TEORI DASAR
2.1 .PENGERTIAN IRIGASI
Irigasi adalah segala usaha manusia yang berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan sarana
untuk menyalurkan serta membagi air ke bidang-bidang tanah pertanian secara teratur, serta membuang air
kelebihan yang tidak diperlukan lagi.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja membicarakan dan menjelaskan metode-metode
dan usaha yang berhubungan dengan pengambilan air dari bermacam-macam sumber, menampungnya dalam
suatu waduk atau menaikkan elevasi permukaannya, dengan menyalurkan serta membagi-bagikannya ke
bidang-bidang tanah yang akan diolah, tapi juga mencakup masalah-masalah pengendalian banjir sungai dan
segala usaha yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pengamanan sungai untuk keperluan pertanian.
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya 4 unsur fungsional pokok, yaitu :
Bangunan – bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya dari sungai atau waduk.
Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier.
Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan
dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak
tersier.
Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau saluran-
saluran alamiah
2.8. SALURAN
Pada jaringan irigasi, saluran pembawa dapat dibagi :
Saluran induk (primer)
Adalah saluran yang dimulai dari pintu pemasukan atau pengambilan bebas sampai ke bangunan bagi.
Saluran sekunder
Adalah saluran yang mengairi satu atau lebih petak tersier dan menerima air dari saluran induk atau
saluran tersier sebulumnya.
Saluran tersier
Adalah saluran yang mengairi satu petak tersier dan menerima air dari saluran sekunder. Luas petak
tersier 50 – 150 ha.
Saluran kuarter
Adalah saluran yang mengairi satu petak sawah dan menerima air dari saluran tersier. Luas petak kuarter
8 – 15 ha.
Saluran pembuang
Adalah saluran yang dipakai untuk membuang air yang telah dipakai pada petak-petak petani dan mengaliri
daerah garis tinggi atau tegak lurus di atasnya dan terletak pada daerah rendah atau lembah-lembah.
2.10.2.Petak Tersier
Harus sedapat mungkin kelihatan bebas dan jarak sawah yang terjauh dari bangunan sadap 3 km, agar
dapat memudahkan dalam pembagian air.
Luas petak tersier tergantung dari bentuk lapangan yang berkisar 50 – 150 ha.
Batas-batas petak tersier sedapat mungkin nyata kelihatan, misalnya ditentukan menurut :
Jalan raya / jalan desa
Saluran induk / saluran sekunder
Saluran pembawa / saluran pembuang
Batas kabupaten / kecamatan / desa
Sungai
2.12.1.Sistem supply
Saluran-saluran dan bangunan-bangunan dalam suatu jaringan irigasi diberi nama, dan pemberian
nama tersebut dengan prinsip bahwa nama-nama harus logis sederhana tapi mampu memberikan gambaran
cukup jelas mengenai daerah irigasi yang bersangkutan. Nama harus cukup pendek dan memberikan petunjuk
terhadap letak bangunan, saluran pemberi, saluran drainase maupun patak-petak sawah dalam suatu daerah
irigasi.
Pemberian nama perlu memperhatikan kemungkinan adanya tambahan bangunan-bangunan
dikemudian hari, sehingga dengan adanya bangunan-bangunan baru tersebut sistem pemberian nama yang
telah dilaksanakan tidak perlu diubah. Salah satu contoh sistem pemberian nama adalah sebagai berikut :
• Saluran Primer diberi nama menurut nama sungai tempat mengambil air, tetapi juga diberi
nama dengan cara lain misalnya menurut nama daerah yang dilayani. Misalnya suatu saluran primer
mengambil air dari sungai Antara dan melayani daerah Kampung Paria, saluran dapat diberi nama
saluran Antara, juga dapat diberi nama saluran Kampung Paria.
• Saluran Sekunder diberi nama menurut nama desa yang dekat dengan permulaan saluran.
Misalnya saluran sekunder Paria, berarti saluran sekunder tersebut permulaannya dekat desa Paria.
• Suatu saluran dibagi menjadi bagian-bagian atau ruas-ruas. Misal suatu ruas mempunyai nama
Rs2 berarti ruas itu terletak antara Bs1 dengan Bs2.
• Bangunan pembagi diberi nama seperti pemberian nama pada suatu ruas, tapi huruf R yang
artinya ruas, diganti dengan huruf B yang berarti bangunan. Dalam hal ini bangunan pembagi.
Misalnya Bs1 berarti bangunan pembagi pada akhir ruas Rs1.
• Nama bangunan-bangunan antara bangunan pembagi diberi nama sesuai nama
bangunan pembagi di sebelah hilirnya, kemudian ditanbah huruf kecil berturut-turut dari hulu ke arah
hilir. Misalnya Bs1a ; Bs1b ; Bs1c ; dan seterusnya.
