Anda di halaman 1dari 7

PERISTIWA PENTING YANG DIALAMI TERPIDANA KASUS PEMBOBOLAN

GUDANG SENJATA KODIM 1702 JAYAWIJAYA 4 April 2011

Bagian Pertama :

Peristiwa Pemindahan Paksa Dari LP Wamena ke LP Gunung Sari di Makasar

Pada tanggal 15 Desember 2004 terjadi pemindahan paksa Narapidana kasus


pembobolan Gudang senjata KODIM Wamena 4 April 2003, yakni Yafrai Murib,
Numbungga Telenggen, Linus Hiluka, Enos Lokobal, Mikael Haselo dan Kimanus
Wenda. Serta narapidana kasus pengibaran Bendera di Gedung DPRD Wamena 7
Juli 2003, yakni Heri Asso, Jen Hasegem dan Gustaf Ayomi denegan tujuan
pemindahan LP Gunung Sari di Makasar.

Informasi pemindahan pertama kali diterima oleh Koalisi LSM sekitar pukul 15.00
waktu Papua dari seorang penelpon yang juga tahanan di LP Wamena,
memberitahukan bahwa narapidana kasus pembobolan gudang senjata KODIM
akan dipindahkan paksa dari LP Wamena ke Makasar. Setelah itu Mikael Heselo,
salah seorang narapidana tersebut juga menelepon. Mereka menolak dengan
alasan tidak diberitahukan terlebih dulu kepada mereka, keluarga dan kuasa hukum.
Di depan LP Wamena telah ada tentara dan polisi yang siap melakukan pemindahan
paksa.

Tim Koalisi segera menghubungi Kalapas Wamena melalui telepon kantor tetapi
tidak diangkat kemudian menelepon langsung ke HP milik Kalapas Wamena.
Kalapas sempat menjawab tetapi ketika Tim memberitahukan identitas sebagai
kuasa hukum narapidana telepon diputus oleh Kalapas. Tim mencoba menelepon
kembali beberapa kali tetapi Kalapas tidak mau menjawab telepon.

Sekitar pukul 17.00 WP narapidana dipaksa naik ke atas truk tentara sambil dipukul
dan diangkut ke Bandara Wamena hanya dengan pakaian dibadan. Kemudian
diberangkatkan dengan pesawat Hercules No A 1319 menuju Biak. Sekitar pukul
18.55 Pesawat Hercules No A 1319 mendarat di lapangan terbang Frans Kaisepo
Biak dan mereka dipindahkan ke LP Samopa Baik untuk selanjutnya akan
diberangkatkan menuju Makasar pada pukul 03.00 dinihari tanggal 16 Desember
2004.

Beberapa teman di Biak berinisiatif untuk bertemu dengan Kalapas Samopa guna
menanyakan proses pemindahanan paksa tersebut tetapi pihak Kalapas tidak
bersedia memberikan keterangan. Hanya menegaskan bahwa narapidana tetap
akan diberangkatkan pada pukul 03.00 dinihari tanggal 16 Desember 2004 menuju
Biak.
Tim Koalisi di Jayapura berinisiatif untuk menanyakan prosedur pemindahan paksa
tersebut. Mengingat tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu dan tidak terdapat
urgensi yuridis yang sangat kuat sebagai alasan pemindahan. Maka sekitar pukul
22.00 malam hari Tim Koalisi mendatangi rumah Kakanwil Hukum dan HAM
Provinsi Papua, di sekitar kantor wilayah Hukum dan HAM .Terlebih dahulu
bertemu dengan istri Kakanwil yang mengatakan bahwa kebijakan pemindahan
tersebut merupakan kebijakan pusat dan hal itu sudah biasa terjadi sama halnya
ketika mereka bertugas di LP Cipinang, sebelumnya Kakanwil Hukum dan HAM
adalah Kalapas LP Cipinang. Kakanwil mendatangi Tim dan mengatakan bahwa
Kebijakan pemindahan sudah lama direncanakan. Hal ini menimbulkan protes dari
tim Koalisi.

Tim mengajukan permohonan agar Kakanwil melakukan koordinasi dengan


bawahannya Kalapas LP Biak untuk menitipkan sementara narapidana sampai Tim
Koalisi sebagai kuasa hukum tiba di Biak dan mendampingi para narapidana tapi
Kakanwil tidak dapat memenuhi permintaan pengacara karena sudah ada tim yang
mengatur. Kakanwil sempat mengatakan tidak tahu dan tidak bertanggungjawab
terhadap apa yang dilakukan oleh Kalapas Wamena.

