Anda di halaman 1dari 10

Situasi Papua : April 2009

Laporan Tim Investigasi ALDP

Topik I: Penggeledahan Kantor Dewan Adat Papua(DAP)


Jumat, (3/04) sekitar pukul 12.00 WP Kantor Dewan Adat Papua (DAP) yang beralamat di kompleks
ekspo Waena, didatangi oleh pihak aparat keamanan dari satuan Polresta Jayapura dengan
menggunakan 3 truck dan 1 mobil kijang mereka memasuki halaman kantor DAP dan mulai
menggeledah kantor tersebut dengan mendorong pintu depan.Beberapa anggota langsung masuk ke
ruangan -ruangan mengambil beberapa buku, bendera bintang kejora hiasan berukuran mini, tas,
dokumen, spanduk, laptop, 1 unit computer serta membawa 15 orang aktifis KNPB.

Tidak hanya itu,aparat kepolisian juga mendapat 2 senjata api yang belum diketahui pemiliknya. Senjata
didapat ketika aparat mulai mengumpulkan orang – orang yang berada di kantor di teras depan
kantor.Konon senjata tersebut dilihat oleh salah seorang petugas terletak di atas tas ransel di belakang 2
orang yang dicurigai oleh polisi sebagai ‘pemiliknya’ yakni Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo. Mereka
semua langsung dibawa dengan menggunakan truck Dalmas ke Polresta Jayapura.

Akibat dari penggeledahan tersebut,barang milik kantor tersebut rusak parah seperti 4 pintu, computer,
lemari dan lainnya. Menurut saksi yang berada di sekitar kantor, bahwa pada awalnya ia sedang
membersihkan halaman di sekitar rumahnya yang berada tepat di samping kantor tersebut sekitar pukul
11.30 WP, namun kira-kira 25 menit kemudian tiba-tiba terdengar bunyi sirine mobil polisi yang
langsung memasuki halaman kantor kemudian aparat polisi berpakaian lengkap mulai menggeledah
kantor. Hingga kini belum diketahui pasti motif yang jelas dari penggeledahan tersebut, dan ke 15 orang
yang dibawa ke Polresta Jayapura tidak diketahui secara pasti keterlibatan atau dugaan criminal yang
mereka lakukan.

Ada info berkembang, bahwa penggeledahan kantor DAP diawali dengan kejadian di sekitar jalan raya
padang bulan menuju TMP,atau yang lebih dikenal dengan nama “tikungan ale-ale”.Memang pada pagi
itu,jum’at 3 april 2009 terjadi keributan soal sengketa tanah atas nama Pengusaha Rasli dengan
masyarakat pengunungan saat akan dilakukan pengerukan.Ketika itu Tim satuan Polda datang untuk
membantu menyelesaikan.Saat menuju lokasi,mobil truk milik Polda dipanah oleh sekelompok orang
pengunungan dan hal itu yang menyebabkan tim Polda Papua menuju ke kantor DAP di depan Expo
Waena untuk mencari pelaku.

Menurut versi yang lain,bahwa kejadian ini berawal dari penangkapan terhadap 2 orang aktifis
mahasiswa di pelabuhan Jayapura yaitu Serafin Diaz yang baru saja datang dari Sorong dengan
menggunakan KM LAbobar pada pagi hari ditanggal yang sama(3 april 2009). Saat Serafin Diaz
ditangkap,Serafin Diaz sempat menghubungi Musa Tabuni alias Mako Tabuni,Musa Tabuni yang berniat
datang untuk menolong Diaz,ditangkap juga oleh pihak Reskrim Polda Papua.Penangkapan mereka
terkait dengan aksi demonstrasi dari DAP dan KNPB pada tanggal 10 maret di Expo Waena,kantor Pos
Abe dan DPRP dilanjutkan dengan mencari beberapa activist lainnya ke kantor DAP yang terlibat dengan
aksi tersebut.

