Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Mastoiditis adalah proses peradangan yang melibatkan sel-sel mastoid pada tulang

temporal. Mastoiditis umumnya merupakan komplikasi dari otitis media. Hal ini dikarenakan
karena adanya hubungan antara telinga tengah dan sel-sel udara mastoid, inflamasi pada
telinga tengah juga dapat mempengaruhi mastoid. Kedua peradangan ini dapat di anggap
aktif atau inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengen pengeluaran sekresi telinga atau
otorrhea akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif
merujuk pada sekuele dari infeksi aktif terdahulu, dengan begitu tidak ada otorrhea.1,2
Insidensi tertinggi mastoiditis terjadi pada negara berkembang dan pada anak kecil.
Kebanyakan pasien berumur < 2 tahun, dengan umur rata-rata yaitu 12 bulan. Namun,
mastoiditis dapat terjadi pada umur berapun. Menurut penelitian insidensi mastoiditis pada
anak meningkat dikarenakan kurangnya atau tidak efektifnya terapi antibiotik pada saat
episode otitis media akut. Namun, insidensi berkurang setelah era antibiotik mulai
berkembang.1,,3Patogen yang paling sering menyebabkan mastoiditis yaitu Streptococcus
pneumonia 28,5%, Staphylococcus aureus 16 %, Haemophilus influenza 16 %, Streptococcus
pyogenes 14%, dan Pseudomonas aeruginosa 14 %. Tingginya level resistensi dan lebih
aggresifnya patogen merupakan hasil dari banyaknya kegagalan dari terapi antibiotik
konvensional.4
Mastoiditis bisa akut maupun kronik. Mastoiditis akut biasanya merupakan
komplikasi otitis media akut, sedangkan mastoiditis kronik dihubungkan dengan
kolesteatoma. Komplikasi mastoiditis dapat melibatkan langsung struktur disekitarnya,
seperti telinga dalam, nervus fasialis, bagian lain tulang temporal, maupun otak. Komplikasi
tersebut dapat meningkatkan morbiditas pasien.1,4
Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian
pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Jika tidak di obati,
infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk di antaranya otak, yang
bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan
infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa
menyebabkan kematian. 3
1

1.2.

Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan bagi

pembaca dan khususnya bagi penulis itu sendiri. Dimana tujuannya yaitu menambah
wawasan bagi mahasiswa/i dalam menghadapi suatu persoalan secara tepat. Sedangkan
tujuan secara khusus dalam penyusunan makalah ini adala sebagai berikut :
1. Melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Senior dibagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan RSUD DR.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi tentang
Mastoiditis
2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca dan penulis sendiri
3. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa/i yang sedang dalam proses kepaniteraan
klinik senior khususnya di bagian ilmu penyakit telinga hidung tenggorokan.

1.3.

Manfaat Penulisan
Memberikan informasi dan pengetahuan baik bagi penulis maupun pembaca tentang

diagnosis dan penatalaksanaan penyakit mastoiditis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
Gambar.1.Anatomi Telinga.1

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas aurikula dan meatus acusticus externus. Bagian dari telinga
luar adalah daun telinga (aurikula) dan liang telinga sampai membran timpani. Aurikula
berfungsi mengumpulkan getaran udara, aurikula terdiri atas lempeng tulang elastik tipis
yang ditutupi kulit. Aurikula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh
nervus fasialis.5
Meatus akustikus eksternus (liang telinga) adalah tabung berkelok yang
menghubungkan aurikula dengan membran timpani. 1/3 bagian luar meatus adalah kartilago
elastik dan 2/3 bagian dalam adalah tulang. Pada 1/3 liang telinga bagian luar terdapat banyak
kelenjar serumen dan rambut, pada 2/3 bagian dalam hanya sedikit kelenjar serumen. Tabung
ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula menuju membran timpani.5
Meatus akustikus eksternus pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 2,5 cm dan
dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik aurikula keatas dan
belakang sedangkan untuk pemeriksaan pada anak kecil aurikula ditarik lurus ke arah
belakang atau ke bawah dan belakang. 5
b. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :

Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu bagian atas
disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan
epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan
pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.5

Gambar.2. Membran Timpani.1


Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran

ini dalam telinga tengah saling berhubungan.


Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. 5
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibular yang

terdiri tiga buah kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara
tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea
skala vestibule bagian atas, skala timpani bagian bawah dan skala media di antaranya. Skala
vestibule dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.6

Gambar.3. Telinga dalam.1


Daun telinga menangkap getaran suara yang akan dialirkan ke liang telinga dan di
salurkan ke membran timpani, sehingga membran timpani bergetar, getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran. Selanjutnya Bagian maleus yang melekat pada membran timpani
adalah tangkai maleus. Maleus terikat pada inkus pada ligamen yang kecil, sehingga pada
saat maleus bergerak, inkus ikut bergerak. Artikulasi inkus dan stapes menyebabkan stapes
mendorong cairan koklea dan menggerakkan perilimfa dalam skala vestibule getaran
diteruskan melalui membrane reisner yang mendorong endolimfa dan membran basal kearah
bawah. Skala media menjadi cembung mendesak endolimfa dan mendorong membrane basal,
sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakan perilimfa skala timpani. Pada waktu
istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok dengan berubahnya membran basal ujung sel
rambut sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik pada membran basal diubah oleh adanya
perbedaan ion kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke N.VII, yang
kemudian diteruskan ke pusatsensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat
yang ada di lobus temporalis.6

Gambar.4.Anatomi Telinga.13
d. Tulang Mastoid
Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya
terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells )
terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid. 7
Kegunaan

air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan

normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah
juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut
sebagai mastoiditis.7
Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/
atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani.
Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang
membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk
oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di
posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi
mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut
keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh
pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik
antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang
labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior. 7,8,9
6

Gambar.5.Anatomi Telinga dan Mastoid.1


2.2.
Mastoiditis
2.2.1. Definisi
Mastoiditis adalah proses peradangan yang melibatkan sel-sel mastoid pada tulang
temporal. Mastoiditis pada umumnya merupakan komplikasi dari otitis media.1
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada
tulang temporal. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel
mastoid air cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut
maupun kronis.5,6
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.
Beberapa alhi menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.10

Gambar.6.Tulang Mastoid dan Mastoiditis.1

2.2.2. Epidemiologi
Insidensi tertinggi mastoiditis terjadi pada negara berkembang dan pada anak kecil.
Kebanyakan pasien berumur < 2 tahun, dengan umur rata-rata yaitu 12 bulan. Namun,
mastoiditis dapat terjadi pada umur berapun. 1,4
Insiden mastoiditis telah menurun sejak berkembangnya antimikroba dan telah menjadi
langka. Pada tahun 1948, tingkat ini menurun sampai kurang dari 3% dan saat ini
diperkirakan kurang dari 5 kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat atau negara-negara
maju lainnya. Insiden mastoiditis lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di
tempat lain, terutama sebagai konsekuensi dari otitis media yang tidak diobati. Walaupun
insiden penyakit ini telah menurun secara substansial di Amerika Serikat, namun masih
merupakan infeksi yang signifikan secara klinis dengan potensi komplikasi yang mengancam
jiwa yang menjadi perhatian besar adalah dilaporkannya peningkatan tajam insiden
mastoiditis akut pada dekade terakhir di beberapa lokasi. Peningkatan ini mungkin karena
meningkatnya tingkat infeksi yang disebabkan oleh organisme yang tahan antibiotic, virulensi
patogen yang meningkat dan penurunan penggunaan antibiotika untuk mengobati otitis media
akut. Kejadian ini kemungkinan besar menurun dengan ketersediaan dan pemberian vaksin
pneumokokus terkonjugasi, yang telah diizinkan untuk penggunaan klinis pada tahun 2000. 11
Internasional negara-negara berkembang dan negara-negara di mana OMA tidak diobati
dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis, mungkin dihasilkan dari otitis
media yang tidak diobati. Sebagai contoh, insiden mastoiditis akut di Belanda, yang memiliki
tingkat peresepan antibiotik rendah untuk OMA, dilaporkan terdapat 3,8 kasus per 100.000
orang per tahun. Di semua negara lain dengan tingkat peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini
jauh lebih rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun. 12

