PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)merupakan
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,apabila ketuban pecah dini
sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput
ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam
kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.1
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003,
angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam
terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung
kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD
merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan. 3
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10
% wanita mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau
sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya.
Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.2
Pecahnya ketuban terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period =
LP). Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi
yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan
penyulit kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Infeksi
neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta,
lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika
dan lain-lain.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang
diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.
1.2.2. Mengetahui keadaan patologis persalinan yang didapatkan dalam kasus ini, yaitu
ketuban pecah dini termasuk alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.
1.2.3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus ini.
1.2.4. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan penulis juga
pembaca tentang kasus Ketuban Pecah Dini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1
sebagai kantong kecil yang membungkus permukaan dorsal dari embryonic disc. Secara
gradual amnion akan mengelilingi embryo dan kemudian cairan amnion akan mengisi rongga
amnion tersebut (Gambar 1).2
Oligohidramnion
2.2.1
Defenisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu
kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI (Amnion Fluid Index) 5 cm atau kurang.5
Sedangkan menurut Norwitz (2001) mendefinisikan oligohidramnion bila pada
pemeriksaan ultrasonografi diketahui total volume cairan amnion <300 mL, hilangnya
kantong vertikel tunggal yang berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau
<5th persentil sesuai usia kehamilan.2
2.2.2
Patofisiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion. Namun,
karena cairan ketuban terutama adalah urine janin di paruh kedua kehamilan , tidak
adanya produksi urin janin atau penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga
menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion , yang terjadi secara
fisiologis , juga mengurangi jumlah cairan.1
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada
perokok dan saat terjadi infeksi terjadi perlemahan pada ketahanan selaput hingga pecah.
Pada kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan
masuk ke dalam cairan amnion sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan
normal tidak ada IL-1B, tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini
berkaitan dengan terjadinya infeksi.3
Pada insufisiensi plasenta dapat terjadi hipoksia janin. Hipoksia janin yng
berlangsung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya
adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang, dan terjadilah
oligohidramnion.3
2.3
2.3.1. Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM)merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan
tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur
dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau
bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada
multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau
ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih
dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun
preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban
pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM.
2.3.2
Epidemiologi
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakankehamilan preterm
atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan
penelitian lain yang lebihbaru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan
denganmeningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusioplasenta
berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengankejadian prematuritas
6
dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktukurang dari 7 hari. Risiko infeksi
meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh
kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis
neonatus 1 dari500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31Oktober
2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.Sedangkan proporsi
kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baikyang melakukan persalinan
maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%sedangkan sisanya adalah KPD dengan
kehamilan aterm. Kontribusi KPD inilebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan
sosial ekonomi menengahke atas.2
2.3.3
Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnyaelastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban denganperubahan yang besar. Hilangnya
elastisitas selaput ketuban ini sangat eratkaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan olehinfeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput
terdapat padaamnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerahlapisan
retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapatpada lapisan
penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion).Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas daninhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin.
Adanya infeksi dan inflamasimenyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease danmediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan
kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen padaselaputkorion/amnion
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudahpecah spontan. Selain itu mediator
terebut membuat uterus berkontraksisehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapiditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukupuntuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteripatogen di dalam vagina
maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatalakan meningkat 10 kali.Ketuban
pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanyainfeksi. Beberapa
7
2.3.4
Patofisiologi KPD
Pecahnya
selaput
ketuban
saat
persalinan
disebabkan
oleh
melemahnya
selaputketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
inidipengaruhi
oleh
keseimbangan
antara
sintesis
dan
degradasi
komponen
10
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan olehkarena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebihtinggi. Saat mendekati
persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitudidapatkan kadar MMP yang
meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMPyang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaputketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasipatologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui
meningkat padakehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm
didapatkankadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yangrendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecahdini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helixdari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita denganketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yangrendah.2
Infeksi
Infeksi
dapat
mekanisme.Beberapa
aureusdanTrikomonas
menyebabkan
flora
vagina
vaginalis
ketuban
termasuk
mensekresi
pecah
dini
Streptokokus
protease
yang
melalui
grup
B,
akan
beberapa
Stafilokokus
menyebabkan
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana
dikatakan positif jika temperatur rektal lebih38C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari
100x/menit, peningkatan leukositdan cairan vaginal berbau.2
prostaglandin
E2 dan
interleukin-8.
Selain
itu
peregangan
juga
korionik
bersifat
kemotaktik
terhadap
neutrofil
dan
merangsang
2.3.5
Diagnosis KPD
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan
seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti
akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat.
Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina ataumengeluarkan cairan
yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika
sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun
kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri
tekan. Tinggifundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkanmenurut
hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraanukuran janin dan
presentasi.4
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan ketuban di
forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling
2. Nitrazine Test
3. Ferning
didiamkan dan cairan amnion tersebut akanmemberikan gambaran seperti daun pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukanuntuk memeriksa adanya cairan amnion
dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uterieksternum
apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi
biru (basa) adalah airketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnionmengubah
pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila
diagnosa tidak pasti, adanyalanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion
kering(ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulanpenentuan rasio lesitinsfingomielin dan fosfatidilgliserol membantudalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi,apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatisdanNeisseria gonorea.4
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikanbagian presentasi janin dan menyingkirkan
kemungkinan prolapstali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelasberada
dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untukmelahirkan.4
4. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmusmerah menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000/mm3 kemungkinan adainfeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
USG yang menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang
normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun
volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
Amnionic fluid index (AFI) diukur pertama dengan membagi uterus menjadi empat
kuadran dengan menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan kiri, umbilikus untuk
kuadran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal kantong amnion di setiap kuadran
yang tidak mengandung tali pusat atau ekstremitas janin diukur dalam sentimeter; jumlah
pengukuran ini adalah AFI. Sebuah AFI normal adalah 5,1-25 cm, dengan oligohidramnion
didefinisikan sebagai kurang dari 5,0 cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm (Tabel
2.3). 8
14
Severe Oligohydramnion
Moderate Oligohydramnion
5.1-8.0
Normal
8.1-24.0
Polyhydramnion
>24
Penilaian Subjektif3
Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak bebas dan dikelilingi oleh cairan
amnion. Struktur organ janin, plasenta, dan tali pusat dapat terlihat jelas. Kantung-kantung
amnion terlihat di beberapa tempat, terutama pada daerah diantara kedua tungkai bawah dan
diantara dinding depan dan belakang uterus. Pada kehamilan trimester III biasanya terlihat
sebagian dari tubuh janin bersentuhan dengan dinding depan uterus.
Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang bila kantung amnion
hanya terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut habis bila tidak terlihat lagi kantung
amnion. Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin menjadi berkurang. Struktur janin sulit
dipelajari dan ekstremitas tampak berdesakan.
Penilaian Semikuantitatif3
Penilaian semikuantitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya:
(1) Pengukuran diameter vertikal yang terbesar pada salah satu kantong amnion. Morbiditas
dan mortalitas perinatal akan meningkat bila diameter vertikal terbesar kantong amnion
<2cm pada oligohidramnion.
(2) Pengukuran indeks cairan amnion (ICA). Pengukuran ICA uterus dibagi kedalam 4
kuadran, pada setiap kuadran uterus dicari kantong amnion terbesar, bebas dari bagian tali
pusat dan ekstremitas janin.Indeks cairan amnion merupakan hasil penjumlahan dari diameter
vertikal terbesar kantong amnion pada setiap kuadran. Nilai ICA yang normal adalah antara
5-20 cm. Penulis lain menggunakan batasan 5-18 cm atau 5-25 cm. Disebut oligohidramnion
bila ICA < 5cm.
15
Penatalaksaan
16
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
Perawatan dirumah sakit perlu dilakukan. Jika ada perdarahan pervaginam dengan
nyeri perut, pikirkan solusio plasenta. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina
berbau), berikan antibotika sama halnya jika terjadi amnionitis.
Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin: ampisilin 4x500 mg
jam sampai persalinan. Jika tidak ada infeksi pacapersalinan hentikan antibiotik.
Nilai serviks. Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus
oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.
Konservatif
Rawat dirumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metrodinazole 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan <
32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu. Jika kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine). Pada
kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila
17
memungkinkan periksa kadar lesitin dan speingomielin setiap minggu. Dosis betametason 12
mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada
tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik <
5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan
dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.
