Anda di halaman 1dari 9

Perbandingan karet fibrin dengan benang vicryl pada

penutupan konjungtiva dalam operasi pterygium

Abstrak

Tujuan : untuk membandingkan hasil jangka panjang

dari penutupan konjungtiva dengan fibrin adhesif atau benang vicryl pada
operasi pterygium. Metode: Studi ini dilakukan pada 81 pasien (81 mata)
dengan Pterigium nasal primer. Operasi pada semua pasien menggunakan
teknik bare sclera dikombinasikan dengan pemberian mitomycin C 0.02%
intraoperasi. Pasien dirandom untuk penutupan dengan menggunakan
fibrin adhesive (quixil) (n=42) atau benang vicryl (n=39). Pemeriksaan
klinik dilakukan postoperasi hari ke 1,3,10 dan 21 dan sesudahnya 3,6 dan
12 bulan. Semua pasien menyelesaikan kuesioner pada setiap follow up
menyangkut nyerinya, rasa tidak nyaman dan kepuasan terhadap
prosedur. Grup dibandingkan untuk waktu operasinya, tanda okular dan
gejala, rasa puas secara keseluruan dan angka kekambuhan. Hasil : Rata
- rata operasi adalah 16 menit pada grup yang menggunakan fibrin glue
dan 28 menit pada yang menggunakan benang vicryl (p<0.05) Secara
signifikan rasa nyeri dan tidak nyaman lebih rendah pada yang diberikan
glue dibandingkan dengan kontrol (p<0.05) Tingkat kepuasan signifikan
lebih tinggi pada kelompok studi (p<0.04). Tidak ada komplikasi selama
periode kontrol pada pasien yang menggunakan glue; 1 pasien pada grup
yang menggunakan benang mendapat corneal dellen yang bisa diobati.
Pada akhir dari masa follow up, pterygium muncul kembali pada grup
yang menggunakan benang victyl (p<0.05). Kesimpulan : Penggunaan
fibrin glue signifikan mengurangi waktu operasi dan rasa tidak nyaman
pasien dibandingkan dengan benang. Bagaimanapun ini mungkin bisa
dikaitkan dengan tingginya angka kekambuhan.

PENDAHULUAN
Pterigium adalah pelebaran dari konjungtiva ke arah kornea yang
berbentuk seperti sayap, biasanya pada sisi hidung. Insidensnya tinggi
pada daerah yang memiliki radiasi UV tinggi atau panas, kering, angin,
debu dan lingkungan orang perokok. Faktor herediter bisa berperan juga.
Terapi operasi merupakan pilihan. Insisi sklera sendiri berkaitan dengan
berulangnya kejadian mencapai 30-70%, yang mana bisa diperkecil
dengan postoperatif terapi seperti B-iradiasi atau pemberian topical
thiotepa, 5-fluorouracil atau mitomycin C (MMC). Bagaimanapun terapi
suportif ini membuat tingginya resiko komplikasi seperti edema kornea
permanen,

nekrosis

sklera

atau

kornea

dan

infeksi

sekunder.

Meninggalkan seluruh sklera tanpa penutup pada operasi pterigium


dicombinasikan dengan MMC yang dioleskan akan membuat resiko
rekurensi dan komplikasi yang tinggi. Beberapa penulis mempertahankan
pendapat akan penggunaan 'autologus conjunctival grafting'. Telah
dilaporkan angka rekurensi bervariasi, menjadi serendah 2% pada
beberapa studi dan efek samping yang sedikit. Rekurensi timbul sekitar 6
bulan pada kebanyakan kasus.
Tujuan dari studi prospektif ini adalah untuk membandingkan hasil
jangka panjang dari penutupan konjungtiva pada operasi pterigiium
dengan menggunakan fibrin glue atau benang Vicryl.

BAHAN DAN METODE


Studi ini terdiri atas 81 pasien (81 mata) yang akan dilakukan
operasi pterigium di Rabin Medical Center, Golda Campus, dari Juni 2004
hingga April 2005. Kriteria sebagai berikut : 1. Mata yang sakit belum
pernah dioperasi 2. Pterygium primer bertumbuh lebih dari 3 mm melalui
kornea, 3. Tidak ada tanda - tanda patologis yang lain, 3. Tidak ada
penyakit jaringan ikat yang akan mempengaruhi penyembuhan, 5. Tidak
alergi terhadap mitomycin C, 6. Tidak hipersensitifitas terhadap produk

