Anda di halaman 1dari 8

KASUS: OBSTRUCTION OF JUSTICE IRJEN POL FERDY SAMBO

KELOMPOK 6:
Dhanawan P. Soegondo 2206008104 
Samantha A. Kusuma 2206113334 
Andreas Sabar M. H 2206008104 
Eny Kuswidiyanti 2206112552

Latar Belakang Kasus


Profesionalisme Kepolisian Negara RI dalam mengemban tugas pokok sebagai Aparat
Penegak Hukum Negara sedang diuji. Insiden baku tembak dengan TKP (Tempat Kejadian
Perkara) di rumah dinas petinggi Polri serta keterlibatan para pejabat Polri dan para penyidik
dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat menjadi sorotan
publik. Hingga akhirnya Menko Polhukam, Bapak Mahfud MD memberi perhatian khusus
terkait kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan kasus tertembaknya Brigadir Yoshua
tersebut, selain itu arahan Presiden RI saat memberikan statemen untuk membuka kasus tersebut
secara terang benderang, menjadi amunisi Kapolri untuk mengambil tindakan secara tegas.
Pembentukan tim khusus penyelidikan menyeluruh atas tewasnya Brigadir Yoshua yang
dipimpin oleh Wakil Kepala Kepolisian Negara RI menemukan titik terang adanya indikasi
obstruction of justice atau suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang terbukti
berupaya untuk menghalang-halangi suatu proses hukum yang dilakukan oleh para personel Polri
dalam penanganan kasus kematian Brigadir Yoshua. Dari hasil Penyidikan tim khusus ditemukan
bahwa selain obstruction of justice, polisi juga menetapkan lima tersangka pembunuhan
berencana Brigadir Yoshua, yakni irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Chandrawati (istri Ferdy
Sambo), Bharada Richard Eliezer (pengawal), Bripka Ricky Rizal (pengawal) dan Kuat Ma'ruf
(supir)

Profil Kadiv Propam nonaktif, Ferdy Sambo 


A. Struktur Organisasi  Polri
B. Mantan Kadiv Propam  Polri, Ferdi Sambo

Kadiv Propam nonaktif, Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, S.H., S.I.K., M.H., lahir pada
tanggal 19 Februari 1973. Ayahnya adalah Mayor Jenderal Pol Peter Sambo, seorang Pejabat
Polri di Era Presiden Suharto. Pada tahun 1990 Ferdy Sambo lulus SMA Negeri 1 Ujung
Pandang dan melanjutkan mengikuti pendidikan Polisi di Akademi Kepolisian dan lulus dilantik
menjadi anggota Polri pada tahun 1994. Jenjang Karir Ferdy Sambo cukup cemerlang dimana
sejak awal penempatan lulus dari Akademi Kepolisian,  Ferdi Sambo selalu ditempat tugaskan di
Wilayah Polda Jawa khususnya Polda Metro Jaya. 
Adapun riwayat karir Ferdy Sambo diantaranya adalah sebagai berikut :
 1994 s.d. 1995 : ditempatkan pertama kali di Lemdiklat Polri sebagai Pama (Perwira
Pertama)
 1995 : Pamapta C Polres Metro Jakarta Timur
 1995 s.d. 1997 : Katim Tekab Polres Metro Jakarta Timur
 1997 : Kanit Resintel Polsek Metro Pasar Rebo Polres Metro Jakarta Timur
 1997 s.d. 1999 : Kanit Resintel Polsek Metro Cakung Polres Metro Jakarta Timur
 1999 s.d. 2001 : Wakapolsek Metro Matraman Polres Metro Jakarta Timur
 2001 s.d. 2003 : Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur
 2003 s.d. 2004 : Kasat Reskrim Polres Bogor Polda Jabar
 2004 s.d. 2005 : Kanit IV Satops I Dit Reskrim Polda Jabar
 2005 s.d. 2007 : Kasubbag Reskrim Polwil Bogor
 2007 s.d. 2008 : Wakapolres Sumedang Polda Jabar
 2008 s.d. 2009 : Kasiaga Ops BiroOps Polda Metro Jaya
 2009 s.d. 2010 : Kasat V Ranmor Dit Reskrimum Polda Metro Jaya
 2010 s.d. 2012 : Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat
 2012 s.d. 2013 : Kapolres Purbalingga
 2013 s.d. 2015 : Kapolres Brebes
 2015 s.d. 2016 : Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya
 2016 : Kasubdit IV Dit Tipidum Bareskrim Polri
 2016 s.d. 2018 : Kasubdit III Dit Tipidum Bareskrim Polri
 2018 s.d. 2019 : diangkat sebagai Koorspripim Polri  di masa Kapolri Jenderal  Pol Tito
Karnavian
 2019 s.d. 2020 : Dirtipidum Bareskrim Polri
 2020 s.d. 2022 : Kadiv Propam Polri
 4 Agustus 2022 : dimutasikan sebagai Pati Yanma Polri 

Perilaku Paling Tidak Etis (The Most Unethical Behavior)


Dalam Kasus “Sambo”, diawali dengan tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat
menarik perhatian masyarakat dan pejabat negara, dimana ketidakpuasan keluarga atas perlakuan
jenazah dan penjelasan yang diterima oleh orang tua Brigadir Yoshua terkait motif terjadinya
baku tembak serta adanya kejanggalan pada jenazah membuat keluarga mencari keadilan.
Alhasil Presiden RI memberi perhatian dan mengeluarkan statement khusus sebanyak 4 kali. Ini
adalah hal yang luar biasa dan jarang terjadi, dimana seorang Presiden memberi arahan secara
khusus terhadap kinerja Polri secara berulang di hadapan media massa .
Runtutan kejadian yang mengakibatkan kasus tewasnya Brigadir Yoshua, adalah sebagai berikut:
8 Juli 2022 :  
Brigadir Yosua tewas sekitar pukul 17.00 WIB di rumah dinas Kadiv Propam, Irjen Pol Ferdy
Sambo dengan sejumlah luka tembakan 
10 Juli 2022 :
Peti mati Brigadir Yosua dibuka oleh pihak keluarga dan mendapati sejumlah kejanggalan pada
jenazah. 
11 Juli 2022 : 
Divisi Humas Polri mengadakan jumpa pers tentang tewasnya Brigadir Yosua 
12 Juli 2022 : 
 Kapolres Metro Jakarta Selatan nonaktif Kombes Pol Budhi Herdi Susianto menjelaskan
bahwa Brigadir Yoshua tewas saat baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam, karena
adanya dugaan pelecehan seksual Brigadir Yosua terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri
Chandrawati (Putri).
 Pernyataan Presiden terkait keterbukaan proses hukum Brigadir Yosua saat berada di Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang Jawa Barat “tuntaskan, jangan ditutupi, terbuka.
Jangan sampai ada keraguan dari masyarakat”. (Presiden RI memberi pernyataan terkait
kematian Brigadir Yoshua sebanyak 4 kali)
 Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus dibawah pimpinan
Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono terkait kasus polisi tembak polisi di rumah dinas
Kadiv Propam 
18 Juli 2022 : 
Kapolri menonaktifkan Irjen Pol Ferdy Sambo dari jabatan sebagai Kadiv Propam Polri.
27 Juli 2022: 
Jenazah Brigadir Yosua dilakukan autopsi ulang di RSUD Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi. 
4. Agustus 2022: 
 Irjen Pol Ferdy Sambo dan 25 polisi menjalani pemeriksaan atas dugaan
ketidakprofesionalan dalam penanganan tempat kejadian perkara (TKP). di Bareskrim Mabes
Polri 
 Irjen Pol Ferdy Sambo (Kadiv Propam), Brigjen Pol Benny Ali (Karo provos Divisi Propram
Polri) dan Brigjen Hendra Kurniawan Sambo (Karo paminal) dimutasi ke Yanma Mabes
Polri 
6 Agustus 2022 : 
Irjen Pol Ferdy Sambo ditempatkan di Mako Brimob terkait dugaan pelanggaran kode etik yaitu
pelanggaran prosedur penanganan kasus tewasnya Brigadir Yoshua 
8 Agustus 2022: 
Keterangan Bharada Richard Eliezer berubah, yang menyatakan tak ada baku tembak atas
tewasnya Brigadir J.
9 Agustus 2022: 
Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengumumkan penetapan tersangka terhadap Irjen Pol Ferdy
Sambo karena memerintahkan Bharada Eliezer untuk membunuh Brigadir Yosua.
25 Agustus 2022 
Sidang sidang kode etik perdana terhadap Ferdy Sambo dan para anggota Polri yang terlibat
dalam tewasnya Brigadir Yosua di Mabes Polri (masih berlangsung)
14 Oktober 2022: 
Arahan Presiden RI kepada Jajaran Kepolisian RI mulai dari Kapolri hingga para Kapolres
Seluruh Indonesia yang dilaksanakan di Istana Negara
17 dan 18 Oktober 2022: 
Sidang Perdana Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri, Kuat Makruf, Ricky Rizal dan Eliezer di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (masih berlangsung)

