Anda di halaman 1dari 3

ESSAY PELANGGARAN HAM BERAT STUDI KASUS DI INDONESIA: KASUS PANIAI

Nesta Adriansyah (1213010127)

Pendahuluan

Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan yaitu keinginan berbuat baik dan keinginan
berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat inilah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran Hak Asasi
Manusia seperti membunuh, merampas harta milik orang lain dll. Menurut UU No. 26 Tahun 2000
tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk apparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berrlaku.

Ada beberapa peristiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat
perhatian tinggi dari pemerintah contohnya Kasus Paniai Berdarah. Dimana kasus ini merupakan
peristiwa penembakan massal oleh tantara nasional Indonesia (TNI) dari Batalyon Infanteri Raider
khusus 753 dari Korem 173/Praja Vira Braja Kodam XVII/Cendrawasih yang menewaskan 4 remaja
dan melukai 17 orang lainnya di Kabupaten Paniai, Papua pada tanggal 8 Desember 2014.

Pembahasan

Kejadian ini terjadi pada hari Minggu 7 Desember 2014 sekitar pukul 00:15 (jam 12 malam).
Saat itu sebuah mobil tanpa lampu melaju didepan pondok natal pemuda setempat menuju ke Madi.
Tiga orang pemuda yang ada yang ada di pondok tersebut menyampaikan kepada pengendara mobil
untuk menyalakan lampu mobilnya. Mereka hanya menyampaikan “ini malam, jadi nyalakan lampu
baru lewat. Kita sama sama jaga dan kaminjuga merayakan natal jadi kamu juga tolong hargai kami”
kata tiga pemuda tersebut. Namun mobil tersebut terbyata berisi aparat keamanan yang langsung
lewat tanpa membicarakan apapun. Krtiga pemuda itupun kembali ke pondok mereka tanpa pikir apa
yang terjadi karena mereka tidak berbuat kesalahan. Mereka bertiga asyik memutar lagu lagu bertema
natal dan menikmatinya. Tiba tiba satu truk berisi apparat gabungan (TNI dan Polisi serta tim khusus
ABRI) dan sebuah mobil dari arah Madi berhenti didepan pondok natal tersebut. Meraka pun
menganiaya seorang pemuda Bernama Yulianus Yeimo sampai tidak berdaia dan mereka (ABRI) juga
membongkar pondok natal itu.

Pada malamnya pasca penganiayaan tersebut terjadi maka pagi harinya pada hari Senin, 8
Desember 2014 masyarakat kampung Ipayike menuju ke Kota Enarotali yang jaraknya kurang lebih
5km dengan tujuan untuk menanyakan dan meminta penjelasan dari apparat keamanan mengenai
pelaku dan mobil yang dikendarai. Masyarakat Paniai melakukan protes atas penyiksaan Yeimo dan
beberapa temannya kemarin. Sekitar pukul 10 pagi karena marah Masyarakat lalu membakar satu
buah mobil yang diduga sebagai mobil yang semalam melintas didepan pondok natal. Setelah itu
mereka berkumpul di lapangan sepak bola di Paniai (Karel Gobai) samnil menyanyi. Tindakan
Masyarakat ini ternyata ditanggapi secara brutal oleh apparat keamanan. Meraka (ABRI) langsung
menembak Masyarakat yang ada di lapangan Karel Gobai tersebut. Lapangan Karel Gobai terletak di
kantor Koramil dan kantor polisi. “Mereka korban itu adalah Masyarakat sipil dan pelajar. Jadi
peristiwa di Pniai ini tidak ada kaitannya dengan Papua Merdeka atau TPN OPM” kata seorang saksi
mata yang berada di lapangan. Penembakan ini menewaskan 4 anak laki laki dan melukai 17 orang
lainnya.

Kasus Paniai ini dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat oleh Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena memenuhi unsur penganiayaan dan pembunuhan yang
terstruktur dan sistematis. Dalam kasus ini juga terdapat beberapa pelanggaran hak sipil politik yang
dilakukan apparat keamanan. Hak sipil politik yang dilanggar yang pertama yakni ha katas partisipasi
politik. Dimana Masyarakat Paniai melakukan aksi protes terkait pengeroyokan apparat TNI terhadap
kelompok pemuda sehari sebeleumnya. Namun Ketika pasukan keamanan membuka tembakan pada
mereka, menewaskan 4 anak laki laki dan melukai 17 orang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa ha
katas partisipasi politik Masyarakat paniai dilanggar oleh apparat keamanan.

Kedua, yaitu hak atas kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi. Beberapa
orang dari desa Eneratoli Kabupaten Paniai melakukan protes terhadap penyiksaan Yeimo dan
beberapa temannya. Namun apparat keamanan melakukan Tindakan kekerasan terhadap Masyarakat
Paniai termasuk melakukan penganiayaan dam pembunuhan terhadap warga sipil.

Ketiga, hak atas kebebasan dai diskriminasi. Komnas HAM menyebutkan bahwa kasus Paniai
ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat karena memenuhi unsur penganiayaan dan
pembunuhan yang terstruktur dan sistematis. Hal ini menunjukan bahwa apparat keamanan melaukan
diskriminasi terhadap Masyarakat Paniai.

Keluarga korban mengirim surat kepada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mendesak
adanya intervensi kemanusiaan ke tanah Papua dan melakukan pengawasan terhadap kasus
pelanggaran HAM berat Paniai. Keluarga korban juga menuntut adanya penyelidikan ulang dan
menolak terlibat dengan proses pengadilan di Makasaar. Keluarga korban menyatakan bahwa proses
pengadila yang dilakukan ini tidak berpihak kepada korban dan tidak ada komandan ataupun pelaku
lapangan yang dilimpahkan ke pengadilan. Oleh karena itu agar tidak terjadi yang sama dikemudian
hari, maka dibutuhkannya adanya pengendalian diri dan sifat tenang dalam menghadapi masalah
seperti pada peristiwa diatas. Dengan adanya dukungan oleh semua pihak untuk menyelesaikan kasus
ini sesuai hasil investigasi tanpa membelokan ke ranah hukum yang tidak memuaskan bagi keluarga
korban, sekaligus menuntut pemerintah menyelesaikan kasus ini melalui pembentukan KPP HAM.
Penutup

Anda mungkin juga menyukai