2.2.3. Etiologi
Proses infeksi biasanya dipengaruhi oleh faktor host dan faktor mikrobiologi.1
a. Faktor Host :
- Umumnya mastoiditis bila pada anak ditemukan pada umur < 2 tahun
dengan riwayat otitis media.
8

- Berkaitan dengan sistem imun penderita yang menurun.


b. Faktor Mikrobiologi
Patogen yang sering ditemukan pada mastoiditis, yaitu :
Streptococcus pneumonia, merupakan patogen yang paling sering ditemukan
pada mastoiditis akut dengan prevalensi 25%.
Group A beta-hemolytic streptococci
Staphylococcus aureus
Streptococcus pyogenes
Moraxella catarrhalis
Haemophilus influenzae
Pseudomonas aeruginosa
Mycobacterium species
Aspergillus fumigates, dan jamur lainnya.
Nocardia asteroides
Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh
penderita (imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian
anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik.
Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan
timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding
bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan
keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.1

2.2.4. Klasifikasi
Klasifikasi dari mastoiditis antara lain:
1. Akut mastoiditis, biasa terjadi pada anak-anak, sebagai komplikasi dari otitis
media akut suppurative.
2. Kronik mastoiditis, biasanya berkaitan dengan kolesteatome dan penyakit telinga
kronis.
3. Incipient mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian mastoid.
4. Coalescent mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di
organ tubuh yang lain. 5
2.2.5. Gejala Klinis
Gejala klinis bervariasi tergantung umur dan tahap infeksi. Riwayat Otorrhea yang
menetap lebih dari 3 minggu biasanya merupakan pertanda proses keterlibatan mastoid.
Umumnya otorrhea bersifat purulen atau mukoid.1,2
Demam biasanya tinggi, berhubungan dengan otitis media akut.Nyeri pada telinga
yang biasanya memberat saat malam hari. Nyeri yang menetap merupakan pertanda dari
9

penyakit mastoid. Hal ini sangat sulit dinilai pada pasien yang masih sangat muda. Nyeri juga
dirasakan pasien pada kepala. Hilangnya pendengaran biasanya terjadi pada semua proses
yang melibatkan telinga tengah.1
Pada bayi, perhatikan setiap riwayat nonspesifik dari infeksi yang konsisten, seperti
tidak mau makan, demam, iritabilitas, atau diare. 4
Menurut H. Nurbaiti Iskandar (1997), manifestasi klinis dari mastoiditis adalah :
1. Febris / subfebris
2. Nyeri pada telinga
3. Hilangnya sensasi pendengaran
4. Kemerahan pada kompleks mastoid
5. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir.
6.

Matinya jaringan keras (Tulang, Tulang Rawan).


7. Adanya abses (Kumpulan jaringan mati dan nanah)

10

Gambar.7.Gejala Mastoiditis.1
Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah
sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap
dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.2,5
Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan pendengaran
dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi. Jika tidak
diobati dapat terjadi ketulian yang berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses
otak atau kematian.2,5
Membran timpani menonjol keluar, dinding posterior kanalis menggantung,
pembengkakan post aurikula mendorong pinna keluar dan ke depan, dan nyeri tekan pada
mastoid, terutama di posterior dan sedikit di atas liang telinga (segitiga Macewen).2,5
Di dalam tulang juga bisa terbentuk abses. Biasanya gejala muncul dalam waktu 2
minggu atau lebih setelah otitis media akut, dimana penyebaran infeksi telah merusak bagian
dalam dari prosesus mastoideus.2,5
2.2.6. Patofisiologi
Mastoiditis akut umumnya merupakan komplikasi dari otitis media. Hal ini
dikarenakan karena adanya hubungan antara telinga tengah dan sel-sel udara mastoid,
inflamasi pada telinga tengah juga dapat mempengaruhi mastoid. Jika infeksi pada telinga
tengah berlanjut, pada mastoid akan terjadi akumulasi purulen.1,9
Penyumbatan antrum oleh inflamasi mukosa menimbulkan infeksi dari sel-sel udara
dengan cara menghambat aliran dan dengan menghalangi aliran udara kembali dari sisi
telinga tengah. Mastoiditis dapat menembus antrum dan meluas kestruktur sekitarnya seperti
meningens, sinus sigmoid, otot sternokleidomastoid, arteri karotis interna, vena jugular, dan

