TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASI Eksklusif
2.1.1 Defenisi ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah
persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air
putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan
makanan lain dan tetap diberi ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Dinas Kesehatan
Pamekasan, 2007).
Menurut WHO (2006), defenisi ASI eksklusif adalah bahwa bayi hanya
menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari ibu, tanpa
penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi vitamin,
suplemen mineral atau obat sebagai pemenuhan zat gizi (Purnamasari, 2005). Secara
klasik zat gizi dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan
energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses
kehidupan dalam tubuh. Zat gizi bagi bayi kurang dari 6 bulan sudah tercukupi hanya
dengan ASI saja (Almatsier, 2004).
Dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di
Indonesia menetapkan Pertama: Keputusan menteri kesehatan tentang pemberian air
susu ibu (ASI) secara eksklusif bagi bayi di Indonesia, Kedua: Menetapkan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir
sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak
berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai, Ketiga: Semua
14
15
16
pencernaan sempurna untuk mencerna makanan atau minuman lain. Meski begitu
kebutuhan si buah hati akan zat gizi akan terpenuhi jika mengonsumsi ASI.
Selain itu ASI jauh lebih sempurna dibandingkan susu formula manapun yang
biasanya berbahan susu sapi. Kandungan protein dan laktosa pada susu manusia dan
susu sapi itu berbeda. Susu sapi kadar proteinnya lebih tinggi, yakni 3,4% sedangkan
susu manusia hanya 0,9%. Kadar laktosa susu manusia lebih tinggi yakni 7%
sedangkan susu sapi hanya 3,8%.
Fungsi dari kedua zat gizi ini bertolak belakang. Laktosa sangat penting dalam
proses pembentukan myelin otak. Myelin atau pembungkus saraf ini bertugas
mengantarkan rangsangan yang diterima si bayi. Saat menyusu, rangsangan yang
diterima oleh si bayi seperti mencium bau ibunya serta mendengar dan merasakan
napas sang bunda. Sementara susu sapi, kandungan protein yang tinggi diperlukan
untuk membantu pembentukan otot. Sapi memang butuh otot kuat untuk melakukan
pekerjaan berat, seperti menarik gerobak.
Hasil penelitian dari Oxford University dan Institute for Social and Economic
Research sebagaimana dilansir Daily Mail, menyebutkan bahwa anak bayi yang
mendapat ASI eksklusif akan tumbuh menjadi anak yang lebih pintar dalam
membaca, menulis, dan matematika. Salah satu peneliti, Maria Iacovou
mengemukakan asam lemak rantai panjang (long chain fatty acids) yang terkandung
di dalam ASI membuat otak bayi berkembang (Anonim, 2013).
2.1.2 Komposisi ASI
17
Dalam harian kompas hari selasa 13 agustus 2013 yang berjudul ASI
Eksklusif, Zat Gizi Seimbang untuk Bayi dengan penulis Widiyani (2013) dan editor
Asep Chandra menyatakan bahwasannya komposisi ASI dari waktu ke waktu ternyata
berbeda. Komposisi ASI dibedakan menjadi tiga macam yang masing-masing
memiliki kandungan dan manfaat berbeda terhadap tubuh si kecil. Sebagai informasi
juga, komposisi ASI yang diproduksi oleh ibu yang melahirkan bayi kurang bulan
(prematur) berbeda dengan ASI yang diproduksi oleh ibu yang melahirkan bayi cukup
bulan (matur). Komposisi tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing bayi.
Adapun ketiga komposisi ASI tersebut adalah:
1. Kolostrum
Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar. Inilah ASI yang
diproduksi atau disekresi oleh kelenjar payudara ibu sejak hari pertama hingga ketiga
atau keempat usai melahirkan. Adapun jumlahnya mencapai 1-10 mililiter setiap kali
dikeluarkan, produksinya bahkan bisa mencapai 50-100 mililiter per hari.
Kolostrum berupa cairan kental berwarna kekuningan serta konsentrasinya
agak kasar sebab mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel. Kolostrum merupakan
zat penting yang tak bisa tergantikan, meskipun komposisi dari kolostrum ini selalu
berubah dari hari ke hari.
Pada masa awal kelahiran, bayi lebih banyak membutuhkan zat-zat
pembangun (protein) untuk pembentukan sel-sel tubuhnya serta sangat rentan
18
19
20
transisi.