Ketika Tim Investigasi dan PH dari ALDP dan LSM lainnya,mengecek kebenaran informasi seputar
kejadian ke Polresta Jayapura sambil mendampingi 14 orang aktifis KNPB.Kasatreskrim polresta Jayapura
menjelaskan kronologis yang berbeda.Yaitu bahwa intinya pada hari jumat tanggal 3 april 2009 ada 3
kejadian yang berbeda.Pertama,penangkapan Serafin Diaz dan Musa Tabuni di pelabuhan Jayapura
berkaitan peristiwa unjuk rasa saat tanggal 10 maret 2009.Kedua,peristiwa masalah tanah di tikungan
ale-ale padang bulan dan ketiga,penggeledahan kantor DAP, menurutnya bahwa ketiga kejadian
tersebut terpisah.Anggota polisi yang membantu penyelesaian kasus tanah tim yang berasal dari Polda
sedangkan yang melakukan penggeledahan adalah tim gabungan.Menurutnya,sebenarnya tujuan Tim
adalah melakukan sweeping di wilayah Expo Waena dan sekitarnya,seperti yang pernah dilakukan
sebelumnya.Akan tetapi pada saat Tim tiba di lokasi Expo,massa yang banyak berkerumun di depan
kantor DAP berlarian menuju kantor DAP,atas alasan itulah tim Polresta bergerak menuju kantor DAP.

Sore setelah kejadian, situasi sempat tegang,informasi berkembang bahwa akan ada penyisiran ke
beberapa pemukiman orang pengunungan termasuk asrama mahasiswa.Namun yang terjadi adalah
meluncurnya 4 truk Dalmas yang bergerak dari arah Jayapura,berputar sebentar di Buper Waena dan
kembali turun di sekitar Expo.Aparat kepolisian di dalamnya langsung melakukan sweeping dari rumah
ke rumah yang berada di wilayah Expo,tepatnya anjungan – anjungan yang sudah menjadi rumah
tinggal,setelah itu mereka terus berjaga-jaga dimuka jalan.Keesokan harinya(4/4/2009) masih dilakukan
patroli oleh pihak kepolisian di sekitar lokasi tersebut.”pasukan akan terus melakukan pengaman
berkaitan dengan menjelang Pemilu..” jelas kapolresta Jayapura saat ditemui pagi hari(4/4/2009)…”saat
ini pengamanan malam hari tidak lagi dengan tongkat polisi akan tetapi dengan senjata
lengkap..’jelasnya.

Berkaitan dengan penemuan 2 pucuk senpi jenis Bareta buatan Italia yang secara phisik mirip pistol jenis
FN.Bareta menggunakan peluru yang agak berbeda,berbentuk besi bulat-bulat mirip agel. Bareta bukan
senjata standar,dikenal sebagai senjata pengawasan,bukan juga senjata milik kesatuan organic.Bareta
yang lama beredar melalui pasar gelap dari gudang-gudang senjata di dearah konflik sedangkan produksi
yang baru sekarang ‘dijual’ bebas. Bareta,ditemukan di dalam ransel milik Mariben Kogoya dan Dina
Wanimbo,ketika ditanya keduanya tidak menjawab.Sesampai di polresta Jayapura,barulah kedua aktifis
tersebut mengatakan bahwa benda tersebut bukan milik mereka akan tetapi ‘dititipkan’ dan mereka
tidak tahu milik siapa.Pernyataan tersebut hingga kini masih misterius,sebab menurut pengakuan para
aktifis KNPB tidak ada satupun yang memiliki senjata tersebut.Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo
memberikanketerangan di polresta dengan maksud bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui kalau
senjata tersebut milik siapa.

Masih mengenai senjata tersebut,seorang saksi mata di TKP menjelaskan bahwa dia sempat mendengar
seorang polisi mengatakan “itu kamu punya pistol kah?”sambil menunjuk ke belakang kedua aktifis
tersebut.Saat itu terjadi penggeledahan tanpa perlawanan,semua aktifis duduk tegang di depan teras
sehingga tidak sempat melakukan sesuatu apapun.Saksi itu sempat mengambil gambar pistol di atas
ransel dan seorang anggota polisi berpakaian preman yang membuka sarung pistol tersebut.Keterangan
lain menjelaskan bahwa saat Dina dan Mariben memasuki halaman kantor DAP, seseorang mencegat
mereka dan mengatakan agar mereka mengamankan sebuah tas yang tergeletak di atas meja di ruang
tengah kantor DAP.Saat mereka membawa tas tersebut keluar, mereka digeledah,tas tersebut diambil
dan terdapat 2 pucuk pistol di dalamnya.

