningkatkan pentingnya pengendalian internal dan peraturan
anti penyuapan.
Saat ditetapkan pada 1977, FCPA menegaskan betapa pentingnya pengendalian
internal yang efektif, meskipun pada saat itu tidak ada definisi yang konsisten tentang
pengendalian internal. FCPA merupakan langkah awal untuk membantu perusahaan
memikirkan tentang kebutuhan pengendalian internal yang efektif, meskipun tidak ada
pedoman atau standar atas ketentuan yang ditetapkan oleh FCPA. Namun, jika kita tidak
memberi perhatian lebih tentang pengendalian internal dalam FCPA, kita mungkin tidak ada
pernah memiliki Sarbanes-Oxley Act.
3.3

Peristiwa-peristiwa Penting yang Menuntun Pada Komisi Treadway


Tidak ada pemahaman yang jelas dan konsisten dengan apa yang dimaksud dengan

pengendalian internal yang baik. Tahun 70-an auditor eksternal hanya melaporkan laporan keuangan
suatu perusahaan dengan wajar; tidak ada penjelasan atas kecukupan dari prosedur pengendaalian
internal yang mendukung laporan keuangan yang diaudit tersebut.
FCPA mengharuskan perusahaan pelapor untuk mendokumentasikan pengendalian internal
mereka, tapi tidak meminta auditor eksternal untuk membktikan apakah perusahaan sudah mematuhi
standart pengendalian internal yang dibuat FCPA. Kemudian SEC memulai penelitian tentang
kecukupan pengendalian internal dan menerbitkan laporan-laporan untuk menddefinisikan lebih baik
arti dari pengendalian internal dan tanggung jawab auditor eksternal untuk pelaporan pengendalian
tersebut.
Pada tahun 74, AICPA membentuk komisi atas kewajiban auditor, yang dikenal dengan Cohen
Comission, mereka merekomendasikan bahwa pernyataan atas kondisi pengendalian internal
perusahaan harus disajikan juga bersama laporan keuangan perusahaan. Rekomendasi atas laporan
tersebut tidak tepat dengan apa yang dimaksud dengan pelaporan atas pengendalian internal, dan
auditor eksternal mengekspresikan perhatian yang kuat terkait dengan peran mereka dalam proses ini.
Meskipun auditor sudah terbiasa untuk membuktikan kewajaran dari laporan keuangan,
Cohen Commmision membutuhkan opini audit atas kewajaran dari asersi pengendalian manajemen
pada surat pengendalian internal laporan keuangan. Jadi jika suatu perusahaan melaporkan bahwa
pengendalian internal mereka sudah cukup dan auditor perusahaan tersebut juga menerima asersi
tersebut, auditor eksternal perusahaan dapat dikritik atau bahkan di litigasi apabila ada masalah
pengendalian yang terjadi kemudian.
Sebuah organisasi profesional yaitu Financial Executive International (FEI), juga terlibat
dalam kontroversi pelaporan pengendalian ini. FEI menyetujui bahwa perusahaan harus melaporkan
status pengendalian internal mereka, dan hasilnya, banyak perusahaan di US memulai untuk
6

mendiskusikan kecukupan pengendalian internal mereka sebagai bagian dari laporan manajemen
tahunan. Surat pengendalian internal ini adalah sebuah kegiatan sukarela dan tidak mengikuti standart.
Biasanya juga mengikutkan komentar yang menyatakan bahwa manajemen bersama dengan internal
auditor secara periodik menilaii kualitas pengendalian internal, pernyataan ini mengindikasikan
bahwa tidak ada yang ditemukan yang mengindikassikan bahwa ada massalah pengendalian internal
pada operasi.
Menggunakan cohen comission dan rekomendasi FEI, SEC menerbitkan aturan untuk laporan
manajemen yang diwajibkan untuk sistem pengendalian internnal akuuntansi perusahaan. SEC
menyatakan bahwa informasi berkenaan dengan keefektifan sistem pengendalian nternal perusahaan
dibutuhkan untuk investor dapat menilai lebih baik performa manajemen dan integritas laporan
keuangan yang dipublikasikan. Namun proposan \sec tersebu kembali menuai kontroversi.
Pertanyaan datang dari berbagai arah berkaitan dengan definisi pengendalian akuntansi
internal. Sementara perusahaan mungkin setuju untuk pelaporan secara sukarela, mereka tidak mau
untuk menjadikan diri mereka sebagai subjek atas penalti yang terasosiasi dengan regulasi SEC. SEC
kemudian melepas kebutuhan pelaporan tersebut dan berjanji untuk merilis lagi kemudian.

3.3.1

Sebelum Standar AICPA : SAS No. 55


Sebelum Sox, AICPA bertanggung jawab untuk mengeluarkan standar audit eksternal

melalui Pernyataan Standar Auditing (Sass). Sebagaiman dibahas untuk SAS No. 1, standar
ini membentuk dasar dari review auditor eksternal tentang kewajaran laporan keuangan yang
dipublikasikan. Meskipun mereka mengalami beberapa perubahan selama bertahun-tahun,
pada 1970-an, AICPA sering dikritik bahwa standar audit tidak memberikan bimbingan yang
memadai baik auditor eksternal atau pengguna laporan mereka. Masalah ini disebut
kesenjangan harapan, karena standar akuntansi umum yang ada tidak memenuhi harapan
investor. Untuk menjawab kritik ini, AICPA merilis serangkaian Sass baru antara tahun 1980
dan 1985. Ini termasuk SAS No. 30, Laporan tentang Pengendalian intern Akuntansi, yang
memberikan panduan untuk terminolohi yang digunakan dalam laporan pengendalian
akuntansi internal. Namun, sama sekali tidak memberikan banyak bantuan. Untuk itu,
kemudian diterbitkan SAS No. 55 yang menetapkan pengendalian internal dalam hal tiga
unsur utama :

Lingkungan Pengendalian
Sistem Akuntansi
Prosedur Pengendalian
SAS No. 55 menyajikan pendekatan yang berbeda untuk memahami pengendalian

internal daripada yang telah digunakan di masa lalu, dan itu telah memberikan dasar untuk
banyak pemahaman berkelanjutan dari pengendalian internal.

