Anda di halaman 1dari 7

HASIL PENELITIAN

DATA DAN STATISTIK DESKRIPTIF

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari database Osiris.
Data terdiri dari perusahaan non keuangan yang terdaftar dari Inggris
pada periode 2001-2007. Data telah disaring dan perusahaan yang telah
kehilangan nilainya dengan kasus memiliki kesalahan dalam data
akuntansinya dieliminasi. Perusahaan yang dieliminasi tersebut memiliki
nilai ekstrim pada semua variabel.
Penelitian ini membutuhkan data kurang lebih 5 tahun berturutan untuk
mendapatkan jumlah periode yang cukup agar bisa diuji dengan second
order serial correlation. Hal ini mengakibatkan adanya unbalanced panel
sejumlah 258 perusahaan (1606 observasi). Pada hasil t-test menegaskan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara mean NTC dari sampel
(56,48) dan mean

NTC perusahaan non-keuangan dari Inggris (54,85)

untuk periode yang dianalisis (p-value adalah 0,7808). Juga tidak ada
perbedaan yang signifikan (p-nilai 0,3071) antara mean market-to-book
ratio (1,49) dan mean market-to-book ratio untuk perusahaan nonkeuangan dari Inggris (1,48).
Tabel

melaporkan

beberapa

statistik

deskriptif

untuk

kinerja

perusahaan, net trade cycle, dan variabel kontrol. Mean market-to-book


ratio adalah sebesar 1,48, sedangkan mediannya sebesar 1,30. Mean net
trade cycle adalah 56,47 hari (mediannya adalah 52,29 hari). Hutang rata-

rata membiayai 56,87% dari total aset, rasio peluang memiliki rata-rata
pertumbuhan 0,21, dan rata-rata ROA sebesar 5,59% (mediannya adalah
6,87%).
Tabel 2 menampilkan korelasi antara variabel yang digunakan dalam
analisis selanjutnya. Selain itu, penelitian ini menggunakan formal test
untuk memastikan bahwa masalah multikolinearitas tidak hadir dalam
analisis ini. Secara khusus, variance inflation factor (VIF) telah dihitung
untuk masing-masing variabel independen dalam model penelitian ini.
Nilai

VIF

terbesar

2.87,

yang

menegaskan

bahwa

tidak

ada

multikolinearitas dalam sampel yang ada, karena nilainya jauh dari 5


(Studenmund, 1997).

EFEK

DARI

MANAJEMEN

MODAL

KERJA

TERHADAP

KINERJA

PERUSAHAAN
Hasil yang diperoleh dari Persamaan. (1) muncul pada Tabel 3.
Konsisten dengan prediksi, hasil mengkonfirmasi adanya hubungan yang
signifikan secara statistik dan berbentuk inverted U-shaped antara kinerja
perusahaan dan modal kerja, karena koefisien untuk variabel NTC bernilai
positif (1> 0), dan untuk akarnya bernilai negatif (2<0). Oleh karena itu,
temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ketika tingkat modal kerja
berada di bawah tingkat optimal dari efek penjualan dan diskon yang lebih

tinggi untuk pembayaran awal mendominasi, modal kerja memiliki


dampak positif pada kinerja perusahaan. Sebaliknya, efek oportunity
costs dan efek financing cost mendominasi ketika perusahaan memiliki
tingkat modal kerja diatas tingkat optimal tersebut, akibatnya, hubungan
antara modal kerja dan kinerja perusahaan menjadi negatif. Koefisien
untuk variabel net trade cycle memungkinkan kita untuk menentukan
turning point dari sampel dalam penelitian ini dalam hubungan antara
kinerja perusahaan dan net trade cycle. Secara khusus, penelitian ini
menemukan turning point dari 66,95 hari.

FINANCIAL CONSTRAINT DAN TINGKAT OPTIMAL MODAL KERJA


Tujuan dari penelitian ini menegaskan bahwa perusahan yang memiliki
tingkat

modal

kerja

yang

optimal

dapat

memaksimalkan

kinerja

perusahan. Selain itu, penelitian ini memiliki tujuan lain yaitu menemukan

efek pendanaan yang mungkin pada tingkat optimal ini. Informasi


asimetris antara perusahaan dan pasar modal dapat mengakibatkan
Incredit rationing dan irisan antara biaya pendanaan internal dan
eksternal, karena kurangnya infomasi dapat menurunkan penilaian pasar
dari perusahaan dan proyek-proyek dan meningkatkan biaya perusahaan
dari pendanaan eksternal. Dengan demikian, ketika tingkat modal kerja
yang lebih tinggi membutuhkan pendanaan, yang berarti adanya biaya
tambahan, harapannya perusahaan lebih mungkin untuk menghadapi
kendala keuangan dengan cara memiliki tingkat modal kerja yang optimal
lebih rendah daripada perusahaan lainnya. Dalam rangka untuk menguji
ada atau tidaknya perbedaan tingkat modal kerja yang optimal antara
perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial dengan yang tidak
memiliki keterbatasan finansial, persamaan (1) diperpanjang dengan
memasukkan variabel dummy yang membedakan antara perusahaan
lebih mungkin untuk menghadapi keterbatasan finansial dan perusahaanperusahan yang kurang memiliki keterbatasan finansial berdasarkan
dengan klasifikasi yang berbeda yang dijelaskan di atas. Secara khusus,
DFC adalah variabel dummy yang mengambil nilai 1 untuk perusahaan
memiliki keterbatasan finansial, dan 0 sebaliknya. Sehingga, muncullah
persamaan baru sebagai berikut :

i, t+ 4 LEV i ,t + 5 GROWTH i ,t + 6 ROA i ,t + i ,t


( 2+ 2 DFCi , t ) NTC 2i , t + 3
( 1+ 1 DFC i ,t )NTC i , t +
Qi ,t = 0 +
Semua

variabel

dependen

dan

independen

didefinisikan

seperti

sebelumnya. Dengan konstruksi, ekspresi - 1 / 22 mengukur Tingkat


modal kerja optimal dari perusahaan yang kurang memiliki keterbatasan
finansial. Optimum dari perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial
berasal dari - (1 + 1) / 2 (2 + 2).
Tabel 4 menunjukkan hasil regresi lebih jauh dari perusahaan yang
memiliki keterbatasan finansial dan perusahaan yang kurang memiliki

keterbatasan finansial dikategorikan sesuai dengan skema klasifikasi di


atas. Hasil menunjukkan adanya hubungan yang berbentuk cekung antara
modal kerja dan kinerja perusahaan untuk perusahaan yang kurang
memiliki keterbatasan finansial. Tabel ini juga mencakup F-test untuk
memeriksa apakah koefisien dari variabel NTC yang signifikan bagi
perusahaan-perusahaan

yang

lebih

memiliki

keterbatasan

secara

finansial. Secara khusus, untuk perusahaan-perusahaan ini, tes F1


menunjukkan apakah koefisien NTC (yaitu (1 + 1)) adalah signifikan,
sedangkan tes F2 menunjukkan apakah koefisien NTC2 (yaitu ( 2 + 2))
adalah signifikan. Tes F2 menunjukkan bahwa koefisien NTC2 dari
perusahaan yang lebih memiliki keterbatasan finansial adalah negatif dan
signifikan di semua klasifikasi yang digunakan, hal itu menunjukkan
bahwa hubungan yang berbentuk cekung juga berlaku untuk perusahaanperusahaan ini.
Namun, investasi yang optimal dalam modal kerja tergantung pada
keterbatasan finansial yang ditanggung oleh perusahaan. Ketika kondisi
pendanaan yang hadir dalam analisis, hasil menunjukkan bahwa tingkat
optimal dari modal kerja lebih rendah untuk perusahaan-perusahaan lebih
cenderung memiliki keterbatasan finansial. Hal ini mungkin terjadi ketika
adanya biaya pendanaan yang lebih tinggi dari perusahaan-perusahaan
dan penjatahan modal yang lebih besar, karena semakin rendah investasi
modal kerja, semakin rendah kebutuhan pendanaan eksternal. Oleh
karena itu, pendekatan yang ada di penelitian ini memungkinkan kita
untuk memahami mengapa tingkat keterbatsan finansial ditanggung oleh
perusahaan mempengaruhi investasi dalam keputusan modal kerja.
Secara khusus, itu akan memungkinkan kita untuk membenarkan hasil
penelitian sebelumnya, yang menemukan bahwa investasi dalam modal
kerja tergantung pada sumber daya internal pendanaan, biaya pendanaan
eksternal, akses pasar modal dan kesulitan keuangan dari perusahaan.

KESIMPULAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyediakan bukti empiris
hubungan antara modal kerja dan kinerja perusahaan. Meskipun sudah
ada beberapa studi empiris meneliti apakah ada hubungan antara
investasi modal kerja dan nilai perusahaan, gagasan bahwa manajemen
modal kerja mempengaruhi nilai perusahaan dapat diterima secara luas.
Penelitian ini menggunakan model data panel dan menggunakan metode
GMM

dari

estimasi,

yang

memungkinkan

kita

untuk

mengontrol

heterogenitas yang tidak teramati dan untuk masalah endogeneitas


potensial.
Berbeda dengan temuan sebelumnya, kontribusi utama penelitian ini
adalah untuk mempelajari bentuk fungsional dari hubungan yang
disebutkan di atas. Analisis ini, yang belum dipertimbangkan literatur
sebelumnya, mengungkapkan bahwa terdapat hubungan berbentuk
inverted U-shaped antara modal kerja dan kinerja perusahaan, yang
berarti bahwa terdapat tingkat investasi modal optimal yang dapat
menyeimbangkan

biaya

perusahaan bekerja.

dan

manfaat

dan

memaksimalkan

kinerja

Penelitian ini mendukung gagasan bahwa pada tingkat modal kerja yang
lebih rendah, manajer lebih memilih untuk meningkatkan investasi modal
kerja dalam rangka meningkatkan penjualan dan diskon perusahaan untuk
pembayaran awal yang diterima dari pemasok. Namun, terdapat tingkat
modal kerja di mana investasi yang lebih tinggi mulai menjadi negatif
dalam hal value creation karena adanya beban bunga tambahan dan,
karenanya,

muncul

probabilitas

kebangkrutan

dan

risiko

kredit

perusahaan yang lebih tinggi.


Ada beberapa implikasi dari penelitian ini yang mungkin relevan bagi
manajer dan penelitian atas investasi modal kerja. Pertama, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa manajer harus peduli tentang modal
kerja, karena biaya dapat bergerak menjauh dari level modal kerja yang
optimal. Manajer harus menghindari efek negatif pada kinerja perusahaan
melalui kehilangan penjualan dan diskon berkurang untuk pembayaran
awal atau biaya pendanaan tambahan. Kedua, temuan penelitian ini
memperluas penelitian tentang relevansi manajemen modal kerja yang
baik dan menyarankan bahwa penelitian masa depan pada modal kerja
harus dapat mengontrol kendala finansial.

Anda mungkin juga menyukai