Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman
yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi
kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan makanan transisi dari yang berbentuk cair
menjadi makanan semi padat.
Makanan Pendamping ASI adalah makanan yang mengandung gizi yang
diberikan pada anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi. Pemberian
makanan pendamping ASI secara tepat sangat dipengaruhi perilaku ibu yang
memiliki bayi. Namun masih banyak ibu yang memberikan makanan pendamping
ASI kurang dari 6 bulan yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan
bayi seperti diare dan dapat menyebabkan kematian pada bayi (Utami, 2012).
Pemberian MP-ASI terlalu dini yakni pada usia kurang dari 6 bulan adalah
indikator bahwa ibu telah gagal memberikan ASI secara eksklusif, sehingga juga
berdampak pada angka cakupan pemberian ASI eksklusif yang masih rendah.
Pemberian MP-ASI dini erat kaitannya dengan keputusan yang dibuat oleh ibu.
Pemberian MP-ASI terlalu dini banyak menimbulkan dampak bagi kesehatan bayi

antara lain penyakit diare. Hal ini disebabkan karena sistem pencernaan bayi belum
siap menerima makanan selain ASI sehingga menimbulkan reaksi pada sistem
pencernaan.
Secara global pada tahun 2012 angka kematian anak sebagian besar
disebabkan karena infeksi berulang dan faktor gizi, terkait faktor gizi diperkirakan
sebesar 45%. Sesungguhnya dengan promosi ASI eksklusif dan pemberian makanan
pendamping ASI yang tepat dapat mengurangi risiko penyakit kronis, angka
morbiditas dan mortalitas pada balita. ASI merupakan sumber gizi terpenting bagi
bayi untuk memenuhi kebutuhannya. Angka pemberian ASI secara eksklusif di dunia
hanya sekitar 38% (dari 100 bayi usia 0-6 bulan hanya 38 bayi yang mendapat ASI
eksklusif). Artinya terdapat 62% praktek pemberian makanan pendamping ASI yang
tidak tepat. Padahal sudah banyak organisasi didunia yang merekomendasikan
pemberian ASI eksklusif namun angka cakupan pemberian ASI eksklusif masih
rendah (WHO, 2014).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 bahwasanya tingkat kematian
bayi di Indonesia masih tergolong tinggi yakni 20 bayi per 1000 kelahiran hidup jika
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, maka Indonesia berada pada
titik 4,2 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,2 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 2,2 kali
lebih tinggi dari Thailand (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Angka kematian bayi di Indonesia berdasarkan sensus penduduk pada tahun
1990 terdapat 61 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2000 terdapat penurunan secara
signifikan yakni sebesar 47 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2010 terdapat 26
per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tertinggi di Provinsi Sumatera Utara

berada di daerah Kabupaten Mandailing Natal (45,7%) dan yang terendah ada di
daerah Kota Medan (14,7%), sedangkan angka kematian bayi di daerah Kota Tebing
Tinggi sekitar 22% (Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, 2013).
Sebelum tahun 2001, World Health Organization (WHO) merekomendasikan
untuk memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Namun pada tahun 2001, setelah
melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan berkonsultasi dengan para
pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6
bulan. Mereka menyatakan bahwa makanan padat tidak disarankan diberikan pada
bayi sebelum usia 6 bulan. Sesudah usia 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI sampai minimal umur
2 tahun. Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Nomor
450/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia yang
semula 4 bulan menjadi 6 bulan. Hasil telaah artikel tersebut menyimpulkan bahwa
bayi yang disusui secara eksklusif sampai 6 bulan umumnya lebih sedikit menderita
penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit mengalami gangguan pertumbuhan
(Fikawati, 2010).
Pemberian gizi pada bayi menurut kelompok umur 0 bulan yang mendapatkan
ASI eksklusif 39,8%, menyusui predominan 5,1%, menyusui partial 55,1%.
Kelompok umur 2 bulan ASI eksklusif 32,5%, menyusui predominan 4,4%, menyusui
partial 63,1%. Kelompok umur 3 bulanASI eksklusif 30,7%, menyusui predominan
4,1%, menyusui partial 65,2%. Kelompok umur 4 bulan ASI eksklusif 25,2%,
menyusui predominan 4,4%, menyusui partial 70,4%. Kelompok umur 5 bulan ASI
eksklusif 26,3%, menyusui predominan 3,0%, menyusui partial 70,7%. Kelompok