11

otak. Hal tersebutlah yang menyebabkan tingginya morbiditas mastoiditis dan menjadi
penyakit yang dapat mengancam nyawa.4,10
Berdasarkan progresivitasnya, mastoiditis terbagi menjadi 5 tahap yaitu : 1,4
Tahap 1 - Hiperemis pada lapisan mukosa sel-sel udara mastoid
Tahap 2 - Transudasi dan eksudasi cairan dan / atau nanah dalam sel.
Tahap 3 - Nekrosis tulang yang disebabkan oleh hilangnya vaskularisasi dari septa
Tahap 4 - Hilangnya dinding sel dengan peleburan ke dalam rongga abses
Tahap 5 - Perpanjangan proses inflamasi ke daerah-daerah berdekatan
Infeksi akut yang menetap pada sel udara mastoid dapat meluas melalui venous
channels, yang menyebabkan inflamasi pada periosteum / osteotis, yang akan merusak
trabekula tulang yang membentuk sel-sel mastoid, pada kondisi ini disebut mastoiditis
koalesen. Mastoiditis koalesen pada dasarnya merupakan suatu empiema pada tulang
temporal. Pus yang dihasilkan mungkin mengalir melalui rute : (1) penyaluran melalui
antrum secara alami yang menghasilkan penyembuhan spontan, (2) ke lateral hingga ke
permukaan prosesus mastoideus, yang menyebabkan abses subperiosteal, (3) secara anterior,
membentuk abses di belakang daun telinga atau diantara otot sternokleidomastoid dari leher,
yang menghasilkan abses Bezold , (4) secara medial ke sel udara petrous pada tulang
temporal, yamg disebut petrositis, dan (5) posterior ke tulang oksipital , yang menyebabkan
osteomielitis dari kalvaria atau abses Citelli.10
Mastoiditis kronik umunya merupakan komplikasi dari otitis media kronik atau
inadekuat terapi dari mastoiditis akut. Membran timpani yang nonintak akan menyebabkan
spesies mikroba di meatus akustikus eksternal menuju telinga tengah, dan pada akhirnya
mastoid. Organisme ini menyebabkan inflamasi yang menetap yang biasanya tidak dapat
diatasi agen terapeutik konvensional pada otitis media akut.

Seperti kebanyakan infeksi, baik faktor host maupun faktor mikrobiologi


mempengaruhi perkembangan dari mastoiditis. Faktor host termasuk imunitas mukosa,
anatomi tulang temporal, imunitas sitemik. Sedangkan faktor mikrobiologi yaitu resistensi
antimikroba, kemampuan patogen menembus jaringan atau pembuluh lokal, dan mekanisme
perlindungan diri mikroba.1,4
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis ditemukan adanya keluhan seperti keluarnya cairan dari telinga,
12

demam, nyeri pada telinga, hilangnya pendengaran. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan

eritema/kemerahan dan lunak pada belakang daun telinga, dan abnormalitas dari membrane
timpani. Pada anak lebih dari 2 tahun, pinna biasanya deviasi upward dan outward,
dikarenakan oleh proses inflamasi yang biasanya berkumpul pada prosesus mastoideus.1,9
Pada pemeriksaan otoskopi membran timpani biasanya merah, menonjol, dan
berkurangnya mobilitas, tetapi bias normal pada 10 % kasus. Pada mastoiditis kronik,
membrane timpani perforasi, kemerahan, edema, dan sensitive pada retroaurikular. 9,10
Pada pemeriksaan otosmikroskopik dilakukukan untuk mengevaluasi dari otorrhea
yang kronik. Prosedur ini membutuhkan anestesi umum, dengan keuntungan mendeteksi
kolesteatoma, retraction pocket, jaringan granulasi, polip, atau benda asing. Sebuah spesimen
dari telinga tengah tanpa adanya kontaminasi dari meatus akustikus eksterna akan dilakukan
pemeriksaan gram, pewarnaan tahan asam, kultur aerob/anaerob. Biopsi dilakukan jika
terdapat kecurigaan rabdomiosarkoma , neuroblastoma yang dapat bermanifestasi seperti
otitis media supuratif kronik atau mastoiditis kronik, yang biasanya berhubungan dengan
lumpuhnya saraf kranial. 10
Pemeriksaan radiologi Ct-Scan dilakukan untuk menilai perluasan dari mastoiditis.
Magnetic Resonance Imaging ( MRI) bagus dalam menilai jaringan lunak dan mastoid serta
komplikasinya.11

Gambar .8.Desktruksi tulang pada CT koronal.7

13

Gambar .9. MRI pada Mastoiditis dextra. Akumulasi cairan pada mastoid kanan
( panah putih). Sebaliknya, pada mastoid kiri normal terisi udara ( panah merah).7
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.8

Rontgen

Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Proyeksi foto dibuat dengan
bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan berkas sinar X ditujukan dengan
sudut 30 cephalo-caudad. Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur
trabekulasi dapat tampak dengan lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar
tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis. 8

Gambar.10.Rontgen.7

CT Scan

14

Gambar.11.CT Scan Mastoiditis.7


CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan
(dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.
Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis mengungkapkan adanya opasifikasi sel-sel
udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel tersebut. Hilangnya
kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan pada otitis media serosa
di mana kontur sel tetap utuh. 7
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan
virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan
penyebab otitis media akut. 7
Laboratorium
a. Spesimen dari sel-sel mastoid yang diperoleh selama operasi dan cairan myringotomy, ketika
diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan anaerobik, jamur, mikobakteri dan
basil tahan asam.
Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat dibersihkan, dan sampel
cairan drainase segar diambil. Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari
telinga tengah dan bukan saluran eksternal. Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat
dapat membantu dalam memodifikasi terapi inisial antibiotik. Hasil kultur yang dikumpulkan
dengan benar untuk bakteri aerobik dan anaerobik sangat membantu untuk pilihan terapi
definitif. Pewarnaan Gram dari spesimen awalnya dapat membimbing terapi antimikroba
empiris.9
b. Kultur darah harus diperoleh.

15

c. Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk mengevaluasi efektivitas terapi
seterusnya.
d. Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke intrakranial.9
2.2.9. Penatalaksanaan
Terapi stadium supurasi pada saat didapatkan sekret perlu dilakukan pemeriksaan
kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang paling tepat. Karena
pemeriksaan ini memerlukan waktu 24-48 jam maka terapi segera diberikan dengan
antibiotik spektrum luas yang dapat diganti bila terdapat kuman yang tidak sesuai, dengan
adanya sekret antibiotik topikal dapat diberikan untuk mengobati mukosa telinga tengah dan
melindungi kulit liang telinga dari otitis eskterna sekunder. Perwatan umum seperti istirahat
baring, pemberian dekongestan dapat diberikan.5,6
Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi. meliputi dua hal penting :

Pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)


Antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman empirik
dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya berdasarkan efektifitas
kemampuan mengeliminasi kuman, resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan harga.
Pengetahuan dasar tentang pola mikroorganisme pada infeksi telinga dan uji kepekaan
antibiotikanya sangat penting.

