STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama
Usia
Alamat
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Tanggal Pulang
Bangsal Perawatan
: Tn. S
: 40tahun
:Godengan,RT3/RW1,Ngargosoko,Kec.Kaliangkrik
: SWASTA
: 15/09/2015
: 21/09/2015
: Cempaka
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Tambahan
:-
Pasien post kecelakaan datang dengan keluhan kaki kiri terasa nyeri setelah
mengalami kecelakaan pada pukul 18.30 WIB. Pasien menabrak motor
yang ada di depannya, kemudian terjatuh ke arah kanan tertimpa motor dan
tubuh kakak pasien. Saat kecelakaan terjadi, pasien menggunakan helm.
Mual (-), muntah (-), pusing (-), pingsan (-), pandangan kabur (-). Terdapat
luka lecet pada paha kiri bagian dalam dan genu kiri. Pasien mengaku saat
jatuh terdengar suara patah pada kaki kiri dan nampak darah yang keluar
pada kaki kiri disertai penonjolan tulang yang keluar.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat-obatan : disangkal
Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat operasi (disangkal)
Kelainan penyakit saraf (disangkal)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
A: Clear
B: Spontan, RR 24 x/menit
C: TD 140/100 mmHg, HR: 88 x/menit
D: GCS 15 (E4M6V5), compos mentis
2. Status Generalis
a. Kepala
: Normocephal
b. Wajah
c. Mata
Konjungtiva/Sklera
Kornea
Pupil
d. THT
Telinga
Bibir
Hidung
Tenggorokan
e. Leher
ada luka
f. Thoraks
Bentuk
Pergerakan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
h. Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
kiri
Auskultasi
i. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Hepar
Lien
Perkusi
3. Status Lokalis
(Regio cruris sinistra )
Look
: Tampak fraktur terbuka os. Tibia 1/3 distal dan os.
Fibula 1/3 distal (+)
Feel
Move
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi (X-FOTO Cruris Sinistra AP dan LAT; Thorax AP View)
Kesan :
X-foto Cruris Sinistra AP dan LAT
-
Comminutive fracture os. Tibia sinistra 1/3 distal, aposisi dan alignment
kurang
Comminutive fracture os. Fibula sinistra 1/3 distal, aposisi dan alignment
kurang
Thorax AP view
-
Laboratorium 15/09/2015
Result
Normal range
RBC
3.93
3.50-5.50
MCV
86.3
75.0-100.0
RDW %
15.8
11.0-16.0
HCT
33.9
35.0-55.0
PLT
227
100-400
MPV
6.3
8.0-11.0
WBC
10.2
3.5-10.0
HGR
11.6
11.5-16.5
MCH
29.6
25.0-35.0
MCHC
34.3
31.0-38.0
LYM
4.0
0.5-5.0
GRAN
5.5
1.2-8.0
MID
0.7
0.1-1.5
D. DIAGNOSIS KERJA
OpenFractureTibia I/3 distal sinistra dan Fracture Fibula 1/3 distal sinsitra
E. PLANNING
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. ATS
G. FOLLOW UP PRE OP
Rabu, 16 September 2015
S : nyeri tungkai kiri (+), tidak dapat digerakkan, pusing (-)
mual (-), muntah (-), demam (-)
O : a. Status Generalis : dbn (TD : 120/80 mmHg, HR : 81
x/menit, RR : 20, T : 37,30 C)
b. Status Lokalis
Look = deformitas (+)
Feel = Nyeri (+), terpasang bidai
Move = ROM terbatas
A : OpenFraktur Gustilo-Anderson derajat III B Tibia I/3
tengah sinistra dan Fraktur Fibula 1/3 distal sinsitra
P : Pro orif tibia + fibula sinistra
ACC anestesi, pasien puasa 6 jam pre op
Laporan operasi
Intruksi Post Op
-
Infus RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Ceftriaxon 2x1g
Inj. Plasminex 3x500mg
Boleh makan dan minum
Foto ulang : cruris sinistra AP lateral
Foto post Op
H. FOLLOW UP POST OP
O
Nyeri
P
Post
Inj Cetriaxon2x1 gr
op
mual
H+1
muntah
demam (-)
O
Nyeri
P
Post
Inj Cetriaxon2x1 gr
op
mual
H+2
muntah
demam (-)
O
Nyeri
P
Post
Inj Cetriaxon2x1 gr
op
op
H+3
mual (-),
muntah
(-),
demam
Status lokalis :
(-)
O
Nyeri
P
Post
Inj Cetriaxon2x1 gr
op
op
H+4
20 x/menit / 36,20 C
demam
(-)
Status lokalis :
O
Nyeri
P
Post
Inj Cetriaxon2x1 gr
op
op
H+5
20 x/menit / 36,2 0 C
demam
(-)
Status lokalis :
Monitoring
Edukasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Regio Cruris
2.1.1
Sistem Tulang
Tulang Tibia
Tulang tibia terdiri dari 3 bagian, yaitu epyphysis proksimalis,
Tulang Fibula
Tulang fibula terletak di sebelah lateral tibia, mempunyai 3 bagian
yaitu epyphysis proksimal, diaphysis dan epyphysis distal. Epyphysis
proksimal membulat disebut capitulum fibula yang ke arah proksimal
meruncing menjadi apex kapituli fibula. Diaphysis memiliki 4 crista yaitu
crista lateralis, crista medialis, crista anterior, dan crista interosea. Serta 3
dataran yaitu facies medialis, facies lateralis dan facies posterior.
Epyphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar disebut
malleolus lateralis. Disebelah dalam terdapat dataran sendi yang disebut
facies aticularis melleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu sulcus
disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot
peroneus longus dan peroneus brevis.
2.1.2
Sistem Syaraf
memberi
cabang-cabang
muscular
pada
m.brachialis,
2.1.3
Sistem Vaskularisasi
Arteri memabawa darah keluar dari jantung menuju tubuh dan arteri
ini selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali a.pulmonare yang
membawa darah kotor yang memerlukan oksigenasi. Pembuluh darah
arteri pada tungkai antara lain :
1) Arteri femoralis
Memasuki bagian paha melalui bagian lutut belakang dari
ligamentum inguinale dan merupakan lanjutan dari a.iliaca external.
Dan terletak dipertengahan antara SIAS (Spina Iliaca Anterior
Superior) dan symphisis pubis. Arteri femoralis merupakan pemasok
darah utama bagian tungkai, berjalan menuju hampir vertical ke
terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011). Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan
kerja merupakan suatu keadaan yang tidak di inginkan yang terjadi pada
semua usia dan secara mendadak. Berbagai penyebab fraktur diantaranya
cidera atau benturan, faktor patologik,dan yang lainnya karena faktor beban.
Selain itu fraktur akan bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut
diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan
arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang
lama akan terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan
perdarahan (Price, 2005).
2.4 Definisi Fraktur Cruris 1/3 Distal
Fraktur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang (Appley, 1995).
Cruris berasal dari kata latin yaitu crus atau cruca yang berarti tungkai bawah
yang terdiri dari tulang tibia dan fibula (Ramali, 1987). Sedangkan sepertiga
distal adalah satu benda dibagi menjadi tiga kemudian diambil bagian ujung
bawahnya. Jadi pengertian dari fraktur cruris 1/3 distal adalah suatu patahan
kontinuitas pada struktur tulang tibia dan fibula pada 1/3 bawah
2.5 Etiologi Fraktur
a. Etiologi secara umum.
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas setruktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu penyusutan atau
pengurangan korteks, biasanya patahan itu lengkap dan frakmen tulang
bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, kedaan ini disebut fraktur
tertutup atau sederhana, kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh
tertembus, kedaan ini di sebut fraktur terbuka atau compound, yang
cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.(appley, 1995).
Secara umum fraktur disebabkan oleh :
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
akan timbul gangguan paska operasi fraktur cruris 1/3 distal, seperti
timbul oedema dan nyeri, penurunan luas gerak sendi, penurunan nilai
kekuatan otot serta gangguan aktifitas transfer dan ambulasi berupa
ganggua fungsional berjalan. Gangguan tersebut saling berhubungan satu
sama lain dan pasti timbul bila telah dilakukan operasi (Garison, 2001)
2.6 Patologi Fraktur
Penyembuhan tulang pada kasus paska operasi fraktur cruris 1/3 distal
sangat bervariasi tergantung dari usia pasien, banyaknya displacement fraktur,
jenis fraktur, lokasi fraktur, suplai darah pada lokasi fraktur dan kondisi medis
yang menyertai (Garden, 1995). Secara fisiologis, tulang memiliki
kemampuan untuk menyambung kembali setelah terjadi perpatahan pada
tulang. Pada fraktur, proses penyambungan tulang terdiri dari lima tahap yaitu:
a. Haematoma
Dalam 24 jam bekuan darah mulai diorganisaikan. Haematoma
banyak mengandung fibrin yang melindungi tulang yang rusak.