2.3.6
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari
26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.1
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia
pulmonal.1
18
Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
Usia kehamilan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit
bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu
mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Agama
: Dewi Ponisah
: 28 tahun
: Islam
19
Alamat
Pekerjaan
Suku Bangsa
No RM
Tanggal MRS
Tanggal KRS
3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sekarang
USG karena mengatakan kalau bulan ini sudah masuk bulannya melahirkan. Os juga
mengeluhkan krang lebih 1 minggu ini sering keluar air-air. Air yang keluar berwarna
jernih. Air keluar sedikit-sedikit. Os juga ada mengeluhkan mules, tidak ada darah yang
keluar, tidak ada lendir. Usia kehamilan 8 bulan os mengeluhkan gerakan janin
berkurang.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Pemakaian Obat
Riwayat Kehamilan
: G2 P1 A0
Riwayat Persalinan
HPHT
: 23-10-2015
TTP
: 30-07-2016
Riwayat ANC
:3x
USG
Riwayat KB
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Vital Sign
a. Sensorium
b. TD
c. HR
d. RR
e. Temp
f. DJJ
2. Status Generalisata
: Tidak pernah
: Tampak baik
: CM
: 110/80 mmHg
: 80x/i
: 20x/i
: 36,5C
X
: 154 /i
20
: Normochepali
:Konjungtiva anemis (-), Reflek cahaya (
+/+) , isokor
: Septum deviasi (-), perdarahan (-)
: Sekret (-), Perdarahan (-)
: Lidah tidak kotor,
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
b. Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Eksremitas
Atas
: Oedem (-)
Bawah
: Oedem (-)
3. Status Obstetri
Pemeriksaan Leopold
Leopold 1
Leopold 2
Leopold 3
Leopold 4
: TFU 32 cm
: kiri: teraba punggung, kanan:ekstremitas
: bagian terbawah teraba bulat keras (kepala).
: Kepala janin belum masuk pintu atas panggul.
21
His
DJJ
: 154x/i
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan Spekulo : TDP
VT
: TDP
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
10.200
5000-10000 ul
Hemoglobin
10,2
12-14 g/dL
Trombosit
247000
150000-400000 ul
Hematokrit
31,9
40-54%
MCV
88.1
80-100 fL
MCH
28,0
27-31 uug
MCHC
31,9
32-37%
HIV Kwantitatif
Non-Reaktif
Non-Reaktif
Hasil
Nilai Normal
Warna
Kuning muda
Kuning muda
Kejernihan
Jernih
Jernih
pH
5-8
Glukosa
Negatif
Negatif
Protein
Negatif
Negatif
22
Bilirubin
Negatif
Negatif
Urobilinogen
3.5
3,2-16 Mmol/b
Keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Eritrosit
0-1
0-2/Lpb
Leukosit
2-3
0-5 ul
23
24
: 88,3 mm/ 37 w
ED
: 08/08/2016
FL
: 69,9 mm/ 39 w
ED
: 23/07/2016
EFW : 2877g
FHR
: 158 x/i
AFI
: <5
25
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
24.200
5000-10000 ul
Hemoglobin
10,3
12-14 g/dL
Trombosit
232000
150000-400000 ul
Hematokrit
32,9
40-54%
MCV
89,5
80-100 Fl
MCH
27,9
27-31 uug
MCHC
31.3
32-37 %
3.5 RESUME
Pasien perempuan berusia 28 tahun datang ke poli obgyn dengan tujuan mau USG
karena mengatakan kalau bulan ini sudah masuk bulannya melahirkan. Os juga mengeluhkan
krang lebih 1 minggu ini sering keluar air-air. Air yang keluar berwarna jernih. Air keluar
sedikit-sedikit.
Pada pemeriksaan USG dengan hasil dijumpai Janin tunggal, FHR(+), FM(+), Letak kepala,
AFI < 5 cm
Pada pemeriksaan darah rutin didapati leukosit 24.200 ul dan didapati hemoglobin 10,3
g/dL
3.6 DIAGNOSIS
Ibu : KPD+SG+KDR (37-38W)+AH+LK
Janin: Janin tunggal hidup
3.7 PENATALAKSAAN
Nonmedikamentosa : -Rawat espektatif
-Pantau DJJ / 3 jam
-Diet MB
Medikamentosa
:-IVFD RL 30 gtt/i
-Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
-Inj. Dexamethason 3amp (IM)
-Preabor tab 2x1
NB : Pada tanggal 19 juli 2016 pasien dilakukan operasi
Follow UP
Tanggal 18-07-2016
Keluhan :
Terapi :
26
Diet MB
TD : 110/80 mmHg
kemaluan (+)
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
T : 36,5 0 C
BAK (+)
O2 1-2 l/i
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone 1
gr/ 12 jam
P/o :- preabor 2x1
BAB (-)
Tanggal 19-07-2016
TD : 120/70 mmHg
Flatus (+)
HR : 100x/i
Peristaltik (+)
RR : 20 x/i
BAK (+)
T : 37,8 C
Terapi :
BAB (-)
- Diet MB
IVFD RL+syntosinon
10 IU 20 gtt/i
Inj. Ceftrianxone 1
gr/ 12 jam )
Inf.metronidazol
drip/8jam
Inj.gentamycin 1
amp/8jam
Inj.kalnex 1 amp/8
jam
Inj.ketorolac 1
amp/8jam
Inj.ranitidin 1
amp/12jam
Tanggal 20-07-2016
Keluhan :
TD : 110/60 mmHg
BAK (+)
HR : 96 x/i
BAB (-)
Terapi
RR : 20 x/i
- Diet MB
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftrianxone 1