Terapi stadium komplikasi yaitu mastoiditis bila sebelumnya sudah diobati maka
penderita harus dirawat untuk pengawasan yang ketat karena keadaan ini stadium lanjut dan
tindakan pembedahan sangat diperlukan. Pada stadium ini dilakukan tindakan mastoid untuk
draenase abses.5,6
Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan antibiotik yang
sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan perbaikan atau keadaan umum
pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila
gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresi
penyakit, maka harus dilakukan mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah
komplikasi serius seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak. 5,6

Modalitas Terapi yang bisa dilakukan apabila perlu terapi pembedahan adalah :
1. Mastoidektomi sederhana/ simple mastoidektomi (operasi Schwartze).
16

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh, dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannnya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair
lagi, pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang
sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari
semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah
dengan rongga mastoid diruntuhkan sehingga ketiga daerah tersebut menjadi satu
ruanggan. Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
3. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma didaerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dari dinding posterior
liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.5,6
Penatalaksanaan menurut (Thane, 1993) yaitu :
1. Pengobatan radang mastoid dengan antibiotik intravena seperti pennisilin, ceftriaxone
(rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama 14 hari.
2. Jika pasien tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi mastoidektomy.
Tindakan ini untuk menghilangkan sel-sel tulang mastoid yang terinfeksi dan untuk
mengalirkan nanah. Beberapa struktur telinga bagian (incus dan malleus) mungkin
juga perlu dipotong.
3. Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekontruksi telinga bagian tengah untuk
memelihara pendengaran.
4. Radang mastoid kronis membutuhkan mastoidektomy radikal (menghilangkan
dinding posterior dari kanal telinga, disisakannya gendang telinga, dan dua tulang
telinga (incus dan malleus). 10

17

Gambar.12.Mastoidektomi.3

Gambar.13.Timpanoplasty.3
2.2.10. Komplikasi
Komplikasi mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan perubahan-perubahan
langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada struktur di sekitarnya.
1,2,4

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang
Complications
in acute
normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di
sekitarnya.
mastoiditis. Extension of the
infectious process beyond the
yang mampu melokalisasi dan mengatasi infeksi. Bila sawar inimastoid
runtuh,
masih
adatosawar
system
leads
intracranial
andruntuh,
extracranial
kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila
sawar ini
maka
suppurative complications,
struktur lunak di sekitarnya akan terkena. 1,2,4
including :

Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa saluran nafas

- subperiosteal abscess (A),


- epidural abscess (B),
- subdural empyema (C),
- brain abscess (D),
- meningitis (E),
- lateral sinus thrombosis (F),
- carotid artery involvement (G),
- apical petrositis (H).

18

Gambar .14. Komplikasi dari mastoiditis.1


Schambough (2003) membagi komplikasi sebagai berikut :1,2,4
a. Komplikasi intratemporal
- Perforasi membran timpani
- Mastoiditis akut
- Paresis nervus fasialis
- Labirintis
- Petrosis
b. Komplikasi ekstratemporal
- Abses subperiosteal
c. Komplikasi intrakranial
- Abses otak
- Tromboflebitis
- Hidrosefalus otikus
- Empiema subdura
- Abses subdura / ekstradura
2.2.11. Prognosis
Perkiraan banyak pasien dengan acute surgical mastoiditis dapat kembali sempurna
jika tidak terdapat keterlibatan nervus fasialis, vestibulum, dan struktur intracranial tidak
terlibat. 1
2.3.

Mastoiditis Koalesens Akut


19

Komplikasi serius pada zaman pra-antibiotik ini telah jarang ditemukan kini. Namun
karena beberapa alasan, masih dapat ditemukan satu atau dua kasus demikian per tahun pada
institusi-institusi utama. Diagnosis dapat terluputkan karena pasien telah mendapat antibiotik
yang efektif dalam mengubah temuan fisik klasik tapi tidak mampu membasmi infeksi. 2
Mastoiditis akut manifestasi klinisnya adalah :2
- Demam
- Nyeri
- Gangguan pendengaran
- Membran timpani menonjol
- Dinding posterior kanalis menggantung
- Pembengkakan postaurikula
- Nyeri tekan mastoid.
2.3.1. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan CT
scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam
keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar. Contoh cairan dari telinga dibiakkan di
laboratorium untuk mengetahui organisme penyebabnya. 6
Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis koalesens mengungkapkan adanya
opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel
tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan pada
otitis media serosa di mana kontur sel tetap utuh. 2
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan
virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan
penyebab otitis media akut. 2
2.3.2. Penatalaksanaan
Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan antibiotik yang
sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan perbaikan atau keadaan umum
pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila
gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresi penyakit,
maka harus dilakukan mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah komplikasi
serius seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak.2
20

Gambar.15.Miringitomi.3

BAB III
PENUTUP
3.1.