• Saluran tersier diberi nama menurut bangunan bagi dimana saluran tersier itu menerima air,
dan huruf B yang berarti bangunan dihilangkan dan diberi tambahan indikasi yang memperjelas posisi
saluran. Misal untuk menunjuk arah kanan diberi indikasi ka, tengah ta, kiri ki. Sebagai contoh adalah
saluran tersier s2ka (arah aliran pada saluran tersier itu menerima air dari Bs2 dan arah aliran pada
saluran tersier itu ke sebelah sisi kanan saluran besar pada Bs2.
SiKi
90 120
artinya adalah :
unit tersier ini dilayani saluran tersier siki
luas unit tersier adalah 90 ha
kebutuhan air pada saat rendaman penuh 120 l/dt
2.12.2.Saluran Pembuang
Saluran pembuang pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang lebih kecil. Beberapa
diantaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak sungai/anak sungai tersebut akan
ditunjukkan dengan sebuah huruf bersama-sama dengan nomor seri. Nama-nama ini akan diawali dengan huruf
d (d=drainase).
A × NFR × c
Q= (sumber : Kp 03, hal 4)
e
dimana :
Q = debit rencana (m3/dt)
c = koefisien lengkung kapasitas tegal / rotasi
= 1 untuk l < 10.000 ha
A = luas daerah yang akan diairi (ha)
e = efisieinsi
= 0,8 untuk saluran tersier dan 0,9 untuk saluran primer dan sekunder
NFR = kebutuhan air normal / netto untuk tanaman padi
= 1,2 – 1,5 l/dt/ha
= 1 mm/hr = 1/8,64 l/dt/hr
2.13.3.Dimensi
Saluran Debit rencana K
m3/dtk m1/3/dtk Pada
Q > 10 45 perhitungan
5 < Q < 10 42,5 dimensi saluran
1<Q<5 40 digunakan
Q<1 dan saluran tersier 35 rumus Harring
Huizen :
V = 0,42 (Q)0,182 (m/dt)
h’ = 0,775 (Q)0,284 (m)
n = 3,96 (Q)0,25 - m (m)
b = n * h’
Kontrol h’ akibat pembulatan b ;
A =Q/V
A = (b + m.h)h
P = b +( 2h × 1 +m 2 )
A
R = (m)
P
w = 0,25h + 0,3 (m)
T = b + 2 mh (m)
2
I =
V
k .R 2 / 3
Dimana :
A = luas penampang saluran (m2)
h = tinggi muka air pada saluran (m)
m = kemiringan talud
n = perbandingan b dengan h
w = tinggi jagaan (m)
Q = debit aliran (m3/dt)
2.15.1.1.Perencanaan Hidrolis
Perencanaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian segi empat adalah:
Q = Cd Cv 2/3 (2/3 g)1/2 bc h11,50 (sumber : Kp 04, hal 7)
Dimana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
= Cd adalah 0,93 – 0,10 H1/L ; untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 adalah tinggi energi hulu, m
L adalah panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m
Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari gambar 2.1, yang memberikan harga-harga C v untuk
berbagai bentuk bagian pengontrol.
Gambar 2.1 Cv sebagai fungsi perbandingan Cd A*/A’
(sumber Kp-04, hal 8)
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah:
Q = Cd (bcyc + mc2) [2g ( H1 – yc)0,5] (sumber : Kp-04,hal 8)
Dimana :
bc = lebar mercu pada bagian pengontrol, m
yc = kedalaman air pada bagian pengontrol, m
m = kemiringan samping pada bagian pengontrol
2.16.2.Pintu Sorong
2.17.2.Bangunan Pengatur
Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran ditempat-tempat dimana terletak bangunan sadap
dan bagi.
Khususnya di saluran-saluran yang kelihatan tinggi energinya harus kecil, bangunan pengatur harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Misalnya pintu
sorong harus dapat diangkat sepenuhnya dari dalam air selama tejadi debit rencana, kehilangan energi harus
kecil pada pintu scot balk jika semua balok dipindahkan. Disaluran-saluran sekunder dimana kehilangan tinggi
energi tidak merupakan hambatan, bangunan pengatur dapat dirancang tanpa menggunakan pertimbangan-
pertimbangan di atas.
2.17.3.Bangunan Sadap
2.18.BANGUNAN PELENGKAP
2.18.1.Bangunan terjun
Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan maksimum telah lebih curam dari
kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan semacam ini mempunyai empat bagian fungsional
yang masing-masing memiliki sifat perencanaan yang khas.
