Anda di halaman 1dari 6

Essay

Aparat Penegak Hukum Melanggar Hukum


Seorang Aparat Penegak Hukum Yang Membuat Hukum Dan Mengemban Tugas
Menegakkan Hukum Tetapi Malah Melanggar Hukum Itu Sendiri

Oleh:
1. Pangky Fauz F. (220201110010)
2. Alvian Fuad Sabila (220201110017)
3. Muhammad Jad Maula (220201110038)
4. Syahrul Anwar (220201110043)
5. Muhammad Fithrah Fanani (220201110005)
6. Zahroul Bariroh (220201110001)
7. Syalaisha Kholila (220201110034)
8. Hilma Nurul Latifah (220201110033)
9. Siska Amelia Septia putri (220201110035)
10. Ayu Ma'rifatul Khoiriyah (220201110020)
11. Linda Puspitasari (220201110004)
12. sufiana salsabilla (220201110013)
13. luay daifa (220201110030)
14.Raudatul Aulia (220201110007)

Hukum Keluarga Islam_A


Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Tahun 2022/2
PENJABARAN KASUS
Kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah
dinas bekas Kepala Divisi dan Profesi Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo menemui titik
terang setelah lebih dari sebulan bergulir. Brigadir Yosua mulanya disebutkan tewas dalam
insiden saling tembak dengan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Saling tembak itu
dipicu dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Yosua terhadap istri Sambo, Putri
Candrawathi. Namun, berbagai fakta yang ditemukan tim khusus membantah klaim tersbut.
Tim khusus Polri memastikan tidak ada peristiwa tembak-menembak dalam kematian Yosua,
melainkan aksi penembakan.
Menurut keterangan awal polisi, Brigadir J tewas dalam insiden saling tembak
dengan Bharada E di rumah dinas Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan,
pada 8 Juli 2022 pukul 17.00. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri
Brigjen Ahmad Ramadhan saat itu mengatakan peristiwa bermula ketika Brigadir J masuk ke
kamar istri Sambo dan diduga melakukan pelecehan. Menurut Ramadhan, istri Ferdy sempat
berteriak, sehingga Bharada E pun mendengarnya. Lantas Bharada E berjalan menuju kamar,
tetapi Brigadir J keluar lebih dahulu. Brigadir J disebut mengeluarkan tembakan sebanyak
tujuh kali dan dibalas oleh Bharada E sebanyak lima kali. Tidak ada tembakan Brigadir J
yang mengenai Bharada E, tetapi tembakan Bharada E menewaskan Brigadir J.
Setelah kejadian itu, Putri menelepon Sambo yang disebutkan sedang melakukan tes
PCR di luar rumah. Kematian Brigadir J ini baru diungkapkan ke publik pada 11 Juli 2022
atau tiga hari setelah kejadian. Usaha polri mengusut kasus ini yaitu:
Kapolri Bentuk Timsus
Untuk mengusut kasus itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga membentuk tim
khusus yang dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. Sigit belakangan juga
membentuk inspektorat khusus yang dipimpin Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto
untuk mengusut dugaan pelanggaran etik.
Penonaktifan Sejumlah Pejabat Polri
Kapolri menonaktifkan Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan
Pengamanan Polri pada 18 Juli. Menyusul setelahnya Kepala Biro Paminal Divisi Propam
Brigjen Hendra Kurniawan serta Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi juga dinonaktfikan
dari jabatan masing-masing.
Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J
Permintaan keluarga untuk dilakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J dikabulkan.
Pada 27 Juli, dilakukan autopsi di RSUD Sungai Bahar, Jambi. Autopsi dilakukan oleh tim
dokter forensik yang terdiri dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), Rumah
Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, dan Pusdokkes Polri.
Bharada E Jadi Tersangka
Dalam perjalanan kasus, Bharada E ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (3/8). Ia dijerat
dengan Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Mengutip dari buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 338 KUHP berbunyi
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.”
Pasal 55 KUHP berbunyi:
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
Pasal 56 KUHP berbunyi:
Dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan: Barangsiapa dengan sengaja
membantu melakukan kejahatan itu; Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan,
daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.
Karena sejatinya Barada E disini berperan sebagai orang suruhan dari Irjen Ferdi Sambo.
Polisi mengatakan tembakan Bharada E terhadap Brigadir J bukan bentuk membela diri.
Sambo dan Sejumlah Perwira Dicopot
Polri memeriksa 25 personelnya karena diduga tidak profesional dalam penanganan TKP dan
menghambat proses penyidikan. Mereka terdiri dari 3 perwira tinggi bintang satu, 5 komisaris
besar, 3 ajun komisaris besar, 2 komisaris, 7 perwira pertama, serta 5 bintara dan tamtama.
Seiring hal itu, Kapolri mencopot Ferdy Sambo dari jabatannya. Selain Sambo, beberapa