Setelah 24 jam suplai darah ke area fraktur mulai meningkat. Proses ini
memerlukan waktu selama 1 sampai 3 hari (Gartland, 1974).
b. Proliferasi
Terjadi pembentukan granulasi jaringan yang banyak mengandung
pembuluh darah, fibroblast dan osteoblast. Haematoma memberikan
dasar untuk proses penggantian dan penyambungan tulang. Proses ini
memerlukan waktu 3 hari sampai 2 minggu (Gartland, 1974).
c. Pembentukan callus
Terjadi setelah granulasi jaringan menjadi matang. Jika stadium
putus maka proses penyembuhan luka menjadi lama. Pembentukan
callus memerlukan waktu 2 sampai 6 minngu (Gartland, 1974).
d. Ossifikasi
Pada tahap ini, ossifikasi terjadi penyatuan kedua ujung tulang.
Callus
yang
tidak
diperlukan
mulai
direabsorbsi.
Ossifikasi
e. Remodelling
Pada tahap ini tulang sudah terbentuk kembali. Remodelling
memerlukan waktu 6 minggu sampai 1 tahun (Gartland, 1974).
2) Nyeri
Reaksi nyeri terjadi karena adanya substansi aktif yang
menyebabkan timbulnya nyeri. Pada saat timbul reaksi inflamasi
histamine, akan segera keluar dari eosinophyl, sel mast dan
basiphyl pada pembuluh darah kapiler yang rusak dan dapat
menimbulkan dilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas
(Lachmann, 1988). Vasodilatasi pada pembuluh darah kapiler,
arteri dan vena akan mengeluarkan cairan transudat yang
selanjutnya akan menekan saraf sensoris sehingga timbul nyeri.
Terapi latihan dapat mengurangi nyeri yaitu dengan
menggunakan Active exercise karena dilakukan secara sadar
dengan perlahan lahan hingga mencapai lingkup gerak sendi yang
penuh dan diikuti relaksasi otot yang akan menghasilkan
penurunan nyeri . Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri
dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan
sadar secara perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak
penuh dan diikuti dengan rileksasi otot akan menimbulkan
pumping action pada kondisi bengkak sering menimbulkan nyeri,
sehingga akan mendorong cairan mengalir ke proksimal. Gerakan
ini merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang dapat
diaplikasikan untuk mengurangi ketegangan jaringan lunak
termasuk otot dengan rileksasi dari jaringan tersebut.
3) Keterbatasan luas gerak sendi dan penurunan nilai kekuatan
otot
Akibat rasa nyeri tersebut maka pasien cenderung untuk
membatasi gerakan. Hal ini berdampak pada menurunnya luas
gerak sendi dan nilai kekuatan otot. Dalam jangka waktu lama bisa
berpengaruh pada penurunan kemampuan aktifitas fungsional
terutama berjalan. (Appley, 1995).
1) Fraktur intra kapsuler : yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan
kapsula
a. Melalui kapital fraktur
b. Hanya dibawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2) Fraktur ektra kapsuler
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih
besar atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanter
b. Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih drai 2
inchi di bawah trokanter terkecil
Selain 2 tipe di atas ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, diantaranya 5 yang
utama adalah :
1. Incomplete
menyilang tulang satu sisi patah yang lain biasanya hanya bengkok
(a) Hair line fraktur (patah retak rambut)
(b) Bukle fraktur atau torus frakture, bila terjadi lipatan dari
suatu korteks dengan kompresi tulang sepingiola
dibawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak
2. Complete
garis
fraktur
melibatkan
seluruh
potongan
4. Terbuka (complete)
osteoporosis
Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar Fraktur,
dapat dibagi menjadi :
a. Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound) bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka
terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
Derajat II : Laserasi >1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/
avulsi, Fraktur kominutif sedang iv. Kontaminasi sedang
i.
ii.
iii.