SAS No. 55 didefinisikan pengendalian internal dengan cara yang jauh lebih luas dan
memberikan dasar untuk definisi laporan COSO. SAS No. 55 berlaku efektif pada tahun 1990
dan merupakan langkah besar dalam mendefinisikan pengendalian internal yang tepat.
3.3.2 Komite Tradeway Report
Selama akhir 1970-an dan awal 1980-an, banyak perusahaan besar AS gagal karena
inflasi tinggi dan suku bunga tinggi yang dihasilkan. Banyak perusahaan melaporkan
penghasilan yang memadai dalam laporan keuangan yang telah diaudit. Akhirnya Komisi
Nasional Pelaporan Keuangan Penipuan dibentuk. Ini dibentuk dari lima organisasi profesi:
IIA, AICPA, dan FEI, AAA, dan IMA. AAA adalah organisasi professional untuk akuntan
akademis. IMA adalah organisasi professional untuk manajerial atau akuntan biaya. Komisi
Nasional Pelaporan Keuangan Penipuan kemudian disebut Komisi Tradewayz. Tujuan
utamanya adalah untuk mengidentifikasi factor-faktor penyebab yang memungkinkan
kecurangan pelaporan keuangan dan untuk membuat rekomendasi agar mengurangi insiden
ini. Komisi ini akhirnya menerbitkan laporan pada tahun 1987 dan termasuk rekomendasi
kepada manajemen, dewan direksi, profesi akuntan public, dan lain lain. Laporan ini
menyerukan laporan manajemen tentang efektivitas sistem pengendalian internal dan
menekankan elemen kunci yang harus ada dalam sistem pengendalian internal, termasuk
lingkungan pengendalian, kode etik, komite audit yang kompeten dan terlibat, dan fungsi
audit internal yang kuat. Akan tetapi Laporan Komisi Tradeway lagi-lagi menunjukkan
kurangnya definisi yang konsisten dari pengendalian internal. Hal yang sama COSO yang
dikelola laporan tradeway kemudian dikontrak dengan spesialis dari luar dan memulai sebuah
proyek baru untuk menentukan konsep pengendalian internal. Meskipun tidak mengeluarkan
standar, laporan tradeway penting dalam meningkatkan tingkat kepedulian dan perhatian
mengenai pelaporan pengendalian internal. Pada kenyataannya, banyak upaya ini
berlangsung hampir secara parallel. Upaya 20 tahun ini. Didefinisikan ulang pengendalian
internal sebagai dasar metodologi dan diuraikan secara terminology untuk professional bisnis
dan auditor. Hasilnya adalah hadirnya kerangka pengendalian internal COSO yang dibahas
dalam buku ini.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
2.1.1

KETERKAITAN COSO DENGAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA


Penerapan COSO Dalam Instansi Pemerintahan
Indonesia sudah cukup banyak memiliki perangkat hukum untuk mengatur

penyelenggaraan prinsip good governance. Kesemuanya mengamanatkan kepada presiden


untuk mengendalikan langsung penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik. Salah
satunya seperti yang ditegaskan pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Di sana dikatakan bahwa pengatur dan penyelenggara sistem
pengendalian intern pemerintah (SPIP) untuk mengelola transparansi keuangan negara adalah
kepala pemerintahan.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa pemegang
kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar berada di tangan presiden. Karena itu
selaku kepala pemerintahan, presiden wajib melaksanakan SPIP di seluruh organisasi
pemerintahan.
Pengendalian internal akan melengkapi pengendalian eksternal yang sudah ditegakkan
pemerintah, seperti melalui lembaga kepolisian, kejaksaan, pemberantas korupsi, pengawas
keuangan maupun lembaga peradilan lainnya. Yang membedakan sistem pengendalian intern
ini adalah mekanisme pengendaliannya yang lebih menjamin kualitas dan kinerja
pemerintahan secara keseluruhan (apalagi jika berhasil diterapkan di seluruh lembaga
pemerintah pusat dan daerah). Prakondisi ini selanjutnya akan menghindarkan penyelenggara
negara dari tuntutan hukum administrasi, perdata maupun pidana.
SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah sistem pengendalian intern
yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah
9

daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP mewajibkan


menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan bupati/walikota untuk melakukan pengendalian
terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya.
Suatu organisasi membuat sistem pengendalian intern dengan berbagai tujuan.
Dimana tujuan dibuatnya suatu sistem ini diharapkan dapat mendukung kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh organisasi tersebut.
Terdapat dua tujuan sistem pengendalian intern, yaitu tujuan akuntansi dalam menjaga
kekayaan dan mengecek ketelitian data akuntansi dan tujuan administratif yang lebih kearah
untuk mendorong efesiensi serta dipatuhinya kebijakan manajemen.
Tujuan sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008, adalah sebagai berikut :
Sistem pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya efektifitas dan efesiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintah, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan pertundang-undangan. (2009:2)
Intinya sistem pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan bahwa
tujuan dari organisasi dapat tercapai, diantaranya yaitu tercapainya efektifitas dan efesiensi,
keandalan laporan keuangan serta ditaatinya peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut :
1. Struktur Organisasi
Merupakan rerangka pembagian tanggungjawab fungsional kepada unit-unit organisasi
yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan organisasi atau dapat diartikan sebagai
menggidentifikasikan kerangka hubungan formal untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
Manajemen harus memiliki data akuntansi yang dapat diuji ketelitiannya dalam
melaksanakan operasi. Sistem pengendalian intern dapat mencegah dan menemukan
kesalahan.
3. Mendorong Efesiensi Usaha
Pengendalian dalam organisasi ditujukan untuk menghindari pekerjaan berganda yang
tidak perlu, dan mencegah pemborosan terhadap semua aspek kegiatan termasuk
pencegahan penggunaan dana yang tidak efesien.
4. Mendorong Efesiensi ditaatinya Kebijakan Manajemen
Manajemen menyusun prosedur dan peraturan untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem
pengendalian intern (SPI) memberikan jaminan bahwa prosedur dan peraturan tersebut
dapat dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan.
Tindakan pengendalian diperlukan untuk memberikan keyakinan yang memadai
(reasonable assurance) terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara. Pengendalian intern akan menciptakan keandalan
10

pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku. Tujuan akhir sistem pengendalian intern ini adalah untuk mencapai
efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Pemerintah merasa perlu merumuskan SPIP karena telah terjadi perubahan dalam
penganggaran, sistem pencatatan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Hal ini
berdampak terhadap pendekatan sistem pengendalian internal, sehingga menjadi menjadi
tanggung jawab setiap pimpinan instansi yang tentunya akan dibantu oleh Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Demi good governance, pengawasan intern dilakukan untuk memperkuat dan
menunjang efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern. Sistem pengendalian
yang semula berorientasi sekadar mematuhi ketentuan yang berlaku (compliance audit) akan
menuju sebagai tindakan audit yang dapat mengukur akuntabilitas operasional organisasi
(performance audit) dari kinerja aparat birokrasi.
Perubahan orientasi sistem pengendalian intern ini menjadikan presiden beserta
seluruh penyelenggara pemerintah di tingkat pusat dan daerah harus mampu melaksanakan
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Langkah ini dimulai dari tahap perencanaan
sampai dengan proses pengendalian pada tahap pelaksanaannya. Situasi ini tentu saja
membuat presiden sangat membutuhkan sebuah sistem pengendalian internal. Sebab selaku
kepala negara (dan kepala pemerintahan), presiden bertugas sebagai pengelola, dan
penanggung gugat (akuntabilitas) pengelolaan keuangan negara. Tentu saja pengendalian
intern yang diperlukan tersebut harus merupakan sebuah sistem yang andal, menyeluruh,
utuh, serta berlaku efektif dalam mengikat tali koordinasi, dan membangun sistem
pengawasan antar-lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sistem pengendalian intern merupakan proses integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai pemerintah.
Tindakan ini untuk memberi keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi
pemerintah yang optimal. Tentu saja optimalitas itu terjadi jika organisasi dapat berjalan
secara efektif dan efisien, memiliki keandalan pelaporan keuangan, menjalankan pengamanan
aset negara, dan taat terhadap peraturan perundang-undangan.
SPIP diadopsi dari sebuah konsep yang mencoba mengaitkan terjadinya perubahan
bertahap terhadap sistem pengendalian intern. Konsep ini telah disempurnakan berdasarkan
pengalaman selama menjalankan dan mempelajari sistem pengendalian intern. SPIP mencoba
meninggalkan pemahaman sistem pengendalian intern yang semula hanya berbasis
accounting control dan administrative control kemudian dapat dipadukan dengan unsur
lingkungan pengendalian (control environment). Meskipun demikian, SPIP masih tetap
11

mengaitkan tanggung jawab audit dengan laporan keuangan. Konsep SPIP diadopsi dari
sebuh grup studi: The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission
(COSO), berdasarkan publikasi laporan Internal Control-Integrated Framework (September
1992).
Menurut COSO, pengendalian manajemen terdiri lima komponen utama yang saling
berkaitan.

Komponen

tersebut

bersumber

dari

cara

manajemen

(pimpinan)

menyelenggarakan tugasnya. Jika kinerja pimpinan organisasi baik, maka seluruh komponen
utama tersebut akan menyatu (built in) dan saling menjalin (permeatted) di dalam proses
manajemen. Oleh COSO, lima komponen sistem pengendalian intern dirumuskan sebagai:
lingkungan pengendalian (control environment); penilaian resiko (risk assessment); aktivitas
pengendalian

(control

activities);

informasi

dan

komunikasi

(information

and

communication); serta pemantauan (monitoring);


1

Lingkungan Pengendalian (Control Environment).


Komponen ini meliputi sikap manajemen disemua tingkatan terhadap operasi secara
umum dan konsep kontrol secara khusus yang mencakup etika, kompetensi serta
integritas dan kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi yang dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Integritas dan nilai etika, merupakan produk standar etika, perilaku organisasi dan
bagaimana standar tersebut dikomunikasikan serta didorong untuk dilaksanakan.
Standar tersebut mencakup tindakan-tindakan manajemen untuk menghindarkan diri
atau mengurangi dorongan atau godaan yang mungkin mendorong seseorang untuk
bertindak tidak jujur, melanggar hukum, atau tindakan lain yang tidak etis.
b. Komitmen atas kompetensi, mencakup pertimbangan manajemen atas tingkat
kompetensi untuk tugas-tugas tertentu dan bagaimana tingkat-tingkat kompetensi ini
diterjemahkan ke dalam pengetahuan dan keahlian yang dipersyaratkan.
c. Filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen, memberikan tanda yang jelas bagi para
staf tentang arti pentingnya pengendalian. Auditor dapat mengidentifikasi aspek-aspek
yang memberikan kepadanya pemahaman tentang sikap manajemen terhadap
pengendalian.
d. Struktur organisasi, merumuskan garis tanggung jawab dan wewenang yang ada.
Dengan memahami struktur organisasi auditor dapat mempelajari dan memahami
unsur manajerial dan fungsional serta merasakan bagaimana pengendalian dikaitkan
dengan kebijakan dan prosedur yang dilaksanakan.
e. Komite Audit, sub komponen ini pada saat ini masih lebih ditekankan pada
lingkungan sektor swasta dan badan usaha milik negara,sedangkan di sektor
12

pemerintah belum ada. Dalam hal ini adanya komunikasi antara Dewan Pengawas
dengan auditor, baik internal maupun eksternal, menjadi suatu hal yang penting dalam
memecahkan/membahas berbagai masalah yang terkait dengan integritas dan
tindakantindakan manajemen lainnya.
f. Pemberian wewenang dan tanggung jawab, merupakan bentuk komunikasi formal
berkaitan dengan pengendalian atas kegiatan yang dilaksanakan.
g. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia, yang mencakup penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekruitment sampai
dengan pemberhentian pegawai, penelusuran latar belakang calon rekruitment dan
supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai dengan tetap berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
2.

Penentuan Resiko (Risk Assesment).