Setelah 15 orang dibawa ke polresta Jayapura untuk dilakukan interogasi,mereka kemudian digiring ke
polda Papua sore harinya.Akan tetapi tidak jelas terjadi koordinasi seperti apa di tingkat kepolisian,
kemudian malam harinya mereka dikembalikan ke Polresta Jayapura,kecuali Yance Mote.Keesokan
paginya,beberapa Pengacara dan aktifis LSM seperti Iwan Niode,Latifah Anum Siregar,Faisal Tura,Hamim
Mustafa dari ALDP, Koordinator KontraS Papua Harry Maturbongs,Gustaf Kawer,Pieter Ell,Jimmy Ell dan
Johanis Gewab mendatangi Polresta Jayapura.Tim tersebut sempat bertemu dengan kapolresta
Jayapura didampingi kasatreskrim polresta J Takamuli mendiskusikan kondisi dan status ke 14 orang
tersebut (Mariben Kogoya,Dina Wanimbo,Charles Asso,Herad Wanimbo,Ogra Wanimbo,Terry
Setipo,Fendi Taburai,Nerius Sanimbo,Uria Kehy alias Uri (staff DAP),Leonard Loho,Sepa pahabol,Viona
Gombo,Nus Kosay dan Yohanes Elopere).

Intinya 14 orang tersebut dibebaskan,2 diantaranya yakni Mariben Kogoya dan Dina Wanimbo
dikenakan wajib lapor berkaitan dengan keberadaan 2 pistol,barang – barang milik mereka juga
dikembalikan.14 Orang berikut tim PH dan LSM meninggalkan Polresta Jayapura sekitar pukul 11.30 WP
tanggal 4 april 2009,menuju kantor ALDP,setelah dilakukan diskusi, mereka diantar kembali ke kantor
DAP sedangkan Tim PH menuju Polda untuk mendampingi 3 orang lainnya.Sayangnya hari itu digelar
rapat antara Reskrim Polda, penyidik dan kapolda sehingga direncanakan untuk bertemu pada hari
senin tanggal 6 april 2009.Pada pertemuan senin tanggal 6 april 2009 pembicaraan dilakukan berkaitan
dengan persiapan pemeriksaan yang direncanakan tanggal 7 april 2009,pada jumat dan sabtu
sebelumnya ketiga aktifis tersebut sudah juga diperiksa

Serafin Diaz,Musa Tabuni dan Yance Mote alias Amoye tetap ditahan sambil mengikuti proses
penyidikan di Polda Papua.Yance Mote sebenarnya 1 dari 15 orang yang dibawa pada saat
pengeledahan di kantor DAP akan tetapi tetap ditahan berkaitan dengan orasinya di tanggal 10 maret
2009. Untuk Serafin Diaz nampaknya polisi memiliki pertimbangan tersendiri sebab proses penyidikan
terhadapnya kemungkinan akan difollow up di Jakarta,dengan kata lain ada pertimbangan Diaz akan
dipindahkan ke mabes Polri. Hal ini terkait dengan record Diaz di Mabes Polri atas keterlibatannya pada
aksi massa di sejumlah tempat yakni di Jawa dan Bali. Setelah coba dikonfirmasikan keberadaan Diaz ke
aktifis KNPB, ternyata tidak banyak yang mengetahui latarbelakang aktifis asal Kupang yang besar di
Tmor Leste tersebut.

Menurut pengakuan Diaz, saat ditemui di Polda tanggal 6 april 2009,Diaz datang ke Jayapura pada
tanggal 19 Januari 2009 dari arah Surabaya,dia tercatat sebagai mahasiswa pada salah satu perguruan
tinggi di Denpasar sejak 2002 dan mengenal serta bergabung dengan aktifis Papua yang kuliah di Jawa
dan Bali sekitar tahun 2006 terutama saat menggelar aksi demo anti Freeport. Begitu sampai di Jayapura
Diaz yang dikenal dengan sebutan ‘jenderal’ langsung menjadi salah satu orator demo di 10 Maret 2009
juga di depan pengadilan saat sidang Buktar. Kala itu beberapa orang teman yang melihat Diaz orasi di
pengadilan sempat juga bertanya-tanya mengenai latar belakang aktifis tersebut. Keberadaan Diaz bagi
sebagian orang mengingatkan pada sosok Maman,aktifis yang muncul pertama kali saat demo mogok
makan di DPRP menyusul sidang kasus Abepura di Makasar lantas Maman mulai aktif dan terakhir
terlihat waktu demo 16 maret 2006,kemudian Maman menghilang.Serafin Diaz ditahan dengan
SP.HAN/17/IV/09/DITRESKRIM, Musa Tabuni ditahan berdasarkan SP.HAN/18/IV/09/DIRESKRIM dan
Yance Mote ditahan berdasarkan SP.HAN/19/IV/09/DIRESKRIM dengan tuduhan pasal 106 dan 160
KUHP,(Makar dan Penghasutan).