umur 6 bulan ASI eksklusif 15,3%, menyusui predominan 1,5%, menyusui partial
83,2%. Dari data di atas kita dapat melihat bahwasanya semakin bertambahnya usia
bayi maka angka cakupan pemberian ASI eksklusif semakin rendah, salah satu
penyebabnya adalah pemberian makanan tambahan yaitu MP-ASI pada usia di bawah
6 bulan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010).
Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2010 pemberian zat gizi atau jenis
makanan prelakteal yang diberikan kepada bayi baru lahir di wilayah Indonesia
sebanyak 43,6% yang terdiri dari susu formula 71,1%, madu 19,8%, air putih 14,6%,
sedangkan untuk daerah Sumatera Utara sebanyak 53,7% antara lain susu formula
73,5%, air putih 30,7%, madu 20,2%, nasi/bubur 7,8% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2010).
Cakupan proses inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir di Indonesia adalah
sebesar 34,5%. Cakupan IMD tertinggi adalah didaerah Nusa Tenggara Barat (52,9%)
dan yang terendah adalah daerah Papua Barat (21,7%), sedangkan daerah Sumatera
Utara (22,9%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif dari target nasional sebesar 80%
dapat kita lihat dari data berikut, yakni angka cakupan pemberian ASI eksklusif
dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat pemberian MP-ASI dari bayi umur 0 bulan
sebanyak 52,7%, umur 1 bulan 48,7%, umur 2 bulan 46%, umur 3 bulan 42,2%, umur
4 bulan 41,9%, umur 5 bulan 36,6%, umur 6 bulan 30,2%. Artinya semakin
bertambahnya umur bayi maka semakin tinggi angka riwayat pemberian MP-ASI
kepada bayi, yakni umur 0 bulan 47,3%,umur 1 bulan 51,3%, umur 2 bulan 54%,

umur 3 bulan 57,8%, umur 4 bulan 58,1%, umur 5 bulan 63,4%, umur 6 bulan 69,8%
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Dari hasil penelitian Padang (2007) tentang analisa faktor-faktor yang
memengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah tahun 2007 dengan menggunakan regresi logistik, faktor yang
memengaruhinya antara lain faktor sumber informasi, faktor pekerjaan, faktor
dukungan keluarga dan masyarakat, faktor dukungan petugas kesehatan.
Umur merupakan bagian dari komposisi penduduk yang dikelompokkan
menurut ciri-ciri biologis. Umur termasuk dalam karakteristik penduduk yang pokok
yang memiliki pengaruh penting baik terhadap tingkah laku demografis maupun
sosial ekonomi. Umur tunggal adalah umur seseorang yang dihitung berdasarkan hari
ulang tahun terakhirnya (Nurdin, 2007). Berdasarkan faktor umur diharapkan dengan
bertambahnya umur maka pengetahuan yang dimiliki ibu semakin meningkat dan
pengalaman ibu tentang mengurus anak juga semakin banyak.
Faktor ibu bekerja seharusnya tidak menjadi masalah dalam hal memberikan
ASI secara eksklusif meskipun cuti hamil/melahirkan hanya tiga bulan yang
mengakibatkan ibu belum selesai memberikan ASI eksklusif namun harus kembali
bekerja. Dalam program pemberian ASI pada pekerja wanita diharapkan setiap
perusahaan mendukung dengan cara memberikan waktu pada pekerja untuk memerah
ASI dan memberikan ruangan pribadi bagi ibu menyusui. Menurut penelitian Ziraluo
(2009) di daerah Nias Selatan bahwasanya kesibukan ibu terhadap pekerjaan juga
dijadikan alasan bahwasannya program ASI eksklusif tidak berhasil dimana sebagian
besar masyarakatnya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan petani sehingga