Penentuan risiko adalah identifikasi dan analisis risiko untuk menetapkan tujuan
organisasi dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
organisasi bersangkutan.

Pengendalian Aktivitas (Control Activities),


Pengendalian aktivitas adalah kebijakan dan prosedur yang dapat meyakinkan bahwa
tindakan telah dilakukan untuk mengantisipasi risiko yang muncul. Pengendalian
aktivitas terdiri dari :
a. Pemisahan tugas yang cukup, meliputi : pemisahan penyimpangan aset-aset dari
pencatatan akuntansi, pemisahan otorisasi transaksi, pemisahan tanggungjawab
operasional dari tanggungawab pencatatan dan pemisahan tugas teknologi informasi
dari penggunaannya.
b. Otorisasi transaksi dan aktivitas yang tepat, setiap transaksi yang terjadi dapat
diotorisasi dengan tepat apabila pengendalian internnya memuaskan.
c. Dokumentasi dan catatan yang cukup, dokumentasi dan catatan harus mempunyai
nomor, dibuat pada saat transaksi terjadi, simple dan mudah dimengerti, dirancang
untuk banyak kegunaan, disusun dalam bentuk yang memungkinkan adanya

pengecekan intern dalam formulir atau catatan tersebut.


d. Pengendalian fisik terhadap aset-aset dan catatan-catatan.
e. Pengecekan terhadap pelaksanaan.
4 Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), dan
Organisasi dapat mengidentifikasi, mencatat dan mengkomunikasikan informasi dalam
bentuk

dan

waktu

yang

tepat

serta

diselenggarakan

secara

efektif.

Untuk

menyelenggarakan komunikasi yang efektif organisasi harus dapat menyediakan dan

13

memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi, serta dapat mengelola,


mengembangkan dan memperbaharui sistem informasi secara terus-menerus.
5

Pemantauan (Monitoring).
Pemantauan merupakan penilaian kualitas sistem pengendalian intern secara terusmenerus oleh manajemen, untuk menentukan apakah sistem pengendalian intern telah
berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan apakah sistem pengendalian intern tersebut
dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi.
Dengan pengertian tersebut, sistem pengendalian intern diartikan sebagai rangkaian

kegiatan, prosedur, proses, dan aspek lain yang berkaitan dengan pencapaian tujuan
penciptaan pengendalian intern. Dalam perkembangannya, kemudian terjadi pergeseran
karakter pengendalian yang tidak hanya mencakup rangkaian kegiatan dan prosedur, namun
menjadi suatu proses yang integral yang dipengaruhi oleh setiap orang di dalam organisasi.
Keterlibatan seluruh sumber daya manusia tersebut menjadi strategi manajemen organisasi
untuk mengantisipasi ketidakpastian yang mungkin terjadi (dialami) ketika sedang mencapai
tujuan organisasi.
Akibatnya karakter pengendalian intern bergeser dari hard control menuju soft
control. Hal ini akan ditandai dengan peningkatan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas
kinerja organisasi. Capaian itu tidak hanya dilakukan melalui prosedur dan mekanisme
pengendalian tetapi juga dengan meningkatkan kompetensi, kepercayaan, nilai etika, dan
penyatuan pandangan terhadap visi, misi, dan strategi organisasi.
COSO menjelaskan bahwa ciri yang paling berpengaruh pada efektivitas
pengendalian terletak pada 'proses'. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kesadaran terhadap
pentingnya pengendalian tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab pimpinan lembaga
(manajemen puncak). Kesadaran terhadap manfaat pengendalian harus tersebar ke seluruh
anggota organisasi, tidak hanya kepada unit dan bagian organisasi terkecil, tetapi juga sampai
ke tingkat individu.
Akibatnya seluruh anggota organisasi harus memandang pengendalian sebagai alat
untuk mencapai tujuan, dan tanggung jawab penerapannya menjadi kewajiban bersama.
Meskipun demikian agar penerapannya efektif, konsep COSO tetap mengakui suatu tone at
the top. Karena itu, pimpinan Instansi Pemerintah tetap ditekankan untuk mengambil
peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pengendalian intern ini.
Dengan demikian, SPIP memiliki suatu pemahaman bahwa pengendalian dirancang
untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan. Rancangan pengendalian yang
ditetapkan akan disesuaikan dengan bentuk, luasan, dan kedalaman dari tujuan dan ukuran
organisasi, karakter dan lingkungan di mana operasi organisasi akan dilaksanakan. Melalui
14

konsep ini tidak ada pengendalian generik yang langsung dapat ditiru dan diterapkan pada
organisasi lain. Sehingga pengendalian harus dirancang sesuai dengan ciri kegiatan serta
lingkungan yang melingkupinya.
Intinya, seluruh komponen bangsa harus mengawal pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Karena dari peraturan ini terlihat upaya mandiri aparatur
pemerintah untuk menciptakan dirinya sebagai pegawai negara yang profesional, berani
menghindar dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme, dan ingin menciptakan budaya kerja
yang beradab (mulia) di lingkungan organisasinya. Namun semua semangat itu hendaknya
dibarengi dengan langkah cepat pemerintah untuk menciptakan tingkat kesejahteraan yang
memadai bagi para aparaturnya. Sebab tanpa itu, apa pun bentuk kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah pasti akan selalu menemui jalan buntu. Yakni, lagi-lagi tidak mampu dijalankan
dan ditegakkan dengan konsisten, penuh integritas, serta bertanggung jawab.
2.1.2 Studi Kasus : Praktik Penerapan COSO Dalam Bank Century
2.1.2.1 Sejarah Kasus
Awal terjadinya kasus Bank Century adalah mengalami kalah kliring pada tanggal 18
November 2008. Kalah kliring adalah suatu triminologi yang dipahami oleh semua
masyarakat yang menggambarkan adanya deficit suatu bank. Sementara kliring itu sendiri
adalah pertukaran data keuangan elektronik antar peserta kliring baik atas nama peserta atau
klien yang mereka peroleh pada waktu tertentu.
Melakukan masalah internal yang terjadi di Bank Century penipuan oleh manajemen
bank, sehubungan dengan klien mereka. Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan
karena adanya krisis global, tetapi karena disebabkan permasalahan internal bank tersebut.
Adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
a. Penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp
1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun).
b. Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk
tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.
Kedua permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah
Bank Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka
pun untuk sementara tidak dapat dicairkan. Kasus Bank Century sangat merugikan
nasabahnya. Dimana setelah Bank Century melakukan kalah kliring, nasabah Bank Century
tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi tunai maupun transaksi non tunai.
Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank Century tidak dapat menarik uang
kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM bersama. Kemudian para nasabah mendatangi
kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi kepada petugas Bank. Namun, petugas bank
15

