Anda di halaman 1dari 2

DESKRIPSI KASUS SAMBO

Kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang terjadi di rumah dinas
bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren
Tiga, Jakarta Selatan, genap satu bulan pada Senin (8/8) ini.

Sejak kasus diungkap pada 11 Juli 2022, Polri menyebut Yosua tewas dalam insiden saling
tembak dengan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Saling tembak itu diklaim terjadi
karena Yosua melakukan pelecehan terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi. Kasus
kematian Yosua diusut oleh Mabes Polri melalui Tim Khusus (Timsus) dan Inspektorat
Khusus (Irsus) yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Selain itu, Komnas HAM
juga melakukan penyelidikan secara independen.

Kematian Brigadir J dilaporkan sebagai dugaan pembunuhan berencana oleh keluarga ke


Bareskrim Polri. Sementara itu, pengacara keluarga Sambo melaporkan Brigadir J atas
dugaan pelecehan dan ancaman pembunuhan terhadap istri Sambo ke Polres Metro Jakarta
Selatan.

Irjen Ferdy Sambo dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan
Pengamanan Polri pada 18 Juli. Kemudian, pada 20 Juli, Kepala Biro Paminal Divisi Propam,
Brigjen Hendra Kurniawan serta Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi juga dinonaktfikan dari
jabatan mereka masing-masing.

Timsus menetapkan Bharada E tersangka kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Ferdy
Sambo pada Rabu (3/8). Polisi mengatakan tembakan Bharada E bukan bentuk membela
diri. Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Sehari setelah menetapkan Bharada E jadi tersangka, Polri memeriksa 25 personelnya yang
terdiri dari 3 perwira tinggi bintang satu, 5 komisaris besar, 3 ajun komisaris besar, 2
komisaris, 7 perwira pertama, serta 5 bintara dan tamtama. Mereka diduga menghalangi
penyidikan perkara penembakan Brigadir J. Kemudian, pada 4 Agustus, Kapolri mencopot
Ferdy Sambo serta 14 perwira tinggi dan perwira menengah Polri lain. Ferdy Sambo
dimutasi menjadi pati di Markas Pelayanan (Yanma) Polri.

Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi muncul perdana ke hadapan publik pada Minggu
(7/8) usai kematian Brigadir J sebulan sebelumnya. Putri menangis usai mendatangi Mako
Brimob untuk menjenguk Sambo yang tengah ditempatkan di sana selama 30 hari ke depan.

Bharada E pun mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) atau bekerja sama dengan
penegak hukum dalam rangka meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).

Setelah Bharada E sebagai tersangka, sehari berikutnya penyidik Timsus melakukan


pemeriksaan terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo di Gedung Bareskrim Polri, Kamis (4/8). Pada
hari yang sama, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram
khusus mencopot sedikitnya 10 perwira Polri dari jabatannya karena melanggar prosedur
tidak profesional menangani olah TKP Duren Tiga.
Dari 10 perwira tersebut, tiga di antaranya adalah perwira tinggi, yakni Irjen Pol. Ferdy
Sambo, Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, dan Brigjen Pol. Benny Ali. Ketiganya dimutasi
menjadi perwira tinggi Pelayanan Markas (pati Yanma) Polri.

Hingga Selasa (9/8), Timsus bentukan Kapolri menyampaikan hasil penyidikan kasus TKP
Duren Tiga yang fakta sebenarnya adalah terjadi penembakan terhadap Brigadir J oleh
Bharada E atas perintah Ferdy Sambo, disaksikan oleh dua tersangka lainnya, yakni Bripka
RR dan Kuat Makruf alias KM (ART/sopir).

Keempat tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP subsider
Pasal 338 jo. Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal hukuman
mati atau penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun.

Selain tersangka, juga terungkap ada 31 dari 56 personel Polri yang diperiksa Inspektorat
Khusus (Itsus) karena melanggar prosedur dalam penanganan olah TKP Duren Tiga. Ketiga
puluh satu personel itu diduga melanggar Kode Etik Profesional Polri. Di antara 31 orang
tersebut, sebanyak 11 personel ditempatkan di tempat khusus (patsus) dalam rangka
pemeriksaan.

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto menyebut aksi
dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J
terhadap Putri Candrawathi besar kemungkinan tidak terjadi.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya selesai memberikan vonis kepada
lima terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Hasil sidang
vonis hukuman 5 terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J yaitu Ferdy Sambo =
Hukuman mati, Putri Candrawathi = 20 tahun penjara, Kuat Ma'ruf = 15 tahun penjara, Ricky
Rizal = 13 tahun penjara, Richard Eliezer = 1 tahun 6 bulan penjara

Penilaian Tentang Kasus Ferdi Sambo

Kasus Ferdy Sambo cukup dramatis mulai dari kasus polisi tembak polisi, berubah ke isu
perselingkuhan. Lalu kasus ini bertambah kaya dengan adanya elemen "obstruction of
justice" (aparat negara yang berbohong menghalangi terbukanya kasus yang sebenarnya.
Akibat tindakannya itu, pencari keadilan terhalangi). Motif kasus berubah lagi menjadi
kasus suami bela istri, penyalahgunaan jabatan, juga tuduhan uang gelap judi daring, hingga
uang narkoba. Sehingga membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri
menurun.

Dari kasus tersebut saya dapat menilai bahwa Ferdy Sambo ahli dalam menangani kasus,
begitu kasusnya sendiri dengan sebaliknya Ferdy Sambo dengan pintar memanipulasi kasus
hingga menggiring opini masyarakat tentang kasus pembunuhan Brigadir J yang sampai saat
ini tidak diketahui apa motif sebenarnya.

Entah motif apapun yang terjadi sebenarnya, membunuh bukan salah satu jalan yang
terbaik. Ferdy Sambo adalah petinggi Polri yang tahu semua Hukum yang berlaku di
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai