TRIBUNJAMBI.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) bacakan jawaban atas Nota Pembelaan
atau pledoi terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan
berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
Pembacaan jawaban jaksa dalam kasus Sambo Cs tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Senin (6/2/2023).
Pada sidang untuk Hendra Kurniawan, jaksa membacaan poin poin jawaban atas
pembelaan terdakwa.
Dari poin pledoi terdakwa itu, jaksa menyebutkan tidak akan menanggapinya.
Sebab apa yang disampaikan terdakwa dan kuasa hukum tidak termasuk dalam dakwaan.
Jawaban itu setelah tim JPU membaca ulang dan merangkum isi pledoi kubu terdakwa.
Jaksa menyebutkan bahwa dalam pledoi penasehat hukum terdakwa pada halaman 1-8 pada
pokoknya berisi tentang pendahuluan, sambutan dan ucapan terimakasih.
"Oleh karena itu kami penuntut umum tidak akan menanggapinya," ujar jaksa di
persidangan.
Kemudian dari halaman 8 hingga 26, jaksa menyebutkan pada pokoknya berisi rangkuman
peristiwa yang terjadi Duren Tiga, Jakarta Selatan tersebut.
"Oleh karena bahasan penasehat hukum terdakwa terkait kronologis peristiwa maka hal
tersebut juga tidak akan kami tanggapi karena sudah termuat dalam surat tuntutan
kami," sebut jaksa.
"Terkait perintah atasan, sebenarnya juga sudah kami bahas dalam surat tuntutan,"
"Jika dilihat peldoi penasehat hukum terdakwa secara keseluruhan hampir semuanya
berdalil pada perintah atasan,"
Terkait hal itu, pihak jaksa akan menjawabnya pada bagian akhir replik.
Sidang lanjutan tersebut untuk enam terdakwa yang terseret dalam kasus Ferdy Sambo
itu.
Keenam terdakwa itu yakni Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni
Wibowo, Arif Rahman Arifin, dan Irfan Widyanto.
Banyak anggota Polri yang terseret dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua
Hutabarat karena tertipu dengan Ferdy Sambo.
Pada pledoinya atas tuntutan jaksa, Irfan Widyanto mengatakan banyak anggota polisi
mulai dari tingkat terendah hingga perwira tertipu.
Sehingga kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo
menyeret sejumlah Perwira Polisi.
Tidak hanya diri sendiri, keluarga para terdakwa terimbas dari kasus ini.
Dalam pledoinya, lulusan terbaik Akpol 2010 itu menegaskan bahwa semua anggota
Polri yang terlibat kasus ini karena tertipu Ferdi sambo
Irfan mengaku bahwa pada awalnya tidak tahu peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua.
Irfan menambahkan, hanya Ferdy Sambo yang tahu peristiwa pembunuhan tersebut dan
semua anggota polisi telah tertipu Fery Sambo.
"Tidak ada satupun diantara kami bahkan petinggi Polri lainnya yang mengetahui pada
awalnya bagaimana peristiwa ini terjadi," kata Irfan dalam sidang.
"Hal ini telah terdukung baik dari proses peradilan yang sudah berjalan hingga
pemberitaan di media," dikutip dari Kompas TV yang tayang pada Minggu (5/2/2023).
"Bahwa hanya Bapak Ferdi Sambo lah yang mengetahui peristiwa yang sebenarnya
terjadi. Semua orang tertipu oleh Bapak Ferdi Sambo,"
Atas dasar informasi yang sesaat tersebut kami semua ikut terjerumus dalam badai
besar ini
Tak Hanya mereka yang terlibat langsung, keluarga mereka pun terimbas kasus
pembunuhan ajudan tersebut.
Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga,
Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy
Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari
Yosua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan
Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kemudian Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut delapan tahun
pidana penjara.
Sementara Bharada E dituntut 12 tahun pidana penjara.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal
55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo
juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice
bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif
Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV
Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal
49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE
Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat
(1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMJyVjgswm--gAw?ceid=ID:id&oc=3
Jadwal dan agenda sidang yang berlangsung hari ini dibenarkan Djuyamto selaku
pejabat Humas PN Jakarta Selatan.
