Oleh:
1. Pangky Fauz F. (220201110010)
2. Alvian Fuad Sabila (220201110017)
3. Muhammad Jad Maula (220201110038)
4. Syahrul Anwar (220201110043)
5. Muhammad Fithrah Fanani (220201110005)
6. Zahroul Bariroh (220201110001)
7. Syalaisha Kholila (220201110034)
8. Hilma Nurul Latifah (220201110033)
9. Siska Amelia Septia putri (220201110035)
10. Ayu Ma'rifatul Khoiriyah (220201110020)
11. Linda Puspitasari (220201110004)
12. sufiana salsabilla (220201110013)
13. luay daifa (220201110030)
14.Raudatul Aulia (220201110007)
Namun , dari kasus diatas secara tidak langsung telah mencoret nama aparat penegak
hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat, menjaga dan menegakkan keadilan hukum,
serta menjunjung tinggi hukum tetapi malah menjadi pelaku daripada menjatuhkan hukum itu
sendiri.
Lantas yang menjadi pertanyaan adalah mengapa hal ini bisa terjadi ? mengapa aparat
penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum malah justru melanggar hukum itu
sendiri ? pantaskah bagi seorang penegak hukum melanggar hukum? Sejumlah pertanyaan
diatas tentunya bisa memiliki segudang jawaban.
Menurut kami, factor apapun yang mempengaruhi aparat penegak hukum melanggar
hukum tidak dapat dibenarkan. Factor factor tersebut antara lain, adalah :
1) Pengawasan yang lemah didalam Lembaga atau badan penegak hukum dan
peradilan itu sendiri. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi sebuah
pelanggaran hukum dari para penegak hukum.
2) Adanya benturan berbagai kepentingan. Entah kepentingan pribadi seperti
dendam yang dipicu factor factor tertentu ataupun kepentingan kelompok
bahkan politik.
3) Faktor moralitas dan integritas dari para aparat penegak hukum yang lemah,
sehingga saat melanggar hukum tersebut sang aparat penegak hukum tidak
berfikir dua kali akan siapa mereka dan posisi mereka sebagai pemegang
amanah penegak hukum di negara ini.. Padahal moralitas adalah sesuatu hal
yang tidak bisa dilupakan oleh para aparat penegak hukum. Ketika hukum
yang ada sudah disusun sedemikian rupa baik, akan tetapi jika tidak didukung
dengan aparat penegak hukum yang baik pula maka yang dapat terjadi adalah
penyelewengan.
4) Factor kekuasaan, sambo yang notabene adalah pimpinan polri mampu
menghasut para jajaran polri lainnya dan mengelabui massa demi sebuah
dendam dan kepentingan pribadi. Jika saja dia tidak memiliki jabatan, bisakah
ia merekayasa dengan sedemikian rupa? Hingga menyeret sekurang kurangnya
75 bawahannya dari badan polri sendiri.
5) Sifat juga menjadi salah satu factor internal yang berpengaruh. Karena sifat
sendiri sejatinya terbentuk dari lingkungan sang aparat penegak hukum yang
tanpa rasa malu melanggar hukum itu sendiri. Seperti Ferdi sambo melakukan
perbuatan tersebut bukankah karena sifat serakah, serakah akan jabatan dan
kekuasaan, sehingga semua dikelabui dengan mudahnya.
Menjadi suatu ironi apabila aparat penegak hukum yang seharusnya menegakkan
hukum malah mereka sendirilah yang melanggar hukum. Bukankah jika hal ini terus terjadi
akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum saat ini.
Meskipun demikian bahwa tidak semua penegak hukum terlibat dalam praktik mafia
peradilan ini di negeri ini masih banyak aparat penegak hukum yang berupaya menegakkan
hukum dengan seadil-adilnya. Hanya saja -kasus diatas seakan menjadi citra buruk para
penegak hukum. Alhasil membuat masyarakat berspekulasi bahwa beginilah wujud asli
lembaga peradilan di Indonesia.
PENDAPAT MENGENAI KASUS.
Menurut kami perbuatan tersebut sangatlah tidak etis. Mengapa aparat penegak
hukum melanggar hukum sedang seharusnya mereka menciptakan dan menegakkan keadilan
dari hukum itu sendiri?. Hukum di negara kita saat ini layaknya pajangan, hanya tertulis
secara undang undang tanpa ada pembuktian. Seakan akan hukum itu hanyalah sebuah
permainan. Menurut kami Negara kita Indonesia belum bisa dikatakan negara hukum
melainkan negara kekuasaan. Karena seakan akan hukum itu bisa dibeli dan ditawar dengan
uang maupun jabatan. seperti kata pepatah bahwa hukum itu tajam kebawah dan tumpul
keatas.
Kasus ini juga membuat masyarakat meragukan atau bahkan tidak percaya lagi
kepada pihak penegak hukum negara ini. Karena aparat yang dipercaya tak lagi tunduk pada
hukum. Lantas dimana kepercayaan terhadap hukum itu disematkan jika figur pengemban
amanat hukum telah berkhianat terhadap negara ini? Mungkin ini juga yang memicu rakyat
dan masyarakat lebih anarkis dan menganggap hukum itu hanya sebuah mainan dan teks
tertulis tanpa perlu ditaati.
Najwa shihab pernah berkata
“Bagaimana anak muda bisa diam ketika aparat justru minim teladan”
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa kita sebagai generasi muda mempumyai tanggung
jawab masa depan yaitu harus mampu menciptakan dan mengubah wajah baru hukum di
Indonesia yang bersih dari praktik penjatuhan martabat hukum itu sendiri yang seharusnya
dijunjung dan diterapkan secara global oleh masyarakat apalagi aparat penegak hukum. Itulah
mengapa pentingnya Pendidikan hukum dan karakter bagi generasi muda untuk melahirkan
generasi penegak hukum yang lebih taat dan transparan tanpa bertindak pura pura dibelakang
jabatan hukum yang tersemat.