PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pecahnya ketuban terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan
penyulit
kelahiran
berupa
prematuritas
dan
terjadinya
infeksi
1.2
Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
Oligohidramnion
2.2.1 Defenisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan
oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI (Amnion
Fluid Index) 5 cm atau kurang.5 Sedangkan menurut Norwitz (2001)
mendefinisikan
oligohidramnion
bila
pada
pemeriksaan
ultrasonografi
diketahui total volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel
tunggal yang berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th
persentil sesuai usia kehamilan.2
2.2.2 Patofisiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion.
Namun, karena cairan ketuban terutama adalah urine janin di paruh kedua
kehamilan , tidak adanya produksi urin janin atau penyumbatan pada saluran
kemih janin dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan
cairan amnion , yang terjadi secara fisiologis , juga mengurangi jumlah
cairan.1
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan
selaput. Pada perokok dan saat terjadi infeksi terjadi perlemahan pada
ketahanan selaput hingga pecah. Pada kehamilan normal hanya ada sedikit
makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan amnion
sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal tidak ada IL-1B,
tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan
dengan terjadinya infeksi.3
2.3.2 Epidemiologi
Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat
aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus
KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya,
menurut Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan
penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%.
Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau
pun janin.
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari
kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi
pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi
meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5%
dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD
preterm dan mencapai 40% pada ketubanpecah dini dengan usia kehamilan
kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi
dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.
2.3.3 Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan.
Kombinasi akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus,
seringnya kontraksi uterus dan gerakan janin memegang peranan dalam
melemahnya membran amnion. KPD pada kehamilan aterm merupakan
variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya membran
merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease
yang
menyebabkan
melemahnya
membran.
Penelitian
terakhir
seperti
amniosintesis
dapat
Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
progesteron
akan
menyebabkan
penurunan
produksi
juga
merangsang
aktivitas
MMP-1
pada
membran.
Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara.
Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai
keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya
encer atau kental dan baunya.
Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut:
a. Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam sebaiknya
dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin
memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.
b. Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan
pada forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan
tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru
karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat
asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya
infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan
diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun
urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.
Severe Oligohydramnion
Moderate Oligohydramnion
5.1-8.0
Normal
8.1-24.0
Polyhydramnion
>24
Penilaian Subjektif3
Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak bebas dan
dikelilingi oleh cairan amnion. Struktur organ janin, plasenta, dan tali
pusat dapat terlihat jelas. Kantung-kantung amnion terlihat di beberapa
tempat, terutama pada daerah diantara kedua tungkai bawah dan diantara
dinding depan dan belakang uterus. Pada kehamilan trimester III
biasanya terlihat sebagian dari tubuh janin bersentuhan dengan dinding
depan uterus.
Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang
bila kantung amnion hanya terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut
habis bila tidak terlihat lagi kantung amnion. Pada keadaan ini aktivitas
gerakan janin menjadi berkurang. Struktur janin sulit dipelajari dan
ekstremitas tampak berdesakan.
Penilaian Semikuantitatif3
Penilaian semikuantitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya:
(1) Pengukuran diameter vertikal yang terbesar pada salah satu kantong
amnion. Morbiditas dan mortalitas perinatal akan meningkat bila
diameter vertikal terbesar kantong amnion <2cm pada oligohidramnion.
(2) Pengukuran indeks cairan amnion (ICA). Pengukuran ICA uterus
dibagi kedalam 4 kuadran, pada setiap kuadran uterus dicari kantong
amnion terbesar, bebas dari bagian tali pusat dan ekstremitas
janin.Indeks cairan amnion merupakan hasil penjumlahan dari diameter
vertikal terbesar kantong amnion pada setiap kuadran. Nilai ICA yang
normal adalah antara 5-20 cm. Penulis lain menggunakan batasan 5-18
cm atau 5-25 cm. Disebut oligohidramnion bila ICA < 5cm.
f. Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alphafetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan
dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.
2.3.5
Penatalaksaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini meliputi:
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
hari.
Berikan kortikosteroid pada ibu untuk memperbaiki kematangan paru
janin: betametason 12 mg IM dalam dosis setiap 12 jam atau
deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam. Jangan berikan
Konservatif
Rawat dirumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metrodinazole 2 x 500 mg selama 7
hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-37
minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason,
observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan
37 minggu. Jika kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).
Pada kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan speingomielin setiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor
pelvik > 5, induksi persalinan.
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC,
atau gagalnya persalinan normal.
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah
Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada KPD meningkat sebandingdengan lamanya periode laten.
Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
Syndrom deformitas janin (Syndrom Potter)
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmona
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S W
Umur
: 26 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Sofian Zakaria 2
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Melayu
No RM : 06-58-16
Tanggal MRS : 03-05-2016
Tanggal KRS : 16-Mei-2016
3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sekarang
NamaSuami
Umur
Agama
Alamat
Pekerjaan
Suku Bangsa
: Tn. A C Y
: 25 tahun
: Islam
: Jl. Sofian Zakaria 2
: Wiraswasta
: Melayu
Pane dengan keluhan keluar air dari kemaluan, keluar air dari kemaluan
dialami sejak 3 hari yang lalu sebanyak 2 kali.Volumenya stengah gelas
aqua. Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-). Riwayat mules-mules
mau melahirkan (-). Riwayat trauma (-). Riwayat Demam (-). BAK (+)
normal, BAB (+) normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu :DM (-), Hipertensi (-), Asma (-)
Riwayat Pemakaian Obat
: Vitamin
Riwayat Kehamilan
: G1 P0 A0
Riwayat Persalinan
: (-)
HPHT
: 20-09-2015
TTP
: 27-06-2016
Riwayat ANC
Riwayat KB
: Tidak pernah
c.
d.
e.
2.
a.
HR
: 80x/i
RR
: 20x/i
Temp
: 36,7C
Status Generalisata
Kepala dan Leher
Kepala
:Normochepali
Mata
:Konjungtiva anemis (-), Reflek cahaya (+/+), isokor
Hidung
: Septum deviasi (-), perdarahan (-)
Telinga
: Sekret (-), Perdarahan (-)
Mulut
: Lidah tidak kotor, tonsil tidak membesar
Leher
: Pembesaran KGB (-)
b. Thoraks
Cor
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Nyeri tekan (-), ictus cordis teraba normal di ICS V
Perkusi
MCL sinistra
: Batas jantung dalam batas normal ICS IV Parasternal
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
:Perut
tampak
membesar,
asimetris,
gravidarum (-)
Palpasi
Auskultasi
Eksremitas
Atas
: Oedem (-)
Bawah
: Oedem (-)
3. Status Obstetri
striae
Pemeriksaan Leopold
Leopold 1 : TFU 28 cm
Leopold 2 : kiri: teraba punggung, kanan:ekstremitas
Leopold 3 : bagian terbawah teraba bulat keras (kepala).
Leopold 4 : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul.
His
DJJ
: 146x/i
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan Spekulo : TDP
VT
: TDP
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
10200
5000-10000 ul
Hemoglobin
10,6
12-14 g/dL
Trombosit
321000
150000-400000 ul
Hematokrit
32,0
40-54%
MCV
89,9
80-100 fL
Hasil
Nilai Normal
Warna
Kuning muda
Kuning muda
Kejernihan
Jernih
Jernih
pH
321000
5-8
Glukosa
(+) 1 positif
Negatif
Protein
Negatif
Negatif
Hasil
Nilai Normal
91 mg/dl
<200 mg/dl
prandial
Gula Darah Puasa
58 mg.dl
<120 mg/dl
USG
(Tanggal 03-Mei-2016)
(Tanggal 07-Mei-2016)
(Tanggal 09-Mei-2016)
(Tanggal 13-Mei-2016)
(Tanggal 16-Mei-2016)
Medikamentosa
-Diet MB
: -IVFD RL 30 gtt/i
-Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
-Inj. Dexamethason 3amp (IM)
-SF 3x1
Follow UP
Tanggal 04-05-2016
Keluhan :
TD : 110/70 mmHg
kemaluan (+)
HR : 100 x/i
RR : 24 x/i
melahirkan (-)
T : 36,5 0 C
BAK (+)
Urine rutin :
Glukosa (+) 1
Anjuran : KGD
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone 1
gr/ 12 jam ( H-II)
P/o :
-
SF 3x1
BAB (-)
DJJ : 147 x/i
N/2 jam PP
Tanggal 05-05-2016
Keluhan :
TD : 90/60 mmHg
kemaluan (-)
HR : 80x/i
RR : 16 x/i
melahirkan (-)
T : 36,5 0 C
BAK (+)
KGD N : 58 mg/dl
BAB (-)
KGD 2 jam PP : 91
mg/dl
Tanggal 06-05-2016
Keluhan :
TD : 100/70 mmHg
kemaluan (-)
HR : 72 x/i
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
Terapi :
-
- Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone 1
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone
1 gr/ 12 jam ( HIV)
T : 36,20 C
BAK (+)
BAB (-)
Tanggal 07-05-2016
TD : 100/60 mmHg
kemaluan (-)
HR : 72 x/i
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
T : 36,5 C
USG :
P/o :
- SF 3x1
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone
1 gr/ 12 jam ( HV)
BAK (+)
P/o :
BAB (-)
SF 3x1
Kesan :
Janin tunggal
FHR(+), FM(+), Letak
kepala oblique
AFI < 5 cm
Tanggal 08-05-2016
Keluhan :
TD : 110/70 mmHg
kemaluan (-)
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
T : 36,80 C
BAK (+)
P/o :
BAB (-)
SF 3x1
Tanggal 09-05-2016
Terapi :
TD : 110/70 mmHg
kemaluan (-)
HR : 88 x/i
RR : 22 x/i
melahirkan (-)
T : 36,30 C
BAK (+)
P/o :
BAB (-)
SF 3x1
USG :
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone
1 gr/ 12 jam ( HVI)
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone
1 gr/ 12 jam ( HVII)
Kesan
Janin tunggal
FHR(+), FM(+), Letak
kepala
AFI < 5 cm
Tanggal 10-05-2016
Keluhan :
TD : 90/60 mmHg
kemaluan (-)
HR : 76 x/i
RR : 16 x/i
melahirkan (-)
T : 36,3 C
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftrianxone
