Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

PENYAKIT JANTUNG KORONER SKA NSTEMI + CONGESTIVE HEART FAILURE + ATRIAL FIBRIALI NFR

I. Identitas
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Masuk RS
Keluar RS
No MedRek

: Tn. S.A
: 64 Tahun
: Laki-laki
: Polimak
: Kristen Protestan
: Karyawan
: SMA
: 13 April 2015
: 18 April 2015
: 40 74 22

II. Anamnesa
Heteroanamnesa
II.1
Keluhan Utama
Nyeri dada kiri
II.2
Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS pasien merasa nyeri dada kiri terasa hingga kebagian punggung kiri. Hal ini sudah dirasakan pasien sejak 2
minggu yang lalu. Nyeri dada disertai dengan keluhan nyeri pada ulu hati dan sesak. Nyeri pada dada kiri di rasa hilang timbul,
1 hari SMRS pasien merasa nyeri pada dada terus menerus dan tidak hilang menjalar hingga punggung kiri dan ulu hati sehingga di
bawa ke poli jantung RSUD Jayapura. Pasien juga mengatakan terkadang kalau tidur terlentang sering sesak, kalau tidur perlu
dialas beberapa bantal kurang lebih 2-3 baru merasa lebih enakan, sering terbangun ditengah malam karena sesak dengan intensitas
lebih dari 2 kali dalam seminggu, sesak dipengaruhi oleh pola cuaca yang berubah dan makanan disangkal pasien. Pasien juga
mengatakan pada saat bekerja atau beraktifitas pasien merasa cepat lelah, Rasa berdebar-debar di dada juga dirasakan pasien barubaru ini.
II.3
Riwayat Penyakit Dahulu
1

Riwayat darah tinggi sebelumnya (-)


Riwayat merokok (-)
Riwayat mengkonsumsi alkohol (+) Satu tahun sekali alkohol jenis bir.
Riwayat kencing manis (+)

II.4
Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi dan Budaya
Pekerjaan sehari-harinya pasien bekerja sebagai kontraktor di Jayapura. pasien pernah bekerja sebagai mekanik di underground
freport.
II.5
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini dan pernah menderita sakit jantung.
II.6
Status Pra-esens
Keadaaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
Nadi (HR)
Tekanan darah
Temperatur
Pernafasan

III.

Compos Mentis
90 x / m
Berbaring 100 / 70 mmHg
Aksila : 36oC
Frekuensi : 20 x/menit

Pemeriksaan Fisik
III.1
Kepala / leher
Mata
: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher
: pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB regional (-), pengukuran JVP 52 cm
Telinga
: dalam batas normal
Hidung
: dalam batas normal
Rongga muilut dan tenggorokkan : dalam batas normal
III.2
Toraks
Paru
:
Depan
Kelainan dinding dada (-)
Kelaianan bentuk dada (-)

Belakang
Kelaianan bentuk
tulang belakang (-)
2

Inspeksi
Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Jantung
Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Simetris, fusiform, ikut


gerak nafas, retraksi (-)
Statis : Pembesaran KGB
supraklavikula (-), posisi
mediastinum (dbn), nyeri
tekan (+) di apex paru S,
krepitasi (-)
Dinamis : Fokal fremitus
kesan D=S normal

Simetris, fusiform

Sonor normal pada lapang


paru dextra, sonor
memendek pada lapang paru
sinistra
Suara pokok : vesikuler
Suara tambahan : Kesan
ronki basah halus di apex
paru dextra, pleural friction
rub (-)

Sonor pada kedua


lapang paru

Depan
Habitus astenikus, bentuk
dada (dbn), iktus cordis
terlihat
Iktus cordis teraba kuat
angkat, posisi bergeser 3
cm LMCS ICS V. Thrill
murmur (+)
Batas atas : ICS II
Batas kanan : LMS
Batas kiri : 3 cm LMCS
ICS V
Bunyi S1-S2 : ireguler
Bunyi S1 (), S2 (), S3

Belakang
Tidak ada deformitas
tulang belakang.

Statis : nyeri tekan (-),


krepitasi (-), emfisema
subkutis (-)
Dinamis : Fokal
fremitus kesan D=S
normal

Suara pokok :
vesikuler
Suara tambahan : tidak
ditemukan

(+), S4 (+). M>T, P>A

3.3 Abdomen

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Depan
Belakang
Simetris, bentuk
cembung, kelainan kulit,
vena, umbilikus (dbn)
Superfisial : dalam batas
normal
Dalam : Hepar tidak
teraba membesar, limpa
tidak teraba membesar
Nyeri ketok (-), pekak hati
(+), pembesaran heparr
(+), shiffting dullnes (-),
teraba massa (-)
Suara bising usus : 5 x
/menit

3.4 Ekstremitas :
Akral teraba : hangat
-

Superior : Sianosis (-), clubbing fingers (-)