dari darah manusia, 7. Tidak ada riwayat trauma. Dengan semua kriteria
ini, ada 5 pasien yang tidak memenuhi syarat.
Ukuran dari pterygium diestimasi dengan slit lamp. panjang dari
cahaya diukur pada lesi dan ditutup dari limbus naik ke sisi kornea dari
pterigium. Panjang slit diukur dalam milimeter.
Seluruh prosedur operasi dilakukan oleh operator (R.A) yang sama
untuk menjamin konsistensi. Pasien dirandom menjadi 2 grup yaitu yang
melakukakan penutupan konjungtiva dengan fibrin glue (n=42) dan yang
menggunakan benang vicryl (n=39). Inform konsen dibuat dan studi ini
diijinkan oleh Rabin Medical Center Research Ethics Committee. Sistem
random ini dibuat sebelum operasi berdasarkan nomor digit terakhir dari
pasien: pasien dengan nomor ganjil dirandom untuk menerima fibrin glue
dan yang genap benang vicryl.
Quixil ( Omrix Biopharmaceuticals, Kirya Ono, Israel) terdiri dari 2
komponen biologik yang diambil dari plasma yang dipilih dari plasma
donor darah yang dipilih; sebuaha komponen biologik yang aktif, yang
mana konsentrasi dari solusio dari plasma protein beku (40-60 mg/ml) ini
mengandung fibrinogen, fibronectin, faktor VIII dan Von Willebrand factor;
dan solusio thrombin (900-1100 IU/ml) yang mengandung kalsium. Setiap
komponen menjalani pemisahan dengan 2 langkah baik inaktivasi atau
eliminasi virus untuk menghindari transmisi agen kontaminan. Sebelum
dioleskan ke permukaan jaringan, komponen di campur secara pasif pada
'preassembled dvice eqquipped' dengan pengiriman

'dual syringe'.

Dengan adanya kalsium, trhombin mengkatalis koagulasi plasma protein,


dan bekuan fibrin akan terbentuk dalam waktu sekitar 30 detik,
menghasilkan fase akhir dari kaskade koagulasi.

Bekuan diabsorbsi

setelah beberapa hari dan akan merangsang pembentukan hubungan


kolagen silang, dan selanjutnya penyembuhan luka. Persiapan waktu
untuk glue ini biasanya 2-3 menit.

Mata dianastesi dengan oxibuprocaine Hcl 0.4% topical. Pada kasus


dengan perdarahan yang banyak, epinefrin 10% tetes atau sodium
hyaluronat 10mg/ml dioleskan pada sisi mata yang dioperasi. Kauter
dihindari. Pangkal dari pterigium termasuk jaringan yang ada di kornea
dan yang berada 3 mm di atas limbus dan badan dari pterigium, diavulsi
dan dikeluarkan. Bagian yang diambil ini dikirim ke untuk studi
histopatologi. Jaringan subkonjungtiva yang berada dibawah pterigium
kemudian diangkat. Sebuah spons sebesar 5 mm dimasukkan dengan
mitomyicn C 0.02% pada sklera yang terekspos selama 5 menit, dengan
penampang konjungtiva ditutup oleh spons. Spons kemudian dikeluarkan
dan mata bagian luar diirigasi dengan 40 ml larutan garam. Sklera yang
terekspose ditutup dengan jaringan konjungtiva baik yang diberikan fibrin
glue atau benang yang dikaitkan pada episklera dengan 2 jahitan
interuptus dengan 8-0 vicryl, 2 mm dari limbus. Simpul benang tidak
dimasukkan. Mata kemudian dioleskan local steroid oinment.
Pada postoperativ, semua pasien diberikan topical kortikosteroid
(dexamethason phosphate 1 mg, neomycin sulfat 5 mg; dexamycin,
Vitamed, Tel Aviv, Israel ) 4x1 setiap hari selama 3 minggu.
Koreksi visual terbaik ditest, biomikroskop slit lamp, dan tekanan
intraokluler diukur sesudah operasi pada hari ke 1,3,10 dan 21 pada bulan
ke 3,6 dan 12.
Pasien diminta untuk mengisi kuesioner pada hari pertama sesudah
operasi dan diulang pada setiap pemeriksaan follow up, menilai derajat
gejala dan keseluruhan hasil terapi dengan skala 0-4. Tanda dan gejala
terdaftar seperi nyeri, fotofobia, perasaan adanya benda asing, iritasi,
epifora, gatal, hiperemia lokal, perdarahan konjungtiva dan rasa kering di
mata. Angka kekambuhan dicatat juga. Definisi dari kambuh adalah
munculnya jaringan fibrovascular dari limbus ke kornea yang jernih pada
area dimana sebelumnya dilakukan insisi pterigium.