Obstruction of Justice 
A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 
Dalam KUHP tidak ada istilah Obstruction of Justice, namun dalam pasal 221 (1) dan pasal 233
mengatur tentang menyembunyikan orang dan menghalangi, menyembunyikan, menghilangkan
kejahatan dengan ancaman hukuman beragam diantaranya pidana penjara paling lama empat
tahun, sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 
Pasal 221 
1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang
dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari
penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang
menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
menjalankan jabatan kepolisian; 
2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau
untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan,
menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan
dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan
oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan
kepolisian
pasal 233 
Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai,
menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu
di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah
penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan
kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 
permasalahan utama atas tewasnya Brigadir Yoshua di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri,
antara lain: 
 penembakan yang dilakukan pimpinan terhadap bawahannya;
 Awal pengungkapan kasus ini adanya upaya rekayasa secara bersama-sama untuk
ditutupi kejadian sebenarnya dan motif pelecehan seksual kepada istri pejabat Polri;
 Banyak kesimpangsiuran dan drama yang dinarasikan oleh para pejabat Polri;
Sebagaimana disebutkan diatas, tindakan yang dinyatakan paling tidak etis (Unethical Behavior)
dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo cs adalah telah terpenuhinya
semua unsur Obstruction of Justice, dimana rangkaian peristiwa secara sengaja dirancang oleh
Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai Kepala Divisi Propam Polri yang memegang penegakan etika
profesi Polri bahkan secara bersama-sama pejabat Polri dan penyidik Polri menghalang-halangi
proses peradilan pidana, diantaranya :
1. memindahkan, mengganti, merusak kamera pengintai atau CCTV di rumah dinas Ferdy
Sambo dan sekitar lokasi kejadian; 
2. Melakukan rekayasa dengan menembakkan peluru ke dinding rumah;
3. Dugaan adanya tindakan suap terhadap beberapa pejabat institusi pemerintah.

Pihak Yang Paling Dirugikan 


“Rastra Sewakottama (abdi utama nusa dan bangsa)’ Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri
Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954. Dimana memiliki makna
bagi Bhayangkara Polri untuk menjaga dan memberikan pengabdian dan pelayanan terbaik bagi
nusa dan bangsa melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia
Bahwa Propam Polri seharusnya menjaga marwah institusi Polri dan pintu terakhir mencari
keadilan, namun adanya Obstruction of Justice dalam kasus kematian Brigadir Yosua
menyisakan pertanyaan sejauh mana reformasi di tubuh kepolisian berjalan. Karena di tengah
masyarakat timbulnya dugaan upaya tindakan yang menghalang-halangi proses hukum dan
penyalahgunaan kekuasaan tidak hanya dalam kasus Brigadir Yoshua tetapi juga terkait kasus-
kasus yang ditangani di lembaga kepolisian 
Presiden Jokowi dihadapan Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan jajaran institusi Polri di Istana
Negara, Jakarta, pada tanggal 14 Oktober 2022 menyatakan pada November 2021, angka
kepuasan publik terhadap Korps Bhayangkara berada di angka 80,2 persen. Namun angka
tersebut anjlok menjadi 54 persen pada Agustus 2022 setelah mencuatnya kasus pembunuhan
Brigadir Yoshua
Penyebab Perilaku Tidak Etis (Source of Unethical Behavior)
Dalam buku Etika Profesi Polri (Rahmawan Ahmad), Kombes Pol Nurcholis (Buku Irjen Pol
(Purn) I Ketut Astawa, 2016, 89) menyatakan, “perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh
Polri dipengaruhi oleh faktor internal, yakni kepemimpinan, birokrasi yang feodal, hubungan
atasan dan bawahan, tidak adanya standarisasi keberhasilan tugas, belum optimalnya sistem
penilaian kinerja, pembinaan yang belum maksimal dan tidak berdasarkan merit sistem” ?????
Mengakarnya praktik birokrasi patronase atau sistem birokrasi ”persaudaraan” (konsep abang
asuh) di organisasi kepolisian yang memang ditanamkan sejak dalam masa pendidikan
kepolisian memungkinkan peristiwa ini terjadi. Loyalitas terhadap senior menjadi hal yang
paling utama dalam sistem birokrasi di tubuh Polri. Pengisian jabatan-jabatan strategis, tidak
terlepas dari budaya patronase yang telah menjadi bagian dari kultur kerja kepolisian. Sehingga
adanya “hutang budi’ tersebut mempengaruhi penggunaan kekuasaan dan akhirnya dalam
pelaksanaan tugasnya secara hierarki.tidak bisa dilepaskan dari hubungan patronase antara sang
senior dengan yunior, antara abang asuh dan adik asuh. Sistem birokrasi patronase ini bila
dipraktekkan dalam sebuah institusi yang memiliki kekuasaan yang luar biasa, khususnya
penegakan hukum, akan mampu membentuk sebuah ”jaringan persaudaraan” (patronage
network) dan kaburnya batas antara loyalitas kepada institusi atau pribadi.