memengaruhi intensitas pemberian ASI secara eksklusif lalu memberikan makanan


pendamping ASI secara dini dan sebagai pengasuhnya adalah orangtua/neneknya.
Penelitian Padang (2007) di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
didapat bahwa dari 147 responden terdapat responden yang bekerja di luar rumah
sebanyak 23 responden (15,7%), yang bekerja di dalam rumah sebanyak 20
responden (13,6%), dan responden yang tidak bekerja sebanyak 104 responden
(70,7%). Walaupun banyak ibu yang tidak bekerja namun di daerah ini masih banyak
terdapat praktek pemberian MP-ASI yang tidak tepat.
Menurut Ziraluo (2009) faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif
dan pemberian MP-ASI secara dini khususnya bagi ibu-ibu di Indonesia adalah faktor
sosial budaya ibu dalam hal ini faktor sosial budaya yang dimaksud adalah nilai-nilai,
norma, kebiasaan dan kepercayaan di sekeliling ibu, contohnya adanya anggapan
orang tua bahwasannya kebutuhan gizi bayi tidak cukup hanya dengan ASI, sehingga
bayi perlu dibantu dengan memberikan makanan pendamping ASI. Kepercayaan
pemberian air putih pada bayi dianggap sebagai suatu hal yang sangat penting dan
sudah menjadi kebiasaan yang sudah turun menurun di masyarakat Nias Selatan.
Masyarakat tidak tahu bahwa sebenarnya ASI itu adalah makanan utama yang
sebagian besar komposisinya adalah air, dimana air didalam ASI secara metabolik
aman/steril, gratis, mudah disiapkan, mudah dicerna oleh bayi, dan bisa mencegah
reaksi alergi.

Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk


yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Faktor budaya yang
secara turun menurun dan diwariskan dalam pola pemberian makanan masyarakat
akhirnya akan membentuk pola konsumsi kepada anak meraka nantinya (Padang,
2007).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Hasil tahu tersebut mungkin
diperoleh dari pengalaman, perasaan, akal pikiran dan intuisi setelah melakukan
pengindraan terhadap suatu objek (Notoadmodjo, 2003).
Menurut Roesli (2007) bahwasanya hambatan utama tercapainya ASI
eksklusif dan pemanfaatan MP-ASI yang benar adalah karena kurang sampainya
pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif dan MP-ASI pada para ibu.
Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan akan kepercayaan diri
seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik pada bayi. Pengetahuan yang
kurang tentang ASI eksklusif dan MP-ASI dapat terlihat dari pemanfaatan susu
formula secara dini diwilayah perkotaan (Ziraluo, 2009).

Dukungan keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengambilan


keputusan oleh ibu dalam pemberian MP-ASI karena keluarga adalah lingkungan
terdekat dari ibu (Muthmainnah, 2010). Hasil penelitian Padang (2007) menyatakan
bahwasannya dukungan keluarga dan masyarakat bersifat positif/setuju dengan
pemberian ASI sampai dengan umur bayi 2 tahun sebesar 131 responden (89,1%)
namun masyarakat melakukan hal yang salah karena melakukan pemberian MP-ASI
pada bayi umur < 6 bulan sebesar 133 responden (90,5%) pemberian MP-ASI sebagai
makanan tambahan untuk bayi, padahal seharusnya pemberian MP-ASI baru dapat
diberikan setelah umur bayi > 6 bulan. Dukungan petugas kesehatan juga sangat
berperan karena ibu biasanya memperoleh informasi dan mempercayai apa yang
disampaikan oleh petugas kesehatan, makadari itu dibutuhkan petugas kesehatan
yang pro ASI dan konselor ASI agar pemberian MP-ASI secara dini dapat dihindari
(Muthmainnah, 2010).
Menurut hasil penelitian Theresiana (2002) yang meneliti faktor-faktor yang
berhubungan dengan praktek pemberian MP-ASI pada bayi umur 4-11 bulan di
Kabupaten Tangerang dengan jenis penelitian cross sectional dengan jumlah sampel
sebesar 299 responden ditemukan proporsi 59,2% praktek pemberian MP-ASI yang
baik dan 40,8% yang kurang baik. Dari hasil analisis multivariat regresi logistik
menunjukkan bahwasannya variabel yang paling dominan berhubungan dengan
praktek pemberian MP-ASI adalah peran dari petugas kesehatan dengan nilai OR
sebesar 3,6 yang berarti ibu tidak mendapatkan peran/dukungan petugas kesehatan