Sore tanggal 4 april 2009,sekretaris DAP didampingi Iwan Niode SH dari ALDP dan aktifis KNPB
melakukan jumpa pers untuk mengklarifikasi peristiwa dan pemberitaan tersebut.Sekretaris
DAP,Leonard Imbiri dengan tegas mengatakan bahwa peristiwa penggeledahan itu menunjukkan proses
penegakan hukum tidak dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku sebab dia tidak melihat
adanya alasan yang jelas dari penggeledahan tersebut,DAP juga tidak memiliki program untuk memiliki
senjata api dan dokumen resmi DAP adalah hasil-hasil sidang yang ditandatangani DAP, diluar itu bukan
merupakan dokumen DAP. Saat di ruangan Kasatreskrim Polresta,bersama wartawan Cepos,ketua ALDP
Latifah Anum Siregar mengatakan ..’…berita di cepos harus diluruskan demi posisi dan kepentingan
semua pihak..”,juga meminta pihak polresta Jayapura menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.

Ketua DAP Forcorus Yaboisembut pada Cepos tanggal 6 april 2009 mengatakan bahwa penggrebekan
Kantor DAP itu rekayasa dan jebakan karena DAP sebagai organisasi masyarakat yang vocal dengan
pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua.”Aksi seperti itu sudah basi karena DAP
dianggap sebagai organisasi yang berbahaya bagi keutuhan Republik Indonesia..”.Forcorus juga meminta
pihak Polda mengembalikan fasilitas dan barang-barang kantor Dap yang disita.”Peralatan yang berbau
pidana silahkan kamu tahan sebagai barang bukti dari para pemiliknya sedangkan fasilitas kantor DAP
harus dikembalikan…’.

Kejadian tanggal 3 dan 4 april 2009 menimbulkan beberapa pertanyaan.kepemilikan 2 pistol yang masih
misterius dan juga mengenai kejadian di kantor DAP.Apakah itu pengerebekan,penggeledahan atau
sweeping?.Jika dikaitkan dengan peristiwa Pelabuhan dan tikungan ale-ale maka penggeledahan tentu
harus menggunakan prosedur resmi yakni dengan menunjukkan surat perintah Penggeledahan serta
didampingi RT. Jika tidak ada hubungannya dengan kedua peristiwa sebelumnya maka petimbangan
seperti apa yang menjadi alasan kuat bagi aparat kepolisian untuk menuju ke kantor DAP,mengikuti
beberapa aktifis lantas melakukan penggeledahan dan bukan sweeping biasa.Sebab kalau disebutkan
sweeping tentu saja aktifitas dan dampak yang ditimbulkan tidak ‘separah’seperti yang terlihat setelah
mereka meninggalkan kantor DAP.Mereka merusak pintu – pintu ruangan yang terkunci,membongkar
lemari,meja,mengambil hardisk,CPU bahkan motor milik penjaga kantor DAP.

Jadi apapun alasannya sweeping,penggeledahan atau penyergapan tetap harus diminta klarifikasi dan
pertanggungjawabannya.Apalagi akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut sangat merugikan
posisi dan pencitraan DAP. Bahkan berita dari stasiun RCTI siang hari tanggal 4/4/2009 menyebutkan
ada 17 orang anggota OPM ditangkap dan menyembunyikan senjata.Ataukah ini memang bagian dari
scenario tersebut?.
Setelah peristiwa penggeledahan,aktifis KNPB kembali ke kantor DAP. Sejak digusur dari makam Theys di
Sentani,mereka menjadikan kantor DAP sebagai titik kumpul.Setiap harinya paling tidak ada sekitar 10 -
15 orang yang berada di kantor tersebut,pada malam hari jumlah mereka lebih banyak.Oleh DAP
mereka diberikan hanya satu ruangan saja,selebihnya mereka menaruh barang-barang seperti ransel
dan buku-buku di ruang tengah sedangkan ruangan lainnya dalam posisi terkunci. Mereka juga
mendirikan tenda yang menempel pada halaman belakang kantor DAP.Sebelumnya daerah Expo Waena
dan sekitarnya memang sudah menjadi wilayah komunitas orang dari pengunungan yang sebagian besar
menempati anjungan eks pameran. Keberadaan aktifis KNPB ditambah dengan maraknya kampanye dan
pengerahan massa asal penggunungan maka tidak bisa dipungkiri konsentrasi dan mobilisasi orang
pengunungan makin meningkat.Dan dengan alasan pengamanan menjelang Pemilu,sweeping dan
patroli di sekitar daerah tersebut tetap berlangsung.Para akitifis KNPB nampaknya tak juga mau tinggal
diam,hingga tanggal 7 april 2009 mereka kembali melakukan aksi di depan Expo Waena.Namun setelah
teror mewarnai pemilu tanggal 9 April 2009,nampak kantor DAP telah ditinggalkan oleh aktifis KNPB.