gr/ 12 jam )
Inf.metronidazol
drip/8jam
Inj.gentamycin 1
amp/8jam
Inj.kalnex 1 amp/8
jam
Inj.ketorolac 1
amp/8jam
Inj.ranitidin 1
T : 36,60 C
Dx : post sc a/i severe
oligohidramnion (H-1)
amp/12jam
Tanggal 21-07-2016
Keluhan :
Terapi :
27
TD : 110/70 mmHg
BAK (+)
HR : 80 x/i
BAB (-)
RR : 20 x/i
- Diet MB
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftrianxone 1
gr/ 12 jam )
Inj.gentamycin 1
amp/8jam
Inj.kalnex 1 amp/8
jam
Inj.ketorolac 1
amp/8jam
Inj.ranitidin 1
T : 37,40 C
DX : Post sc a/i severe
oligohidramnion (H-2)
amp/12jam
Tanggal 22-07-2016
Keluhan :
Terapi :
TD : 110/70 mmHg
BAK (+)
HR : 96 x/i
BAB (-)
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone
1 gr/ 12 jam
Inj. Ranitidin 1
RR : 20 x/i
T : 36,50 C
amp/12jam
p/o :
oligohidramnion (H-3)
Metronidazole
500mg 3x1
Asam mefenamat
500mg 3x1
Sf 3x1
Tanggal 23-07-2016
Keluhan :
Terapi:
-Metronidazole 500mg
TD : 110/70 mmHg
BAK (+)
3x1
HR : 88 x/i
BAB (+)
-Asam Mefenamat
RR : 22 x/i
500mg 3x1
T : 36,30 C
-SF 3x1
28
BAB 4
DISKUSI KASUS
4.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah Keadaan pecahnya selaput kertuban sebelum
persalinan. KPD dapat terjadi pada kehamilan aterm dan preterm.
Dibedakan menjadi :
Kasus
29
Bau cairan
Pem. USG:
+ (37-38 minggu)
+
Jernih
Tidak berbau
AFI < 5 cm (severe
oligohidramnion)
4.3 Penatalaksaan
Teori
Konservatif
Rawat
dirumah
Pada
tanggal
Kasus
18
juli
2016
sakit,
berikan Nonmedikamentosa :
-Rawat espektatif
antibiotik. Jika umur kehamilan < 32-Pantau DJJ / 3 jam
34 minggu, dirawat selama air ketuban -Diet MB
Medikamentosa
:
masih keluar, atau sampai air ketuban
-O2 1-2 l/i
tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan -IVFD RL 30 gtt/i
-Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
32-37 minggu, belum inpartu, tidak
-Inj. Dexamethason 3amp (IM)
ada infeksi, tes busa negatif beri -preabor 2x1
deksametason, observasi tanda-tanda Pada tanggal 19 juli 2016 dilakukan
infeksi dan kesejahteraan janin.
30
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Pada kasus ini terjadi ketuban pecah dini dengan usia kehamilan 37-38 minggu
Pemeriksaan USG menunjukkan adanya gambaran severe oligohidramnion dengan
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulin Djuar. Ketuban Pecah Dini. In: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
4. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. 2014. Page 174-187.
2. Mochtar, Rustam. Ketuban Pecah Dini. In: Sinopsis Obtetri. Editor: Lutan, Delfi.
Edisi: 2. EGC: Jakarta. Pp: 35-40.
3. Gaary Cunnungham, F. J Levono, Kemeth. L Bloom, Steven. C Hauth, John. J Rouse,
Dwight. Ketuban Pecah Dini. In: Obstetri Williams. Editor: Setia, Rudi. Edisi 23.
Volume 1. Jakarta: EGC. 2013.
4. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10
5. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah
Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin
Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
6. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine Principle
and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD; W.B. Saunders
Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
7. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for Practice.
Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division, USA. 2001. p:
357-67.
32
8. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans. In:
High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner CP,
Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
9. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the membrans
in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New Zealand
Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000. Editor:
Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and
Gynecologist. 2000. p: 30-32.
10. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of
membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 20 mei 2016.
11. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture of
the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org. Akses
20 mei 2016.
12. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of
Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM). Revised:
October 28, 2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html. Akses 18 Oktober
2011.
13. Karkata, IM Kornia et al. Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. Lab/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2003
33