dimana petugas kesehatan punya peluang 3,6 kali dalam pemberian MP-ASI yang
kurang baik dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan petugas kesehatan
yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian Padang (2007) di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah ditemukan bahwa sebanyak 89,8% responden memberikan MP-ASI
dini pada bayi usia kurang dari 6 bulan dan 10,2% memberikan MP-ASI pada
bayinya pada usia 6 bulan. Jika diuraikan maka pemberian MP-ASI rata-rata yang
dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pandan adalah pada usia 2 bulan sebanyak
37,8%, usia 3 bulan sebanyak 25,8% dan pada usia 4 bulan sebanyak 15,9%.
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Puskesmas Teluk Karang
dari 16 ibu bayi yang diwawancarai, bayi yang mendapat ASI dan MP-ASI kurang
dari 6 bulan sebanyak 10 orang (62,5%), ibu yang menggunakan PASI dan MP-PASI
kurang dari 6 bulan sebanyak 5 orang (31,25%) dan bayi yang diberi ASI secara
eksklusif 1 orang (6,25%). Dengan kata lain di wilayah kerja puskesmas masih
banyak terdapat praktek pemberian makanan pendamping terlalu dini sebanyak 15
bayi (93,75%). Hal ini sangat bertolak belakang dengan harapan pemerintah tentang
pemberian ASI secara eksklusif yakni pemberian ASI pada bayi sampai usia 6 bulan
tanpa pemberian makanan pendamping ASI sebesar 80%. Dari 15 responden terdapat
2 orang (13,33%) yang berumur < 20 tahun, 12 orang (80,0%) yang berumur 20-35
tahun dan 1 orang (6,67%) yang berumur >35 tahun berdasarkan data diharapkan

10

pada usia reproduktif tingkat kematangan seseorang semakin meningkat sehingga


sikap dan tindakan ibu juga diharapkan bersifat mendukung praktek pemberian MPASI > 6 bulan namun masih banyak terjadi praktek pemberian makanan tambahan
pada bayi umur < 6 bulan. Dari segi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan
pemberian MP-ASI terdapat 13 orang (86,67%) ibu berpengetahuan baik dan 2 orang
(13,33%) yang berpengetahuan tidak baik namun masih banyak terdapat praktek
pemberian MP-ASI yang salah. Dari segi pekerjaan terdapat 10 orang (66,67%) yang
bekerja dan 5 orang (33,33%) yang tidak bekerja, hal ini menyebabkan intensitas
pertemuan ibu dan bayi berkurang dikarenakan ibu bekerja, dimana pemberian ASI
secara eksklusif tidak berhasil sehingga untuk memenuhi kebutuhan bayi pengasuh
(nenek) memberikan MP-ASI kepada bayi < 6 bulan. Dari segi sosial budaya dan
dukungan keluarga menyatakan bahwasanya sudah tradisi di masyarakat pemberian
makanan tambahan seperti susu formula, air putih, nasi tim pada saat umur bayi < 6
bulan. Dari segi dukungan petugas kesehatan 13 orang (86,67%) menyatakan pernah
mendengar tentang ASI eksklusif namun ada juga petugas yang menganjurkan
pemberian susu formula dan 2 orang (13,33%) tidak tahu tentang ASI eksklusif,
dukungan petugas kesehatan yang pro ASI sangat dibutuhkan karena ibu/masyarakat
biasanya mendengarkan nasehat dari petugas kesehatan.
Berdasarkan hasil penjelasan pegawai Puskesmas Teluk Karang bagian gizi
bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif tahun 2013 di wilayah kerjanya sekitar 45%
(dari 100 bayi usia 0-6 bulan hanya 45 bayi yang mendapat ASI eksklusif) hal ini

11

memang diakui oleh pegawai puskesmas belum mencapai target pemerintah,


disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor ibu bekerja, faktor dukungan tenaga
kesehatan (tenaga kesehatan yang tidak pro ASI dikarenakan bekerjasama dengan
produk susu formula), faktor dukungan keluarga, faktor sosial budaya (bayi menangis
berarti lapar sehingga harus diberi makanan tambahan padahal dalam ilmu kesehatan
makanan pendamping ASI diberikan pada saat usia bayi telah mencapai lebih dari 6
bulan karena dianggap sistem pencernaan bayi telah siap untuk menerima makanan
selain ASI dan bayi telah membutuhkan zat gizi selain ASI). Faktor-faktor di atas
adalah salah satu penyebab yang bisa memengaruhi ibu dalam memberikan ASI
secara eksklusif.
Menurut laporan kesehatan di Puskesmas Teluk Karang Tahun 2013
bahwasanya dari 10 masalah penyakit terbesar di wilayah kerja Puskesmas Teluk
Karang penyakit diare terdapat diposisi kedua setelah ISPA. Dan menurut laporan
bulanan pada bulan Januari tahun 2014 bahwasanya diare juga berada di posisi kedua
dimana pasien diare sekitar 65,5% adalah balita. Hal ini juga sebagai data penunjang
bahwasanya penyakit diare merupakan salah satu dampak dari pemberian MP-ASI
terlalu dini.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dan mengingat pentingnya
pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI secara eksklusif dan dampak pemberian
MP-ASI terlalu dini bagi tumbuh kembang bayi. Maka penulis tertarik untuk

12

melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi ibu dalam pemberian


MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan
Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan menunjukkan bahwasanya
masih tingginya angka pemberian MP-ASI secara dini di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Teluk Karang hal ini juga ditunjang oleh data pemberian MP-ASI terlalu
dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang sebesar 67,8% maka
dirumuskan masalah yaitu faktor-faktor yang memengaruhi ibu dalam pemberian
MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan
Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ibu dalam pemberian MPASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan
1.3.2

Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.


Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh faktor umur ibu dalam pemberian MP-ASI terlalu
dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis
2.

Kota Tebing Tinggi tahun 2015.


Mengetahui pengaruh faktor pekerjaan ibu dalam pemberian MP-ASI
terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan
Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.

13

3.

Mengetahui pengaruh faktor pengetahuan ibu dalam pemberian MP-ASI


terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan

4.

Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.


Mengetahui pengaruh faktor sosial budaya dalam pemberian MP-ASI
terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan

5.

Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.


Mengetahui pengaruh faktor dukungan keluarga dan masyarakat dalam
pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk

6.

Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.


Mengetahui pengaruh faktor dukungan petugas kesehatan dalam
pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk

Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.


1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
Dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI yang
baik dan benar, sehingga ibu memiliki kesadaran tentang manfaat ASI
ekslusif dan cara pemberian MP-ASI yang baik dan benar.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada dinas kesehatan dan
instansi terkait dalam menentukan pembuatan kebijakan tentang
pemberian MP-ASI terlalu dini demi tercapainya cakupan pemberian ASI
eksklusif.
3. Bagi Puskesmas
Dapat memberikan data objektif kepada puskesmas tentang pengetahuan
ibu bayi terhadap pemberian MP-ASI terlalu dini sehingga dapat
menurunkan pemberian MP-ASI terlalu dini bagi bayi dan meningkatkan
keberhasilan cakupan pemberian ASI eksklusif.

14

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran sebagai masukan/referensi pada peneliti
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Isi KTI
    Daftar Isi KTI
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi KTI
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Gizi Seim Bang
    Gizi Seim Bang
    Dokumen2 halaman
    Gizi Seim Bang
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • ANC2
    ANC2
    Dokumen3 halaman
    ANC2
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • ANC2
    ANC2
    Dokumen2 halaman
    ANC2
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Apendisitis Beh
    Apendisitis Beh
    Dokumen28 halaman
    Apendisitis Beh
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bab I Apendisitis
    Bab I Apendisitis
    Dokumen3 halaman
    Bab I Apendisitis
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bibeh KPD
    Bibeh KPD
    Dokumen40 halaman
    Bibeh KPD
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Mastoiditis
    Mastoiditis
    Dokumen23 halaman
    Mastoiditis
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen37 halaman
    Lapkas
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen26 halaman
    Bab Ii
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bibeh KPD
    Bibeh KPD
    Dokumen33 halaman
    Bibeh KPD
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bibeh KPD
    Bibeh KPD
    Dokumen33 halaman
    Bibeh KPD
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen26 halaman
    Bab Ii
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • CHF2
    CHF2
    Dokumen4 halaman
    CHF2
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Menopause
    Menopause
    Dokumen12 halaman
    Menopause
    BibehCuy
    Belum ada peringkat