ANALISA STATISTIK
Data diekspresikan sebagai rata - rata kurang lebih standar deviasi.
Pre dan post operatif nilainya diselesaikan dengan Mann-Whitney U test.
Nilai a dan p kurang dari 0.05 dianggap secara signifikan bermakna.

HASIL
Studi terdiri atas 81 pasien(81 mata), 39 mata pada grup benang,
42 mata pada grup glue.

Ada 45 laki laki 36 perempuan berumur 27

sampai 75 tahun (rata-rata, 49.515 tahun). Rata-rata umur pasien 51


12.3 tahun pada grup benang dan 48 10.5 tahun pada grup glue: 22
laki laki dan 17 perempuan pada grup benang dan 19 perempuan pada
grup glue. Rata-rata diameter pterygium ke batas jernih kornea adalah
4.11.5 mm pada grup benang dan 4.221.2 mm pada grup fibrin-glue.
Rata -rata waktu operasi adalah 16 menit (durasi 14-16 menit) pada
grup fibrin glue dan 28 menit (durasi 20-29 menit) pada grup benang
(p<0.05). Analisis regresi tidak bisa menunjukkan korelasi antara ukuran
pterigium dan waktu operasi.
Tidak ada peningkatan intraokuler pada kedua grup selama
followup.
Analisis pada kuesioner menunjukkan adanya angka yang signifikan
lebih rendah rata - rata nyeri, fotofobia, perasaan adanya benda asing,
iritasi, epifora, gatal, lokal hyperemia, perdarahan konjungtiva, mata
kering pada grup fibrin -glue dibandingkan dengan kontrol (p<0.05) pada
semua grup yang diperiksa. Pada analisis regresi ada tidak ada korelasi
antara ukuran pterigium dan gejala dan tanda seusai operasi. Tingkat
kepuasan dari pasien sehubungan dengan prosedur yang

dilaksanakan

signifikan lebih tinggi pada studi grup dibanding grup kontrol (p<0.04).
5

Figure 4 menunjukkan gambaran klinik dari mata yang representatif pada


setiap grup pada 10 hari sesudah operasi.

Pasien yang dipakai studi tidak mengalami komplikasi selama 1


tahun periode follow up. Satu pasien dari grup benang mengalami
'corneal dellen' 1 minggu sesuah operasi, yang mana diterapi dengan
'lubricating

intensif

drops'.

Akhir

dari

follow

up,

perkembangan

berulangnya pterygium lima mata (11,9%) dari studi grup dan tiga mata
(7,7%) dari control grup (p < 0,05).

DISKUSI
Ada

banyak

perlakuan

untuk

mengoptimalisasikan

operasi

pterigium. Masa sekarang ada banyak teknik yang digunakan, mulai dari
'bare sclera procedure' tanpa mikroskop dioperasi sampai pendekatan
yang

lebih

Transplantasi
mengurangi

kompleks,
'autologous
resiko

seperti

transplantasi

kornea'

daripada

dengan

nekrosis

membran

jahitan

kornea

amnniotic.

dengan

atau

benang

sklera

yang

berhubungan dengan terapi tambahan seperti topical kemoterapi, tapi


berakibat pada bertambahnya waktu operasi dan rasa tidak nyaman
sesudah awal operasi.
Metode perlekatan konjungtiva disini digunakan awalnya untuk
mengurangi

ketidaknyamanan

pasien,

postoperatif, dan waktu operasi. Glue

terutama

menyangkut

nyeri

juga lebih mudah digunakan

dibandingkan benang. Studi kami mengkonfirmasi bahwa keuntungan ini,


menunjukkan secara signifikan nyeri yang berkurang serta tanda dan
gejala postoperatif yang lebih sedikit dibandingkan dengan pada grup
kontrol pada semua waktu operasi. Grup fibrin glue juga dilaporkan
memuaskan secara keseluruhan pada semua prosedur. Kita menemukan
bahwa untuk evaluasi nyeri pada pasien

sulit karena pasien bisa saja

memiliki sensitivitas yang berbeda - beda terhadap stimulus yang sama,

dan mereka melaporkan pengalaman nyeri mereka secara berbeda beda.