Tabel 2.1 Kandungan ASI Pada Komposisi Kolostrum dan ASI Matur
Kolostrum
ASI Matur
Energi (kkal)
58
70
Laktosa (gr)
5,3
7,3
2,3
0,9
IgA (mg)
364
142
Lemak (gr)
2,9
4,2
Vitamin A (g)
89
67
Vitamin D (g)
0,05
Vitamin E (g)
1280
315
Vitamin K (g)
0,23
0,21
Thiamin (g)
15
21
Riboflavin (g)
25
35
Niacin (g)
75
150
8,5
Vitamin B6 (g)
12
93
200
26
21
Vitamin C (mg)
4,4
4,0
Kalsium (mg)
23
28
Natrium (mg)
48
18
Kalium (mg)
74
58
Fosfor (mg)
14
15
45
40
Selenium (g)
2,0
Magnesium (g)
0,6
Zinc (g)
540
120
22
23
24
seperti makanan lumat (bubur susu), buah, makanan lunak (nasi tim saring), kuning
telur, susu formula, makanan lunak (nasi tim cincang). Adapun tujuan pemberian
makanan pendamping ASI adalah:
1. Melengkapi zat gizi ASI yang kurang.
2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan
dan berbagai rasa dan bentuk.
3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
Selain itu pemberian makanan pendamping ASI untuk bayi sebaiknya
memenuhi nilai energi dan kandungan protein yang tinggi, dapat diterima dengan
baik, harganya relatif murah, dapat diproduksi dari bahan-bahan olahan yang tersedia
secara lokal. Makanan pendamping ASI bagi bayi hendaknya bersifat padat gizi
(Muchtadi, 2004).
Pada usia 6 bulan sistem pencernaan bayi sudah mulai kuat dan mampu
menerima makanan selain ASI. Namun pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang diberikan terlalu dini dimana umur bayi kurang dari 6 bulan akan membuat
bayi enggan untuk mengonsumsi ASI dan bayi mudah mengalami gangguan sistem
pencernaan seperti diare.
Untuk meningkatkan kemandirian dalam meningkatkan status gizi masyarakat
dengan program keluarga sadar gizi (kadarzi), dilakukan sosialisasi untuk membuat
makanan pendamping ASI dngan menggunakan bahan lokal. Hal ini bertujuan untuk
penganekaragaman konsumsi makanan, namun biasanya ibu menggunakan makanan
bayi yang siap saji dalam bentuk kemasan/produk industri walaupun sesungguhnya
25
pendamping ASI bagi bayi hendaknya bersifat padat gizi (Padang, 2007).
Tanda-Tanda Bayi Sudah Siap Menerima MP-ASI
Tanda-tanda bayi telah siap menerima makanan pendamping ASI, walaupun
26
27
MP-ASI baru bisa diperkenalkan di usia lebih dari 6 bulan untuk menunggu
kesiapan sistem pencernaan dan organ lain seperti hati dan ginjal, kesiapan
sistem syaraf dan motorik bayi. Pemberian MP-ASI terlalu dini dapat
meningkatkan risiko gangguan pencernaan, malnutrisi, infeksi pencernaan,
obesitas dan alergi, termasuk eksim, asma dan alergi makanan. Pemberian MPASI terlalu lambat akan meningkatkan risiko kekurangan energi, gangguan
tumbuh kembang, lambatnya kemampuan adaptasi terhadap makanan.
3. Berikan MP-ASI sesuai perkembangan usia
4. Jangan makan sambil tidur
Dudukkanlah si kecil di pangkuan atau di kursi makan bayi (high chair). Jangan
biarkan si kecil makan/minum sambil tiduran karena dapat meningkatkan risiko
infeksi telinga basah.
5. Beri makan secara bertahap dan perlahan
Letakkan makanan di ujung sendok dan lihat reaksinya apakah si kecil
menunjukkan rasa suka atau tidak suka dengan makanan yang diberikan. Beri
jarak 3-4 hari sebelum memperkenalkan bahan makanan baru berikutnya.
28
muntah, diare, gatal-gatal atau sesak napas. Bila timbul gejala alergi, segera
hentikan pemberian bahan makanan tersebut.
7. Tepat waktu
Berikan MP-ASI tepat pada waktunya dan beri cemilan di antara jam makan.
