Anda di halaman 1dari 3

Tugas Delik-Delik dalam Kodifikasi D

Nama : Andi Aulia Ramadhani

Nim : B011211015

Tugas

1. Menganalisis unsur pembunuhan berencana dalam kasus Pembunuhan Brigadir Joshua


Hutabarat!
2. Apakah penghinaan terhadap presiden termasuk makar?

Pembahasan :

1. Pembunuhan berencana telah diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan
berencana “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun” dalam bunyi pasal tersebut terdapat tiga unsur pembunuhan berencana yaitu
barangsiapa, sengaja, dan rencana sehingga Unsur-unsur pembunuhan berencana
berdasarkan Pasal 340 KUHP adalah
1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat
dimintai pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person,
yaitu manusia.
2. Sengaja, adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk
menimbulkan akibat tertentu yang telah diatur dalam perundangundangan
yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif).
3. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan
dengan tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis
terlebih dahulu lalu baru diikuti dengan tindakannya.

Utnuk mengetahui pembunuhan berencana dalam kasus pembunuhan brigadier Joshua


perlunya terpenuhi tiga unsur diatas. Pembunuhan Brigadir Joshua terjadi di rumah dinas
Ferdy Sambo di komplek rumah dinas polri , Jl Duren Tiga , Dalam kasus ini, lima orang
ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E,
Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan istri Ferdy Sambo, Putri
Candrawath kelima orang tersebut mempunyai peranya masing –masing, ferdy sambo
adalah orang yang memerintahkan bharada Richard eliezer untuk menembak jhosua FS
juga telah merekayasa kejadian dengan mematika cctv dan membuat rekayasa seakan
terjadi adegan baku tembak dalam rekonstruksi yang dilakukan menunjukkan bahwa
terdapat aktivitas pendahuluan di Saguling dimana sebelum terjadi penembakan ferdy
sambo sempat beretemu putri dan memeluk putri yang terlihat mengis dan menunduk
lalu sambo berkomunikasi lewat HT yang biasa dipakai ajudannya , selanjutnya Ricky
salah satu ajudan menemui Sambo di lantai tiga dan mengobrol setleh ricky keluar ia
menemui Eliezer yang berada depan rumah setelah berbincang eliezer menemui sambo
dan berbincang setelah itu ia turun kembali ke mobil mengambil senajata dilaci lalu
memasukkanya di tas lalu terjadilah penembakan terhadap Brigadir Jhosua dalam hal ini
unsur yang pertama sudah terepenuhi unsur pertama dan ketiga pembunuhan berencana .

Pembunuhan kasus Brigadir J juga terdapat unsur kesengajan dalam rekontruksi yang
dilakikan terjadi penembakan yang dilakukan Eliezer pada Brigadir J setelah itu disusul
oleh Ferdy Sambo dan brigadier J terkapar lalu FS menembak ke dua sisi dinding untuk
rekayasa dalam hal ini FS insyaf akan kesalahan yang dilakukannya sehingga ia
melakukan rekayasa untuk meringankan hukuman yang diberikan.

Dengan terpenuhinya unsur pembunuhan berencana tersebut FS dapat dijatuhi ancaman


hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun dalam pasal 340 KUHP

Pembunuhan ini juga diperkuat oleh beberapa bukti sperti keterangan saksi, foto hasil
visum atau luka, dan senjata yang digunakan hingga saat ini Kepolisian masih mendalami
motif dan mengumpulkan bukti lainnya yang dapat memperkuat karena masih terjadi
pertentangan antara eterangan yang diberikan bahkan adanya risiko tidak terbuktinya
kasusu itu dipengadilan bisa saja terjadi dimana para tersangka nantinya akana menjadi
saksi dari pelaku yang lain atau saksi mahkota yang pada akirnya saling membela dan
semua terdakwa bebas.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022/PUU-IV/2006, menyatakan bahwa Pasal
134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
tindak pidana penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden tidak lagi mempunyai
kekuatan mengikat atau dengan kata lain sudah tidak berlaku lagi. Dalam
pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa Pasal-Pasal ini dapat
menimbulkan ketidakpastian hukum, menghambat hak atas kebebasan menyatakan
pikiran, dengan lisan, tulisan, dan ekspresi, dan sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan
di Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Analisis dari kebijakan kriminalisasi menyimpulkan bahwa tindak pidana ini tidak perlu
diatur lagi karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), terutama dalam hal jaminan atas Hak
Asasi Manusia (HAM) bagi setiap warga negara. Penjelasan Pasal RUU KUHP yang
merumuskan tindak pidana penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden tersebut
tidak menyebutkan secara jelas kepentingan apa yang ada di balik pengaturan penghinaan
terhadap Presiden atau Wakil Presiden.
Adapun makar diatur dalam pasal 104 KUHP Makar dengan maksud untuk membunuh,
atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden
memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Jika dianalisis makar merupakan tindakan untuk menggulingkan pemerinthan presiden
namun hal ini tentunya tidak sama halnya dengan penghinaan terhadap presiden ketika
penghinaan tersebut hanya menyerang pribadi atau menjatuhkan harkat dan martabat
presiden dan wakil presiden namun tidak berepengaruh oleh pemerintahannya sehingga
penghinaaan terhadap presiden tidak termasuk makar .

Anda mungkin juga menyukai