tidak dapat memberikan jaminan bahwa besok uang dapat ditarik melalui ATM atau tidak.
Sehingga penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller dengan jumlah dibatasi hingga
Rp 1 juta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap nasib dananya di Bank
Century.
Tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk
valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak
bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang tidak
dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Nasabah bank
merasa tertipu dan dirugikan dikarenakan banyak uang nasabah yang tersimpan di bank
namun sekarang tidak dapat dicairkan. Para nasabah menganggap bahwa Bank Century telah
memperjualbelikan produk investasi ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang
dipasarkan Bank Century tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak
manajemen Bank Century mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal tersebut menimbulkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para
nasabah melakukan aksi protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor
cabang Bank Century. Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke
Mabes Polri hingga DPR untuk segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang
deposito mereka dikembalikan. Selain itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK
dan BI yang dinilai tidak bekerja dengan baik.
Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas dan menutup mata dalam mengusut
investasi fiktif Bank Century yang telah dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut
pun dapat berimbas kepada bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi
terhadap sistem perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia
perbankan Indonesia.
2.1.2.2 Kasus Pelanggaran Etika ( Bank Century)
Membengkaknya suntikan modal dari Lembaga Penjamin Simpanan ke Bank Century
hingga Rp 6,7 triliun memaksa keingintahuan Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal awalnya
pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century. Menteri
Keuangan Sri Mulyani menegaskan kepada DPR bahwa jika Bank Century ditutup akan
berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Pada hari yang sama pula, Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto menyatakan bahwa kasus Bank Century
itu sudah ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan.
Berbagai kejanggalan ditemukan dalam kasus tersebut. Bahkan KPK berencana
menyergap seorang petiggi kepolisian yang diduga menerima suap dari kasus itu.
Kejanggalan semakin menguat ketika laporan awal Badan Pemeriksa Keuangan terhadap
16

Bank Century sebanyak delapan halaman beredar luas di masyarakat. Laporan tersebut
mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank
Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan bantuan ke Bank Century.
Akibat kejanggalan temuan tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung
membentuk tim kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century.
Lima hari kemudian, wacana pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut
kasus Bank Century menjadi perdebatan di DPR.
2.1.2.3 Kronologi Kasus Bank Century
Tahun 1989. Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank
CIC). Namun, sesaat setelah Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights
issue pertama pada Maret 1999, Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan
kepatutan oleh Bank Indonesia.
Tahun 2004. Dari merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC berdirilah Bank
Century. Mantan Deputi Senior Bank Indonesia Anwar Nasution disebut-sebut ikut andil
berdirinya bank tersebut. Tanggal 6 Desember 2004 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
mengesahkan Bank Century.
Tahun 2005. Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century
cabang Kertajaya, Surabaya.
Tahun 2008. Beberapa nasabah besar Bank Century menarik dana yang disimpan di
bank besutan Robert Tantular itu, sehingga Bank Century mengalami kesulitan likuiditas.
Diantara nasabah besar itu adalah Budi Sampoerna, PT Timah Tbk, dan PT Jamsostek.
Pada 1 Oktober 2008. Budi Sampoerna tak dapat menarik uangnya yang mencapai Rp
2 triliun di Bank Century. Sepekan kemudian, bos Bank Century Robert Tantular membujuk
Budi dan anaknya yang bernama Sunaryo, agar menjadi pemegang saham dengan alasan
Bank Century mengalami likuiditas.
Pada 13 November 2008 Gubernur Bank Indonesia Boediono membenarkan Bank
Century kalah kliring atau tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah sehingga
terjadi rush. Kemudian, Bank Indonesia menggelar rapat konsulitasi melalui telekonferensi
dengan Menteri Keungan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat.
Empat belas November 2008. Bank Century mengajukan permohonan fasilitas
pendanaan darurat dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Budi Sampoerna setuju
memindahkan seluruh dana dari rekening di Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya ke
Cabang Senayan, Jakarta.
Dua puluh November 2008. Bank Indonesia menyampaikan surat kepada Menkeu
tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan perlunya
17

penanganan lebih lanjut. Selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan, Sri Mulyani
langsung menggelar rapat untuk membahas nasib Bank Century. Dalam rapat tersebut, Bank
Indonesia melalui data per 31 Oktober 2008 mengumumkan bahwa rasio kecukupan modal
atau CAR Bank Century minus hingga 3,52 persen. Diputuskan, guna menambah kebutuhan
modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632 miliar. Rapat tersebut
juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Bank Century dilikuidasi. Dan
menyerahkan Bank Century kepada lembaga penjamin.
Pada 21 November 2008. Mantan Group Head Jakarta Network PT Bank Mandiri,
Maryono diangkat menjadi Direktur Utama Bank Century menggantikan Hermanus Hasan
Muslim. Tanggal 22 November 2008. Delapan pejabat Bank Century dicekal. Mereka adalah
Sualiaman AB (Komisaris Utama), Poerwanto Kamajadi (Komisaris), Rusli Prakarta
(Komisaris), Hermanus Hasan Muslim (Direktur Utama), Lila K Gondokusumo (Direktur
Pemasaran), Edward M Situmorang (Direktur Kepatuhan) dan Robert Tantular (Pemegang
Saham).
Kemudian tanggal 23 November 2008. Lembaga penjamin langsung mengucurkan
dana Rp 2,776 triliun kepada Bank Century. Bank Indonesia menilai CAR sebesar 8 persen
dibutuhkan dana sebesar Rp 2,655 triliun. Dalam peraturan lembaga penjamin, dikatakan
bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen, yaitu Rp
2,776 triliun. 26 November 2008. Robert Tantular ditangkap di kantornya di Gedung Sentral
Senayan II lantai 21 dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Markas Besar Polri. Robert
diduga mempengaruhi kebijakan direksi sehingga mengakibatkan Bank Century gagal
kliring. Pada saat yang sama, Maryono mengadakan pertemuan dengan ratusan nasabah Bank
Century untuk meyakinkan bahwa simpanan mereka masih aman.
Periode November hingga Desember 2008. Dana pihak ketiga yang ditarik nasabah
dari Bank Century sebesar Rp 5,67 triliun. Di bulan Desember 2008 Lembaga penjamin
mengucurkan untuk kedua kalinya sebesar Rp 2,201 triliun. Dana tersebut dikucurkan dengan
alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.
Pada 3 Februari 2009. Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 1,55 triliun untuk
menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia, atas perhitungan
direksi Bank Century. Sedangkan 1 April 2009, Penyidik KPK hendak menyergap seorang
petinggi kepolisian yang diduga menerima suap. Namun penyergarapan itu urung lantaran
suap batal dilakukan. Dikabarkan rencana penangkapan itu sudah sampai ke telinga Kepala
Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Sejak itulah hubungan KPK-Polri kurang mesra.

