Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS PELANGGARAN HAM FERDY SAMBO DALAM TEORI

ORGANISASI

Nama : Saffanah Fajar Kurniawan

NIM : 2246000183

1. Pendahuluan
Polisi adalah instrument Negara yang mempunyai tugas utama menjaga keamanan
dan ketertiban rakyat. Hal ini tercantum pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI) merupakan lembaga eksekutif dalam hal menjaga
keamanan Negara, serta alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Adapun tugas pokok POLRI berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Kepolisian adalah
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Namun masih ada beberapa polisi yang melakukan kesalahan dan tampak
menggunakan kekuatannya untuk menembak di tempat, pada sasaran yang salah untuk
menembak Ini jelas tidak diperbolehkan dan jika tidak ditentang maka akan
diperbolehkan melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, polisi perlu memahami
sebuah kode etik
Akhir-akhir ini, banyak sekali oknum polisi yang merajalela sehingga membuat
citra polisi menjadi buruk di dalam masyarakat seperti kasus Ferdy Sambo sampai
Presiden Jokowi bicara kepada Kapolri di Istana Negara serta kecewa dengan Bapak
Listyo Sigit Prabowo, kasus kekerasan seksual NW, polisi rasis, dll. Kasus dari oknum
polisi tersebut membuat nama polisi menjadi tecoreng akibat pelayanan yang buruk serta
tidak adanya permasalahan di dalam internal kepolisian itu sendiri.
2. Deskripsi Study Case
Kasus penembakan Brigadir J, anggota Polri, berawal dari laporan Kapolri. Ferdy
Sambo pada Jumat, 8 Juli 2022 kepada Polda Metro Jaya dan Divisi Propam Polri. Ferdy
Sambo melaporkan kejadian tersebut pada pukul 17.20 WIB. Ia menyebut terjadi baku
tembak antara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dengan Brigadir J yang diduga
karena pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawati.
Gambar 1

Sumber: detik.com
Sigit juga mengungkapkan, pelaku kemudian menghubungi beberapa orang, salah
satunya Kasat Reskrim Polres Jaksel yang pertama kali datang ke tempat kejadian
perkara (TKP) pada pukul 17.30 WIB. WIB setelah dihubungi oleh Driver. . Ferdi Sambo
Kemudian, pada pukul 17.47 petugas kantor Provos Propam Polri Divisi WIB tiba di
TKP setelah Ferdy Sambo menghubungi mereka untuk mengumpulkan informasi dan
mengamankan barang bukti. Sekitar pukul 19.00 WIB, saksi yang berada di TKP saat itu,
seperti Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal dan Bharada E dibawa ke kantor Bareskrim
Divisi Propam Polri. Sementara itu, survei TKP selesai sekitar pukul 19.40 WIB.
Akibat kejadian ini, ada dua pengaduan yang didaftarkan ke Polres Jaksel, yakni
pengaduan dugaan pembunuhan terhadap Bharada Richard Eliezer dan pengaduan Putri
Chandrawati terkait tuntutan terhadap jenazah Brigadir J. Brigadir J dibawa ke
Bhayangkara oleh ambulan. RS Polri Kramat Jati, Provos Propam Polri Divisi - dikawal
mobil dinas dinas dan kendaraan Satreskrim Polres Jaksel. Jenazah Brigadir J dibawa ke
RS Polri Kramat Jat sekira pukul 20.20 WIB dan dilakukan pemeriksaan luar pada pukul
22.30 WIB setelah menunggu tuntutan berupa surat keterangan meminta petugas koroner
melakukan otopsi. Pemeriksaan luar dan dalam jenazah Brigadir J selesai sekitar pukul
02.00 WIB. WIB pada Sabtu, 9 Juli 2022.
Jenazah Brigadir J dibawa ke RS Polri Kramat Jati sekira pukul 20.20 WIB dan
dilakukan pemeriksaan luar pada pukul 22.30 WIB setelah menunggu tuntutan berupa
surat keterangan meminta petugas koroner melakukan otopsi. Pemeriksaan luar dan
dalam terhadap jenazah Brigadir J berakhir sekitar pukul 02.00 WIB, Sabtu (7/9/2022).
Sekitar pukul 11:00 WIB, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan mendatangi Biro
Paminal Divisi Propam Polri untuk merekam pemeriksaan saksi yakni Bharada E, Bripka
Ricky dan Kuat Ma’ruf. (TV One News, 2022)