Menjelang Pemilu 2009 terjadi ekalasi kekerasan yang meningkat di Papua,di Wamena pada tanggal
yang sama 3 april 2009 terjadi juga penangkapan terhadap 2 orang aktifis dan 1 orang pelajar yakni
Matius Wuka, Ronny Marian dan Andre Wetipo(pelajar kelas 3 SMU YPK Wamena) keesokan harinya
mereka dilepas.Kasus yang dimulai pada awal Januari 2009 peristiwa penyerangan pos polisi di di
Tingginambut,Mimika dan beberapa tempat lainnya termasuk Nabire 7 april 2009 tentu mengundang
tanya apa sesungguhnya yang sedang terjadi?.Nampak ada keanehan sebab pelaku di Tingginambut,
termasuk 9 Agustus 2008 di Wamena dan tempat lain tidak bisa ditangkap apalagi diungkap tapi di lain
sisi DAP yang aktifitasnya akhir-akhir ini dicurigai sebagai bagian dari gerakan separatis,menyusul
beberapa aktifisnya digiring ke proses hukum dengan gampang diobok-obok oleh polisi.

Topik II :Pemilu dan Aksi Teror


Situasi menjelang,saat pemilu dan pasca pemilu di Papua,khususnya Jayapura ditandai dengan
berbagai aksi teror.Setidaknya di mulai pada rabu 8 April 2009 sekitar pukul 14.00 saat terjadi
ledakan bom rakitan di Jembatan Muara Tami,menyusul setelah itu ditemukan 2 bom rakitan di
sekitar tempat yang sama.Pukul 21.00 terjadi penganiayaan terhadap 5 warga pendatang
berprofesi tukang ojek di Wamena, 3 diantaranya meninggal dunia sedangkan 2 masih dalam
perawatan,aksi ini kembali terjadi tanggal 12 april 2009 yang menyebabkan kematian terhadap
seorang tukang ojek,terdapat luka bacok di sekitar wajah dan kepala korban.Di Biak,sekitar
pukul 22.00 terjadi kebakaran pada Depot Pertamina ,tanki nomor 11 disertai ledakan yang
berlangsung sekitar 1 jam.menelan belasan rumah dan seorang anak berusia 4 tahun meninggal
dunia. Sekitar pukul 24.00 dikabarkan terjadi kontak senjata di pos polisi Wutung,PNG dengan
kelompok tak dikenal.

Pada hari kamis tanggal 9 april 2009,dinihari Polsek Abepura diserang oleh sekelompok orang
tak dikenal.Tim ALDP yang melakukan investigasi di polsek Abepura,menginformasikan malam
itu polisi berpakaian lengkap dan preman sibuk berjaga-jaga dan memeriksa dengan ketat
setiap orang yang lalu lalang di sekitar jalan raya Abepura. Pada saat melakukan pengejaran,
penyerang yang melarikan diri terbagi dalam 2 kelompok,seorang di barisan terakhir terkena
peluru panas dan meninggal di samping Toko Sumber Makmur,hingga dimakamkan tak ada
keluarganya yang datang.Pada pukul 03.00 Gedung rektorat Uncen(Lt 1) di Waena terbakar,
saat warga dan mahasiswa berniat naik untuk membantu memadamkan api, mereka dilarang
oleh aparat keamanan.Selain itu terjadi juga kontak senjata dengan TPN/OPM di pos
Tingginambut di Puncak Jaya sekitar pukul 24.00.Menjelang malam hari di tanggal 9 april 2009
nampak aparat berjaga-jaga di sekitar Abe,Wena dan depan asrama mahasiswa dengan
mengenakan senjata lengkap. Di skyline, sore hari satu truk garnizun naik ke arah pemukiman
masyarakat pengunungan.