Div Propam Polri adalah satu-satunya divisi yang mempunyai “kuasa” menangani kasus-kasus
yang melibatkan anggota Polri seperti menyelidiki, memeriksa, menuntut sekaligus menghukum
sehingga adanya kecenderungan dalam “jaringan persaudaraan” tersebut dapat dengan mudah
menyalahgunakan jabatannya untuk dapat menggerakkan, menutup-nutupi kasus kejahatan
hingga merekayasa kasus. 
Ferdy Sambo sebagai jenderal bintang dua termuda yang berada di posisi strategis sebagai
pimpinan tertinggi di Propam Polri memiliki kekuasaan untuk melakukan upaya paksa tanpa
pengawasan yang berarti terhadap individu berupa pemanggilan, penangkapan, penyitaan harta
benda, dan bahkan penahanan. Hal ini memuluskan Ferdi Sambo untuk menyelamatkan legacy
(karir, pencapaian, posisi, dan keluarga dalam kasus atas tewasnya Brigadir Yoshua.
Dalam kasus Brigadir Yoshua, Loyalitas terhadap abang asuh, senior menjadi derajat lebih tinggi
daripada sumpah jabatannya. Hingga akhirnya tidak ada mekanisme internal yang dapat
mencegah terjadinya peristiwa pembunuhan dan rekayasa kasus yang dilakukan oleh Ferdy
Sambo. Setidaknya enam pejabat Div Propam Polri diduga kuat melakukan tindak pidana
obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan. Hal ini terjadi karena saat ini
kewenangan lembaga pengawas internal kepolisian yaitu Divisi Profesi dan Pengamanan Polri
sangat "powerful" sehingga usaha menghalang-halangi penyelidikan kasus Ferdy Sambo
melibatkan banyak anggota Polri.

Mencegah Terjadinya Unethical Behavior


Peristiwa ini menjadi momen penting untuk melakukan perubahan sistemik di dalam Institusi
Polri. Sejatinya reformasi di tubuh Polri sudah ada sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tanggal 8 Januari 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-
Undang tersebut berisi pemisahan Polri dan ABRI (TNI) yang mengamanahkan kepada
Kepolisian, sebagai alat negara untuk dapat mandiri melaksanakan tugas secara profesional
dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, serta melindungi,
mengayomi dan melayani masyarakat.
Masalahnya masih masifnya praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan di lembaga
kepolisian mulai dari tingkat kepolisian terendah (Polsek) hingga tertinggi (Mabes Polri) terkait
kasus-kasus yang ditangani. Beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini menjadi komitmen
kembali bagi Kepolisian untuk membenahi sistem di tubuh Polri seperti yang telah disampaikan
oleh Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo bahwa akan melaksanakan reformasi secara
menyeluruh. 
Polri harus berubah. Salah satu langkah Polri untuk mengembalikan kepercayaan publik dengan
meyakinkan masyarakat bahwa ketidak profesionalan dan penyimpangan etik yang dilakukan 
anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya akan ditindak lanjuti. Masyarakat dapat
memanfaatkan layanan pengaduan secara online melalui “aplikasi Dumas Presisi” dan “Propam
Presisi”. Baik Dumas Presisi maupun Propam Presisi merupakan aplikasi yang bertujuan untuk
menyampaikan pengaduan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri dan dapat diakses
oleh seluruh masyarakat.
Namun keterbukaan Polri untuk berani membenahi dirinya dan berubah menjadi “Polisi Idaman”
dibutuhkan upaya luar biasa yang harus dimulai dari pembenahan sistem di tubuh Polri. Perlu
sebuah keberanian dari pucuk pimpinan tertinggi, Kapolri untuk membenahi dan mengawasi
kekuasaan secara ketat sehingga jaringan birokrasi patronase dapat dikendalikan 
Salah satu pembenahan yang dapat dilakukan adalah dengan dilakukannya pengawasan terhadap
kinerja Polri antara lain : 
 pengawasan internal melalui Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Inspektorat Jenderal
dan mekanisme etik. Namun pengawasan ini tidak berjalan efektif jika yang bermasalah
adalah pimpinan lembaga akuntabilitas internal;
 Pengawasan eksekutif yakni presiden dan menteri terkait. Terlihat dengan peranan Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang
cukup kritis atas kasus Brigadir Yoshua;
 pengawasan legislatif penting. Mengusulkan agar DPR membentuk Pansus untuk mengusut
dugaan penyalahgunaan kekuasaan di institusi polri seperti bisnis ilegal yang melibatkan
petinggi kepolisian; 
 pengawasan yudisial menurutnya juga penting sebab KPK untuk mengontrol kewenangan
kepolisian; 
 pengawasan eksternal, penguatan tugas Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) untuk
membantu Presiden menetapkan arah kebijakan Polri;
 pengawasan publik, sebagai pengawasan terakhir.
Tindak lanjut Mabes Polri untuk menginvestigasi atas kasus ini, Inspektorat Khusus (Irsus) Polri
yang dipimpin oleh Komjen Pol Agung Budi Maryoto telah memeriksa 97 personel terkait
tewasnya Brigadir Yosua yang didalangi eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo hingga
merekayasa kasus tersebut yang melibatkan oknum-oknum polisi. Atas perbuatan tersebut,
hasilnya 28 orang ditetapkan sebagai terduga pelanggar kode etik dan 7 orang tersangka
obstruction of justice.
Hingga bulan Oktober 2022, sidang kode etik telah menjatuhkan putusan yang beragam, yaitu
diantaranya:
a. Sanksi Patsus
 Eks Kasubdit Renakta Polda Metro Jaya, AKBP Pujiyarto dikenakan sanksi ditempatkan
di patsus selama 28 hari. 
 Eks Kasubdit Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Raindra Ramadhan dikenakan
sanksi penempatan dalam tempat khusus (patsus) selama 29 hari.

b. Sanksi Demosi atau penurunan jabatan


 Eks Paurlog Bagrenmin Divisi Propam Polri, AKP Dyah Candrawati, dikenakan
sanksi demosi 1 tahun;
 Eks sopir Irjen Ferdy Sambo, Bharada Sadam dikenakan sanksi demosi  1 tahun;
 Brigadir Frillyan Fitri Rosadi dikenakan sanksi demosi  2 tahun;
 Briptu Firman Dwi Ariyanto, dikenakan sanksi demosi  1 tahun;
 Eks Banit Den A Ropaminal Div Propam Polri, Briptu Sigid Mukti dikenakan sanksi
demosi  1 tahun;
 Eks Pamin Den A Ropaminal Div Propam Polri, Iptu Januar Arifin dikenakan sanksi
demosi  2 tahun;
 Mantan Panit II Unit III Den A Ropaminal Div Propram Polri AKP Idham Fadilah.
dikenakan sanksi demosi  1 tahun;
 Mantan Panit I Unit 1 Den A Ro Paminal Propam Polri, Iptu Hardista Pramana
Tampubolon dikenakan sanksi demosi  1 tahun;
 Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jaksel Ipda Arsyad Daiva Gunawan
dikenakan sanksi demosi  3 tahun;
 Mantan Kabag Renmin Div Propam Kombes Murbani Budi Pitono. dikenakan sanksi
demosi  1 tahun;
 Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Rheky Nellson
Soplanit diberi sanksi demosi selama 8 tahun;
c. Sanksi PDTH
 Irjen Ferdy Sambo disanksi PDTH (Pemecatan Dengan Tidak Hormat) juga ditetapkan
sebagai tersangka pembunuhan berencana dan perintangan penyidikan;
 Kompol Chuck Putranto, sebagai tersangka kasus dugaan merintangi penyidikan;
 Kompol Baiquni Wibowo;
 Kombes Agus Nurpatria; dan
 AKBP Jerry Raymond Siagian.
d. Tersangka kasus pembunuhan Brigadir Yoshua.
Tuntutan hukum kepada 9 anggota Polri dalam kasus tewasnya Brigadir Yoshua dibagi
dalam 2 klaster yaitu:
 pidana 
3 tersangka, yaitu  Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, dan Bripka Ricky
Rizal dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338
KUHP tentang pembunuhan juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP.
 perintangan penyidikan (obstruction of justice). 
7 tersangka kasus perintangan penyidikan kasus tewasnya Brigadir Yoshua adalah
Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif
Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan
Widyanto.

Kesimpulan dan Saran


…………….

Daftar referensi
1. Birokrasi Patronase dan Kasus Brigadir Joshua Oleh Aristo Pangaribuan, S.H., LL.M.,
Ph.D, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2. https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/519571/bermula-dari-kasus-sambo-
institusi-polri-diminta-berbenah
3. Detik.com
4. Kompas.com

Anda mungkin juga menyukai