Anda di halaman 1dari 6

11.

Carilah 5 berita di media massa mengenai kerusuhan SARA yang terjadi,


kemudian berikan solusi dari masing-masing kerusuhan tersebut?

a. Salah Paham Penyebab Rusuh Berbau SARA di Lampung


TRIBUNNEWS.COM, BALI - Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo
menyatakan kesalahpahaman antarwarga menjadi penyebab kerusuhan di Dusun
Napal, Sidowaluyo, Sidomulyo, Lampung Selatan. Kerusuhan terseut
mengakibatkan, 60 rumah milik warga hangus terbakar."Ada miskomunikasi, ada
emosi saling menyerang. Ya nanti semuanya akan diproses," kata Tmur di Nusa
Dua Beach Hotel, Bali, Jumat (27/1/2012).Polisi, kata Timur, saat ini sedang
mengidentifikasi kelompok mana yang lebih dulu menyerang dan kelompok mana
yang menjadi korban. Saat ini, polisi juga sedang mengupayakan perdamaian
antarkelompok warga."Proses penyelidikan jalan terus," ujanya.
Ketika ditanyakan apakah peristiwa kerusuhan di Lampung dan Bima, Nusa
Tenggara Barat saling berkaitan, Timur mengaku belum menemukan adanya
dugaan tersebut."Masing-masing punya spesifik dan betul-betul khas wilayah itu.
Itulah yang sekarang kita selesaikan. Sekali lagi kita kedepankan pemerintah
daerah," tukasnya.Sebelumya, rumah warga Dusun Napal, Sidowaluyo,
Sidomulyo, Lampung Selatan, hangus terbakar pada Selasa (24/1/2012).Peristiwa
ini diawali masalah sepele yakni karena seorang tukang parkir menagih uang
kepada seorang pengendara sepeda motor asal Desa Kota Dalam yang melewati
Pasar Sidomulyo, Lampung Selatan, Minggu (22/1/2012) lalu. Pengendara sepeda
motor merasa tidak terima ditagih biaya parkir. Keduanya kemudian berseteru dan
baku hantam.Kejadian ini terus berlanjut pada Senin (23/1/2012) ketika seorang
pengendara sepeda motor melewati kembali Desa Napal. Ia dicegat dan nyaris
dipukuli. Kejadian ini membuat emosi warga Kota Dalam kembali
memuncak.Kemarahan ini kemudian ditunjukkan pada Selasa siang tadi saat warga
Kota Dalam nekat merangsek dan membakar sekitar 60 rumah warga di Dusun
Napal, Sidowaluyo, Sidomulyo. Padahal, hampir 1.000 aparat polisi dan TNI
berusaha mencegahnya.

TRI SUHARDIYANTO E51011044


solusi : pada kasus sara diatas sebagai mahluk sosial kita harus memiliki tenggang
rasa dan menghormati pelayanan jasa tukang parkir, dapat dijabarkan bahwa
kejadian diatas seorang dari desa kota dalam yang Peristiwa diawali masalah
sepele yakni karena seorang tukang parkir menagih uang kepada seorang
pengendara sepeda motor asal Desa Kota Dalam yang melewati Pasar Sidomulyo