Inferior : Nyeri tungkai (-), jejas (-), deformitas sendi (-), Edema pitting tungkai bawah dextra (-)

3.5 Vegetatif
Makan / minum (baik melalui enteral dan parenteral), BAB/BAK (produksi urine 1500 cc / hari),
IV.

Pemeriksaan Penunjang
IV.1
Laboratorium
4

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap (CBC) (14-4-2015)


HB
: 13,1 g/dL
Eritrosit
: 4,9 x 106/mm3
Leukosit
: 11,8 x 103/mm3
Hematokrit : 41 %
Trombosit
: 221 x 103/mm3
Hitung Jenis
Limfosit
: 16%
Monosit
: 7%
Hasil pemeriksan laboratorium kimia darah
Glukosa sewaktu : 277 mg/dL
Kratinin
: 1.1 mg/dL
Ureum
: 27 mg/dL
Asam Urat : 3,3 mg/dL
Protein total : 5,6 mg/dL
Albumim
: 3.4 mg/dL
Globulin
: 2,2 mg/dL
SGOPT
: 54 mg/dL
SGPT
: 29 mg/dL
Cholesterol : 158 mg/dL
Trigeselida : 92 mg/dL
Natrium
: 132 mg/dL
Kalium
: 3.5 mg/dL
Calsium
: 9,1 mg/dL
Chlorida
: 93 mg/dL
4.2.
Radiologi & Elektrokardiograf

Foto Radiologi (14-04-2015)

Rekaman EKG waktu pertama kali di IGD (14-04-2015)

V. Resume
Pasien laki-laki 64 tahun dengan keluhan utama nyeri dada kiri sudah
dirasakan pasien sejak 2 minggu yang lalu, Nyeri dada disertai dengan
keluhan sesak dan mudah lelah saat beraktivitas. Ortopnue (+), PND (+).
pada saat bekerja atau beraktifitas pasien merasa cepat lelah, Rasa
berdebar-debar di dada juga dirasakan. Tekanan darah pada waktu masuk
100/70 mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu afebris, Serta
ditunjang dengan pemeriksaan penunjang EKG dan thoraks foto PA
tampak gambaran kesan kardiomegali. Kesimpulannya diagnosa pasien
ini PJK ENSTERMI, AF NVR, CHV.
VI.
VII.

Diagnosa Kerja
PJK ENSTERMI, AF NVR, CHV.
Penatalaksanaan Saat Masuk Rumah Sakit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

RL 1000 cc/24 jam


Injeksi Arixtra 1 x 2,5mg (s.c)
Injeksi Lasix 1 x 1 amp (i.v)
Isosorbitdinitrat 1,5mg/jam
Cepadogel 1 x 75mg (p.o)
Aspilet 1 x 2 tab (p.o)
statin (p.o)

VIII. Prognosa
Ad vitam
: dubia at malam
Ad functionam : dubia at malam
Ad sanationam :
IX.

Follow-up di Ruang Penyakit Dalam Pria


Hari/Tanggal
8-12 / 03 / 2015

Follow Up
S : sesak, nyeri dada (+) menjalar
sampai perut kanan atas mulai
berkurang
Kes: CM
TTV: TD: 120/60 mmHg, N:
124x/m, RR: 44x/m, SB: 36,70C
K/L: c.a(+/+), s.i (-/-), P>KGB(-),
o.c (-)
Paru:
I: simetris, retraksi (-), jejas (-), IC
(+)
P: vocal fremitus kesan D=S, IC

Terapi
- IVFD NaCl 500 cc :
Aminofluid 500 cc / 24
jam
- Inj Furosemid 1 x 1 amp
(i.v)
- Inj Ceftriaxone 2 x 1 g vial
(i.v) hari ke 2
- Inj Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Inj Heparin 3 x 0,6 cc (3.000
iu) hari ke 2 (stop hari
ke 3)
- Lisinopril 1 x 5 mg (p.o)
advice dr.SpJP dosis

12 /03 / 2015

kuat angkat, thrill (+)


P: sonor normal di lapang paru
kanan, sonor memendek di paru
sinistra
A: SN vesikuler dikedua lapang
paru, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
I: habitus astenikus, bentuk dada
dalam batas normal, IC (+)
P: IC teraba kuat angkat, posisi
bergeser 3 cm LMCS ics , thrill
(+), murmur (+)
P: Batas kiri melebar 3 cm LMCS
ICS V
A: BJ I-II ireguler, murmur (+),
galop (+)
Abdomen
I: simetris,cembung
A: BU < 3x/m (hipoperistaltik)
P:Hepar/Lien/Renal: hepar teraba 3
cm d.a.c tepi tajam, permukaan rata
P: nyeri ketok (-), p>hepar (+)
Ekstremitas: akral teraba hangat,
sianosis (-), clubbing finger (-),
edema pitting tungkai bawah dextra
berkurang
Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK
(+/+)
A: RHD MR + AR, Infeksi
sekunder, Anemia def.Fe
S : sesak mulai berkurang, nyeri
dada mulai berkurang
Kes: CM
TTV: TD: 110-130/40 mmHg, N:
0
134x/m, RR: 55x/m, SB: 36,5 C
K/L: Ca(+/+), SI(-/-),
P>KGB(-),OC(-)
Pulmo:
I: simetris, retraksi (-), jejas (-), IC (+)
P: vocal fremitus D=S, IC teraba
kuat angkat, thrill (+)
P: sonor normal di lapang paru
kanan, sonor menyempit di lapang
paru sinistra
A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung:
I: IC (+) terlihat
P: IC teraba kuat angkat, posisi
bergeser 3 cm LMCS ics , thrill (+)