KESIMPULAN
Mastoiditis adalah proses peradangan yang melibatkan sel-sel mastoid pada tulang
temporal. Mastoiditis umumnya merupakan komplikasi dari otitis media. Hal ini dikarenakan
karena adanya hubungan antara telinga tengah dan sel-sel udara mastoid. Mastoiditis bisa
akut, sub akut, maupun kronik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis ditemukan adanya keluhan seperti keluarnya cairan dari telinga,
demam, nyeri pada telinga, hilangnya pendengaran. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan

eritema/kemerahan dan lunak pada belakang daun telinga, dan abnormalitas dari membrane
timpani. Pada pemeriksaan otoskopi membran timpani biasanya merah, menonjol, kasus.
Pada mastoiditis kronik, membrane timpani perforasi, kemerahan, edema, dan sensitive pada
retroaurikular.
Pemeriksaan radiologi Ct-Scan dilakukan untuk menilai perluasan dari mastoiditis.

21

Magnetic Resonance Imaging (MRI) bagus dalam menilai jaringan lunak dan mastoid serta
komplikasinya.
Terapi mastoiditis dapat berupa terapi medikamentosa yaitu pemberian antibiotika,
maupun terapi dengan operasi yaitu mastoidektomi. Keberhasilan terapi tergantung sudah
adakah komplikasi atau keterlibatan intrakranial.

DAFTAR PUSTAKA
1. Devan PP, et al. 2013. Mastoiditis.
Available
from

http://emedicine.medscape.com/article/2056657-

overview#aw2aab6b2b4
[Accesed 26 agustus 2016]
2. Adams G, et al.2012. Boeis : Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal107-115
3. Beito B, Perez G. 2006. Acute mastoiditis: Increase of incidence and controversies in
antibiotic treatment. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17235402
[ Accesed 26 agustus 2016]
4.
Brook Itzhak, et al. 2014. Pediatric mastoiditis. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/966099-overview#a0104 [Accesed 26 agustus
2016]
5. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan.
Jakarta: Hipokrates. 1996.
6. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.
7. Rasad, sjahriar. Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta:FKUI. 2005
8. Widodo P dkk. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret Telinga
Tengah Penderita Mastoiditis Akutdi RS Dr Kariadi Semarang. 2005.
22

9. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu Penyakit
THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000.
10. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959;73:573588.
11. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000.
12. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of otitis
media. in: C.D.Bluestone,S.E.Stool(Eds.) PediatricOtolaryngology. Saunders, Philade
lphia, PA; 2003
13. Tortora, G. & Derrickson, B. 2009. Principle of Anatomy and Physiology. 12th ed.
John Wiley & Sons: USA.

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Isi KTI
    Daftar Isi KTI
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi KTI
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Gizi Seim Bang
    Gizi Seim Bang
    Dokumen2 halaman
    Gizi Seim Bang
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • ANC2
    ANC2
    Dokumen3 halaman
    ANC2
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • ANC2
    ANC2
    Dokumen2 halaman
    ANC2
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Apendisitis Beh
    Apendisitis Beh
    Dokumen28 halaman
    Apendisitis Beh
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bab I Apendisitis
    Bab I Apendisitis
    Dokumen3 halaman
    Bab I Apendisitis
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bibeh KPD
    Bibeh KPD
    Dokumen33 halaman
    Bibeh KPD
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bibeh KPD
    Bibeh KPD
    Dokumen40 halaman
    Bibeh KPD
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen37 halaman
    Lapkas
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Menopause
    Menopause
    Dokumen12 halaman
    Menopause
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • CHF2
    CHF2
    Dokumen4 halaman
    CHF2
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bibeh KPD
    Bibeh KPD
    Dokumen33 halaman
    Bibeh KPD
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen14 halaman
    Bab I
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen26 halaman
    Bab Ii
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen26 halaman
    Bab Ii
    BibehCuy
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat