Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PPKN KELOMPOK 3

KASUS PIDANA

1Disusun Oleh:

Risma Ariani

Maghfirah Abdul Muthalib

Andi Salihah Musdalifah

Novarsha Dwi Asma Tawainella

Sandra Kelihu

Wanda Fatimah Parry

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MALUKU TENGAH


TAHUN AJARAN 2023-2024

KASUS PIDANA SAMBO

Awal Mula Kasus Ferdy Sambo Cs, Kasus Rekayasa Pembunuhan Brigadir Yosua

 Laporan Polisi 8 Juli 2022


Kasus pembunuhan Brigadir Joshua atau Brigadir J mencuat pada Jumat 8 Juli
2022. Saat itu Brigadir J diketahui tewas di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol
Sambo.
Dalam laporan yang dibuat, Ferdy Sambo melaporkan adanya kontak tembak
antara Brigadir J dengan Bharada E. Tembak-tembakan ini terjadi karena Brigadir J
diketahui melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Chandrawati, istri Ferdy Sambo.
Informasi ketika itu, ada dua laporan yang dibuat pihak Ferdy Sambo ke Polres
Jakarta Selatan dengan terduga Brigadir J, yakni pelecehan terhadap Putri Chandrawati
dan percobaan pembunuhan terhadap Bharada E. Kedua anggota polisi ini sama-sama
merupakan staf Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen
Ahmad Ramadhan mengatakan, motif penembakan itu adalah membela diri plus
melindungi istri Kadiv Propam.
"Motifnya adalah membela diri dan membela ibu (istri Kadiv Propam)," kata
Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022) ketika itu.
Ramadhan mengungangkapkan Bharada E sempat mendapatkan ancaman dari
Brigadir J sehingga melakukan aksi bela diri.
Kejadian aksi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E ini diduga terjadi
akibat pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istri Kadiv Propam Polri.
Brigadir J disebutkan menodongkan pistol kepada istri Irjen Sambo di dalam
kamar.
Kemudian hal ini diketahui oleh Bharada E karena istri Kadiv Propam sempat
berteriak. Namun Brigadir J kemudian melakukan tembakan kepada Bharada E.
Bharada E kemudian membalas tembakan itu. Dari kejadian tembak-menembak
itu, Brigadir J pun tewas.

 Ferdy Sambo Dinonaktifkan 18 Juli 2022


Seiring berjalannya waktu dan desakan publik yang curiga adanya rekayasa di kasus
tewasnya Brigadir J, pada 12 Juli 2022, Kapolri membentuk Tim Khusus Polri berdasarkan
SPRIN Nomor SPRIN/5647/VII/HUK.12.1./2022.

Tim khusus tersebut melakukan investigasi melibatkan Kompolnas dan Komnas


HAM. Tugasnya yaitu mengungkap kasus tewasnya Brigadir J sesuai fakta, objektif,
transparan, dan akuntabel.

Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo kemudian dinonaktifkan oleh Kapolri Listyo
Sigit Prabowo di sela pengungkapan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat
alias Brigadir J.

Setidaknya, Kapolri Listyo Sigit menyebut empat alasan Ferdy Sambo dinonaktifkan,
yakni alasan komitmen, obyektivitas, transparansi, akuntabel dalam mengungkap kasus
tewasnya Brigadir J oleh ajudan Ferdy Sambo, Barada E.

"Malam hari ini, kita putuskan untuk Irjen Pol Ferdy Sambo untuk sementara
jabatannya dinonaktifkan."

"Untuk kemudian, jabatan tersebut, saya serahkan kepada Pak Wakapolri," kata
Kapolri dalam konferensi pers, Senin (18/7/2022).

"Tentunya ini untuk menjaga agar apa yang telah dilakukan selama ini, terkait dengan
komitmen, obyektivitas, transparansi, akuntabel, betul-betul kita jaga."

"Agar proses penyidikan yang saat ini sedang dilaksanakan bisa berjalan dengan baik
dan membuat terang peristiwa yang terjadi," kata dia.

