Kelas
Gejala
Kelas I (Mild)
Tidak ada gejala pada setiap tingkat tenaga dan tidak ada
Kelas III
(Moderate)
Kelas IV (berat)
Ronkhi basah
Kardiomegali
Gallop S3
Refluks hepatojugular
Kriteria Minor:
Edema ekstremitas
Dispnea d effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardia (>120/menit)
Major atau minor
Diabetes
Arteri koroner penyakit, termasuk angina dan serangan jantung , merupakan
penyebab paling umum yang mendasari gagal jantung kronis. Orang yang memiliki
serangan jantung beresiko tinggi mengembangkan gagal jantung kronis. Kebanyakan
orang dengan gagal jantung juga memiliki tinggi tekanan darah, dan sekitar satu dari
setiap tiga orang dengan gagal jantung juga memiliki diabetes.
PENYEBAB LAIN
Kondisi-kondisi lain dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan gagal
jantung kronis meliputi:
a) Kardiomiopati (penyakit dari otot jantung)
b) Penyakit katup jantung
c) Abnormal detak jantung atau aritmia
d) Bawaan penyakit jantung
e) Pengobatan untuk kanker, seperti radiasi dan obat kemoterapi tertentu
f) Gangguan tiroid
g)
Penyalahgunaan alkohol
h)
HIV / AIDS
i)
a)
b)
Batuk nokturnal
Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya
membangunkan pasien
b)
c)
4. Respirasi Cheyne-Stokes
a)
b)
c)
d)
Anoreksia
b)
Mual
c)
d)
7. Gejala Cerebral
a)
Status
mental
berkurang
Kebingungan
Disorientasi
Kesulitan berkonsentrasi
Gangguan memori
Sakit kepala
Insomnia
Kegelisahan
berubah
karena
perfusi
serebral
Mood swing
8. Nokturia
(Schoenstadt Arthur, 2008)
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a.
ii.
b.
c.
Sinus tachycardia
d.
Akral dingin
e.
2. Vena jugularis
a.
b.
3. Pemeriksaan Paru
a.
b.
Efusi pleura
i.
Sering bilateral
ii.
4. Pemeriksaan jantung
a. Titik impuls maksimum (PMI) dapat dipindahkan dan berkelanjutan
(seperti pada hipertensi) atau lemah, seperti dalam kardiomiopati
membesar idiopatik.
b. Ketiga dan suara jantung keempat: sering ada tapi tidak spesifik
c. Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid yang sering hadir pada pasien
dengan gagal jantung lanjut.
5. Perut dan ekstremitas
a. Hepatomegali
b. Asites (tanda akhir)
c. Penyakit kuning (menemukan akhir)
d. Peripheral edema
i.
ii.
iii.
6. Cardiac cachexia
Ditandai berat badan dan cachexia (dengan gagal jantung kronis parah)
7. Depresi
8. Disfungsi Seksual
9.
Pulsus alternans
a.
respon
kompensatorik
ini
mencerminkan
usaha
untuk
jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis
terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20
mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B
pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan
gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru
bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila
unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada
hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal
dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch
block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai
penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna
pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif
mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas
yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi
atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard
anterior, hipertensi tidak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat
mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya
gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia
sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar
serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya
kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional,
karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme
inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi
proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa
suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada
gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor
serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati
DAFTAR PUSTAKA
Anand I, McMurray JJV, Whitmore J, et al. Anemia and its relationship to clinical
outcome in heart failure. Circulation, 2004;110:149154.
th
Coats AJS. Anemia dan gagal jantung. PubMed Jurnal, 2004, Vol 90 (9).
Donald Silverberg. Anemia, penyakit ginjal kronis dan gagal jantung kronis:Sindrom
Anemia Kardiorenal. Medscape, 2009, Vol 10(4);189-196.
Goldberg Lee R. Heart Failure. Annals of Internal Medicine, 2010, Vol 15;2. heart
failure. Circulation, 2004;110:149154.
Lindenfeld Joann. Prevalence of anemia and effect on mortality in patients with heart
failure. American Heart Journal, 2005, Vol 149 Issue 3;391-401.
Maggioni, AP, 2005. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological
management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements, 2005 ;
J15-J20.
Murphy Niamh.F, Kenneth McDonald. Treatment of anemia in chronic heart failureoptimal approach still unclear. European Heart Journal, 2007, Vol 28;2185-2187.
Romeo, Ortiz, Miller, et al. Anemia. Heart Failure Online Journal, 2010.
Sandhu Ankur, Sandeep Soman, Michael Hudson, et al. Managing anemia in patient
with chronic Heart Failure:What do we know?. Vol 6;237-252.