Tanggal 12 april 2009,di lingkaran Abepura, tak jauh dari Polsek Abepura pukul 7.30 ditemukan
3 bom rakitan oleh 3 orang petugas kebersihan kota saat membersihkan tempat sampah.Bom
rakitan tersebut terdiri dari pipa paralon dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter 11 cm,
juga ditemukan sarung pisau dari kayu yang bergambar Bintang kejora.Malam sebelumnya
dikabarkan ada suara ledakan di jalan Ayapo belakang toko Sumber Makmur,tak jelas bom
rakitan atau bukan,ada informasi bahwa ledakan berasal dari botol parfum yang terbakar.

Tanggal 13 april 2009 malam hari sekitar pukul 19.30 terjadi penganiayaan terhadap 3 warga
sipil di sekitar Perumnas III Waena. Pelakunya datang tiba-tiba, melakukan penikaman dari
belakang kemudian menghilang,jarak kejadian antara satu korban dengan korban yang lain tak
begitu lama sehingga polisi menduga pelakunya adalah orang yang sama,pelaku mengecat
tubuh dan mukanya dengan warna gelap.Kejadian tersebut diawali dengan isu pembakaran
kampus Uncen (lagi), saat itu 2 unit mobil pemadam kebakaran berlari cepat dari arah
Jayapura,tak lama kemudian disusul 4 mobil pick up polisi yang sebelumnya digunakan untuk
pengamanan Pemilu dan truk pasukan.Sesampai di lokasi ternyata informasi kebakaran hanya
isu.Tanggal 14 April 2009, kantor KPU Provinsi Papua terbakar,dugaan sementara akibat arus
pendek setelah terjadi pemadam lampu yang merata dari Abe hingga ke kota Jayapura.

Jaringan telepon sejak malam tanggal 8 april 2009 sangat sulit untuk digunakan.Sementara
berbagai pesan teror berterbaran,entah untuk menanyakan kepada keluarga,teman atau
memang ada yang sengaja mengirimnya untuk menimbulkan ketakutan massal. Seperti isu
bahwa pasar Youtefa dan multi grosir di sekitar Abepantai akan dibakar atau diledakan atau
akan terjadi penyerangan ke rumah-rumah penduduk. Akibatnya hampir di setiap pemukiman
warga membunyikan tanda bahaya, berjaga-jaga di malam hari sambil lalu lalang membawa
pentungan,parang atau golok. Di beberapa asrama tentara dan polisi ,komandan kompleks
memerintahkan setiap RT untuk menghubungi warganya agar ‘jangan tidur terlalu nyenyak dan
berjaga-jaga..’.bayangkan saja kalau setiap warga mendengar komando tersebut sekitar pukul
22.00 malam hari,maka intensitas ketakutan dan kepanikan meningkat.

Mahasiswa yang berada di asrama sekitar Abe dan waena mengungsi ke rumah keluarga
masing-masing.Beberapa tempat kost di sekitar abe dan waena nampak sepi,seorang warga
waena yang mengungsi ke keluarganya di asrama Brimob Kotaraja mengatakan bahwa,di
markas Brimob saja warganya panic,bahkan ada yang mengatakan..’buka saja gudang senjata..’
sekitar pukul 21.00 malam pada tanggal 9 april 2009,lampu di sekitar markas Brimob
dipadamkan.Demikian juga warga sekitar perumahan Cigombong, saat itu sekitar pukul 19.30
warga yang masih serius mengikuti penghitungan suara tiba-tiba dikejutkan dengan isu bahwa
kompleks Cigombong akan diserang,semua berlari ketakutan, lampu-lampu dipadamkan,lampu
dinyalakan kembali setelah para laki-laki dewasa berjaga-jaga di depan rumah dengan
bersenjata golok dan pentungan.Tak lama kemudian satu truk Brimob datang menempati
sekitar lapangan,membuat suasana tambah mencekam.

Rangkaian aksi yang saling susul menyusul tersebut, ternyata sangat mempengaruhi kondisi
psikologi masyarakat,teror menyebar dan rasa takut dikalangan penduduk di Papua,khusus di
Jayapura meningkat. Akibat dari kejadian-kejadian tersebut,terutama yang dimulai pada
tanggal 9 april 2009, hampir di semua TPS tidak dilakukan penghitungan suara.Kotak suara
langsung diamankan di kantor distrik. Akses saksi dari berbagai parpolpun jadi sangat terbatas
sebab tidak dilakukan verifikasi data apalagi pembuatan Berita Acara. Ketegangan diantara
merekapun tak dapat dihindari,bahkan terjadi adu mulut dan perkelahian. Di Buper waena ada
dugaan pencurian kotak suara oleh ketua KPPS dan mencoba mengisi sendiri surat suara saat
gelap sambil menggunakan lilin,belum lagi kasus-kasus lainnya.