Listyo mengatakan, saat ini sejumlah tahapan terkait penyidikan kasus tersebut tengah
berjalan, meliputi pemeriksaan para saksi hingga pengumpulan alat bukti.

Menyusul, pada Rabu, 20 Juli 2022, Kapolri juga menonaktifkan Karo Paminal Polri
dan Kapolres Metro Jakarta Selatan. Di hari yang sama, autopsi ulang terhadap jenazah
Brigadir J dilakukan Tim Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), didampingi
Komnas HAM dan Kompolnas

Singkat cerita, fakta-fakta pun mulai terungkap, mulai dari adanya hambatan
penyidikan seperti intimidasi, tekanan, intervensi, hingga menghilangkan barang bukti yang
dilakukan beberapa anak buah Ferdy Sambo.

Termasuk fakta CCTV di pos satpam diambil oknum personel Divisi Propam Polri
dan Bareskrim Polri.

Pada 3 Agustus 2022, Bharada E ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal
338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Lalu, pada 5 Agustus 2022, Bharada E membuat
pengakuan berbeda dari sebelumnya.
Bharada E mengungkap semua fakta, termasuk pembunuhan berencana yang
didalangi Ferdy Sambo. Pada 9 Agustus 2022, Kapolri mengumumkan penetapan tersangka
terhadap Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal atau Bripka R, dan Kuat Ma'ruf.

Tak cukup sampai di situ, Polri juga menetapkan istri Ferdy Sambo yaitu Putri
Chandrawati sebagai tersangka.

Saat ini proses hukum Ferdy Sambo cs atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir
J masih berlangsung.

 Ferdy Sambo Dipecat dari Polisi

Saat ini Ferdy Sambo sudah dipecat dari polisi. Namun putusan ini belum final
karena Ferdy Sambo mengajukan banding pada sidang putusan, Kamis (25/8/2022).
"Mohon izin sesuai dengan pasal 69 PP 72 tahun 2022 izinkan kami untuk
mengajukan banding," kata Ferdy Sambo dalam sidang kode etik yang dipimpin
Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri.
Ia kemudian menegaskan bahwa dirinya akan menerima hasil keputusan sidang
yang diajukannya.
"Mohon izin ketua KKEP bagaimana kami sampaikan dalam proses
persidangan, kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang
kami lakukan terhadap institusi Polri,"
"Apapun keputusan banding kami siap untuk melaksanakan," katanya dalam
sidang sidang komisi kode etik Polri (KKEP) di Gedung TNCC, Mabes Polri.
Sebelummnya, Ferdy Sambo juga mengajukan surat pengunduran diri sebagai
anggota Polri ke Kapolri Jenderal Listypo SIgit Prabowo.

Perkembangan Kasus Sambo Saat Ini

Pada Selasa 8 Agustus 2023 lalu, Mahkamah Agung (MA) telah selesai melaksanakan
sidang kasasi vonis pidana mati yang diajukan oleh Ferdy Sambo, terpidana kasus
pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hasilnya, majelis hakim memutus hukuman atas terpidana Ferdy Sambo dari pidana
mati menjadi penjara seumur hidup.

Hakim Mahkamah Agung (MA)mengubah hukuman mati Ferdy Sambo atas kasus
pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi
penjara seumur hidup. Ternyata Hakim MA berpandangan Ferdy Sambo memiliki jasa
selama 30 tahun di Polri.
Alasan tersebut tertuang dalam salinan putusan Ferdy Sambo nomor 813 K/Pid/202.
Dalam sidang putusan pimpin ketua majelis hakim Suhadi dan anggotanya Suharto,
Jupriyadi, Desnayeti, serta Yohanes Priyana. Dalam putusannya, hakim wajib memperhatikan
sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Hal itu sejalan dengan amanat Pasal 8 ayat 2 UU
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

"Maka riwayat hidup dan keadaan sosial terdakwa juga tetap harus dipertimbangkan
karena bagaimana pun terdakwa saat menjabat sebagai anggota Polri dengan jabatan terakhir
Kadiv Propam pernah berjasa kepada negara dengan berkontribusi ikut menjaga ketertiban
dan keamanan serta menegakkan hukum di Tanah Air. Terdakwa telah mengabdi sebagai
anggota Polri kurang lebih 30 tahun," ujar MA dalam putusannya.