18

Pertengahan April 2009, Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji mengeluarkan surat
klarifikasi kepada direksi Bank Century. Isi surat tersebut adalah menegaskan uang US$ 18
juta milik Budi Sampoerna dari PT Lancar Sampoerna Besatari tidak bermasalah.
Dua puluh sembilan Mei 2009, kabar Susno Duadji memfasilitasi pertemuan antara
pimpinan Bank Century dan pihak Budi Sampoerna di kantornya. Dalam pertemuan itu
disepakati bahwa Bank Century akan mencairkan dana Budi Sampoerna senilai US$ 58 juta
-dari total Rp 2 triliun- dalam bentuk rupiah.
Juni 2009. Bank Century mengaku mulai mencairkan dana Budi Sampoerna yang
diselewengkan Robert Tantular sekitar US$ 18 juta, atau sepadan dengan Rp 180 miliar.
Namun, hal ini dibantah pengacara Budi Sampoerna, Lucas, yang menyatakan bahwa Bank
Century belum membayar sepeserpun pada kliennya.
Juli 2009. KPK melayangkan surat permohonan kapada Badan Pemeriksa Keuangan
untuk melakukan audit terhadap Bank Century. Akhir Juli 2009 Komisaris Jendral Susno
Duadji mengatakan ada lembaga yang telah sewenang-wenang menyadap telepon selulernya.
Pada 2 Juli 2009. KPK menggelar koferensi pers. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi Bibit Samad Riyanto megatakan jika ada yang tidak jelas soal penyadapan, diminta
datang ke KPK. 21 Juli 2009.Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 630 miliar untuk
menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil
assesment Bank Indonesia atas hasil auditor kantor akuntan publik. Sehingga total dana yang
dikucurkan mencapai Rp 6,762 triliun.
12 Agustus 2009. Mantan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim
divonis 3 tahun penjara karena terbukti menggelapkan dana nasabah Rp 1,6 triliun. Dan
tanggal 18 Agustus 2009, Komisaris Utama yang juga pemegang saham Robert Tantular
dituntut hukuman delapan tahun penjara dengan denda Rp 50 miliar subsider lima tahun
penjara.
27 Agustus 2009. Dewan Perwakilan Rakyat memanggil Menkeu Sri Mulyani, Bank
Indonesia dan lembaga penjamin untuk menjelaskan membengkaknya suntikan modal hingga
Rp 6,7 triliun. Padahal menurut DPR, awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3
triliun untuk Bank Century. Dalam rapat tersebut Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa
jika Bank Century ditutup akan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Pada hari
yang sama pula, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto menyatakan bahwa kasus Bank
Century itu sudah ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan. 28 Agustus 2009, Wakil
Presiden Jusuf Kalla membantah pernyataan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa dirinya
telah diberitahu tentang langkah penyelamatan Bank Century pada tanggal 22 Agustus 2008
--sehari setelah keputusan KKSK. Justru Kalla mengaku dirinya baru tahu tentang itu pada
tanggal 25 Agustus 2008.
19

Pada 10 September 2009. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang
dipimpin Sugeng Riyono memutus Robert Tantular dengan vonis hukuman 4 tahun dengan
denda Rp 50 miliar karena dianggap telah memengaruhi pejabat bank untuk tidak melakukan
langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. 30 September 2009, laporan awal audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap
Bank Century sebanyak 8 halaman beredar luas di masyarakat. Laporan tersebut
mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank
Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan bantuan ke Bank Century.
Pada 2 Oktober 2009, nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara. Akibat
kejanggalan temuan BPK tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung membentuk tim
kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century. Lima hari
kemudian, wacana pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut kasus
Bank Century menjadi perdebatan di DPR. Pada 12 November 2009 sebanyak 139 anggota
DPR dari 8 Fraksi mengusulkan hak angket atas pengusutan kasus Bank Century.
Dari kronologis tersebut dapat dilihat bahwa kasus ini merupakan pelanggaran atas
penyalahgunaan aliran dana yang telah di berikan LPS. Dimana, yang menjadi tersangka
dalam kasus ini yaitu : ST, Hermanus Hasan Muslim , Robert Tantular. RM Johanes Sarwono,
Stevanus Farok dan Umar Muchsin, Wakil Direktur Bank Century Hamidy, Pjs Settlement
Kredit dan Pelaporan Kredit (SKPK) Bank Century Darso Wijaya, Kepala Bank Century
Cabang Senayan Linda Wangsadinata dan Divisi Legal Bank Century Arga Tirta Kencana.
Berdasarkan kasus diatas pasal-pasal yang dilanggar oleh para terdakwa adalah sebagai
berikut:
a. pasal 49 ayat 1 UU Perbankan dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan
maksimal 15 tahun penjara.
b. Pasal 49 ayat (2) dengan hukuman minimal 3 tahun penjara, pencucian uang Pasal
6 ayat (1) huruf a, b, dan c UU No.15 Tahun 2002 sebagaimana diubah UU No.25
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 KUHP.
c. pasal 6 ayat (1) huruf a, b, dan c UU TPPU menyatakan, setiap orang yang
menerima atau menguasasi penempatan, pentransferan, atau pembayaran harta
kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun,
serta denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp15 miliar.
2.2 USAHA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA MELALUI SISTEM
PENGENDALIAN