• Bangunan hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aluran menjadi superkritis.
• Bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah.
• Bagian tepat di sebelah hilir potongan U yaitu tempat dimana energi diredam.
• Bagian peralihan saluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi.
Besaran-besaran ini dapat digabung untuk membuat perkiraan awal tinggi bangunan terjun.
∆ Z = ( ∆ H + Hd ) – H1
Untuk perkiraan awal Hd, boleh diandaikan bahwa :
Hd = 1,67 H1
Kemudian kecepatan aliran pada potongan U dapat diperkirakan dengan:
Vu = 2.g.∆ Z
Dan selanjutnya :
Yu = q / Vu
Aliran pada potongan U kemudian dapat dibedakan sifatnya dengan bilangan Froude tak berdimensi :
Fru = Vu / 2.g.∆ Z
Geometri bangunan terjun dengan perbandingan panjang yd/∆ z dan Lp/∆ z kini dapat dihitung dari
Gambar 2.3
Gambar 2.3 Grafik tak berdimensi dari geometri bangunan terjun tegak
(KP-04 Hal 88)
Catatan :
• Bila perubahan tinggi energi di atas bangunan < 1,50 m, digunakan bangunan terjun tegak.
• Bila perubahan tinggi energi ( tinggi jatuh ) > 1,50 m, digunakan bangunan terrjun miring.
• Untuk Fru < 1.7 ; tidak diperlukan kolam olak.
• Bila 1,7 < Fru < 2,5 ; digunakan terjunan dengan ambang ujung.
• Bila 2,5 < Fru < 4,5 ; digunakan kolam USBR tipe III, kolam Vlugter atau kolam dengan ambang
ujung.
2.18.2.Siphon
Shipon adalah bangunan yang membawa air melewati bawah saluran (biasanya pembuang) atau jalan.
Pada shipon air mengalir karena tekanan. Perencanaan hidrolis shipon harus mempertimbangkan kecepatan
aliran, kehilangan pada peralihan masuk, kehilangan karena gesekan, kehilangan pada bagian siku shipon,
serta kehilangan pada peralihan keluar. Diameter minimum shipon adalah 0,60 m, untuk memungkinkan
pembersihan dan inspeksi. Disaluran-saluran yang lebih besar, shipon dibuat dengan pipa rangkap (double
barrels) guna menghindari kehilangan yang besar didalam shipon, jika bengunan itu tidak mengalirkan air pada
debit rencana. Pipa rangkap juga menguntungkan dari segi pemeliharaan dan mengurangi biaya pelaksanaan
pembangunan. Shipon yang panjangnya lebih dari 100 m harus dipasang dengan lubang periksa ( man hole)
dan pintu pembuang, jika situasi memungkinkan khususnya untuk jembatan shipon.
Kecepatan aliran
Untuk mencegah sedimentasi, kecepatan aliran dalam shipon harus tinggi. Tetapi kecepatan yang tinggi
menyebabkan bertambahnya kehilangan tinggi energi. Oleh sebab itu keseimbangan antara kecepata aliran
dan kehilangan tinggi energi yang diijinkan harus tetap terjaga. Kecepatan aliran dalam shipon harus dua kali
lebih tinggi dari kecepatan normal aliran dalam saluran. Kecepatan yang dianjurkan adalah 1,5 – 3,0 m/det
2.18.3.Talang dan Flume
Talang adalah saluran buatan yang dibuat dari pasangan beton, baja atau kayu. Didalamnya air
mengalir dengan permukaan yang bebas, dibuat melintasi lembah, saluran pembuang, saluran irigasi, sungai,
dsb.
Potongan melintang
Potongan melintang bangunan tersebut ditentukan ole nilai banding b/h, dimana b adalah lebar
bangunan dan h adalah kedalaman air. Nilai-nilai banding berkisar antara 1 – 3 yang menghasilkan potongan
melintang hidrolis yang ekonomis.
Kemiringan melintang
Kecepatan dalam bangunan lebih tinggi daripada kecepatan di potongan saluran biasa, tetapi
kemiringan dan kecepatan dipilih sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi kecepatan superkritis, karena
aliran cenderung sangat tidak stabil. Untuk itu nilai banding potongan melintang diatas memberikan kemiringan
maksimum (i)=0,002.
Tinggi jagaan
Untuk talang yang melintas sungai atau pembuang harus dipakai harga-harga ruang bebas berikut :
• Pembuang intern : Q5 + 0,50 m
• Pembuang ekstern: Q25 + 1,00 m
• Sungai : Q25 + ruang bebas bergantung keputusan perencana, tetapi tidak kurang dari 1,50 m.