Setelah tidak ada kata sepakat dan berakhir dengan situasi yang tidak
menyenangkan,Tim Koalisi memutuskan tetap akan mengirim pengacara untuk
berangkat keesokan harinya turut mengawal pemindahan paksa guna meminimalisir
praktek penyiksaan yang terjadi dan merumuskan langkah-langkah hukum
selanjutnya.

Bagian Kedua :

Perjalanan Mengambil Jenazah Mikael Haselo

Mikael Haselo menderita penyakit cukup lama dan sempat beberapa kali pulang
balik antara LP Gunung Sari dan RS Bayangkara Makasar. Terakhir ditemui oleh
Latifah Anum Siregar,SH salah seorang penasehat hukumnya pada tanggal 17
Agustus 2007 ketika dia terbaring lemas di sel khusus pada RS Bayangkara
Makasar...”..saya sudah capek berdoa...” itu kata-kata terakhirnya.

Mikhael Haselo menyerahkan diri kepada aparat desa Kurima pada tanggal 20 April
2003 pada hari minggu, kemudian besoknya hari senin tanggal 21 April 2003
diserahkan kepada Polsek Kurima untuk dibawa ke Polres Jayawijaya. Selama
ditahan Polres dia mengalami penyiksaan. Muka dan kedua rahang dipukul dengan
kepalan tangan, ditendang dengan sepatu lars di bagian tulang kering kaki dan
pinggulnya. Kedua kuku tangan dan kaki ditindis dengan meja lalu ditekan dari atas,
dan saat itu karena takut mencoba melarikan diri dengan tangan diborgol akan tetapi
tidak berhasil dan kembali mengalami penyiksaan.
Mikael Haselo sempat dipindahkan dari Polres Jayawijaya ke Polda Papua untuk
diperiksa dengan menggunakan Pesawat Trigana pada tanggal 28 April 2003.
Selama di Mapolda Papua Mikael Haselo ditahan selama dua bulan didampingi
Penasehat Hukum dari Tim Koalisi LSM, di Polda Papua, dia tidak mengalami
penyiksaan phisik kemudian dikembalikan ke Wamena.

Pada tanggal 28 Agustus 2007 Mikael Haselo meninggal di RS Bayangkara. Setelah


Tim Koalisi berkoordinasi dengan Komisi F DPRP, maka Komisi F DPRP dibawah
pimpinan Ir Weynand Watory berangkat dan Latifah Anum Siregar, SH anggota Tim
Koalisi/Pengacara berangkat ke Makasar tanggal 29 Agustus 2007. Kegiatan
pertama yang dilakukan adalah menggelar pertemuan dengan mahasiswa dan
masyarakat asal Papua di Asrama Mahasiswa Papua di Makasar.

Mahasiswa bersikeras agar jenazah Mikael Haselo ditahan saja di Makasar untuk
disimpan di rumah sakit atau dibawa kehadapan Kalapas Makasar. Upaya menahan
jenazah dijadikan dasar untuk mendesak Pemerintah melalui Dirjen LAPAS agar
memulangkan atau memindahkan 5 napi lainnya ke wilayah hukum Kanwil Hukum
dan HAM, Provinsi Papua.

Pada prinsipnya Komisi F DPRP dan Pengacara sangat sependapat dengan


tuntutan yang dilakukan oleh pihak mahasiswa dan pemuda untuk mendesak
pemindahan /kepulangan 5 (lima) napi asal Wamena ke LP pada wilayah hukum
kanwil Hukum dan HAM Papua. Hal ini terbukti dengan berhasil
dipulangkan/dipindahkan 3 orang napi yakni Jean Hasegem, Herry Aso dan Gustaf
Ayomi.