20

Kasus Bank Century yang menyebabkan kerugian besar pada Negara juga pada para
nasabah merupakan salah satu dari kasus yang disebabkan oleh lemahnya pengendalian
internal dari manajemen. Adanya fraud terstruktur dari manjemen menunjukkan peranan
fungsi internal audit perusahaan lemah. Dari kronologi diatas manajemen Bank Century
dirasa sangat tunduk dengan perintah dari pemegang saham yang cenderung membawa Bank
Century pada masa yang sulit. Seharusnya dengan adanya internal control yang baik dari
manajemen dan pemegang saham serta para manajer. Keputusan-keputusan yang diambil
dapat lebih terstruktur dan akurat. Sehingga para pemegang saham tidak semena-mena
terhadap bawahannya.
Dari sisi manajer Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal
tersebut dikarenakan manajer memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada
Robert Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi disisi
lain, manajer memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau menekan karyawan
dan manajer untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century
harus memilih dua pilihan antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti
perintah tersebut tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK.
Dan pada akhirnya manajer tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham
dikarenakan manajer beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan
tetap sustain serta melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi lainnya.
Walaupun sebenarnya tindakan manajer bertentangan dengan hukum dan etika bisnis. Solusi
dari masalah ini sebaiknya manajer lebih mengutamakan kepentingan konsumen yaitu
nasabah Bank Century. Karena salah satu kewajiban perusahaan adalah memberikan jaminan
produk yang aman.
Dari sisi pemegang saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika
bisnis, yaitu memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana
dari Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan
kenaikan gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana tersebut
kepada nasabah. Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham mengalihkan dana
nasabah ke rekening pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang saham hanya
mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan, karyawan, dan
nasabahnya (konsumen). Solusi untuk pemegang saham sebaiknya pemegang saham
mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke BAPPEPAM untuk mendapat izin
penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya pemegang saham memberlakukan

21

dana nasabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu tidak menyalah gunakan dana yang
sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan pribadi.
Dalam kasus Bank Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana
Bank Century sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini
menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana
nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain, dalam
artian ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang bunuh diri
dikarenakan hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih investasi atau reksadana
nasabah diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya.
Jika produk tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa
kevalidan produk tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
Selain internal control atau COSO dari Bank Century sendiri, dirasa tanggung jawab
dari BI dan BAPPEPAM juga perlu dicermati. Dikarenakan kasus ini kinerja BI dan
BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank nasional menjadi diragukan, karena
BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses kasus yang menimpa Bank
Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah mengetahui keberadaan reksadana
fiktif ini sejak tahun 2005. Adanya kelalaian dari BI dan BAPPEPAM ini seharusnya dapat
dihindari jika struktur organisasi dari kedua lembaga ini berfungsi dengan baik. Sebagai
fungsi pengawas, kedua lembaga ini seharusnya melaksanakan masing-masing fungsi dari
manajemennya sesuai dengan tugas masing-masing. Selain itu adanya pengawasan dari
internal audit dari kedua lembaga seharusnya dapat mencegah adanya ketimpangan akibat
tidak berfungsinya dari suatu divisi. Fungsi internal audit yang seharusnya melakukan
evaluasi dan pencegahan tidak efisiennya suatu manajemen sangat dibutuhkan sehingga
fungsi internal audit dapat memberikan rekomendasi kepada institusi untuk melakukan
pembenahan. Sehingga keputusan yang dibuat oleh BI maupun BAPPEPAM merupakan yang
terbaik, karena berfungsinya Internal Control yang baik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Untuk itu diharapkan BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan
mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya.

22

BAB 3
KESIMPULAN
Bab 1 :
3.2.
Sebelum tahun 1980an tidak ada kesepakatan mengenai pengendalian internal.
Definisi pengendalian internal pertama kali datang dari AICPA yang digunakan oleh AS
Securities dan SEC. Dasar Pengendalian internal sebelum tahun 1970an hanya terbatas pada
pengendalian akuntansi dan laporan keuangan serta administratif. Seiring berjalannya waktu
terus berkembang mencakup aspek-aspek lainnya. Aturan pengendalian internal FCPA
muncul dikarenakan kekacauan politik dan tindakan illegal yang terjadi di AS tahun 1974
sampai dengan 1977.
3.3.
Tahun 1970-an FCPA mengharuskan perusahaan untuk mendokumentasikan
pengendalian internal mereka, namun pengendalian internal tersebut tidak diaudit oleh
auditor eksternal. Kemudian AICPA membentuk Cohen Comission untuk mengatur
kewajiban auditor eksternal untuk melakukan pengujian atas sistem pengendalian internal
perusahaan dan diharuskan untuk mengungkapkannya dalam laporan audit. Namun aturanaturan tersebut menuai kontroversi.
Tahun 1980-1985 AICPA merilis serangkaian pernyataan standar audit (SAS),
termasuk SAS No.30 tentang pengendalian internal akuntansi. Setelah itu diterbitkan lagi
SAS No.55 yang menjadi dasar definisi pengendalian internal menurut COSO. SAS No. 55
mndefinisikan pengendalian internal dengan cara yang jauh lebih luas dan memberikan dasar
untuk definisi laporan COSO, hal ini berlaku efektif pada tahun 1990 dan merupakan langkah
dasar dalam mendefinisikan pengendalian internal yang tepat. SAS No.55 menetapkan tiga
unsur utama Pengendalian Internal yaitu :