anak buahnya di Divisi Propam juga dicopot. Mereka dimutasi ke Markas Pelayanan
(Yanma) Polri.
Sambo Ditempatkan di Mako Brimob
Sambo dibawa ke Mako Brimob Kelapa Dua, Depok pada Sabtu (6/8). Ia diduga melanggar
kode etik karena masalah ketidakprofesionalan dalam olah TKP. Sambo diduga mengambil
dekoder kamera pemantau atau CCTV yang ada di sekitar rumah dinasnya, tempat Yosua
tewas ditembak. Ia ditempatkan di tempat khusus selama 30 hari.
Bripka Ricky Rizal Jadi Tersangka
Polri menetapkan Brigadir Ricky Rizal sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir J
pada Minggu (7/8). Ia langsung ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Brigadir Ricky yang
merupakan ajudan istri Sambo dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal
56 KUHP.
Irjen Sambo Jadi Tersangka
Pada Selasa (9/8), polisi menyatakan telah menetapkan empat orang sebagai tersangka,
termasuk Sambo. Tiga tersangka lainnya yaitu Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal,
dan KM. Sambo dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP. Pasal
340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati,
pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.
Isi Pasal 340 KUHP: "Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun." Isi Pasal 338 KUHP: Kemudian, Pasal 338 juga tertuang dalam Bab XIX. Berikut
bunyinya: "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun."
 Polisi menyebutkan Sambo menyuruh melakukan pembunuhan dan membuat
skenario seolah-olah terjadi tembak-menembak. Sambo melepaskan beberapa
kali tembakan ke dinding menggunakan senjata api milik Brigadir Yosua.
 Sementara itu Bharada RE berperan menembak korban atas perintah Sambo.
Bripka RR berperan turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir
J.
 Lalu, tersangka KM berperan turut membantu dan menyaksikan penembakan
Brigadir J.
Sedang hasil otopsi menyimpulkan bahwa:
Otopsi pertama: ada tujuh luka tembak masuk, enam luka tembak keluar, dan satu peluru
bersarang di dada. Kemudian luka luka lain ditubuh Brigadir J hasil tembakan sehingga tidak
ada bekas penyiksaan. Dari sini spekulasi awal menyatakan bahwa kasus ini adalah adu
tembak antara brigadier J dan barada E.
Sedang otopsi kedua menyimpulkan Brigadir J menerima 5 luka tembakan masuk, dan 4 luka
keluar dengan luka fatal di bagian kepala dan dada bagian kanan. Jelas sekali adanya
penganiayaan disini sehingga muncul spekulasi public tentang adanya rencana pembunuhan
disini, karena tidak mungkin penganiayaan dilakukan secara spontan. Pasti ada dendam atau
factor lain yang memicu sehingga penganiayaan itu ada.
ANALISIS KASUS
Negara Republik Indonesia adalah negara yang didasarkan atas
hukum (Rechtsstaats), bukan negara yang didasarkan atas kekuasaan
belaka (Machtstaat). Afirmasi sebuah negara hukum di Indonesia ini dituangkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum.”. Hukum dalam sebuah negara
hukum ini tentunya tidak terlepas dari adanya aparat penegak hukum. Dengan demikian,
hukum ini dapat terlaksana dengan baik jika didukung dengan adanya pihak-pihak yang
mampu untuk mengawasi terlaksananya hukum tersebut. Disinilah dibutuhkan adanya peran
aparat penegak hukum yang mampu menegakkan hukum yang mana sesuai dengan tujuan
dari hukum itu sendiri yaitu untuk mencapai keadilan.
Menurut Soejono Soekanto, salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
diantaranya adalah faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang terkait secara langsung
dalam proses penegakan hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, peradilan, advokat dan lembaga
pemasyarakatan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi keberhasilan usaha
penegakan hukum di masyarakat. Permasalahan yang esensial dalam penegakan hukum di
Indonesia bukan hanya semata-mata terhadap produk hukum yang tidak responsif, melainkan
juga berasal dari faktor aparat penegak hukumnya. Untuk meletakkan pondasi penegakan
hukum, maka pilar yang utama adalah penegak hukum yang mampu menjalankan tugasnya
dengan integritas dan dedikasi yang baik. Karena sepanjang sapu kotor belum dibersihkan,
maka setiap pembicaraan tentang keadilan akan menjadi omong kosong belaka (Ahmad Ali,
2001: 74).

Namun , dari kasus diatas secara tidak langsung telah mencoret nama aparat penegak
hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat, menjaga dan menegakkan keadilan hukum,
serta menjunjung tinggi hukum tetapi malah menjadi pelaku daripada menjatuhkan hukum itu
sendiri.

Lantas yang menjadi pertanyaan adalah mengapa hal ini bisa terjadi ? mengapa aparat
penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum malah justru melanggar hukum itu
sendiri ? pantaskah bagi seorang penegak hukum melanggar hukum? Sejumlah pertanyaan
diatas tentunya bisa memiliki segudang jawaban.

