PENDAHULUAN
antara lain penyakit diare. Hal ini disebabkan karena sistem pencernaan bayi belum
siap menerima makanan selain ASI sehingga menimbulkan reaksi pada sistem
pencernaan.
Secara global pada tahun 2012 angka kematian anak sebagian besar
disebabkan karena infeksi berulang dan faktor gizi, terkait faktor gizi diperkirakan
sebesar 45%. Sesungguhnya dengan promosi ASI eksklusif dan pemberian makanan
pendamping ASI yang tepat dapat mengurangi risiko penyakit kronis, angka
morbiditas dan mortalitas pada balita. ASI merupakan sumber gizi terpenting bagi
bayi untuk memenuhi kebutuhannya. Angka pemberian ASI secara eksklusif di dunia
hanya sekitar 38% (dari 100 bayi usia 0-6 bulan hanya 38 bayi yang mendapat ASI
eksklusif). Artinya terdapat 62% praktek pemberian makanan pendamping ASI yang
tidak tepat. Padahal sudah banyak organisasi didunia yang merekomendasikan
pemberian ASI eksklusif namun angka cakupan pemberian ASI eksklusif masih
rendah (WHO, 2014).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 bahwasanya tingkat kematian
bayi di Indonesia masih tergolong tinggi yakni 20 bayi per 1000 kelahiran hidup jika
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, maka Indonesia berada pada
titik 4,2 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,2 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 2,2 kali
lebih tinggi dari Thailand (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Angka kematian bayi di Indonesia berdasarkan sensus penduduk pada tahun
1990 terdapat 61 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2000 terdapat penurunan secara
signifikan yakni sebesar 47 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2010 terdapat 26
per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tertinggi di Provinsi Sumatera Utara
berada di daerah Kabupaten Mandailing Natal (45,7%) dan yang terendah ada di
daerah Kota Medan (14,7%), sedangkan angka kematian bayi di daerah Kota Tebing
Tinggi sekitar 22% (Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, 2013).
Sebelum tahun 2001, World Health Organization (WHO) merekomendasikan
untuk memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Namun pada tahun 2001, setelah
melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan berkonsultasi dengan para
pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6
bulan. Mereka menyatakan bahwa makanan padat tidak disarankan diberikan pada
bayi sebelum usia 6 bulan. Sesudah usia 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI sampai minimal umur
2 tahun. Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Nomor
450/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia yang
semula 4 bulan menjadi 6 bulan. Hasil telaah artikel tersebut menyimpulkan bahwa
bayi yang disusui secara eksklusif sampai 6 bulan umumnya lebih sedikit menderita
penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit mengalami gangguan pertumbuhan
(Fikawati, 2010).
Pemberian gizi pada bayi menurut kelompok umur 0 bulan yang mendapatkan
ASI eksklusif 39,8%, menyusui predominan 5,1%, menyusui partial 55,1%.
Kelompok umur 2 bulan ASI eksklusif 32,5%, menyusui predominan 4,4%, menyusui
partial 63,1%. Kelompok umur 3 bulanASI eksklusif 30,7%, menyusui predominan
4,1%, menyusui partial 65,2%. Kelompok umur 4 bulan ASI eksklusif 25,2%,
menyusui predominan 4,4%, menyusui partial 70,4%. Kelompok umur 5 bulan ASI
eksklusif 26,3%, menyusui predominan 3,0%, menyusui partial 70,7%. Kelompok
umur 6 bulan ASI eksklusif 15,3%, menyusui predominan 1,5%, menyusui partial
83,2%. Dari data di atas kita dapat melihat bahwasanya semakin bertambahnya usia
bayi maka angka cakupan pemberian ASI eksklusif semakin rendah, salah satu
penyebabnya adalah pemberian makanan tambahan yaitu MP-ASI pada usia di bawah
6 bulan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010).
Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2010 pemberian zat gizi atau jenis
makanan prelakteal yang diberikan kepada bayi baru lahir di wilayah Indonesia
sebanyak 43,6% yang terdiri dari susu formula 71,1%, madu 19,8%, air putih 14,6%,
sedangkan untuk daerah Sumatera Utara sebanyak 53,7% antara lain susu formula
73,5%, air putih 30,7%, madu 20,2%, nasi/bubur 7,8% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2010).