Lingkungan Pengendalian
Sistem Akuntansi
Prosedur Pengendalian
Komite tradeway report adalah komisi nasional pelaporan keuangan, yang memiliki

tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang memungkinkan kecurangan


pelaporan keuangan dan untuk membuat rekomendasi agar mengurangi insiden kecurangan
ini. Komite tradaeway ini dibentuk oleh lima organisasi profesi, yaitu IIA, AICPA, FEI,
AAA, dan IMA. Kemudian komisi treadway menyempurnakan lagi aturan pengendalian
internal tersebut. melalui upaya 20 tahun maka hadirlah kerangka pengendalian internal
COSO.
Bab 2 :
Indonesia sudah cukup banyak memiliki perangkat hukum untuk mengatur
penyelenggaraan prinsip good governance. Salah satunya seperti yang ditegaskan pasal 58
23

ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dikatakan
bahwa pengatur dan penyelenggara sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) untuk
mengelola transparansi keuangan negara adalah kepala pemerintahan. Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan menurut
undang-undang dasar berada di tangan presiden. Karena itu selaku kepala pemerintahan,
presiden wajib melaksanakan SPIP di seluruh organisasi pemerintahan.
Tujuan sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008, adalah sebagai berikut :
Sistem pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya efektifitas dan efesiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintah, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan pertundang-undangan. (2009:2)
Dalam peraturan ini terlihat upaya mandiri aparatur pemerintah untuk menciptakan
dirinya sebagai pegawai negara yang profesional, berani menghindar dari perilaku korupsi,
kolusi dan nepotisme, dan ingin menciptakan budaya kerja yang beradab (mulia) di
lingkungan organisasinya. Namun semua semangat itu hendaknya dibarengi dengan langkah
cepat pemerintah untuk menciptakan tingkat kesejahteraan yang memadai bagi para
aparaturnya. Sebab tanpa itu, apa pun bentuk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasti
akan selalu menemui jalan buntu. Yakni, lagi-lagi tidak mampu dijalankan dan ditegakkan
dengan konsisten, penuh integritas, serta bertanggung jawab.
Studi Kasus : Bank Century
Awal terjadinya kasus Bank Century adalah mengalami kalah kliring pada tanggal 18
November 2008. Kalah kliring adalah suatu triminologi yang dipahami oleh semua
masyarakat yang menggambarkan adanya defisit suatu bank. Sementara kliring itu sendiri
adalah pertukaran data keuangan elektronik antar peserta kliring baik atas nama peserta atau
klien yang mereka peroleh pada waktu tertentu.
Tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk
valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak
bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang tidak
dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Pasalnya, produk
investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah
sepatutnya pihak manajemen Bank Century mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Membengkaknya suntikan modal dari Lembaga Penjamin Simpanan ke Bank Century
hingga Rp 6,7 triliun memaksa keingintahuan Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal awalnya
pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century. Menteri
24

Keuangan Sri Mulyani menegaskan kepada DPR bahwa jika Bank Century ditutup akan
berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung
membentuk tim kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century.
Lima hari kemudian, wacana pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut
kasus Bank Century menjadi perdebatan di DPR.
Tahun 1989. Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank
CIC). Namun, sesaat setelah Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights
issue pertama pada Maret 1999, Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan
kepatutan oleh Bank Indonesia. Tahun 2004. Dari merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan
Bank CIC berdirilah Bank Century. Mantan Deputi Senior Bank Indonesia Anwar Nasution
disebut-sebut ikut andil berdirinya bank tersebut. Tanggal 6 Desember 2004 Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia mengesahkan Bank Century.
Pada 10 September 2009. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang
dipimpin Sugeng Riyono memutus Robert Tantular dengan vonis hukuman 4 tahun dengan
denda Rp 50 miliar karena dianggap telah memengaruhi pejabat bank untuk tidak melakukan
langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Pada 2 Oktober 2009, nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara. Akibat
kejanggalan temuan BPK tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung membentuk tim
kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century.
Dari kronologis tersebut dapat dilihat bahwa kasus ini merupakan pelanggaran atas
penyalahgunaan aliran dana yang telah di berikan LPS. Dimana, yang menjadi tersangka
dalam kasus ini yaitu: ST, Hermanus Hasan Muslim, Robert Tantular, RM Johanes Sarwono,
Stevanus Farok dan Umar Muchsin, Wakil Direktur Bank Century Hamidy, Pjs Settlement
Kredit dan Pelaporan Kredit (SKPK) Bank Century Darso Wijaya, Kepala Bank Century
Cabang Senayan Linda Wangsadinata dan Divisi Legal Bank Century Arga Tirta Kencana.
Kasus Bank Century yang menyebabkan kerugian besar pada Negara juga pada para
nasabah merupakan salah satu dari kasus yang disebabkan oleh lemahnya pengendalian
internal dari manajemen. Dari sisi manajer Bank Century menghadapi dilema dalam etika
dan bisnis. Hal tersebut dikarenakan manajer memberikan keputusan pemegang saham Bank
Century kepada Robert Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank
Century. Tetapi disisi lain, manajer memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam
atau menekan karyawan dan manajer untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah.
Selain internal control atau COSO dari Bank Century sendiri, dirasa tanggung jawab dari BI
dan BAPPEPAM juga perlu dicermati. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah
mengetahui keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Selain itu adanya pengawasan
25

dari internal audit dari kedua lembaga seharusnya dapat mencegah adanya ketimpangan
akibat tidak berfungsinya dari suatu divisi. Untuk itu diharapkan BI dan BAPPEPAM
sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Moeller, Robert R. 2009. Brinks Modern Internal Auditing: A Common Body Of
Knowledge. United Stated Of America. John Wiley & Sons, Inc.
http://atikaa08.student.ipb.ac.id/2010/06/18/permasalahan-bank-century-dan-solusinya/
http://www.merdeka.com/tag/k/kasus-century/
http://news.metrotvnews.com/read/2014/05/01/237211/peran-sri-mulyani-dalam-kasus-bankcentury
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=308084:kisahawal-kasus-bank-century&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=9
http://azmighani.blogspot.co.id/2015/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.htmL
http://maielvasundari.blogspot.co.id/2014/11/hubungan-antara-struktur-pengendalian.html?
m=1

26

Anda mungkin juga menyukai