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echimosis
Ekstravasasi darah di dalam jaringan subkutan
4. Spasme otot involunter dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, berpindahnya tulang dari
tempatnya, dan kerusakan di daerah berdekatan
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, terjadi akibat rusaknya persarafan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik akibat perdarahan
10. Krepitasi
2.10
Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis
lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting
untuk dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur),
baik
yang
hebat
maupun
trauma
ringan
dan
diikuti
dengan
Look (Inspeksi)
o Deformitas : angulasi (medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan)
o Bengkak atau kebiruan
o Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
o Pembengkakan, memardan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Jika kulit robek dan
luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu adalah cedera
terbuka (compound)
Feel (Palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
o Temperatur sekitar yang meningkat
o Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
o Pemeriksaan vasculer pada daerah distal trauma berupa palpasi
a.radialis, a.dorsalis pedis, a.tibialis posterior sesuai anggota gerak
yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
o Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
tindakan pembedahan
Move (pergerakan)
o Nyeri bila digerakkan, baik gerakan aktif maupun pasif
o Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya
Sinar X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan
keadaan,
lokasi
serta
eksistensi
fraktur.
Untuk
o Dua tungkai
Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur,
tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang
mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami
fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat
menentukan prognosis serta waktu penyembuhannya, misalnya
penyembuhan fraktur transversal lebih lambat dari fraktur obliq karena
kontak yang kurang. Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal
atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satusatunya cara yang dapat membantu, potret transeksional sangat penting
untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sulit.
2.11
Penatalaksanaan Fraktur
A. Non Operatif
a. Reduksi
Adalah terapi fraktur dengan cara menggantungkan kaki dengan tarika
atau traksi
b. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan
gips dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu
2. Fiksasi eksternal
a. Standar
Dilakukan
pada
pasien
dengan
cedera
multiple
yang
b. Ring fixators
Ring
fixators
dilengkapi
dengan
fiksator
ilizarov
yang
c. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displaced, baik pada fraktur
terbuka atau tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk
meluruskan tulang yang cedera dan menghindarkan trauma pada
jaringan lunak.
3. Amputasi
Dilakukan pada fraktur yang sudah mengalami iskemik, putusnya
nervus tibia dan pada crush injury dari tibia.
2.12
Tanda dan gejala klinis pasca oprasi fraktur cruris 1/3 distal
Pada penderita paska operasi fraktur cruris 1/3 distal akan ditemui
berbagai tanda dan gejala yaitu pasien mengalami oedema pada daerah yang
mengalami fraktur, timbul nyeri pada tungkai bawah akibat oedema dan incisi
paska operasi, keterbatasan luas gerak sendi pada ankle, penurunan nilai
kekuatan otot, gangguan aktifitas berjalan dan bila dilihat dari foto roentgen
akan tampak perpatahan pada tulang tibia fibula
2.13
Komplikasi
Pada pasien paska operasi fraktur cruris 1/3 distal akan timbul
berbagai komplikasi. Komplikasi bisa terjadi karena operasi dan fraktur.
Komplikasi kerena operasi, antara lain: (Appley, 1995).
a. Infeksi
Infeksi timbul karena luka yang tidak steril. Luka itu akan
meradang
dan
mulai
mengeluarkan
cairan
seropurulen,
3) Non Union
Non union adalah suatu keadaan di mana fragmen gagal
untuk menyambung walaupun telah dilakukan immobilisai.
Dikarenakan celah yang terlalu lebar dan inter posisi
jaringan. (Appley, 1995).
4) Mal Union
Mal union adalah penyambungan yang tidak sesuai dengan
posisi yang semestinya, seperti angulasi, overlapping dan
rotasi. Dikarenakan tidak tereduksinya fraktur secara cukup,
kegagalan
mempertahankan
reduksi
ketika
terjadi
Prognosis
Perkiraan proses perjalanan penyakit merupakan suatu hal yang
penting menginggat langkah-langkah yang dibutuhkan dalam pemberian
terapi dan akan bermanfaat untuk mengetahui bagaimana kelanjutan dari
penyakit atau kelainan yang dialami oleh pasien fraktur.
Prognosis fraktur cruris 1/3 distal dikatakan baik, jika : (1) frakturnya
ringan, (2) bentuk perpatahan simple, (3) tidak ada infeksi, (4) pada daerah
fraktur mempunyai peredaran darah yang lancar, (5) kondisi umum
penderita baik, (6) usia penderita muda (Garrison, 1996), tetapi jika ada
tanda yang berkebalikan dari yang di atas maka prognosisnya jelek.