dinaikan 2 x 5 mg (p.o)
Spironolakton 2 x 25 mg
(p.o)
ISDN 2 x 5 mg (p.o)
Simarc 1 x 2 mg (p.o)

IVFD NaCl 500 cc :


Aminofluid500 cc/24 Jam
Inj.lasik 1 x 1 amp (i.v)
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 g vial
(i.v) Hr.ke 3
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
Inj Heparin 3 x 0,6 (3000IU)
(i.v) hari terakhir
Lisinopril 2 x 5 mg tab (p.o)
ISDN 3 x 5 mg tab (p.o)
Simarc 1 x 2 mg tab (p.o)
(berikan malam)

13 / 03 / 2015
14 / 03/ 2015

P: Batas kanan LMS, batas kiri 3


cm LMCS ICS V
A: BJ I-II ireguler, murmur (+),
gallop (+)
Abdomen:
I: simetris,cembung
A: BU < 6x/m (hipoperistaltik)
P:Hepar/Lien/Renal: hepar teraba 3
cm d.a.c
P: nyeri ketok (+), pekak hati (+),
p>hepar (+), timpani
Ekstremitas: akral teraba hangat,
sianosis (-), edema pitting tungkai
bawah dextra berkurang
Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK
(+/+)
A: RHD MR + AR, Infeksi
sekunder, Anemia def Fe
S : sesak mulai berkurang, nyeri
dada mulai berkurang
Kes: CM
TTV: TD: 110-130/40 mmHg, N:
134x/m, RR: 39 x/m, SB: 36,50C
K/L: Ca(+/+), SI(-/-),
P>KGB(-),OC(-)
Pulmo:
I: simetris, retraksi (-), jejas (-), IC (+)
P: vocal fremitus D=S, IC teraba
kuat angkat, thrill (+)
P: sonor normal di lapang paru
kanan, sonor menyempit di lapang
paru sinistra
A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung:
I: IC (+) terlihat
P: IC teraba kuat angkat, posisi
bergeser 3 cm LMCS ics , thrill (+)
P: Batas kanan LMS, batas kiri 3
cm LMCS ICS V
A: BJ I-II ireguler, S1-S2 meningkat,
S3 (+), S4 (+), murmur (+), gallop
(+)
Abdomen:
I: simetris,cembung
A: BU < 6x/m (hipoperistaltik)
P:Hepar/Lien/Renal: hepar teraba 3
cm d.a.c
P: nyeri ketok (+), pekak hati (+),
p>hepar (+), timpani

IVFD NaCl 500 cc :


Aminofluid500 cc/24 Jam
Inj.lasik 1 x 1 amp (i.v)
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 g vial
(i.v) hari ke 3-4
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
Heparin 3 x 0,6 (3000IU)
(i.v) hari ke tiga sudah
di stop
Lisinopril 2 x 5 mg tab (p.o)
Spironolakton 2 x 25 mg tab
(p.o)
ISDN 2 x 5 mg tab (p.o)
sudah dinaikkan jadi 3 x 5
mg
Simarc 1 x 2 mg tab (p.o)
(malam)
Bisolvon 2 x 1 amp (i.v)
Azytromicin 1 x 500 mg
(hari pertama)