Ada yang mencurigai bahwa kekacauan ini sebagai bagian dari scenario pemenangan Pemilu
oleh partai tertentu. Jika dulu terjadi mobilisasi massa bisu langsung ke TPS maka sekarang
prakteknya dengan memprovokasi kerusuhan di TPS. Caranya ada yang datang dengan
menggunakan motor kemudian mobil, ada juga sekelompok orang berlarian sambil
meneriakkan atau menginformasikan telah terjadi penyerangan di satu lokasi tertentu sehingga
warga di TPS panic,berlarian, kemudian kotak suara diamankan di lokasi tertentu jika tidak
dibawa langsung ke PPD.

Dari hasil investigasi Tim ALDP ternyata ada juga yang disebabkan oleh katakutan masyarakat di
TPS saat melihat kedatangan mobil yang ditumpangi sekelompok orang yang sebenarnya bagian
dari tim sukses Caleg tertentu untuk memantau suara caleg tersebut. Setelah mereka
pulang,warga mulai menebak-nebak,jangan-jangan mobil tersebut memantau situasi TPS dan
akan datang dengan massa yang lebih banyak,lantas semua orang terprovokasi ketakutan
sehingga berlarian meninggalkan TPS,seperti yang terjadi di sekitar Cigombong Kotaraja dan
Entrop.
Pemilu kali ini menjadi Pemilu yang terburuk selama pesta demokrasi tersebut dilaksanakan di
Indonesia,termasuk di Papua. Terkait dengan penyelenggaraan Pemilu,setidaknya ada 2
institusi yang semestinya diminta pertanggungjawabannya.Pertama Komisi Pemilihan
Umum(KPU) di semua tingkatan.Menjelang pemilu sudah terlihat bahwa peraturan atau
kebijakan yang dikeluarkan KPU makin tidak jelas dan sama sekali tidak mempertimbangkan
factor resiko dan kemungkinan-kemungkinan perubahan di tingkat pelaksanaan termasuk
solusi-solusi saat menghadapi mekanisme-mekanisme yang deadlock. Misalnya soal
penghitungan surat suara yang diperbolehkan dilakukan di PPD dengan alasan keterbatasan
waktu di TPS.Anehnya mengapa juga KPU membatasi waktu pemungutan suara padahal melalui
berbagai simulasi sebelumnya dipastikan waktu pemungutan suara tidak cukup dari jam 07.00-
12.00 atau bahkan sampai pukul 24.00 sebab sangat banyak Parpol,caleg dan saksi yang
memerlukan alokasi waktu. Sikap KPU menyebabkan proses kontrol Parpol di tingkat TPS
menjadi lemah.Apalagi untuk caleg DPR RI yang surat suaranya langsung dari KPU kabupaten ke
KPU pusat.

Kedua soal tuntutan warga yang memenuhi syarat sebagai pemilih akan tetapi tidak terdaftar
dalam DPT. Di Jogja, mahasiswa dan warga Papua yang menuntut dapat menggunakan hak
pilih,tetap tidak diberikan tanpa mempertimbangkan alasan mengapa nama mereka tidak
tercantum dalam DPT. Di TPS 1 Perumnas I Waena (lokasi di SMA Yapis),seorang petugas KPPS
mengatakan ..”nanti saja ikut pada saat Pilpres…”kepada seorang ibu yang melaporkan
namanya tidak termasuk dalam DPT.Sang ibu balik menjawab..”..kalau pemilihan presiden
Papua,saya mau,kalau presiden Indonesia,kamu pilih sendiri saja…”. Fakta lain di kabupaten
Boven Digul dibuatkan 2 TPS khusus di distrik Mandobo Tanah Merah, Bupati,wakil bupati dan
sebagian kepala SKPD ikut memilih meski jam 12 siang sudah harus ditutup akan tetapi tetap
dilakukan pencontrengan.Semula sebanyak 600 surat suara,kemudian masih kurang dan
ditambah lagi sebanyak 250 sehingga total berjumlah 850 surat suara,saat penghitungan ,partai
Demokrat menang mutlak di TPS –TPS tersebut.