Ketua Komisi F DPRP menjelaskan bahwa kehadiran Komisi F DPRP sesuai


dengan permintaan dari keluarga di Wamena yakni untuk memulangkan jenazah
Mikael Haselo ke kampung halamannya.Permintaan dikarenakan sebelumnya ada
kematian salah satu terpidana kasus Mil 62-63 Freeport yakni Hardi Tsugamol yang
meninggal di Jakarta pada saat menjadi penghuni LP Cipinang. Jenazah Hardi
Tsugamol sempat setahun di lemari penyimpanan jenazah baru kemudian
dimakamkan di Jakarta. keluarga Mikael Haselo tidak ingin Mikael Haselo
mendapatkan nasib yang sama,mereka ingin memberikan penghormatan terakhir di
tanah kelahirannya kampung Anjelma di Kurima, Yahokimo. Pertemuan diakhiri
dengan kesepakatan bersama bahwa jenazah Mikael Haselo dipulangkan dengan
didampingi oleh 2 orang utusan mahasiswa Papua.

Pada pertemuan di LP Gunung Sari Makasar, Kalapas LP mengatakan akan


berusaha untuk membantu semua proses pemulangan jenazah Mikael Haselo
dengan aman dan disepakati bersama.Pihak LP selalu berusaha memberikan
perhatian yang ekstra kepada napi asal Wamena dalam berbagai proses yang
terjadi di LP Gunung sari Makasar, Hal ini dikarenakan tanggungjawab yang
diberikan kepada pihak LP. Berkaitan dengan tuntutan pemulangan 5 napi
bersamaan dengan pemulangan jenazah merupakan tuntutan yang perlu
dipertimbangkan secara baik, karena terkait dengan prosedur, kesiapan
administrasi, keamanan dan biaya yang berbeda. Pihak LP Makasar telah
mengetahui proses yang berkembang berkaitan dengan tuntutan pemindahan napi,
baik dengan demo yang terjadi di Kanwil Hukum dan HAM Papua di Jayapura dan
yang terjadi di Makasar sehingga telah berkoordinasi dengan Dirjen LAPAS.

Berkaitan dengan persetujuan yang dibuat oleh Kakanwil Hukum dan HAM Papua
dengan mahasiwa /pendemo di Papua tentang kepulangan/pemindahan 5 (lima)
narapidana harus dipandang sebagai bagian dari proses untuk mendesak pihak
Dirjen Lapas sebab persetujuan untuk memindahkan/memulangkan 5 (lima) napi
tetap berada di tangan Dirjen Lapas, bukan pada pihak Kanwil Hukum dan HAM,
Kalapas maupun Ketua Komisi F DPRP.

Linus Hiluka mewakili para narapidana memberikan tanggapannya.Pertama


menyampaikan terima kasih atas kedatangan dan perhatian yang sungguh –
sungguh dari Komisi F DPRP dan Tim Pengacara terhadap nasib mereka dan
secara khusus perhatian terhadap kematian Mikael Haselo. Sebagai warga LP
Makasar,mereka diperlakukan sangat baik dan istimewa seperti menyediakan
fasilitas, kemudahan beribadah dan hal lainnya. Baginya, pemindaan mereka adalah
bagian dari resiko perjuangan, sehingga sebagai pemimpin mereka siap untuk
dipidana berapapun hukuman yang mereka terima. Tetapi mereka membutuhkan
perhatian dan komunikasi dari berbagai pihak untuk memperhatikan mereka.

Berkaitan dengan kematian Mikael Haselo dan kepulangan jenazahnya ke kampung


halaman, sebenarnya mereka sangat berharap agar bisa segera dipulangkan ke
Papua, apalagi tuntutan kepulangan mereka sudah dilakukan oleh berbagai pihak
yakni pihak pengacara, DPRP,PDP dan lain sebagainya dengan berbagai
pertemuan dan surat menyurat, baik ke Wakil Presiden, Menkopolhukam, Menteri
hukum dan HAM dan lain-lain pihak. Akan tetapi tidak pernah ada jawaban yang
pasti, sehingga menimbulkan kekhawatiran mereka jika kepulangan jenazah Mikael
Haselo hanya disertai janji dengan kepulangan mereka, tetapi tidak ada realisasi.
Kematian Mikael Haselo semoga memberikan perhatian yang serius buat mereka
yang masih ada di LP Makasar.

Pada pertemuan semua sepakat bahwa kematian Mikael Haselo cukup yang
pertama dan terakhir, jangan ada lagi pemulangan jenazah napi dari Makasar ke
Wamena. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan mengenai jadual kepulangan
jenazah Mikael Haselo, sehingga pertemuan ditunda untuk bertemu besok di LP
Gunung Sari Makasar.

