Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Islam Kontemporer
Disusun oleh:
Muhammad Istaqi Maulaka
NIM: 212131071
Pihak penyidik Polres Metro Jakarta Selatan mendatangi kantor Biro Paminal
Divisi Propam Polri untuk membuat berita acara pemeriksaan saksi-saksi, yakni
Bharada E, Bripka Ricky, dan Kuat Ma’ruf. Namun. Penyidik mendapatkan intervensi
dari personel Biro Paminal Divisi Propam (Divpropam) Polri. Dalam hal pembuatan
berita acara, pihak penyidik hanya diperbolehkan untuk mengubah format berita acara
interogasi yang dilakukan oleh Biro Paminal Divisi Propam Polri yang diubah menjadi
berita acara pemeriksaan.
Setelah itu, personel Divpropam Polri mengarahkan pihak penyidik dan saksi
untuk melakukan rekontruksi kejadian di TKP. Setelah melakukan rekontruksi di TKP,
para saksi menuju rumah Ferdy Sambo di Saguling. Disaat yang bersamaan, personil
Biro Paminal menyisir TKP dan memerintahkan untuk mengganti hard disk CCTV tang
berada di pos satpam Duren Tiga. Kemudian hard disk tersebut diamankan oleh personil
Divpropam Polri.
Pada hari Sabtu tepatnya pada tanggal 9 Juli 2022, pihak keluarga Brigadir
Josua tidak elah diperbolehkan untuk melihat kondisi jenazah. Hal tersebut
mengkibatkan adanya penolakan penerimaan dan penandatanganan berita acara serah
terima apabila tidak melihat kondisi jenazah Brigadir Josua. Setelah pihak keluarga
Brigadir Josua diberi izin untuk melihta kondisi jenazah tetapi hanya setangah badan ke
atas, pihak keluarga pun melihat adanya luka-luka dan jahitan di wajah Brigadir Josua.
Sehingga, pihak keluarga pun menerima penjelasan bahwa Brigadir Josua meninggal
setelah terlibat tembak-menembak antara Brigadir Josua dengan Bharada Eliezer.
Setelah pihak keluarga Brigadir Josua mendengar penjelasan terkait jumlah tembakan
dan jumlah ditubuh Brigadir Josua, pihak keluarga tidak percaya dan kemudian
mempertanyakan masalah CCTV yang ada di tempat kejadian. Oleh karena itu, muncul
berbagai kejanggalan lain yang kemudian viral di media.
Selanjutnya, Polri dan Timsus Polri mendapatkan laporan dari kuasa Hukum
Brigadir Josua terkait dugaan pembunuhan dan/atau pembunuhan berencana, dan/atau
penganiayaan berat terdapat Brigadir Josua. Adapun dua laporan yang berada di Polres
Jakarta Selatan, yaitu laporan terkait dugaan percobaan pembunuhan dan laporan terkait
dugaan perbuatan pelecehan, dilimpahkan ke Polda Metro. Kemudian jenazah Brigadir
Josua diautopsi ulang yang dilakukan oleh Tim Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia
(PDFI) yang terdiri atas 8 dokter dengan didampingi Komnas HAM dan Kompolnas.
Pada 5 Agustus 2022, Bharada Eliezer yang telah ditetapkan sebagai tersangka
menyampaikan perubahan terkait pengakuan sebelumnya. Pengakuan tersebut berubah,
karena terkait dengan pangakuan awal, Bharada Eliezer mendapatkan janji dari Ferdy
Sambo akan membantu melakukan atau memberikan Surat Penghentian Penyidikan
Perkara (SP3) terhadap kasus itu. Hasilnya, Bharada Eliezer tetap menajdi tersangka.
Atas dasar tersebut, ia menyampaikan akan mengatakan atau memberikan keterangan
secara jujur dan terbuka.
ISU HUKUM
Istilah “tindak pidana” berasal dari Bahasa Belanda, yaitu “strafbaarfeit”. Para
sarjana Indonesia memiliki terjemahan masing-masing dalam mengartikan istilah
tersebut, yaitu tindak pidana, delik, perbuatan pidana. Sedangkan di dalam perundang-
undangan juga menggunakan istilah tersebut, namun dengan istilah yang berbeda tetapi
menunjukan kepada pengertian strafbaarfeit. Misalnya, peristiwa pidana, hal yang
diancam dengan hukum, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, dan tindak pidana.
