Anda di halaman 1dari 4

PATOFISIOLOSI HEPATITIS B

Virus Hepatitis B (HBV) dapat menyebabkan suatu penyakit nekroinflamasi pada liver
dengan berbagai derajat keparahan. HBV umumnya menular melalui pajanan cairan tubuh
penderita (air liur, cairan menstrual, vaginal, atau seminal) melalui mikrolesi pada perkutan
atau mukosal.1,2 HBV dapat juga menular melalui transmisi perinatal pada bayi yang
dikandung oleh ibu yang terinfeksi HBV, baik pada intra uterus ataupun saat persalinan
melalui robekan plasenta.3 Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh HBV mempunyai
predisposisi untuk mengalami infeksi HBV kronis, karena :1
1

Pada neonatus sistem imunnya belum sempurna

Diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg ini menyebabkan
sel T helper tidak responsif terhadap HBcAg

HBeAg pada neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif

Adanya IgG anti HBc ibu yang secara pasif masuk dalam sirkulasi bayi akan
menutupi ekspresi HBcAg di permukaasn hepatosit bayi, sehingga akan
mengganggu pengenalan dan penghancuran hepatosit oleh sel T sitotoksik.

Yang pertama terjadi dalam hepatitis akut yaitu infeksi hepatosit oleh HBV,
menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel hepatosit. HBV memiliki
beberapa antigen virus yang penting, yaitu antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg,
pecahan produk HBcAg. Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas
(MHC) mayor kelas I, membentuk suatu sel yang mampu melakukan lisis pada sel T
sitotoksik. Selama infeksi HBV akut, berbagai mekanisme system imun diaktivasi untuk
mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan serum
transaminase, dan terbentuk antibody spesifik terhadap protein HBV, yang terpenting adalah
anti-HBs.1
Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons imun nonspesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah infeksi virus,
terjadi pengaktifan sistem imun non-spesifik, seperti interferon. Interferon ini meningkatkan
ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang terinfeksi HBV, sehingga nantinya
memudahkan sel T sitotoksik mengenal sel hepatosit yang terinfeksi dan melisiskannya.
Selanjutnya antigen presenting cell (APC) seperti sel makrofag atau sel Kupffer akan
memfagositosis dan mengolah HBV. Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan antigen
HBV dengan bantuan HLA kelas II pada sel CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan
dan membentuk suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin.

Sel CD4 ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2.
Diferensiasi ini tergantung pada sitokin yang mempengaruhinya.1
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN , yang
mana sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksik untuk mengenali sel hepatosit yang
terinfeksi HBV dan melisiskan sel tersebut, yang berarti juga melisiskan virus. Pada hepatitis
B kronis, sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2,
sehingga respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus intrasel.1
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan mengaktifkan sel
NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitif yang secara non-spesifik akan melisiskan
sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis dan proliferasi sel NK ini bergantung pada
interferon. Walaupun peran sel NK yang jelas belum diketahui, tampaknya sel ini berperan
penting untuk terjadi resolusi infeksi virus akut. Pada hepatitis B kronis diketahui terdapat
gangguan fungsi sel NK ini.1
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik. Untuk
memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas I tidak dapat
dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum
diketahui yang dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel
berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup.1
Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :1
1

Stadium I (Immune Tolerant)


Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung hanya 2-4
minggu saja. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun
serum ALT hanya sedikit atau bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak
menimbulkan gejala klinis.

Stadium II (Immune Active)


Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan
stimulasi sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi
proses inflamasi. Pada stadium ini HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNAHBV menurun jumlahnya karena sel yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis
B akut, stadium ini merupakan periode simtomatik dan umumnya berlangsung
selama 3-4 minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis stadium ini dapat
berlangsung selama 10 tahun atau lebih.

Stadium III (Inactive Chronic Hepatitis/ Immune Control)

Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan mampu


mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi menurun
jumlahnya dan replikasi virus aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat lagi
HBeAg dan kemudian muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah
DNA virus yang bermakna ditemukan walaupun DNA-HBV pasien tetap positif.
4

Stadium IV (Immune Escape)


HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs). 1

Petanda
HbsAg
Anti-HBs
DNA-VHB
Anti HBc
HbeAg
Anti Hbe
AST & ALT

Stadium I
+
_
+ kuat
+
+
_
N

Stadium II
+
_
+
+
+
_
meningkat

Stadium III
+
_
_
+
_
+
N

Stadium IV
_
+
_
+
_
+
N

Faktor yang dapat berperan dalam evolusi ke 4 stadium di atas adalah :1


1

Predisposisi genetic (Ras Asia)

Adanya virus lain (virus hepatitis D, virus hepatitis C)

Pengobatan menggunakan imunosupresif

Jenis kelamin (lelaki lebih buruk disbanding perempuan)

Timbul HBV mutan

Selain 4 stadium di atas sering juga dikenal stadium ke-5 yang disebut reaktivasi (Acute on
Chronic Hepatitis) yang dapat muncul secara spontan, maupun diperantarai imunosupresi
seperti terapi non-kemoterapi dan kemoterapi, infeksi HIV, post-transplantasi, atau resistensi
antiviral. AST/ALT akan meningkat kembali. HbeAg dapat ditemukan maupun tidak
ditemukan. 4

Dienstag, Jules L. 2005. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In


Harrisons : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical

Publishing Division.
Mast EE, Alter MJ, Margolis HS. 1999. Strategies to prevent and control hepatitis

B and C virus infections: a global perspective.Vaccine. 17(13-14):17303.


Beasley RP, Hwang LY, Lee GC, Lan CC, Roan CH, Huang FY, et al. 1983.
Prevention of perinatally transmitted hepatitis B virus infections with hepatitis B

immune globulin and hepatitis B vaccine. Lancet. 2(8359):1099102.


WHO. 2015. Guidelines for the prevention,care and treatment of persons with
chronic hepatitis b infection.

Anda mungkin juga menyukai