8. Jangan dulu memberi garam dan gula
Bayi tidak membutuhkan garam dan gula bahkan akan menambah berat kerja
ginjal sang bayi.
9. Tak perlu kapsul multivitamin
Ibu tidak perlu memberikan multivitamin dalam bentuk kapsul atau sirup, karena
kebutuhan vitamin si kecil bisa dipenuhi dari bahan makanan sehari-hari.
Pastikan menu hariannya sehat seimbang sesuai tahap perkembangannya. Ibu
juga bisa terus memberikan ASI hingga 2 tahun sesuai permintaan si kecil
(Pujiarto, 2012).
10. Jangan beri madu hingga usia 2 tahun
Karena ini dapat menimbulkan risiko penyakit infantile botulisme, yaitu
gangguan pencernaan karena racun dari bakteri Clostridium botulinum (Pujiarto,
2012).
29
Pemberian madu pada bayi di bawah satu tahun saat ini masih menjadi
kontroversi. Sebuah lembaga kesehatan dunia yang berpusat di Amerika
menyatakan bahwa pemberian madu tidak diperkenankan diberikan kepada anak
di bawah usia satu tahun, sementara itu sebagian masyarakat beranggapan bahwa
madu boleh-boleh saja diberikan kepada anak di bawah usia satu tahun. Pemanis
alami yang didapat dari lebah ini diduga memiliki kandungan bakteri
Clostridium botulinum yang diperoleh ketika lebah mengambil makanan dari
tanah atau tumbuhan. Bakteri Clostridium botulinum termasuk bakteri gram
positif, anaerob obligat (tidak bisa hidup bila terdapat oksigen), motil (dapat
bergerak), dan menghasilkan spora yang terdapat pada madu, Clostridium
botulinum akan dapat bertahan hidup pada usus dan mengeluarkan racun
botulinum.
Madu adalah sumber potensial dari spora ini. Pada dasarnya, senyawa botulinum
tidak berbahaya untuk orang dewasa. Hal ini dikarenakan sistem pencernaan
orang dewasa memiliki tingkat keasaman yang cukup tinggi untuk
menghilangkan efek racun dari senyawa botulinum. Hanya saja, lain halnya yang
terjadi pada bayi dengan usia kurang dari satu tahun, organ pencernaan bayi
diusia ini masih belum matang, termasuk kadar asam dalam usus yang masih
begitu lemah sehingga belum cukup kuat dalam menangkal efek dari racun
botulinum yang ada pada madu. Adapun pemberian madu diperkenankan jika
usia bayi telah lebih dari satu tahun, sebab diusia ini sistem pencernaan bayi akan
30
cukup matang dalam mencerna madu dan menangkal racun dari senyawa
botulinum yang ada pada madu, sehingga senyawa ini tidak akan dapat bertahan
hidup serta berkembang biak pada usus bayi (Kompas, 2015).
2.2.6 Pemberian Makanan Bayi Umur 0-12 Bulan yang Baik dan Benar
Sesuai dengan bertambahnya umur bayi, perkembangan dan kemampuan bayi
menerima makanan, maka makanan bayi untuk umur 0-12 bulan, dibagi menjadi 3
tahap yakni:
1. Makanan bayi umur 0-6 bulan
a. Hanya ASI saja (ASI eksklusif)
Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama pada
30 menit pertama setelah kelahiran. Pada periode ini ASI saja sudah
mencukupi kebutuhan gizi bayi. ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, dan
proses menyusui akan membina hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi.
b. Berikan kolostrum
Kolostrum adalah air susu ibu yang keluar pada hari pertama
kelahiran,warnanya kuning dan kental. Kolostrum mengandung zat-zat gizi
dan zat kekebalan tubuh yang sangat baik bagi tubuh bayi.
c. Berikan ASI dari kedua payudara
Berikan ASI dari kedua payudara ibu, dan berikan ASI pada bayi kapan pun
dan dimanapun jika bayi memintanya. ASI diberikan 8-10 kali setiap harinya.
31
32
Pada bayi < 6 bulan beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung
lipase, amilase, pepsin belum diproduksi secara sempurna. Sel-sel disekitar usus
belum siap untuk menghadapi unsur-unsur atau zat makanan yang
dikonsumsinya. Makanan tersebut dapat menimbulkan reaksi imun, sehingga
dapat menyebabkan alergi akibat makanan yang dikonsumsinya.