15-16/03/2015

17 03 2015

Ekstremitas: akral teraba hangat,


sianosis (-), edema pitting tungkai
bawah dextra berkurang
Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK
(+/+)
A: RHD MR + AR, Infeksi
sekunder, Anemia def.Fe
S : Batuk berdahak, perut seperti
ditusuk-tusuk jarum
Kes: CM
TTV: TD: 120/70 mmHg, N: 90x/m, RR: 31x/m, SB: 35,70C
K/L: Ca(+/+), SI(-/-),
P>KGB(-),OC(-)
Pulmo:
I: kelainan bentuk dada, retraksi (-),
jejas (-), IC (+)
P: vocal fremitus D=S, IC teraba
kuat angkat, thrill (+)
P: sonor normal di lapang paru
kanan, sonor menyempit di lapang
paru sinistra
A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung:
I: IC (+) terlihat
P: IC teraba kuat angkat, posisi
bergeser 3 cm LMCS ics , thrill (+)
P: Batas kanan LMS, batas kiri 3
cm LMCS ICS V
A: BJ I-II ireguler, S1-S2 meningkat,
S3 (+), S4 (+), murmur (+), gallop
(+)
Abdomen:
I: simetris,cembung
A: BU < 6x/m (hipoperistaltik)
P:Hepar/Lien/Renal: tidak teraba
P: nyeri ketok (+), pekak hati (+),
p>hepar (+), timpani
Ekstremitas: akral teraba hangat,
sianosis (-), edema pitting tungkai
bawah dextra berkurang
Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK
(+/+)
A: RHD MR + AR, Infeksi
sekunder, Anemia def.Fe
S : Batuk berkurang,, nyeri perut
sudah tidak ada, sesak tidak ada
Kes: CM
TTV: TD: 120/50 mmHg, N: 111
x/m, RR: 45 x/m, SB: 35,80C

10

IVFD NaCl 1000 cc /24 Jam


Aminofluidnya di stop
Inj.lasik 2 x 1 amp (i.v)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
Lisinopril 2 x 5 mg tab (p.o)
Spironolakton 2 x 25 mg tab
(p.o)
ISDN 3 x 5 mg tab (p.o)
Simarc 1 x 2 mg tab (p.o)
(diberikan malam)
OBH syr 3 x 1 (p.o)
Azytromicin 1 x 500 mg
(hari ke 2-3)

IVFD NaCl 1000 cc /24 Jam


Inj.lasik 2 x 1 amp (i.v)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
Lisinopril 2 x 5 mg tab (p.o)
Spironolakton 2 x 25 mg tab

K/L: c.a(+/+), s.i (-/-), P>KGB (-),


o.c (-)
Pulmo:
I: kelainan bentuk dada, retraksi (-),
jejas (-), IC (+)
P: vocal fremitus D=S, IC teraba
kuat angkat, thrill (+)
P: sonor normal di lapang paru
kanan, sonor menyempit di lapang
paru sinistra
A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung:
I: IC (+) terlihat
P: IC teraba kuat angkat, posisi
bergeser 3 cm LMCS ics , thrill (+)
P: Batas kanan LMS, batas kiri 3
cm LMCS ICS V
A: BJ I-II ireguler, S1-S2 meningkat,
S3 (+), S4 (+), murmur (+), gallop
(+)
Abdomen:
I: simetris,cembung
A: BU < 6x/m (hipoperistaltik)
P: Hepar/Lien/Renal: tidak teraba
P: nyeri ketok (+), pekak hati (+),
p>hepar (+), timpani
Ekstremitas: akral teraba hangat,
sianosis (-), edema pitting tungkai
bawah dextra berkurang
Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK
(+/+)
A: RHD MR + AR, Infeksi
sekunder, Anemia def.Fe

11

(p.o)
ISDN 3 x 5 mg tab (p.o)
Simarc 1 x 2 mg tab (p.o)
(diberikan malam)
OBH syr 3 x 1 (p.o)
Azytromicin 1 x 500 mg
(hari ke 4)
Pasien boleh pulang, obat
diteruskan ke oral dan
kembali kontrol 1 minggu
lagi ke poli Jantung.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Congestive Heart Failure


Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat isitrahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung juga
merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur atau fungsi jantung
yang ditandai dengan :1,2
-

Gejala gagal jantung, sesak nafas, atau lelah bila beraktifitas, pada kondisi

berat dapat muncul saat istirahat.


Tanda-tanda retensi cairan, seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan

kaki
- Bukti obyektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard,
perikard, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama.
Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit
jantung koroner biasanya akibat infark miokard, yang merupakan penyebab
paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes.
Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti. Sementara data rumah
sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak,
disusul penyakit jantung koroner dan kelainan katup.1
Tabel 1. Etiologi Gagal Jantung2
Heart-Failure Reduce Ejection Fraction (<40%)
Penyakit arteri koroner
Non-iskemik kardiomiopati dilatasi
Infark miokard
Penyakit familial/genetik
Iskemia miokard
Penyakit infiltratif
Overload tekanan kronis
Kerusakan akibat toksin atau obat
Hipertensi
Penyakit metabolik
Penyakit katub obstruktif
Viral
Overload volume kronis
Penyakit Chagas
Penyakit katub regurgitasi
Kelainan ritme dan frekuensi
Shunt intrakardiak (kiri-ke kanan)
jantung
Shunt ekstrakardiak
Bradiaritmia kronis
Takiaritmia kronis
Heart-Failure Preserved Ejection Fraction (>40-50%)
Hipertrofi patologis

Kardiomipoati restriktif

12

Primer (kardiomiopati hipertrofi)