Pada tanggal 30 agustus 2007 dilakukan pertemuan kembali di LP Makasar dengan


maksud membuat keputusan mengenai kepulangan jenazah Mikael Haselo, oleh
karena itu dilakukan persiapan administrasi serah terima jenazah dari Kalapas
kepada Wakil ketua I DPRP,Ketua Komisi F DPRP dan Pihak pengacara.
Pihak Kalapas juga menggunakan jasa swasta untuk pengurusan jenazah mulai dari
membersihkan dan merawat jelnazah di rumah Sakit Bayangkara, persemayaman
sementara di rumah duka RS.St. Marris sekalian ibadah bersama Jemaat GPIB,
untuk kemudian diberangkatkan ke Makasar Airport. Linus Hiluka dkk diberikan
kesempatan untuk memberikan perghormatan dan ikut ibadah di RM.St.Marris.

Siang hari di di RS Bayangkara, mahasiswa dan masyarakat Papua menolak


kesepakatan yang telah dibuat bersama, dan bertahan agar jenazah tidak
dipulangkan ke Jayapura hingga ada keputusan dan dipulangkan bersama 5 (lima)
napi lainnya. Mahasiswa juga menolak ibadah pelepasan di Rumah Duka RS.St
Marris karena mereka menghendaki jenazah dibawa ke asrama mahasiswa Papua
di jalan Lanto Daeng Pasewang.

Kalapas memberitahukan bahwa pihak Dirjen Lapas telah memberikan persetujuan


lisan dan perlu bertemu dengan menteri Hukum dan HAM. Kalapas mengajak
semua pihak untuk terus mendesak proses persetujuan lisan ini agar mendapat
surat keputusan dalam waktu yang sesegera mungkin. Ketua Komisi F juga berjanji
dan siap menjadi jaminan atas tuntutan dan perjuangan bersama dan berharap
semua pihak percaya dengan proses yang sementara ini sedang jalan. Terlebih lagi
setelah ada komunikasi via telepon antara Ketua Komisi F dengan Sekjen
Presedium Dewan Papua dan Pdt.Obeth Komba yang turut mendesak dan
menjamin proses pemulangan jenazah dan pemindahan 5 narapidana lainnya.

Mahasiswa terus berdebat dan mendesak, meminta jaminan tertulis sehingga


sempat terjadi ketegangan. Hingga akhirnya ketua Komisi F menawarkan jaminan
tertulis yang diminta oleh pihak mahasiswa.Sayangnya pada saat pembuatan surat
kesepakatan mahasiwa tidak bersedia menandatangi, karena khawatir dengan
reaksi teman - teman mereka yang ada di Jayapura. Akhirnya jenazah
diberangkatkan dari RS.Bayangkara ke RS.St Marris pada pukul 19.30 waktu
Makasar untuk dilakukan ibadah singkat.

Ibadah dipimpin oleh pendeta yang biasa melakukan kunjungan dan ibadah ke LP
Gunung Sari Makasar, yaitu dari Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB).Ketua
Komisi F menyampaikan sambutan singkat.5 (lima) narapidana melawat jenazah
dan membacakan puisi,pada pukul 21.30 jenazah diberangkatkan ke Makasar
airport untuk selanjutnya dipersiapakan berangkat dengan pesawat Merpati tujuan
Jayapura.

Tanggal 1 September 2007 pukul 6.45 waktu papua rombongan beserta jenazah tiba
di Sentani Airport. Kedatangan rombongan disambut oleh Kapolresta Jayapura dan
Kapolres Jayapura berserta pasukan pengamanan, wartawan dan keluarga serta
mahasiswa Papua. Pukul 8.40 rombongan dan jenazah terbang ke Wamena dengan
pesawat Trigana.
Setiba di Wamena, jenazah disambut oleh Pdt Oberth Komba serta pihak keluarga
lainnya dan masyarakat Wamena, pengawalan ketat dilakukan oleh pihak
kepolisian.Jenazah disemanyamkan di Gedung Sosial GKI Bethlehem dengan
ibadah singkat.Setelah itu jenazah diberangkatkan ke Kampung Anjelma, Distrik
Kurima, Kabupaten Yahokimo untuk dikebumikan pada hari itu juga.