Djuyamto mengatakan bahwa sidang hari ini beragendakan mendengar replik atau
respons jaksa penuntut umum (JPU) terhadap nota pembelaan atau pleidoi dari kubu
terdakwa.
"Senin 6 Feb. 2023 (agenda) Replik dari penuntut umum," kata Djuyamto dalam
keterangannya.
Djuyamto menyatakan, keenam terdakwa itu rencananya akan disidangkan di dua ruang
berbeda.
Hal itu didasari karena susunan majelis hakim dari keenam terdakwa tersebut
berbeda-beda.
Akan tetapi, jika merujuk pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN
Jakarta Selatan, agenda di kedua ruang sidang itu akan digelar sekira pukul 09.30
WIB.
Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri),
yaitu: Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal
Divpropam, Agus Nurpatria.
Kemudian, Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan
Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto;
Nadya Rahma Salah Menilai Ferdy Sambo: Tega Menjerumuskan Anak Buah ke dalam Jurang
yang Luarbiasa
Hal itu lantaran mantan Kadiv Propam itu membuat hancur karir anggota Polri yang
tersert dalam perkara tersebut.
Sebab istri Arif Rahman itu awalnya menilai Ferdy Sambo merupakan pemimpin yang
baik.
Bahkan Nadya Rahma tak menyangka Sambo tega membohongi dan menjerumuskan anak
buahnya ke dalam jurang yang dalam.
"Menyeret semua dengan kebohongan dan menjerumuskan kita ke dalam jurang yang luar
biasa," kata Nadia dikutip dari tayangan Kompas TV.
"Saya rasa bukan hanya mengahncurkan karir, tapi menghancurkan kehidupan, baik
suami juga keluarganya.
Enam anak buah Ferdi sambo telah membacakan Nota Pembelaan atau pledoi sebagai
terdakwa kasus obstruction of justice.
Menurut Jaksa keenamnya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta
melakukan perintangan penyidikan terkait kematian Brigadir Yosua.
Banyak anggota Polri yang terseret dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua
Hutabarat karena tertipu dengan Ferdy Sambo.
Sidang perkara yang menyeret nama mantan Kadiv Propam itu digelar di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan.
Pada pledoinya atas tuntutan jaksa, Irfan Widyanto mengatakan banyak anggota polisi
mulai dari tingkat terendah hingga perwira tertipu.
Sehingga kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo
menyeret sejumlah Perwira Polisi.
Tidak hanya diri sendiri, keluarga para terdakwa terimbas dari kasus ini.
Dalam pledoinya, lulusan terbaik Akpol 2010 itu menegaskan bahwa semua anggota
Polri yang terlibat kasus ini karena tertipu Ferdi sambo
Irfan mengaku bahwa pada awalnya tidak tahu peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua.
Irfan menambahkan, hanya Ferdy Sambo yang tahu peristiwa pembunuhan tersebut dan
semua anggota polisi telah tertipu Fery Sambo.
"Tidak ada satupun diantara kami bahkan petinggi Polri lainnya yang mengetahui pada
awalnya bagaimana peristiwa ini terjadi," kata Irfan dalam sidang.
"Hal ini telah terdukung baik dari proses peradilan yang sudah berjalan hingga
pemberitaan di media," dikutip dari Kompas TV yang tayang pada Minggu (5/2/2023).
"Bahwa hanya Bapak Ferdi Sambo lah yang mengetahui peristiwa yang sebenarnya
terjadi. Semua orang tertipu oleh Bapak Ferdi Sambo,"
Atas dasar informasi yang sesaat tersebut kami semua ikut terjerumus dalam badai
besar ini
Tak Hanya mereka yang terlibat langsung, keluarga mereka pun terimbas kasus
pembunuhan ajudan tersebut.
Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga,
Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy
Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari
Yosua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan
Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kemudian Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut delapan tahun
pidana penjara.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal
55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo
juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice
bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif
Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV
Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal
49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE
Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat
(1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMJyVjgswm--gAw?ceid=ID:id&oc=3