Gambar 2

Sumber: Warta Ekonomi

3. Penjelasan Teori
Max Weber mengusulkan konsep Birokrasi dalam konteks di mana ia
menganggap rasionalisasi masyarakat sebagai hal yang tak terelakkan (Pollitt, 2008),
menyebabkan tumbuhnya impersonalitas dalam hubungan sosial, kekecewaan terhadap
dunia (Aron, 1994; Giddens, 1997). Singkatnya, birokrasi adalah fenomena penegasan
rasionalisasi dunia (Paiva, 2014, hlm. 439). Rasionalisasi mendorong proyek modernitas
dengan memungkinkan penerapan prinsip-prinsip umum penalaran untuk menangani
masalah manusia, mendorong kemampuan untuk menanggapi lingkungan yang tidak
stabil dan mengelola kompleksitas yang melekat (Touraine, 1988; Clegg, 1990).
Tindakan rasional yang ditujukan untuk mengendalikan ketidakpastian; perhitungan
rasional akan membatasi ketidakpastian di dunia yang bisa dikendalikan. Dua konsepsi
rasionalitas dikemukakan oleh Weber. Rasionalitas formal menganggap hubungan
sarana-akhir dan pencapaian tujuan praktis dan tak terbantahkan, melalui perhitungan
yang tepat dari sarana yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan tersebut. Rasionalitas
nyata menyangkut peningkatan dominasi teoretis realitas melalui konsep yang semakin
tepat dan abstrak (Clegg, 1990). Birokrasi dapat dilihat sebagai tatanan dalam proses
formalisasi, yaitu cara untuk mendefinisikan ulang, menafsirkan kembali realitas dan
mengklasifikasi ulang elemen-elemennya, berfokus pada peningkatan kapasitas kontrol
dan arah, yang memungkinkan perluasan bidang tindakan institusi modern. Formalisasi,
dengan didasarkan pada klasifikasi dan katalog fenomena realitas tertentu dengan
menganggapnya sebagai ekspresi linguistik, membutuhkan konstruksi konsep yang
mewakili aspek-aspek tertentu dari dunia. Melalui tugas klasifikasi, norma inklusi dan
eksklusi ditetapkan dan kemungkinan tindakan disusun (Wagner, 1997).
Perkembangan teori aktor-jaringan dipengaruhi oleh Inggris sosiolog pengetahuan
panggilan David Bloor untuk "program yang kuat" dalam studi sains dan pengetahuan,
yang menurutnya kegagalan dan keberhasilan harus dipelajari dalam istilah yang sama,
daripada mengandaikan keberhasilan ilmiah disebabkan kemajuan ilmiah intrinsik
sementara kegagalan dijelaskan oleh faktor sosial. Bagi cendekiawan ANT, ini dimaknai
sebagai ajakan untuk tidak mengambil jalan pintas melalui penjelasan sosial; jika hal-hal
seperti itu berperan dalam keberhasilan atau kegagalan suatu proyek ilmiah.
Menarinya adalah desakan teori aktor-jaringan pada serangkaian gagasan
semiotik, yang membuatnya dipuji atau, sebaliknya, dikritik. Misalnya, salah satu konsep
kunci dari teori aktor-jaringan adalah “terjemahan”. Bahkan, ANT terkadang disebut
sebagai sosiologi penerjemahan. Terjemahan terdiri dari satu aktor mampu bertindak
sebagai juru bicara bagi banyak orang lain yang berhasil didaftarkan dalam program aksi
tertentu.
4. Analisis Study Case
Dalam kasus Ferdy Sambo tersebut terdapat salah satu permasalahan di dalam
internal organisasi kepolisian sendiri, yang seharusnya penegakan hukum harus diikuti
dengan pembenahan terhadap personel Polri di masa pendidikan dan pembinaan ketika
bertugas. Badan pengawasan internal Polri, Divisi Profesi dan Pengamanan Propam Polri,
dilucuti dari kewenangannya karena diduga terlalu "kuat" untuk digunakan untuk
melindungi, menyembunyikan, dan memanipulasi penyidik. Saat ini bentuk
penganiayaan yang terlihat di Divisi Propam adalah kasus pembunuhan Komandan
Brigadir Josua. Ada enam petugas propam yang diduga kuat menghalangi proses
peradilan atau penyidikan kasus tersebut. Divisi Propam tersebut dinilai cenderung korup
serta sangat berkuasa di dalam internal kepolisian.
Dikatakan sangat berkuasa karena peran struktur ini untuk menyelidiki kasus-
kasus dimana polisi melanggar disiplin dan etika, menuntut pengadilan dan bahkan
menghukum mereka. Namun, karena ketiga tugas tersebut bertanggung jawab atas
penyelidikan, maka dapat terjadi penyalahgunaan antara pihak yang melakukan
penyidikan dan pihak yang terlibat.

5. Kesimpulan
Bisa disimpulkan bahwasannya bila dilihat dari teori organisasi bahwasannya
yang menjadi permasalahan adalah dalam internal kepolisian itu sendiri, yang dimana
terdapat salah satu divisi Propam yang memiliki suatu kuasa dan kuat dalam struktur
kepolisian sendiri dalam menangani kasus penyidikan, tetapi hal tersebut malah
disalahgunakan.
Dalam manajemen krisisnya Humas Polri sangat bagus mereka mengontrol segala
arus informasi dari tingkat pusat hingga ke daerah. Dikhawatirkan nanti pusat sudah
mengkonstruksi dan memframing secara transparan, tetapi di daerah malah sebaliknya.
Selain itu, Kapolri langsung berbicara di depan media. Polri untuk dapat sigap
menyampaikan informasi secara cepat dan faktual, apalagi di tengah era sosial media saat
ini. Dampaknya, masyarakat bisa menerima informasi sangat cepat dan terfragmentasi
luar biasa berdasarkan media yang dipilih.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

TV One News.com (2022) Kronologi Lengkap Kasus Brigadir J, Dari Rancang Skenario Hingga
Hasil Sidang Kode Etik Irjen Ferdy Sambo,
https://www.tvonenews.com/berita/nasional/63092-kronologi-lengkap-kasus-brigadir-j-
dari-rancang-skenario-hingga-hasil-sidang-kode-etik-irjen-ferdy-sambo, diakses pada
tanggal 26 Agustus 2022

Giddens, A. (1997). Sociologia [Sociology]. Lisboa: Fundação Calouste Gulbenkian.

Pollitt, C. (2008). Bureaucracies remember, post-bureaucratic organizations forget? Public


Administration, 87(2), 198-218. https://doi.org/10.1111/j.1467-9299.2008.01738.x

Clegg, S. (1990). Modern organizations: Organization studies in the postmodern world. London:
Sage.

Wagner, P. (1997). Sociología de la modernidad [Sociology of modernity] Barcelona: Herder.

Anda mungkin juga menyukai