1
Muhammad Zaenuddin, https://www.tvonenews.com/berita/nasional/63620-kronologi-
lengkap-kasus-brigadir-j-dari-skenario-palsu-hingga-dikumpulkannya-5-tersangka-di-lokasi-penembakan,
Diakses pada 7 Oktober 2023
Pompe menyatakan bahwa pengertian strafbaarfeit dibedakan menjadi dua,
yaitu:
Dalam berbagai macam tindak pidana yang diatur oleh undang-undang, dalam
hal ini salah satunya adalah pembunuhan. Menurut terminologi, pembunuhan adalah
perkara membunuh. Berbeda dengan pengertian dalam istilah pidana. Dalam istilah
pidana, pembunuhan merupakan suatu kesengajaan atau ketidaksengajaan
mengilangkan nyawa seseorang.3 Dalam kasus ini yang difokuskan penulis adalah
pembunuhan berencana. Mitchell dan Robert menyatakan tindak pidana pembunuhan
dengan berencana harus diperberat sebagai bentuk keseriusan terhadap pelanggaran
dengan pertanggungjawaban yang lebih tinggi.4
2
Munajat, Kartono, “Pertanggungjawababn Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Penganiayaan Yang Mengakibatkan Luka Berat”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019, hlm. 659-661
3
Bagus Hadi Mustofa, “Perbedaan Hukuman Bagi Pelaku Pembunuhan Dalam Islam Dan
Pidana”, Journal of Islamic Studies, Vol. 1, No. 2, 2020, hlm. 148
4
Echwan Iriyanto dan Halif, “Unsur Rencana Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana”,
Jurnal Komisi Yudisial, Vol. 14, No. 1, 2021, hlm 28
dalam Pasal 459, bahwasannya “Setiap orang yang dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun”.5
Selanjutnya penulis akan membahas terkait bukti dalam kasus tersebut. Dari
kasus tesebut terdapat pula bukti-bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar terjadinya
tindak pidana. Walaupun CCTV yang mengalami kerusakan, namun hal tersebut tidak
menjadi sebuah permasalahan yang serius. Pada kasus pembunuhan Brigadir Joshua
dalam rangka mengetahui bukti pembunuhan tersebut dapat dilakukan dengan cara
mengambil keterangan atau pengakuan dari saksi pelaku satu dengan yang lainnya serta
bekerjasama (justice collabolator). Pada dasarnya, justice collabolator bersumber dari
Pasal 37 ayat (2) Konvensi PBB Anti Korupsi yang telah disetujui oleh pemerintah
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengesashan
Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003. Namun, hal tersebut juga berlaku dalam
hukum pidana.6
Sebelum adanya pengakuan dari para pelaku, kasus tersebut telah dibuat
skenario oleh Ferdy Sambo yang dimana seolah-olah pada saat itu terjadi baku tembak
antara polisi dengan polisi. Baku tembak antara polisi dengan polisi tersebut merupakan
pernyataan yang tidak benar dari pengakuan Ferdy Sambo serta Richard Erliezer yang
berperan sebagai suruhannya. Dari pernyataan tersebut dapat dijadikan sebagai
keterangan bukti untuk mengetahui terbunuhnya Brigadir J. Pada akhirnya, keterangan
saksi yang didapat dari para pelaku menemukan titik terang dalam kasus tersebut.
Sehingga, Penuntut Umum dan Hakim dapat mengetahui kronologi yang sebenarnya.
PEMBAHASAN
5
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 459 Tentang Pembunuhan Yang Disertai
Rencana Tahun 2023
6
Totok Sugiarto, dkk, Pembunuhan Berencana dalam Pasal 340 KUHP dalam Perspektif Justice
Collaborator, Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, Vol. 26, No. 1, 2023, hlm. 129
yang dikemukakan oleh Al-Jurjani adalah dikenakannya sebuah tindakan berupa sanksi
hukum yang dijatuhkan kepada pelaku persis dengan perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku terhadap korban. Adapun definisi qisash dalam Al-Mu’jam Al-Wasit, bahwa
qisash adalah menjatuhkan sanksi terhadap pelaku tindak pidana yang sama persis
dengan perbuatannya, nyawa dibalas dengan nyawa, anggota tubuh dibalas dengan
anggota tubuh.7
7
M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 4
8
Marfuatul Latifah, “Upaya Transformasi Konsep Jarimah Qisash-Diyat Pada Hukum Positif Melalui
RUU KUHP”, Negara Hukum, Vol. 2, No. 1, 2011, hlm. 139-141
9
Rasyid Ariman, Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2015), hlm. 205
sehat alias orang gila atau pelakunya masih anak-anak, maka mereka tidak dapat
dikenakan hukuman.10
10
Zulhamdi, “Konsep Pertanggungjawaban Pidana Dalam Fiqh Jinayah”), hlm. 3
11
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 154
12
Fitri Wahyuni, Dasar-Dasar Hukum Pidana DI Indonesia, (Tangerang Selatan: PT Nusantara Persada
Utama, 2017), hlm. 67
karena itu, Van Hamel menyebutkan tiga hal macam kemampuan seseorang untuk dapat
dipertangungjawabkan atas perbuatannya.
Sebelum penulis memasukkan kasus ini ke dalam ranah KUHP baru, penulis
akan memasukkan kasus ini ke dalam ranah KUHP lama terlebih dahulu. Kasus tersebut
merupakan kasus pembunuhan yang sebelumnya sudah dilakukan perencanaan
pembunuhan terlebih dahulu, artinya sebelum para pelaku melakukan pembunuhan
mereka menyusun rencana untuk membunuh korban. Ketika rencana para pelaku sudah
dilakukan dan menghasilkan akibat yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan
lahirlah skenario untuk memanipulasi dari berbagai pihak. Pada kasus ini penulis hanya
menekankan terhadap tindakan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh para
pelaku. Dalam hal ini, para pelaku dijerat Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
REKOMENDASI HUKUM
KESIMPULAN