Bagian Ketiga :

Peristiwa Pemindahan Narapidana dari LP Klas I A Makasar ke LP klas II B


Biak

Akhirnya pemindahan 5 orang narapidana dari LP Gunung Sari Makasar dilakukan


berdasarkan Surat Dirjen Lembaga Pemasyarkatan Departemen Hukum dan HAM
Republik Indonesia Nomor: W19.PK.02.01-132, tertanggal 31 Agustus 2007
mengenai Pemindahan Narapidana asal Wamena dari asal Lembaga
Pemasyarakatan Makasar ke LP Biak. Didalam surat ditegaskan bahwa 3 orang
narapidana dipindahkan ke LP Biak, sedangkan 2 orang di LP Nabire, akan tetapi
evakuasi pemindahan semua dilakukan ke LP klas IIB Biak.Sebelumnya berbagai
pihak termasuk Komisi F DPRP dan Pihak Pengacara telah berkali-kali mengajukan
permohonan dan bertemu langsung dengan Dirjen LAPAS di Jakarta.

Tanggal 27 Januari 2008 Tim Komisi F DPRP tiba di Makasar dan tanggal 28
Januari 2008 berkunjung ke LP Klas I A Makasar untuk melakukan pertemuan
dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan Kepala Pengamanan Lembaga
Pemasyarakatan Klas I A Makasar, membahas rencana dan prosedur pemindahan
narapidana dari Makasar ke Biak.

Berkaitan dengan biaya pemindahan yang terdiri atas biaya transportasi dan
keamanan berasal dari Komisi F DPRP dan saat pertemuan Ketua Komisi F~DPRP
menyerahkan biaya tersebut kepada Kalapas Makasar.Pihak LP kemudian
menyiapkan semua administrasi termasuk menghubungi POLDA Makasar untuk
pengamanan dari Makasar sampai ke Biak. Komisi F DPRP menyelesaikan segala
kewajiban kelima narapidana terutama yang berkaitan pembiayaan di koperasi LP
Makasar.Kemudian melakukan koordinasi dengan pihak Kanwil Hukum dan HAM
Propinvi Papua, sebagai wakil dari pihak Pemerintah Provinsi Papua dan hadir
perwakilan dari Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua.

Tanggal 29 Januari 2008 dilakukan pertemuan kembali antara Komisi F DPRP,


pihak LP Makasar dan ke lima narapidana yang akan dipindahkan ke Biak, yakni
Linus Hiluka,Kimanus Wenda,Enos Lokobal, Yafrai Murib dan Numbungga
Telenggen. Disepakati bahwa baik pihak Komisi F~DPRP maupun ke lima
Narapidana memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pihak LP Makasar
untuk mengkoordinir dan mengatur semua proses pemindahan. Diharapkan masing-
masing pihak saling menjaga kepecayaan dan memberikan dukungan agar semua
proses bisa berjalan tanpa hambatan, sesegera mungkin, lancar dan aman.

Disepakati juga bahwa yang berkaitan dengan satuan keamanan diharapkan sebaik
mungkin sesuai dengan prosedur tetap (Protap) yang berlaku mengingat bahwa
pemindahan napi menggunakan pesawat komersil sehingga selain
mempertimbangkan kondisi narapidana juga harus mempertimbangkan kenyamanan
dan keamanan penumpang lainnya.

Tanggal 30 Januari 2008 malam dilakukan evakuasi dengan menggunakan bus


khusus disertai pengawalan dari pihak keamanan dan pihak LP Makasar menuju
airport Makasar. Turut juga dalam rombongan tersebut pelayan gereja yang biasa
melakukan pelayanan di gereja dalam LP Makasar.

Keseluruhan tim yang mendampingi dari Makasar ke Biak terdiri atas 5 napi, 6
anggota Densus 88 POLDA Makasar, 2 petugas LP Makasar , Komisi F~DPRP dan
pengacara dengan menggunakan pesawat merpati MZ 774 tujuan Biak, pesawat
diberangkatkan pada pukul 2.30 dini hari. Tanggal 31 Januari 2008 sekitar pukul
06.00 pagi pesawat tiba di airport Biak dan dijemput oleh Kalapas Biak,Kadiv LP
Pihak Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua dan satuan pengamanan. Setelah
tiba rombongan langsung menuju ke LP Klas IIB Biak. Di LP Baik dilakukan
registrasi dan pemeriksaan barang – barang bawaan para narapidana untuk
selanjutnya ditempatkan pada sel masing – masing.

ALDP,4 April 2011

Anda mungkin juga menyukai