Kedua,institusi keamanan,secara khusus pihak kepolisian. Kepanikan disertai kekacauan yang


terjadi di TPS karena di TPS dijaga oleh pihak keamanan.Sebelum Pemilu pihak keamanan
berkali-kali melakukan simulasi penanganan kerusuhan Pemilu dengan cara yang sangat luar
biasa, namun pada peristiwa yang sebenarnya malah polisi yang bubar duluan. Seharusnya
aparat kepolisian yang berada di TPS melakukan komunikasi untuk saling mengecek dan
memberikan informasi mengenai isu yang berkembang.Sehingga mengurangi kepanikan warga
di TPS.Anehnya untuk peristiwa yang benar-benar terjadi polisi lambat bergerak akan tetapi
disisi lain,begitu ada isu yang berkembang polisi sudah berada di tempat kejadian.Siapa
sebenarnya yang memainkan isu ini? Apakah polisi juga menjadi ‘korban’ kejadian-kejadian
tersebut?.
Polisi berhasil menjinakkan bom, berhasil mengetahui sumber terbakarnya Uncen,berhasil
menemukan 2 pucuk pistol pada saat penggeledahan di kantor DAP,akan tetapi tidak bisa
mengideintifikasikan secara jelas siapa pelaku, motifnya apalagi actor intelektualnya. Di sisi lain,
teror yang terjadi belakangan ini baik di Wamena dan Jayapura seolah-olah dialamatkan ke
kelompok tertentu,sasarannya orang pengunungan. Hal ini ditandai dengan menjaga titik
asrama mahasiswa asal pengunungan bahkan juga menyisir dan menangkap mahasiswa di
asrama Ninmin pasca penyerangan polsek Abepura.Penjagaan extra ketat di sekitar pemukiman
orang-orang pengunungan seperti di Expo dan Skyline.Di Wamena,masyarakat pendatang
mengungsi ke Kodim dan Polres.

Peristiwa ini menyebabkan rakyat sipil telah menjadi korban teror,kasus penikaman
menunjukkan teror bisa dialamatkan kepada siapa saja,berita di koran dan radio lokal
menyebabkan ketakutan makin menjadi dan aktifitas masyarakat pun terganggu. Sayangnya
baru pada tanggal masyarakat dapat mendengar pendapat dari otoritas sipil di tingkat
provinsi…”saya prihatin dan kecewa dengan peristiwa ini…”kata Gubernur di Cepos tanggal 15
April 2009.”..saya berangkat dulu bertemu presiden untuk melaporkan kondisi terakhir di
Papua..”katanya. Melaporkan ke presiden ternyata jauh lebih penting ketimbang mengambil
langkah-langkah konkrit misalnya,melakukan pertemuan dengan berbagai komponen
keamanan khususnya pihak Polda.Ataukah gubernur menyerahkan koordinasi di tingkat lokal
kepada wakil gubernur?karena setelah kepergiannya,Wagub memberikan komentar dan
menyelenggarakan pertemuan dengan unsure pimpinan daerah. Ketua MRP,mengatakan
bahwa upaya aparat dalam mengungkap pelaku teror perorangan maupun kelompok sebaiknya
dilakukan secara persuasive.Jika dilakukan dengan cara militer bisa saja masyarakat yang tidak
bersalah akan menjadi korban. Jangan cepat disimpulkan bahwa pelaku teror adalah seorang
dari kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena untuk menyatakan hal itu perlu bukti
yang kuat,(cepos 15 april 2009).

Apa sebenarnya yang terjadi, apa dan siapa yang menjadi target di Pemilu 2009 ini? Apa
hubungannya dengan penyerangan DAP,penangkapan tanpa prosedur terhadap Markus
Haluk,stigmatisasi terhadap orang gunung dan juga separatis atau OPM terhadap pelaku-pelaku
berbagai peristiwa tanpa investigasi dan data yang akurat?.Ataukah ada juga kelompok lain
yang turut memainkan skenarionya?. Bukankah isu boikot pemilu – yang dikampanyekan oleh
KNPB – menarik juga untuk dijadikan pintu masuk bagi scenario-scenario lainnya di luar KNPB?.
Berbagai kejadian seolah saling menunggu dan memainkan skenario yang mungkin saja
dilakukan lebih dari satu kelompok untuk lebih dari satu kepentingan. Sejauh inipun pihak
kepolisian belum mampu mengungkapkan para pelaku dan memberikan jaminan keamanan
terhadap warga sipil.Teror masih terus berlanjut...

Anda mungkin juga menyukai