b. Pembakar Rumah Pimpinan Syiah Terancam 15 Tahun


TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Salikin alias Saripin (25), terdakwa
kerusuhan SARA di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben,
Kabupaten Sampang terancam hukuman 15 tahun penjara. Hal ini sesuai dakwaan
jaksa penuntut umum Ahmad Musjoto dan Hencup Sofian.Kedua jaksa Kejari
Sampang ini mendakwa Saripin Pasal 170 KUHP dan Pasal 187 KUHP. Di Pasal
170, Saripin diduga terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang. Ancaman hukuman maksimal pasal ini lima
tahun enam bulan. Sedangkan Pasal 187 KUHP Saripin didakwa sengaja
menimbulkan kebakaran dan ledakan. Ancaman hukumannya hingga 15 tahun
penjara. Jaksa Ahmad Musjoto mengatakan Saripin harus bertanggungjawab atas
terbakarnya, Rumah milik Tajuk Muluk pimpinan Syiah Sampang pada kerusuhan
Desember 2011 silam."Pemberian pasal 170 dan 187 KUHP sesuai peran terdakwa
karena dia yang merusak dan membakar rumah Tajul Muluk, "kata jaksa Ahmad
Musjoto usai sidang.Sidang ini dipimpin tiga majelis hakim Heru Mustofa, Ainur
Rofik dan Ahmad Fauzi. Ketiganya berasal dari Madura. Hal itu dilakukan agar
lebih memahami bahasa dan karakter terdakwa maupun saksi-saksi yang
dihadirkan.Sementara Saripin tidak didampingi kuasa hukum.
Karena ancaman hukumannya lebih dari lima tahun, Ketua majelis hakim Ainur
Rofik sempat menawari sejumlah pengacara yang juga berdarah Madura, namun
ditolak Saripin. Dia beralasan ingin berkonsultasi dulu dengan kyainya. Karena
menolak, Saripin akhirnya disidang sendiri tanpa kuasa hukum.Yohan Afianto,
salah satu pengacara yang ditunjuk hakim mengaku siap jika diminta terdakwa.
"Sebenarnya tadi saya sudah siap, tapi karena terdakwa ingin konsultasi kyainya

TRI SUHARDIYANTO E51011044


dulu, jadi belum bisa mendampingi. Semoga Selasa depan sudah bisa,"kata
pengacara yang beristrikan orang Madura.Sidang yang digelar pukul 09.00 WIB ini
terasa istimewa dengan penjagaan ketat sekitar 500 aparat kepolisian dari Polsek
Sawahan dan Polrestabes Surabaya. Diberitakan sebelumnya, pengrusakan dan
pembakaran rumah pimpinan syiah tajul muluk dan keluarganya itu terjadi
Desember 2011. Tidak ada korban jiwa di kerusuhan itu. Namun rumah Tajul dan
keluarganya ludes terbakar.Polisi menetapkan tiga tersangka kasus itu yakni
Sarifin, Musrikah dan Fudoli. Untuk terdakwa Musrikah berkas perkaranya dipisah
dan rencananya dalam bulan November 2012 ini akan segera disidangka.
Sedangkan terdakwa Fudoli sampai saat ini masih buron dan menjadi DPO polisi.

solusi : harus saling menghormati norma-norma keagamaan yang ada di dalam


NKRI sendiri peristiwa ini hanya salah paham dalam persepsi yang sebenarnya
masih dalam lingkup keagamaan yang sama tanpa melecehkan agama yang lain

c. Warga Kalsel Kenang Tragedi Banjarmasin Kelabu


TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - HARI itu Jumat, 23 Mei 1997. Usai
salat Jumat, menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi rakyat Kalimantan
Selatan, khususnya Kota Banjarmasin. Pada saat itu, 13 tahun yang lalu,
merupakan hari terakhir kampanye Pemilu 1997, yang diikuti tiga kontestan --
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi
Indonesia (PDI). Putaran terakhir kampanye adalah Golkar yang dipusatkan di
Banjarmasin, tepatnya di Lapangan Kamboja (eks kuburan Nasrani), Jalan H
Anang Adenansi.
Belum lagi kampanye digelar, ba'da Jumat ratusan orang yang entah dari mana
asalnya turun ke jalan menuju Lapangan Kamboja. Ratusan simpatisan Golkar
yang telah bersiap mengikuti kampanye, berhamburan melihat kehadiran massa
yang sepertinya tak bersahabat.Dari situlah tragedi bermula dan terus meluas
hingga memunculkan kesan terjadi kerusuhan berbau SARA. Bahkan seakan-akan
ditujukan kepada etnis tertentu. "Suasana sangat mengerikan. Massa bahkan mulai
membawa senjata tajam seperti celurit dan parang," ujar Iin. Iin merupakan

TRI SUHARDIYANTO E51011044


anggota Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) Hippindo yang membantu
memadamkan kebakaran akibat aksi massa. Pria berkacamata itu menuturkan,
massa makin brutal. Penjarahan pertokoan kemudian diiringi pembakaran gedung,
plasa, swalayan, tempat ibadah, bahkan merembet ke permukiman penduduk.
Selain itu, lebih 100 korban meninggal dunia. Sebagian besar terjebak dalam toko
yang terbakar. Di samping itu, tercatat puluhan orang hilang tak jelas rimbanya
hingga sekarang, apakah meninggal ataukah masih hidup.

Solusinya :kejadian sara ini telah lama berlalu akan tetai dampak sikisnya untuk
masyarakat masih terasa hingga sekarang, oleh karna itu egoisme manusia sebagai
mahluk sosial harus di minimalisir karna manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa
manusia yang lain, berbeda adalah sesuatu yang indah karna.

d. Wajah Tiga Suporter yang Tewas Hancur karena Dipukuli


TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Tiga suporter yang tewas dalam kerusuhan
pascapertandingan Persija melawan Persib di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta,
Minggu (27/5/2012) malam, mengalami luka yang sama.Berdasarkan keterangan
petugas kepolisian yang datang ke RSCM, Senin (28/5/2012) dinihari, ketiga
korban mengalami luka yang sama. Luka yang diderita adalah kerusakan di bagian
wajah, lebam di bagian dada dan perut, yang diduga akibat tendangan dan pukulan.
Sementara bagian belakang kepala tidak mengalani luka apapun.Satu jenazah
sudah bisa dikenali bernama Lazuardi alias Ardi, yang langsung dibawa pulang ke
rumah duka. Sementara dua jenazah lainnya hingga senin dinihari masih terbaring
di RSCM Jakarta.

Solusinya : dalam kejadian ini para suporter saling mendukung team favorit karna
fanatiknya saling mengejek team yang kalah menjadi panas, karna itu sebagai
mahluk sosial kita perlu menamamkan lapang dada siap kalah dan siap untuk
menang

TRI SUHARDIYANTO E51011044


e. Tragedi Pembantaian di Tobelo, Maluku Utara
Gb. Korban pembantaian terhadap umat islam di dalam masjid Popilo, Kec.
Tobelo, Kab. Maluku UtaraTobelo merupakan sebuah kota kecamatan di Maluku
Utara. Tragedi pembantaian Tobelo merupakan rangkaian kasus Ambon Berdarah
yang terjadi sejak 19 Januari 1999. Kasus Tobelo sendiri berlangung mulai 24
Desember 1999 hingga 7 Januari 2000. Menurut catatan Tim Investigasi Pos
Keadilan Peduli Ummat, 688 orang tewas dan 1.500 dinyatakan hilang. Tragedi
pembantaian di Tobelo ini, bermula ketika Sinode GMIH (Gereja Masehi Injil di
Halmahera) mengkoordinir pengungsian umat Kristen ke Tobelo, yang jumlahnya
mencapai 30.000 orang, yang dilakukan secara bertahap, sejak pertengahan
November hingga awal Desember 1999. Puncaknya, pada Jumat 24 Desember
1999 malam (menjelang Hari Natal 25 Desember 1999) dengan beberapa buah
truk, telah diangkut ratusan warga Kristen dari Desa Leleoto, Desa Paso dan Desa
Tobe ke Tobelo. Dengan alasan untuk pengamanan gereja. Warga Kristen yang
diangkut tersebut menggunakan atribut lengkap (seolah-olah mau perang), seperti
kain ikat kepala berwarna merah, tombak, parang dan panah. Mengetahui gelagat
yang kurang baik dari warga Kristen tersebut, umat Islam Tobelo mulai merasakan
ada sesuatu yang tidak beres. Saat itu umat Islam sedang dalam suasana
menjalankan ibadah shaum ramadhan. Akhirnya pada 26 Desember 1999, pecahlah
pembantaian yang dikesankan adanya kerusuhan, konflk horizontal. Padahal,
sebelumnya tidak ada konflik apa-apa. Tragedi ini konon dipicu oleh adanya
persoalan sepele berupa pelemparan batu terhadap rumah milik Chris Maltimu
seorang purnawirawan polisi. Rupanya pelemparan terhadap rumah Chris Maltimu
itu dijadikantrigger untuk aksi pembantaian yang sudah dirancang sebelumnya.
Menurut Ode Kirani, warga muslim dari desa Togoliwa, kecamatan Tobelo,
Halmahera, pada 27 Desember 1999, saat warga desa sedang menjalankan ibadah
puasa, tanpa diduga sebelumnya ribuan masa kristen yang berasal dari desa
tetangga (antara lain, Telaga Paca, Tobe, Tomaholu, Yaro, dan lain-lain)
menyerang desa Togoliwa di saat subuh. Akibat serangan mendadak tersebut
ribuan warga muslim di desa tersebut menemui ajal. Kebanyakan dari mereka
terbunuh saat berlindung di masjid. (Ambon, Laskarjihad.or.id 16 03 2001).
Rabu, 29 Desember 1999, di Mesjid Al Ikhlas (Kompleks Pam) tempat
diungsikanya para ibu dan anak-anak, terjadi pembantaian terhadap sekitar 400
(empat ratus) jiwa. Dalam peristiwa ini ratusan bom dan senjata rakitan, juga alat