1 gr/ 12 jam ( HVIII) aff
BAK (+)
P/o :
BAB (-)
SF 3x1
Tanggal 11-05-2016
Terapi :
TD : 90/60 mmHg
kemaluan (-)
HR : 96 x/i
P/o :
RR : 22 x/i
melahirkan (-)
SF 3x1
T : 360 C
BAK (+)
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
BAB (+)
Tanggal 12-05-2016
TD : 100/70 mmHg
kemaluan (-)
HR : 88 x/i
P/o :
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
SF 3x1
T : 36,2 0 C
BAK (+)
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
BAB (+)
Tanggal 13-05-2016
TD : 110/80 mmHg
kemaluan (-)
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
HR : 80 x/i
P/o :
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
SF 3x1
T : 36,5 0 C
BAK (+)
BAB (+)
USG :
Kesan :
Janin tunggal
FHR(+), FM(+), Letak
kepala
AFI (+) bertambah
Tanggal 14-05-2016
Keluhan :
TD : 100/80 mmHg
kemaluan (-)
HR : 72 x/i
P/o :
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
SF 3x1
T : 36,7 0 C
BAK (+)
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
BAB (+)
Tanggal 15-05-2016
TD : 110/80 mmHg
kemaluan (-)
HR : 96 x/i
P/o :
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
SF 3x1
T : 36,8 0 C
BAK (+)
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
BAB (+)
Tanggal 16-05-2016
TD : 100/70 mmHg
kemaluan (-)
HR : 88 x/i
P/o :
RR : 20 x/i
melahirkan (-)
SF 3x1
T : 36,5 0 C
BAK (+)
Terapi :
-
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/i
BAB (+)
USG :
Kesan :
Janin tunggal
FHR(+), FM(+), Letak
kepala
AFI (+) cukup
PBJ
BAB 4
DISKUSI KASUS
4.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah Keadaan pecahnya selaput kertuban
sebelum persalinan. KPD dapat terjadi pada kehamilan aterm dan preterm.
Dibedakan menjadi :
Bau cairan
Pem. USG:
Kasus
+ (32-33 minggu)
+
Jernih
Tidak berbau
AFI < 5 cm (seviere
oligohidramnion)
4.3 Penatalaksaan
Teori
Kasus
Nonmedikamentosa :
-Rawat espektatif
Rawat
dirumah
sakit,
berikan
-Pantau DJJ / 3 jam
antibiotik. Jika umur kehamilan < 32- -Diet MB
Konservatif
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Pada kasus ini terjadi ketuban pecah dini dengan usia kehamilan 32-33
minggu
Pemeriksaan
USG
menunjukkan
adanya
gambaran
seviere
Pada kasus ini penanganan yang dilakukan adalah rawat ekspektatif dan
pantau denyut jantung janin, hingga keadaan air ketuban mencukupi
kembali.
Saran
Tenaga medis harus lebih teliti lagi dalam memeriksa kehamilan agar
hasilpemeriksaan lebih akurat, dan bila terdeteksi adanya penyulit akan
dibuat rencanapenanganan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulin Djuar. Ketuban Pecah Dini. In: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi 4. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
2014. Page 174-187.
2. Mochtar, Rustam. Ketuban Pecah Dini. In: Sinopsis Obtetri. Editor: Lutan,
Delfi. Edisi: 2. EGC: Jakarta. Pp: 35-40.
3. Gaary Cunnungham, F. J Levono, Kemeth. L Bloom, Steven. C Hauth,
John. J Rouse, Dwight. Ketuban Pecah Dini. In: Obstetri Williams. Editor:
Setia, Rudi. Edisi 23. Volume 1. Jakarta: EGC. 2013.
4. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10
5. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko
Ketuban Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada
Kehamilan Aterm. Cermin Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
6. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal
Medicine Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik
R, Iams JD; W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
7. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle
for Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing
Division, USA. 2001. p: 357-67.
8. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the
Membrans. In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James
DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London.
1994. p: 163-70.
9. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the
membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian
and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1,
February 2000. Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New
Zealand College of Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
10. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture
of membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses
20 mei 2016.
11. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur
rupture of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of
Medicine. Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20.
http://www.nejm.org. Akses 20 mei 2016.
12. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture
of Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans
(PPROM).
Revised:
October
28,
2005.