Anda di halaman 1dari 5

Pengadilan HAM Paniai Berdarah disebut oleh

keluarga korban sebagai Pencitraan Negara saja


Pemerintah Indonesia dinilai hanya menjadikan perkara Paniai untuk mencari nama baik di
mata dunia internasional atau untuk pencitraan saja.

Paniai Berdarah - Admin
26 Juni 2022
Dua orang mama Papua menangisi anaknya yang ditembak mati pada kasus Paniai berdarah
2014 silam – Jubi / Dok. Yones Douw
Jayapura, Jubi TV – Keluarga korban “Paniai Berdarah” menyampaikan
kekecewaan dan penyesalan mereka terhadap proses pemeriksaan tragedi
penembakan di Lapangan Karel Gobay pada tanggal 8 Desember 2014. Tragedi
ini menewaskan empat anak dan melukai beberapa lainnya.

“Sebelum maju kepengadilan HAM, kami keluarga korban, empat siswa yang
meninggal, 17 orang korban luka-luka dan aktivis HAM pendamping sudah
menyesal karena penetapan satu tersangka yang adalah purnawirawan TNI atau
sudah pensiun dari TNI. Pelaku yang masih aktif tidak dijadikan tersangka dan
dibiarkan,” tulis keluarga korban dalam surat pernyataan yang disampaikan kepada
redaksi Jubi, Sabtu (26/6/2022).

Surat pernyataan ini ditandatangani oleh Yosep Degei (orang tua Simon Degei),
Yosep Youw (orang tua Apius Youw), Obed Gobay (orang tua Alpius Gobay),
Herman Yeimo (orang tua Yulianus Yeimo) beserta Yermias Kayame, Yohanis
Gobay, Naftali Tebay dan Bernard Yogi yang mewakili korban yang terluka tembak
dalam tragedi akhir tahun 2014 itu.

Surat pernyataan tersebut menyampaikan penolakan atas sikap Pemerintah


Indonesia dalam menangani kasus Paniai Berdarah. Pemerintah Indonesia dinilai
hanya menjadikan perkara Paniai untuk mencari nama baik di mata dunia
internasional atau untuk pencitraan saja.

“Oleh karena itu, kami keluarga tidak mengakui Pengadilan HAM makasar yang
mengadili satu tersangka purnawirawan TNI /Pensiun TNI, seharusnya lebih dari 1
orang. Karena penembakan bukan terjadi dari satu titik saja,” tulis keluarga korban.

Keluarga korban menegaskan mengadili satu orang tersangka yang sudah pensiun
adalah tidak ada arti bagi keluarga korban. Itu sama sekali bukan menegakkan
keadilan, kebenaran, kejujuran melainkan memenangkan kepentingan negara atau
penegahkan hukum yang tidak adil bagi korban.

“Kami tidak mau menyesal seperti pada putusan pengadilan HAM sebelumnya yaitu
Abepura Berdarah atau pengadilan kasus Theis Hiyo Eluay,” lanjut keluarga korban.

Keluraga korban menyebutkan mereka telah memberikan data, temuan, bukti


selongsong peluru, proyektil, photo korban, bahkan sudah mewawancarai korban
luka-luka, termasuk juga, uraian kejadian. Data-data tersebut telah diserahkan
kepada Mabes TNI POLRI, Komnas HAM , Gereja dan LSM yang datang di Paniai.
Sehingga semestinya tidak ada alasan bahwa data kasus Paniai tidak lengkap atau
tidak ada.
Saat kejadian, lanjut keluarga korban, beberapa anggota Koramil bersama perwira
penghubung yang dijadikan tersangka dalam kasus Paniai Berdarah ini, berada di
dalam kantor Koramil yang berada di bagian barat lapangan Karel Gobai.
Sedangkan penembakan dilakukan dari dua arah, selain dari kantor Koramil
penembakan juga dilakukan dari tower bandara yang berada di sebelah timur
lapangan Karel Gobay. Oktovianus dan Yulian ditembak dari arah barat, sedangkan
Simon dan Apius ditembak dari arah timur. Penetapan perwira penghubung
sebagai tersangka ini jelas meniadakan pelaku lain yang menembak dari arah tower
bandara.

“Dalam Laporan hasil investigasi Polda Papua, disebutkan dalam kesimpulan ada
56 saksi-saksi telah diperiksa yang menjelaskan rangkaian insiden tersebut. Para
saksi mengaku mendengarkan suara tembakan berasal dari 4 titik yaitu, Kantor
Koramil, Kantor Polsek, Pos Paskhas (tower bandara ) dan Pos Kopasus,” sebut
keluarga korban dalam pernyataan mereka.

Pada kasus Paniai berdarah ini, Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Perintah
Jaksa Agung Nomor: Prin-41/A/Fh.2/05/2022 tanggal 23 Mei 2022 dan menunjuk 34
orang sebagai Tim Penuntut Umum untuk menyelesaikan kasus ini. Pelimpahan
berkas perkara a quo berdasarkan Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan
Biasa Nomor: B-08/F.5/Fh.2/06/2022 tanggal 9 Juni 2022 dengan No. Reg. Perkara:
PDS-01/PEL.HAM.BERAT/PANIAI/05/2022, No. Re. Bukti: RB-01/HAM/PANIAI
/05/2022, di mana surat dakwaan disusun secara kumulatif. Dakwaan kumulatifnya
yakni, kesatu, melanggar Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9
huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia, dan dakwaan kedua melanggar Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Jis
Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Hasil pemeriksaan ini telah menetapkan Mayor Infanteri (Purnawirawan) Isak Sattu
sebagai tersangka yang akan diadili oleh Pengadilan HAM Ad-Hoc di Makassar.

Anggota Komnas HAM, Amirudin Al Rahab mengatakan bahwa dimanapun dalam


kejahatan kemanusiaan, pelakunya tidak pernah tunggal atau seorang diri. Ia
berharap Mahkamah Agung bisa memilih hakim yang berpengalaman dan
mengetahui seluk beluk HAM.

“Publik berharap banyak pada hakim pengadilan nantinya agar bisa


mengembangkan kasus pelanggaran HAM ini sehingga semua pihak yang terlibat
bisa ikut diadili dalam pengadilan tersebut,” kata Amirudin.
Selain itu, menurutnya, Jaksa Penuntut bisa mengembangkan mengapa kasus ini
hanya melibatkan satu orang saja agar peristiwa ini bisa terbuka dan dipahami
publik. (*)

Tragedi Paniai Berdarah ini bermula pada 8 Desember 2014 tengah malam, saat
sebuah mobil hitam melaju dari Enaro menuju kota Madi, diduga dikendarai oleh
dua oknum anggota TNI, dihentikan tiga remaja warga sipil yang meminta lampu
mobil dinyalakan.

Tidak terima dihentikan, anggota TNI tersebut kembali ke Markas TNI di Madi Kota,
dan kemudian mengajak beberapa anggota lainnya kembali ke Togokotu, tempat
ketiga remaja tersebut menghentikan mereka.

Dua remaja lari, satu lainnya dipukul hingga babak belur. Warga lalu melarikan
anak yang terluka tersebut ke rumah sakit.

Keeseokan paginya warga Paniai berkumpul dan meminta aparat melakukan


pertanggung jawaban terhadap remaja yang dipukul. Warga berkumpul di
lapangan Karel Gobay, namun sebelum dilakukan pembicaraan, aparat gabungan
TNI dan Polri sudah melakukan penembakan ke warga.

Empat orang tewas ditempat, 13 orang terluka dilarikan ke rumah sakit. Satu orang
akhirnya meninggal dalam perawatan di rumah sakit Madi. (*)

Anda mungkin juga menyukai