Sekalipun

demikian,

semua

pasien

menerima

penjelasan

preoperatif yang sama oleh dokter yang sama dan menjalani prosedur
yang persis sama oleh dokter yang sama pula, dan tidak ada yang
diingatkan soal penggunaan glue atau benang bisa membuat perbedaan
dalam hal nyeri dan rasa tidak nyaman.
Ada seri yang prospektif dari laporan literatur mengatakan bahwa
angka kekambuhan muncul 2%-39% setelah operasi pterigium dengan
menggunakan benang conjungtiva autograft. Angka kekambuhan pada
studi kami untuk kedua grup ini adalah di dalam range ini. Bagaimanapun,
kita

mengira

bahwa

angka

kekambuhan

akan

sama

pada

yang

menggunakan jahitan glue dengan jahitan benang, tapi ternyata lebih


tinggi (11.9% vs 7.7%).
Meskipun selalu ada beberapa radang reparatif setelah operasi
pterigium,

komponen murni fibrin manusia pada quixil bisa mencegah

reaksi radang tambahan. Dengan kontras, ada peradangan berulang


sekitar

benang

selama

degradasi,

yang

mana

bisa

menyebabkan

bertambahnya nyeri secara signifikan pada pasien postoperatif. Baik


benang nylon maupun silk pada konjungtiva berhubungan dengan radang
dan migrasi daripada sel langerhans ke kornea. Meskipun inflamasi hebat
dikatakan sangat berhubungan dengan angka kambuh yang tinggi, pada
studi kami , grup dengan penggunaan glue memiliki angka rekurensi lebih
tinggi. Penjelasan yang bisa kami berikan adalah

bekuan fibrin dapat

meningkatkan deposit kolagen dan formasi jaringan ikat pada jaringan bila
dibandingkan dengan yang menggunakan benang.

Ini juga berperan

dalam, dalam batas waktu tertentu meningkatkan angka rekurensi.


Bagaimanapun, perbedaan pada deposit kolagen tidak ditunjukkan dalam
studi histologik dengan melakukan trabekulektomi pada kelinci yang kami
lakukan.
Perlu dicatat bahwa fibrin glue juga bisa berhubungan dengan
resiko transmisi agen infeksi seperti parvo virus dan prions yang berasal
7

dari plasma manusia. Meskipun kemungkinananya kecil pada produk


darah yang lain dan pada produk babi, dan tidak ada transmisi virus
dengan produk quixil pernah dilaporkan, Komplikasi ini tidak bisa
sepenuhnya disingkirkan, sehingga pasien tetap diingatkan sebelum
operasi.
Harga dari satu buah 'double syringe' quixil mungkin sama dengan
sekitar 5 buah benang vicryl. 2 mm dari glur cukup untuk 4-5 operasi
pterigium. Jika kita pertimbangkan durasi operasi yang lebih pendek
dengan glue, kita bisa berkesimpulan bahwa harga material ini kira kira
mirip dengan suture.
Tisseel (Baxter Healthcare Corp., Deerfield , IL, USA) adalah
jaringan mengganti yang lain yang digunakan dalam operasi mata.
Komponennya yang mampu beku terdiri dari fibrinogen yang dimurnikan,
dan komponen thrombin manusia bisa mencapai konsentrasi hingga 500
IU/ml. Tisseel juga distabilisasi oleh aprotinin, salah satu derivat protein
babi, dan menalani inaktivasi virus yang sama seperti

quixil. Tisseel

tersedia dalam bentuk ' bubuk lyophilized' dan memerlukan pengaturan


yang bain untuk digunakan. Pemberian obat ini juga perlu diatur, karena
persiapan produk obat ini perlu waktu sekitar 20 menit,

sebaliknya

dengan quixil (cuma beberapa menit).


Review literatur kami mengenai fibrin glue pada operasi pterigium
menyamakan beberapa laporan yang di buat oleh Koranyi e al, Uy et al
dan Marticoerna et al. yang mana menggunakan fibrin glue untuk flap
conjunctiva atau adhesi autograft. Mereka melaporkan secara signifikan
rendahnya angka nyeri postoperasi dan pendeknya waktu operasi pada
fibrin glue dibandingkan dengan grup yang menggunakan benang, serupa
dengan hasil yang kami dapatkan pada penutupan primer conjungtiva.
Bagaimanapun pada kontras dengan studi yang sama, Koranyi et al
membuat catatan adanya angka rekurensi yang rendah pada grup yang
menggunakan glue dibanding dengan grup kontrol pada follow up jangka
panjang.
8

Kami

berkesimpulan

bahwa

penggunaan

fibrin

glue

untuk

penutupan primer konjungtiva pada operasi pterigium secara signifikan


mengurangi waktu durante operasi, nyeri dan rasa tidak nyaman. Hal ini
bisa berhubungan dengan angka rekurensi yang lebih tinggi, tapi
memerlukan studi lebih lanjut untuk mengklarifikasi masalah ini.

Anda mungkin juga menyukai