Sekunder (hipertensi)
Penuaan (aging)
Fibrosis jantung
Penyakit jantung pulmonal
Kor pulmonal
Penyakit vaskular pulmonal
Kondisi High-Output
Tirotoksikosis
Kelainan nutirisi (beriberi)

Penyakit infiltratif (amioloidosis,


sarkoidosis)
Storage disease(hemokromatosis)
Kelainan endomiokardial
Kebutuhan aliran darah yang berlebihan
Shunt arteriovena sistemik
Anemia kronis

Saat ini dikenal kriteria klinis yang mengkombinasikan temuan


pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang sederhana dalam menegakkan
diagnosis gagal jantung. Kriteria ini menyatakan kemungkinan gagal jantung
apabila apabila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor, dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 78%.3
Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher
Ronki basah kasar (rales)
Kardiomegali secara radiografi
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena sentral
(>16 cmH2O)
Refluks Hepatojugular
Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari

Kriteria Minor
Edema tungkai bilateral
Batuk nokturnal
Sesak pada aktivitas sehari-hari
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital sebanyak 1/3
dan kapasitas maksimal sebelumnya
Takikardia (> 120 x/menit)

akibat terapi

Gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa


faktor. Berdasarkan tipe gangguannya, gagal jantung diklasifikasikan menjadi
gagal jantung sistolik dan diastolik. Berdasarkan letak jantung yang
mengalami gagal, gagal jantung kongestif diklasifikasikan sebagai gagal
jantung kanan dan kiri. Sedangkan berdasarkan gejalanya, gagal jantung
dibagi menjadi klasifikasi New York Heart Asscociation 1964 (NYHA I,
NYHA II, NYHA III, dan NYHA IV).2
Tabel. Klasifikasi Derajat Gagal Jantung Berdasarkan NYHA
NYHA I

Penyakit jantung namun tidak ada gejala


atau keterbatasan dalam aktivitas fisik
sehari-hari biasa, misalnya berjalan, naik

NYHA II

tangga, dan sebagainya


Gejala ringan (sesak nafas ringan dan/

13

atau angina) serta terdapat keterbatasan


ringan dalam aktivitas fisik sehari-hari
biasa.
Terdapat

NYHA III

keterbatasan

aktivitas

fisik

sehari-hari akibat gejala gagal jantung


pada

tingkatan

yang

lebih

ringan,

misalnya berjalann 20-100 m. Pasien


hanya merasa nyaman saat istirahat.
Terdapat keterbatasan aktivitas yang

NYHA IV

berat,

misalnya

gejala muncul saat

istirahat.
2.1.2 Anamnesa
Dari anamnesa pada pasien ini didapatkan keluhan utama sesak. Sesak
yang dirasakan pasien dipicu oleh aktivitas fisik yang membaik dengan
istirahat. Pasien juga mengeluh sesak jika tidur terlentang dan
membuatnya terbangun ditengah malam. Hal ini mengarahkan kepada
gejala sesak nafas yang berkaitan dengan penyakit jantung, yaitu dipicu
oleh

aktivitas

fisik

akibat

kegagalan

pompa

jantung

untuk

mengkompensasi kebutuhan yang meningkat dan dikenal dengan istilah


dyspneu deffort. Gejala sesak nafas yang timbul jika pasien tidur
terlentang disebut ortopnu, hal ini karena edema paru interstitial yang
tersebar ke paru bagian atas dan bawah pada posisi terlentang sehingga
oksigenasi darah terganggu.3 Hal ini sesuai juga dengan keluhan pasien
yang mengatakan kalau pasien tidur perlu dua atau tiga bantal untuk
mengurangi sesak. Gejala paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah
sesak napas berat yang membangunkan pasien dari tidurnya di malam
hari. Umumnya terjadi 2 hingga 4 jam setelah tidur dan diserta dengan
diaforesis, batuk, kadang-kadang wheezing.2 Hal ini terjadi akibat
kegagalan mendadak ventrikel jantung untuk memompa darah karena
ada kenaikan tekanan baji pulmonal mendadak yang menyebabkan
transudasi cairan ke daerah interstitial paru sehingga menyebabkan
sesak.2

