KELOMPOK 6:
Dhanawan P. Soegondo 2206008104
Samantha A. Kusuma 2206113334
Andreas Sabar M. H 2206008104
Eny Kuswidiyanti 2206112552
Kadiv Propam nonaktif, Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, S.H., S.I.K., M.H., lahir pada
tanggal 19 Februari 1973. Ayahnya adalah Mayor Jenderal Pol Peter Sambo, seorang Pejabat
Polri di Era Presiden Suharto. Pada tahun 1990 Ferdy Sambo lulus SMA Negeri 1 Ujung
Pandang dan melanjutkan mengikuti pendidikan Polisi di Akademi Kepolisian dan lulus dilantik
menjadi anggota Polri pada tahun 1994. Jenjang Karir Ferdy Sambo cukup cemerlang dimana
sejak awal penempatan lulus dari Akademi Kepolisian, Ferdi Sambo selalu ditempat tugaskan di
Wilayah Polda Jawa khususnya Polda Metro Jaya.
Adapun riwayat karir Ferdy Sambo diantaranya adalah sebagai berikut :
1994 s.d. 1995 : ditempatkan pertama kali di Lemdiklat Polri sebagai Pama (Perwira
Pertama)
1995 : Pamapta C Polres Metro Jakarta Timur
1995 s.d. 1997 : Katim Tekab Polres Metro Jakarta Timur
1997 : Kanit Resintel Polsek Metro Pasar Rebo Polres Metro Jakarta Timur
1997 s.d. 1999 : Kanit Resintel Polsek Metro Cakung Polres Metro Jakarta Timur
1999 s.d. 2001 : Wakapolsek Metro Matraman Polres Metro Jakarta Timur
2001 s.d. 2003 : Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur
2003 s.d. 2004 : Kasat Reskrim Polres Bogor Polda Jabar
2004 s.d. 2005 : Kanit IV Satops I Dit Reskrim Polda Jabar
2005 s.d. 2007 : Kasubbag Reskrim Polwil Bogor
2007 s.d. 2008 : Wakapolres Sumedang Polda Jabar
2008 s.d. 2009 : Kasiaga Ops BiroOps Polda Metro Jaya
2009 s.d. 2010 : Kasat V Ranmor Dit Reskrimum Polda Metro Jaya
2010 s.d. 2012 : Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat
2012 s.d. 2013 : Kapolres Purbalingga
2013 s.d. 2015 : Kapolres Brebes
2015 s.d. 2016 : Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya
2016 : Kasubdit IV Dit Tipidum Bareskrim Polri
2016 s.d. 2018 : Kasubdit III Dit Tipidum Bareskrim Polri
2018 s.d. 2019 : diangkat sebagai Koorspripim Polri di masa Kapolri Jenderal Pol Tito
Karnavian
2019 s.d. 2020 : Dirtipidum Bareskrim Polri
2020 s.d. 2022 : Kadiv Propam Polri
4 Agustus 2022 : dimutasikan sebagai Pati Yanma Polri
Obstruction of Justice
A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Dalam KUHP tidak ada istilah Obstruction of Justice, namun dalam pasal 221 (1) dan pasal 233
mengatur tentang menyembunyikan orang dan menghalangi, menyembunyikan, menghilangkan
kejahatan dengan ancaman hukuman beragam diantaranya pidana penjara paling lama empat
tahun, sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
Pasal 221
1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang
dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari
penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang
menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
menjalankan jabatan kepolisian;
2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau
untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan,
menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan
dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan
oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan
kepolisian
pasal 233
Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai,
menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu
di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah
penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan
kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
permasalahan utama atas tewasnya Brigadir Yoshua di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri,
antara lain:
penembakan yang dilakukan pimpinan terhadap bawahannya;
Awal pengungkapan kasus ini adanya upaya rekayasa secara bersama-sama untuk
ditutupi kejadian sebenarnya dan motif pelecehan seksual kepada istri pejabat Polri;
Banyak kesimpangsiuran dan drama yang dinarasikan oleh para pejabat Polri;
Sebagaimana disebutkan diatas, tindakan yang dinyatakan paling tidak etis (Unethical Behavior)
dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo cs adalah telah terpenuhinya
semua unsur Obstruction of Justice, dimana rangkaian peristiwa secara sengaja dirancang oleh
Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai Kepala Divisi Propam Polri yang memegang penegakan etika
profesi Polri bahkan secara bersama-sama pejabat Polri dan penyidik Polri menghalang-halangi
proses peradilan pidana, diantaranya :
1. memindahkan, mengganti, merusak kamera pengintai atau CCTV di rumah dinas Ferdy
Sambo dan sekitar lokasi kejadian;
2. Melakukan rekayasa dengan menembakkan peluru ke dinding rumah;
3. Dugaan adanya tindakan suap terhadap beberapa pejabat institusi pemerintah.
Div Propam Polri adalah satu-satunya divisi yang mempunyai “kuasa” menangani kasus-kasus
yang melibatkan anggota Polri seperti menyelidiki, memeriksa, menuntut sekaligus menghukum
sehingga adanya kecenderungan dalam “jaringan persaudaraan” tersebut dapat dengan mudah
menyalahgunakan jabatannya untuk dapat menggerakkan, menutup-nutupi kasus kejahatan
hingga merekayasa kasus.
Ferdy Sambo sebagai jenderal bintang dua termuda yang berada di posisi strategis sebagai
pimpinan tertinggi di Propam Polri memiliki kekuasaan untuk melakukan upaya paksa tanpa
pengawasan yang berarti terhadap individu berupa pemanggilan, penangkapan, penyitaan harta
benda, dan bahkan penahanan. Hal ini memuluskan Ferdi Sambo untuk menyelamatkan legacy
(karir, pencapaian, posisi, dan keluarga dalam kasus atas tewasnya Brigadir Yoshua.
Dalam kasus Brigadir Yoshua, Loyalitas terhadap abang asuh, senior menjadi derajat lebih tinggi
daripada sumpah jabatannya. Hingga akhirnya tidak ada mekanisme internal yang dapat
mencegah terjadinya peristiwa pembunuhan dan rekayasa kasus yang dilakukan oleh Ferdy
Sambo. Setidaknya enam pejabat Div Propam Polri diduga kuat melakukan tindak pidana
obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan. Hal ini terjadi karena saat ini
kewenangan lembaga pengawas internal kepolisian yaitu Divisi Profesi dan Pengamanan Polri
sangat "powerful" sehingga usaha menghalang-halangi penyelidikan kasus Ferdy Sambo
melibatkan banyak anggota Polri.
Daftar referensi
1. Birokrasi Patronase dan Kasus Brigadir Joshua Oleh Aristo Pangaribuan, S.H., LL.M.,
Ph.D, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2. https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/519571/bermula-dari-kasus-sambo-
institusi-polri-diminta-berbenah
3. Detik.com
4. Kompas.com