5. Beban ginjal yang berlebihan dan hyperosmolitas
Makanan padat yang diproduksi dari pabrik biasanya mengandung kadar natrium
klorida (NaCl) yang tinggi yang akan menambah beban kerja ginjal. Bayi yang
memeroleh makanan padat sejak dini memiliki osmolitas plasma yang tinggi dari
pada bayi yang memperoleh ASI secara eksklusif.
6. Ancaman bahan-bahan makanan yang merugikan
Makanan tambahan mungkin mengandung komponen alamiah yang jika
diberikan sejak dini dapat merugikan, komponen yang lazim adalah sukrosa yang
memicu kerusakan gigi pada bayi dan memicu bayi menyukai rasa manis.
2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ibu dalam Pemberian MP-ASI Terlalu
Dini pada Bayi
Dari hasil penelitian Padang (2007) tentang analisa faktor-faktor yang
memengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah tahun 2007 dengan menggunakan regresi logistik bahwa terdapat
banyak faktor yang memengaruhi antara lain faktor sumber informasi, faktor
pekerjaan, faktor pengetahuan, faktor sosial budaya, faktor dukungan keluarga dan
33
34
35
predisposisi antara lain pengetahuan, dan hal tersebut sejalan dengan pendapat Blum
(1974) dikutip oleh Notoatmojo (2003) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku nyata (tindakan) seseorang.
2.3.4 Faktor Sosial Budaya
Keragaman cakupan pemberian ASI eksklusif menurut wilayah dan daerah
berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik sosial ekonomi dan budaya
masyarakat setempat. Kecenderungan penurunan menyusui didaerah perkotaan
manakala pemberian susu botol/susu formula dipromosikan secara gencar oleh media
massa dan menjadikan susu formula sebagai simbol status. Sejalan dengan arus
modernisasi dan meningkatnya partisipasi angkatan kerja wanita di sektor formal
(Muthmainnah, 2010).
Faktor budaya yang diwariskan secara turun temurun dalam pola makan
masyarakat seperti dalam pemberian MP-ASI yang akhirnya akan memberikan
dampak terhadap kebiasaan atau pola konsumsi kepada keturunannya nanti. Menurut
Foster (2005) yang dikutip oleh Padang (2007) bahwa kebudayaan dapat
memengaruhi banyak aspek dalam kesehatan seperti halnya masalah gizi yang terjadi
karena kepercayaan yang keliru, pantangan-pantangan terhadap bahan makanan.
36
2.3.5
dalam pemberian MP-ASI karena keluarga adalah lingkungan terdekat dari ibu
(Muthmainnah, 2010). Adanya angapan ASI tidaklah cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayi, dalam hal ini kebiasaan dan kepercayaan dari orang tua akan
ditanamkan kepada anaknya sebagai doktrin yang kuat dari orang tua. Di dalam
masyarakat seorang ibu sangat menghargai apa yang dikatakan orang tuanya karena
apa yang disampaikan orang tua adalah pengalaman hidupnya yang dianggap sebagai
suatu keberhasilan dalam membesarkan anaknya (Ziraluo, 2009).
2.3.6
37
kolostrum, manfaat pemberian kolostrum dan anjuran pemberian ASI tanpa tambahan
makanan lain selain ASI. Informasi yang diberikan tidak dilakukan secara
komprehensif dan bidan tidak menganjurkan pada ibu untuk mempraktikkan
manajemen laktasi, sehingga tingkat pengetahuan yang dimiliki ibu hanya sebatas
tahu dan memahami.
Keberhasilan menyusui tidak datang dengan sendirinya, tetapi memerlukan
keterampilan yang perlu diajarkan. Agar ibu berhasil dalam menyusui, memerlukan
berbagai kegiatan yang komprehensif pada saat prenatal, antenatal, dan postnatal.
2.4 Kerangka Konsep
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan arah dari alur penelitian ini
adalah seperti tergambar dalam kerangka konsep di bawah ini:
Variabel Bebas
Variabel Terikat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Umur
Pekerjaan
Pengetahuan
Sosial budaya
Pemberian MP-ASI
Dukungan keluarga
Dukungan petugas kesehatan
38
39