14

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik prekordial pada pasien ini didapatkan
beberapa masalah diantaranya ictus cordis yang terlihat, palpasi ictus
cordis teraba kuat angkat, teraba thrill, pada perkusi didapatkan batasbatas jantung yang melebar (kardiomegali), dan auskultasi didapatkan
suara jantung S1 dan S2 yang ireguler, serta terdengar bising jantung
dan galop.
Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai adanya denyut yang kuat
(akibat lebarnya tekanan nadi dan impuls hiperdinamik dari ventrikel
kiri). Tekanan nadi akan menjadi sempit pada kasus lanjut dengan
dilatasi dan dekompensasi ventrikel kiri. ictus cordis akan menjadi difus
atau bergeser ke lateral, serta dijumpai adanya S3 Gallop. Pada
regurgitasi aorta yang parah dapat teraba adanya thrill di daerah apeks
jantung. Sesuai dengan intensitas kerasnya bising maka bising pada
pasien ini masuk dalam kategori grade 5/6 yaitu bising yang sangat
keras, disertai thrill yang dapat dipalpasi dengan mudah.4,5
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien ini
didapatkan beberapa kriteria mayor yaitu paroxysmal nocturnal
dyspnea, kardiomegali secara radiografi, gallop S3 serta kriteria minor
edema tungkai bilateral, sesak pada aktivitas sehari-hari, dan
hepatomegali, berdasarkan kriteria di atas pasien ini dapat di diagnosa
dengan diagnosa fungsional Congestive Heart Failure (CHF) atau
gagal jantung kongestif.
2.2 Valvular Heart Desease
Demam rematik merupakan yang paling sering menyebabkan penyakit
katup jantung (Valvular Heart Desease) pada usia muda. Penyakit katup
mitral paling banyak disebabkan oleh sekuele demam rematik. Penyebab lain
seperti pengapuran dan kelainan kongenital jarang dijumpai. Di Amerika
Serikat maupun negara-negara Eropa Barat insiden penyakit jantung rematik

15

(PJR) terus menurun, tetapi di negara-negara berkembang seperti Indonesia ,


PJR masih sering dijumpai..2,6
Penyakit katup jantung menyebabkan masalah morbiditas dan
mortalitas di Indonesia. Demam rematik merupakan penyebab penyakit
jantung paling sering di kelompok umur 5-13 tahun, terdiri dari 25-40% pada
semua penyakit jantung dan pembuluh darah dan 33-50% pada semua pasien
rumah sakit. Diperkirakan sekitar 12 juta orang pada saat ini yang mengalami
demam rematik dan penyakit jantung rematik. Dua per tiga nya adalah anak
berusia antara lima dan lima belas tahun. Sekitar 300.000 kematian tiap
tahun, dengan dua juta penderita memerlukan perawatan rumah sakit dan satu
juta penderita memerlukan operasi pada lima sampai dua puluh tahun ke
depan.7
2.2.1 Regurgitasi Mitral
Penyakit jantung rematik kronik ialah penyebab regurgitasi mitral
(RM) berat pada sepertiga kasus. Regurgitasi mitral terjadi lebih sering
pada laki-laki. Regurgitasi mitral adalah kondisi dimana terjadi aliran
darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik. Mitral
regurgitasi terjadi akibat abnormalitas berbagai komponen katup mitral,
seperti daun katup, anulus, chorda tendineae, dan muskulus papilaris.2
Di Indonesia penyebab terbanyak RM adalah demam rematik yang
meninggalkan kerusakan yang menetap. Mortalitas dari RM dalam 5
year survival 80% dan 10-year survival 60%. Kematian disebabkan
oleh gagal jantung progresif yaitu penurunan fungsi ventrikel kiri
sekitar 60-70%.8
Penyebab utama adalah prolaps katup mitral, penyakit jantung
rematik, endokarditis infektif, kalsifikasi anulus, kardiomiopati, dan
penyakit jantung iskemik. Rasa lelah, dyspnoe deffort dan ortopnea
merupakan keluhan yang menonjol pada pasien dengan regurgitasi
mitral parah yang kronik.2
Pada pemeriksaan fisik palpasi didapatkan carotid upstroke jelas,
impuls apeks kordis kuat dan bergeser ke lateral, pengisian ventrikel
kiri pada awal diastolik dapat diraba karena volume yang berlebihan

16

mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya dilatasi ventrikel kiri
menyebabkan impuls apeks bergeser ke lateral, gerakan ventrikel kanan
yang meningkat menandakan hipertensi pulmoner. Sedangkan pada
auskultasi didapatkan bunyi jantung pertama (S1) melemah, splitting
bunyi jantung kedua (S2), .komponen pulmonal bunyi jantung ke dua
(P2) mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmoner, bunyi jantung
tambahan S4 terutama pada MR akut, murmur pansistolik dengan
punctum maksimum di apeks menjalar ke lateral dan axilla. Pada MR
akut murmur terdengar pendek dan lebih halus.2
Kriteria diagnosis pada RM dari anamnesis didapatkan berdebardebar karena takikardi, fibrilasi atrium, dyspnea, takipnea, ortopnea,
riwayat reuma, dan kelemahan kronis. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan bising pansistolik pada apeks menjalar ke aksila. Pada EKG
didapatkan P-mitral, dan hipertrofi ventrikel kiri. Pada foto rongent
didapatkan pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan tanda-tanda
bendungan vena pulmonalis. Laboratorium pemeriksaan khusus untuk
menegakkan ada tidaknya reuma aktif, leukositosis, ASTO dan CRP.
Ekokardiografi didapatkan dilatasi atrium kiri, ventrikel kiri, gambaran
katup dan korda, derajat regurgitasi, menentukan penyebab RM. Pada
kateterisasi menentukan derajat RM, menentukan adanya penyakit
jantung koroner sebagai penyerta, angiografi koroner bila usia penderita
lebih dari 40 tahun, mengevaluasi adanya perbedaan antara temuan
klinis dan ekokardiografi.9 (buku unai)
2.2.2 Regurgitasi Aorta
Kira-kira tiga per empat pasien dengan regurgitasi aorta (RA) yang
murni atau predominan adalah laki-laki; perempuan menonjol di antara
pasien RA yang berhubungan dengan penyakit katup mitral. Pada kirakira dua per tiga pasien dengan penyakit RA ialah akibat rematik murni,
yang menyebabkan penebalan, deformasi, dan pemendekan tiap-tiap
kuspis katup dengan baikpada waktu sistolik dan penutupannya pada
waktu diastolik. Regurgitasi aorta ditentukan oleh adanya inkompetensi