Pada pemberian terapi latihan secara tepat dan adekuat akan
memberikan prognosis baik dimana (1) quo ad vitam yaitu yang
berhubungan dengan hidup matinya pasien karena pasien telah
menjalankan operasi di mana telah dilakukan reposisi pada fraktur
2.15
Lokasi Fraktur
Masa
Lokasi
Masa
1.Pergelangan
Penyembuhan
3-4 minggu
Fraktur
7.Kaki
Penyembuhan
3-4 minggu
tangan
2.Fibula
3.Tibia
4.Pergelangan
4-6 minggu
4-6 minggu
5-8 minggu
8.Metatarsal
9.Metakarpal
10.Hairline
5-6 minggu
3-4 minggu
2-4 minggu
Kaki
5.Tulang Rusuk
4-5 minggu
11.Jari
2-3 minggu
6.Jones Fracture
3-5 minggu
Tangan
12.Jari Kaki
2-4 minggu
Fisioterapi
fisioterapi yang digunakan untuk penanganan kasus paska operasi
fraktur cruris 1/3 distal dengan terapi latihan statik kontraksi, passif
movment, aktif movement, hold relax, positioning dan latihan jalan. Terapi
latihan
adalah
upaya
pengobatan
yang
pelaksanaannya
dengan
Static Contraction
Static contraction merupakan kontraksi otot tanpa disertai
perubahan panjang otot dan lingkup gerak sendi. Tujuan static
contraction adalah mengurangi nyeri dengan pumping action
pembuluh darah balik, yaitu terjadinya peningkatan perifer
resistance of blood vessels. Dengan adanya hambatan pada perifer
maka akan didapatkan peningkatan blood pressure dan secara
otomatis
cardiac
output
meningkat
sehingga
mekanisme
Passive Exercise
Passive exercise merupakan gerakan yang terjadi oleh kekuatan
dari luar tanpa diikuti dengan kerja otot. Dalam gerakan ini pasien
dalam keadaan rileks sehingga akan menimbulkan rileksasi pada
otot sehingga nyeri bisa berkurang. Pada waktu pelaksanaan,
biasanya pasien dalam kondisi rileks. Gerakan yang dilakukan
adalah:
a. Relax Passive Exercise
Relax passive exercise yaitu gerakan yang kekuatannya berasal
dari luar tanpa disertai dari kerja otot penderita dan dilakukan
pelan-pelan sampai batas nyeri yang dirasakan pasien. Gerakan
ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena
gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak
relaxed passive exercise ini diharapkan otot yang dilatih
menjadi rileks, maka menyebabkan efek pengurangan atau
penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah keterbatasan
gerak dan elastisitas otot (Khisner, 1996).
(Basmajian,
1978).
Prinsip
gerakan
ini
yaitu
berupa
tahanan
terhadap
otot-otot
yang
sedang
Hold relaxed yaitu merupakan salah satu tehnik PNF yaitu metode
untuk memajukan atau mempercepat respon dari mekenisme
neuromuscular
melalui
rangsangan
pada
propioseptor. Dalam
DAFTAR PUSTAKA
Appley, A. Graham, Louis Solomon, 1995; Terjemahan Ortopedi, dan Fraktur
Sistem-Appley; Edisi Ketujuh, Widya Medika, Jakarta.
Basmajian, John, 1978; Therapeutic Exercise; Third Edition, The William and
Wilkins, London.
Chusid, JG, 1993; Neuro Anatomi Korelatif dan Neurologi fungsional. Edisi
Empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Data RSO Dr. Soeharso Surakarta, 2005; Jurnal Penderita Fraktur Cruris; RSO Dr.
Soeharso Surakarta.
Garrison, S.J, 1996; Dasar-dasar Terapi Latihan dan Rehabilitasi Fisik;
Terjemahan Hipocrates, Jakarta.
Kim PH, Leopold SS; In brief: Gustilo-Anderson classification. [corrected]. Clin
Orthop Relat Res. 2012 Nov;470(11):3270-doi: 10.1007/s11999-012-23766. Epub 2012 May 9.
Kisner, Carolyn and Lynn Callby, 1996; Therapeutic Exercise Fondation and
Techniques: Third Edition, Fa. Davis Company, Philadelphia.
Mahyudin, Lestari, 2010. Fraktur Diafisis Tibia. (http://www. Belibis17.tk.
Diakses pada 7 September 2014.
Norkin, C.C, Juice and White, 1995; Measurement of Joint Motion a Guide to
Goniometry; Second Edition, F.A Davis Company, Philadelphia.
Rasjad, Chairuddin, 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar. Bintang
Lamumpatue.
Sjamsuhidayat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.
Skinner, Harry B, 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA:
The McGraw-Hill Companies.
Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Ilmu Bedah Ortopedi
Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC
Snell, Richard. S, 1998. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian 2.
Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.