Cakupan proses inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir di Indonesia adalah
sebesar 34,5%. Cakupan IMD tertinggi adalah didaerah Nusa Tenggara Barat (52,9%)
dan yang terendah adalah daerah Papua Barat (21,7%), sedangkan daerah Sumatera
Utara (22,9%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif dari target nasional sebesar 80%
dapat kita lihat dari data berikut, yakni angka cakupan pemberian ASI eksklusif
dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat pemberian MP-ASI dari bayi umur 0 bulan
sebanyak 52,7%, umur 1 bulan 48,7%, umur 2 bulan 46%, umur 3 bulan 42,2%, umur
4 bulan 41,9%, umur 5 bulan 36,6%, umur 6 bulan 30,2%. Artinya semakin
bertambahnya umur bayi maka semakin tinggi angka riwayat pemberian MP-ASI
kepada bayi, yakni umur 0 bulan 47,3%,umur 1 bulan 51,3%, umur 2 bulan 54%,
umur 3 bulan 57,8%, umur 4 bulan 58,1%, umur 5 bulan 63,4%, umur 6 bulan 69,8%
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Dari hasil penelitian Padang (2007) tentang analisa faktor-faktor yang
memengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah tahun 2007 dengan menggunakan regresi logistik, faktor yang
memengaruhinya antara lain faktor sumber informasi, faktor pekerjaan, faktor
dukungan keluarga dan masyarakat, faktor dukungan petugas kesehatan.
Umur merupakan bagian dari komposisi penduduk yang dikelompokkan
menurut ciri-ciri biologis. Umur termasuk dalam karakteristik penduduk yang pokok
yang memiliki pengaruh penting baik terhadap tingkah laku demografis maupun
sosial ekonomi. Umur tunggal adalah umur seseorang yang dihitung berdasarkan hari
ulang tahun terakhirnya (Nurdin, 2007). Berdasarkan faktor umur diharapkan dengan
bertambahnya umur maka pengetahuan yang dimiliki ibu semakin meningkat dan
pengalaman ibu tentang mengurus anak juga semakin banyak.
Faktor ibu bekerja seharusnya tidak menjadi masalah dalam hal memberikan
ASI secara eksklusif meskipun cuti hamil/melahirkan hanya tiga bulan yang
mengakibatkan ibu belum selesai memberikan ASI eksklusif namun harus kembali
bekerja. Dalam program pemberian ASI pada pekerja wanita diharapkan setiap
perusahaan mendukung dengan cara memberikan waktu pada pekerja untuk memerah
ASI dan memberikan ruangan pribadi bagi ibu menyusui. Menurut penelitian Ziraluo
(2009) di daerah Nias Selatan bahwasanya kesibukan ibu terhadap pekerjaan juga
dijadikan alasan bahwasannya program ASI eksklusif tidak berhasil dimana sebagian
besar masyarakatnya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan petani sehingga
dimana petugas kesehatan punya peluang 3,6 kali dalam pemberian MP-ASI yang
kurang baik dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan petugas kesehatan
yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian Padang (2007) di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah ditemukan bahwa sebanyak 89,8% responden memberikan MP-ASI
dini pada bayi usia kurang dari 6 bulan dan 10,2% memberikan MP-ASI pada
bayinya pada usia 6 bulan. Jika diuraikan maka pemberian MP-ASI rata-rata yang
dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pandan adalah pada usia 2 bulan sebanyak
37,8%, usia 3 bulan sebanyak 25,8% dan pada usia 4 bulan sebanyak 15,9%.
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Puskesmas Teluk Karang
dari 16 ibu bayi yang diwawancarai, bayi yang mendapat ASI dan MP-ASI kurang
dari 6 bulan sebanyak 10 orang (62,5%), ibu yang menggunakan PASI dan MP-PASI
kurang dari 6 bulan sebanyak 5 orang (31,25%) dan bayi yang diberi ASI secara
eksklusif 1 orang (6,25%). Dengan kata lain di wilayah kerja puskesmas masih
banyak terdapat praktek pemberian makanan pendamping terlalu dini sebanyak 15
bayi (93,75%). Hal ini sangat bertolak belakang dengan harapan pemerintah tentang
pemberian ASI secara eksklusif yakni pemberian ASI pada bayi sampai usia 6 bulan
tanpa pemberian makanan pendamping ASI sebesar 80%. Dari 15 responden terdapat
2 orang (13,33%) yang berumur < 20 tahun, 12 orang (80,0%) yang berumur 20-35
tahun dan 1 orang (6,67%) yang berumur >35 tahun berdasarkan data diharapkan
10
11
12
13
3.
4.
5.
6.
14