17

katub aorta, dimana sebagian dari volume curah jantung dari ventrikel
kiri mengalir ke ruang ventrikel selama diastol. Penyebab regurgitasi,
seperti untuk stenosis aorta, dapat didefinisikan berdasarkan anatomi
pangkal aorta dan proses penyakit yang menyerang katup.
Pemeriksaan fisik pada RA diantaranya palpasi didapatkan denut
water hammer yang naik dengan cepat, yang kolaps secara mendadak
seraya tekanan arterial menurun dengan cepat pada waktu sistole lanjut
dan diastol (denyut Corrigan), dan pulsasi kapiler, kulit akar kuku ,
penekanan pada ujung kuku (denyut Quincke), adalah karakteristik RA
yang bebas. Pada palpasi, detak apeks menyembul dan berpindah ke
lateral dan ke bawah. Pada auskultasi dengan RA yang berat bunyi
penutup katup aorta biasanya berkurang atau tidak ada. Bunyi S 3 ialah
umum, dan kadang-kadang bunyi S4 juga dapat terdengar.7
Kriteria diagnosis pada RA dari anamnesis keluhan dapat berupa
pusing, sinkop, sakit dada, nafas pendek, cepat capek, dispnea,
takipnea, ortopnea, riwayat demam reuma, riwayat ruda paksa dada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda Corrigans, Quinkle,
Durozies, thrill diastolik, auskultasi bising diastolik awal, bising Austin
Flint, bising cresendo-decresndo menjalar ke apeks, tensi tekanan darah
diastolik rendah atau nol. Pada EKG didapatkan hipertrofi ventrikel
kiri, dan dilatasi ventrikel kiri, dan blok AV derajat I. Pada foto rongent
didapatkan kardiomegali pembesaran ventrikel kiri (boot-shape heart),
segmen aorta menonjol, aorta asenden dilatasi, apeks jantung ke bawah
(down ward), dan tanda-tanda bendungan vena pulmonalis..9 (buku unai)
Dari anamesa dan pemeriksaan fisik pada pasien ini melalui
palpasi didapatkan kelainan seperti Iktus cordis teraba kuat angkat, posisi
bergeser kurang lebih3 cm lineamidclavicula sinistra intercostalis (ICS 5)
juga teraba thrill. Selain itu pada auskultasi terdengar bunyi jantung S 1 dan
S2 ireguler, terdapat bunyi bising pada fase sistolik di daerah apex menjalar
sampai ke aksila dan midle arcus costa dan terdengar galop, dengan derajat
bising

derajat

5/6.

Diagnosis anatomi ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan fisik terdapat pembesaran dari jantung dan dikonfirmasi


dengan rongent thorax dengan kesan kardiomegali. Hal ini mengarahkan
18

pada kelainan katub yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan


echocardiography.

2.3 Rhematic Heart Disease


Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal.
Demam rematik (DR) dan atau penyakit jantung rematik (PJR) eksaserbasi
akut adalah suatu sindroma klinis penyakit akibat infeksi kuman Streptokokus
hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun
berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut,
karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum. Penyakit jantung
rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa
(sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung.9
Diagnosa DR akut didasarkan pada manifestasi klinis, bukan hanya
pada simtom, gejala atau kelainan laboratorium patognomonis. Pada tahun
1944 Jones menetapkan kriteria diagnosis atas dasar beberapa sifat dan gejala
saja. Setelah itu kriteria ini dimodifikasi pada tahun 1955 dan selanjutnya
direfisi 1965, 1984 dan terakhir 1992 oleh AHA. Ditambah bukti-bukti
adanya suatu infeksi Streptokokus sebelumnya yaitu hapusan tenggorok yang
positif atau kenaikan titer tes serologi ASTO dan anti DNA-se B. Terutama
pada anak/dewasa muda aloanamnesa pada orang tua dan keluarga sangat
diperlukan.
Gejala mayor
- Poliartritis
- Karditis
- Korea
- Nodul subkutaneus
- Eritema marginatum