Menurut kami, factor apapun yang mempengaruhi aparat penegak hukum melanggar
hukum tidak dapat dibenarkan. Factor factor tersebut antara lain, adalah :

1) Pengawasan yang lemah didalam Lembaga atau badan penegak hukum dan
peradilan itu sendiri. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi sebuah
pelanggaran hukum dari para penegak hukum.
2) Adanya benturan berbagai kepentingan. Entah kepentingan pribadi seperti
dendam yang dipicu factor factor tertentu ataupun kepentingan kelompok
bahkan politik.
3) Faktor moralitas dan integritas dari para aparat penegak hukum yang lemah,
sehingga saat melanggar hukum tersebut sang aparat penegak hukum tidak
berfikir dua kali akan siapa mereka dan posisi mereka sebagai pemegang
amanah penegak hukum di negara ini.. Padahal moralitas adalah sesuatu hal
yang tidak bisa dilupakan oleh para aparat penegak hukum. Ketika hukum
yang ada sudah disusun sedemikian rupa baik, akan tetapi jika tidak didukung
dengan aparat penegak hukum yang baik pula maka yang dapat terjadi adalah
penyelewengan.
4) Factor kekuasaan, sambo yang notabene adalah pimpinan polri mampu
menghasut para jajaran polri lainnya dan mengelabui massa demi sebuah
dendam dan kepentingan pribadi. Jika saja dia tidak memiliki jabatan, bisakah
ia merekayasa dengan sedemikian rupa? Hingga menyeret sekurang kurangnya
75 bawahannya dari badan polri sendiri.
5) Sifat juga menjadi salah satu factor internal yang berpengaruh. Karena sifat
sendiri sejatinya terbentuk dari lingkungan sang aparat penegak hukum yang
tanpa rasa malu melanggar hukum itu sendiri. Seperti Ferdi sambo melakukan
perbuatan tersebut bukankah karena sifat serakah, serakah akan jabatan dan
kekuasaan, sehingga semua dikelabui dengan mudahnya.

Menjadi suatu ironi apabila aparat penegak hukum yang seharusnya menegakkan
hukum malah mereka sendirilah yang melanggar hukum. Bukankah jika hal ini terus terjadi
akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum saat ini.
Meskipun demikian bahwa tidak semua penegak hukum terlibat dalam praktik mafia
peradilan ini di negeri ini masih banyak aparat penegak hukum yang berupaya menegakkan
hukum dengan seadil-adilnya. Hanya saja -kasus diatas seakan menjadi citra buruk para
penegak hukum. Alhasil membuat masyarakat berspekulasi bahwa beginilah wujud asli
lembaga peradilan di Indonesia.
PENDAPAT MENGENAI KASUS.

Menurut kami perbuatan tersebut sangatlah tidak etis. Mengapa aparat penegak
hukum melanggar hukum sedang seharusnya mereka menciptakan dan menegakkan keadilan
dari hukum itu sendiri?. Hukum di negara kita saat ini layaknya pajangan, hanya tertulis
secara undang undang tanpa ada pembuktian. Seakan akan hukum itu hanyalah sebuah
permainan. Menurut kami Negara kita Indonesia belum bisa dikatakan negara hukum
melainkan negara kekuasaan. Karena seakan akan hukum itu bisa dibeli dan ditawar dengan
uang maupun jabatan. seperti kata pepatah bahwa hukum itu tajam kebawah dan tumpul
keatas.
Kasus ini juga membuat masyarakat meragukan atau bahkan tidak percaya lagi
kepada pihak penegak hukum negara ini. Karena aparat yang dipercaya tak lagi tunduk pada
hukum. Lantas dimana kepercayaan terhadap hukum itu disematkan jika figur pengemban
amanat hukum telah berkhianat terhadap negara ini? Mungkin ini juga yang memicu rakyat
dan masyarakat lebih anarkis dan menganggap hukum itu hanya sebuah mainan dan teks
tertulis tanpa perlu ditaati.
Najwa shihab pernah berkata
“Bagaimana anak muda bisa diam ketika aparat justru minim teladan”
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa kita sebagai generasi muda mempumyai tanggung
jawab masa depan yaitu harus mampu menciptakan dan mengubah wajah baru hukum di
Indonesia yang bersih dari praktik penjatuhan martabat hukum itu sendiri yang seharusnya
dijunjung dan diterapkan secara global oleh masyarakat apalagi aparat penegak hukum. Itulah
mengapa pentingnya Pendidikan hukum dan karakter bagi generasi muda untuk melahirkan
generasi penegak hukum yang lebih taat dan transparan tanpa bertindak pura pura dibelakang
jabatan hukum yang tersemat.

Anda mungkin juga menyukai