TRI SUHARDIYANTO E51011044


tajam lainnya telah dipergunakan untuk membumihanguskan rumah-rumah
penduduk dan membunuh serta melukai ratusan penduduk. Menurut penuturan
saksi mata, ada korban yang sempat jatuh dicincang dan dijejerkan kepala mereka
di ruas jalan. Ada juga beberapa wanita yang dibawa ke Desa Tobe (sekitar 9 KM )
dari Desa Togoliwa, kemudian dikembalikan dalam keadaan telanjang. Modus
operasi yang dilakukan oleh kelompok merah mula-mula melakukan pemboman
kemudian dilanjutkan dengan pembakaran, sehingga tidak ada satu pun yang lolos
dari sasaran mereka.
Menurut sebuah sumber, total korban di Tobelo dan Galela mencapai 3000 jiwa,
2800 di antaranya Muslim. Namun demikian, angka yang diakui Max Marcus
Tamaela yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Pattimura adalah 771 jiwa, yang
masih jauh dari keadaan yang sebenarnya.
Hajjah Aisyah Aminy, SH, yang kala itu menjabat sebagai anggota Komnas HAM,
menyesalkan sikap aktivis LSM yang selama ini dikenal sebagai pejuang keadilan
masyarakat, namun membisu ketika umat Islam yang jadi korban. Aisyah juga
menyesalkan sikap media massa yang kurang antusias memberitakan peristiwa di
Maluku itu. Tapi kalau yang mati adalah teman mereka sendiri, meski hanya satu
orang seperti Munir, mereka heboh bukan main dengan membawa-bawa alasan
pelanggaran HAM sampai ke hadapan Bush segala.
Bila kita mendasarkan pada angka yang diakui Tamaela, yaitu 771 jiwa, jumlah itu
pun masih jauh lebih banyak dari korban Bom Bali Pertama dan Kedua. Apalagi
bila ditambah dengan korban pembantaian yang dilakukan Tibo cs terhadap warga
pesantren Walisongo, jumlah koran Bom Bali secara keseluruhan masih jauh lebih
kecil. Namun perhatian dunia, kalangan LSM, kalangan pers, dan pemerintah
Indonesia sendiri, kurang hirau bahkan cenderung mengabaikan korban Tobelo-
Galela dan Poso (termasuk warga Pesantren Walisongo).

Solusinya : kejadian sara kali ini hanya masa sepele atau internal antar satu
individu dan indiviu yang lain dan dapat di pecahkan dengan kekeluargaan, akan
tetapi karna dihasut masyarakat yang lain juga ikut-ikutan tanpa tahu sebab
musabab, oleh karna itu tinggakat pendidikan haruslah ditingkatkan agar tidak
mudah dibodohkan dengan hasutan-hasutan yang tidak bertanggung jawab.

TRI SUHARDIYANTO E51011044

Anda mungkin juga menyukai