Gejala minor
- Klinis : suhu tinggi
- Sakit sendi : (artralgia)
- Riwayat pernah menderita
-

DR/PJR
Lab : reaksi fase akut

Bila terdapat adanya infeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis


DR/PJR didasarkan atas adanya Dua gejala mayor atau Satu gejala mayor
dengan dua gejala minor. Sedangkan penyediaan fasilitas pemeriksaan
kuman Streptokokus belum meluas maka manifestasi klinis diatas harus
dijadikan pegangan diagnosis suatu DR/PJR. Tentu perlu dibedakan dengan

19

gejala-gejala penyakit-penyakit lain seperti rematoid artritis, pegal-pegal kaki


infeksi virus, kelainan jantung bawaan dan lain-lain.1
Etiologi dari penyakit gagal jantung dapat berupa penyakit jantung

bawaan, penyakit jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, penyakit


jantung koroner, penyakit jantung anemik, penyakit jantung tiroid,
cardiomiopati, cor pulmonale serta kehamilan. Penyakit gagal jantung yang
terjadi pada usia < 50 tahun, terbanyak adalah disebabkan oleh penyakit
jantung reumatik dan penyakit jantung tiroid, dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda kelainan tiroid, melainkan
yang didapat adalah riwayat sakit jantung reumatik yang pernah diderita
pasien sebelumnya. Pada gambaran rontgen thorax didapatkan bentuk
pinggang jantung yang sudah tidak tampak lagi, gambaran ini khas jika
terjadi mitral regurgitasi yang merupakan kelainan katup yang paling sering
ditemukan pada penyakit jantung reumatik. Namun untuk mendiagnosis pasti
pada pasien ini diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu, echocardiography.
2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada gagal jantung tergantung etiologi, hemodinamik,
gejala klinis serta beratnya gagal jantung. Pengobatan terdiri dari 5 komponen
berupa

penanganan secara umum, mengobati penyakit dasar, mencegah

kerusakan lebih lanjut pada jantung, dan mengendalikan derajat CHF.


Secara umum Gagal jantung kelas 3 dan 4 perlu untuk membatasi
aktivitas dengan istirahat di tempat tidur tetapi perlu untuk menghindari tidur
lama, menghentikan kebiasan hidup yang meningkatkan munculnya penyakit
jantung seperti merokok pada pasien, pembatasan kadar garam (Na) tetapi ini
belum diperlukan oleh karena pemberian obat yang dipilih meningkatkan
pengeluaran Na.
Pengobatan berdasarkan gejala berupa pembatasan asupan cairan
karena cairan yang banyak akan diabsorpsi oleh tubuh dan menambah jumlah
cairan pada tubuh sehingga memperberat kerja jantung. pemberian diuretik
sangat diperlukan untuk mengeluarkan cairan yang ada dari tubuh dalam
kasus

ini

digunakan

furosemide

sebagai

diuretik

serta

pemberian

tromboaspilet (asetil salilisat) untuk mencegah terjadinya agregasi trombosit

20

pada pembuluh darah koroner. Ranitidin diberikan untuk mengurangi efek


samping dari aspilet yang merangsang asam lambung, dan juga untuk
mengatasi rasa nyeri di ulu hati pasien yang kemungkinan berasal dari
lambung. Pada pasien ini telah terjadi atrial fibrilasi, pemberian digoxin
sebagai golongan inotropik positif dapat dipertimbangkan pada tahap awal
terapi untuk memperbaiki kemampuan jantung dalam memompakan darah
serta mengontrol laju respon ventrikel, namun pemberian digoxin juga harus
disertai dengan pengawasan dikarenakan efek samping obat ini dapat
menyebabkan pasien menjadi aritmia. Prognosis ditegakkan berdasarkan dari
kemampuan pompa jantung untuk kompensasi serta perbaikan gejala klinik
setelah di terapi.
Untuk menentukan kemampuan pompa jantung diperlukan untuk
melihat ejaksi fraksi dari jantung yang ditegakkan dengan echochardiography
serta gejala klinis. Secara klinis, pada pasien ini terdapat perbaikan sehingga
prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam. Tetapi secara fungsional,
pada penyakit jantung rematik telah terjadi kerusakan katup yang permanen
sehingga prognosis quo ad fungsionam adalah dubia ad malam.
2.5 Kesimpulan
Telah dibahasa laporan kasus seorang pasien laki-laki, 15 tahun dengan
diagnosa masuk Observasi Dipsneu e c CHF Functional Class II-III.
Diagnosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan kriteria dan gejala klinis.
Pasien ini dirawat sejak tanggal 7 17 Maret 2015 dengan perbaikan.
Diagnosa akhir saat pasien pulang adalah CHF ec MR, AR ec RHD

21

Anda mungkin juga menyukai