Sambo juga telah menegaskan mengakui kesalahannya dan siap bertanggung jawab
atas perbuatannya. Sehingga, selaras dengan tujuan pemidanaan yang ingin menumbuhkan
rasa penyesalan bagi pelaku tindak pidana.

"Bahwa dengan pertimbangan tersebut, dihubungkan dengan keseluruhan fakta


hukum perkara a quo, maka demi asas kepastian hukum yang berkeadilan serta
proporsionalitas dalam pemidanaan terhadap pidana mati yang telah dijatuhkan Judex Facti
kepada terdakwa perlu diperbaiki menjadi pidana penjara seumur hidup dengan pertimbangan
sebagaimana telah diuraikan di atas," kata MA dalam putusannya.

Selain Ferdy Sambo, terdakwa lain yakni Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky
Rizal Wibowo telah mengajukan kasasi ke MA pada Mei lalu. Kasasi diajukan setelah
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak banding atas vonis yang dijatuhkan Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Putusan banding Majelis Hakim PT DKI menguatkan vonis hakim PN Jakarta


Selatan. Ferdy Sambo tetap divonis hukuman mati, Putri Candrawathi divonis 20 tahun
penjara, Kuat divonis 15 tahun penjara, dan Ricky Rizal 13 tahun penjara.

Saat kasasi, putusan itu berubah. Sambo yang semula divonis hukuman mati oleh MA
diubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Putri Candrawathi menjadi 10 tahun, Bripka
Ricky Rizal menjadi 8 tahun, serta Kuat Ma'ruf menjadi 10 tahun.

Adapun norma-norma yang dilanggar oleh tersangka yaitu:

1. Terkait kasus pembunuhan berencana, Sambo dijerat Pasal 340 subsider, Pasal
338 juncto ,Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur
hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

 Pasal 340 KUHP Subsider


“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana
(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.

 Pasal 338 KUHP Juncto


“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-
lamanya lima belas tahun."
 Pasal 55 dan 56 KUHP
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana
atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. mereka yang sengaja
memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan ; 2. mereka yang
sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.

2. Menjadi tersangka obstruction of justice atau tindakan menghalangi


penyidikan kasus kematian Yosua. Dalam perkara ini, dia dijerat Pasal 49
juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor
19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa
8 hingga 10 tahun penjara.

 Pasal 49 ayat (1) dan (2) KUHP


menyebutkan: “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk
pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu
yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain;
terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda
sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.
“pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung
disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau
ancaman serangan itu, tidak dipidana.”
 Pasal 33 ayat (1) KUHP
“hanya penyidik yang dapat melakukan penggeledahan rumah dengan
surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.”
 Pasal 48 ayat (1) KUHP
“Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa,
tidak dipidana.”
 Pasal 32 ayat (1) KUHP
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan
suatu informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik milik orang
lain atau milik publik.”
3. Dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau
Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun
kurungan.
 Pasal 221 (1) KUHP
“Barang siapa yang melakukan perbuatan menutupi tindak pidana
yang dilakukan, dengan cara menghancurkan, menghilangkan dan
menyembunyikan barang bukti dan alat bukti diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.”
 Pasal 233 KUHP
“(1) Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan
tinggi dengan paling sedikit 3 (tiga) orang hakim atas dasar berkas
perkara yang diterima dari pengadilan negeri yang terdiri dari Berita
Acara pemeriksaan dari penyidik, Berita Acara pemeriksaan di sidang
pengadilan negeri, beserta semua surat yang timbul di sidang atau
berhubungan erat dengan perkara tersebut dan putusan pengadilan
negeri.(2) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke
pengadilan tinggi sejak saat diajukannya permintaan banding.(3)
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri, pengadilan
tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa
perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena jabatannya maupun atas
permintaan terdakwa.(4) Jika dipandang perlu, pengadilan tinggi
mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut
umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan
kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya.”

Anda mungkin juga menyukai