Anda di halaman 1dari 6

Petinggi Perwira Polisi Ditetapkan sebagai Tersangka Kematian Janggal Brigadir J

Pada tanggal 8 Julii 2022 Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat atau yang sering disebut
dengan Brigadir J dinyatakan tewas dan dipulangkan ke rumah keluarga. Kejanggalan mulai
dirasakan ketika keluarga tidak diperbolehkan untuk membuka peti jenazah brigadir tersebut.
Akibat dari larangan tersebut, kematian yang mendadak serta pemindah tugasan saudara dari
korban yang terjadi secara bersamaan membuat keluarga merasa janggal dari kematian salah satu
keluarga mereka.

Keluarga Brigadir J yang pada akhirnya tetap membuka jenazah peti mati tersebut,
menilai ada kejanggalan-kejanggalan terkait kematian Brigadir J karena ada sejumlah luka lain
yang diduga bukan luka tembakan di jenazah. Pengacara keluarga Brigadir J lainnya,
Kamaruddin Simanjuntak menjelaskan, ada sejumlah bekas penganiayaan, seperti bekas jahitan,
memar, dan tembakan di tubuh Brigadir J.

"Bagian bawah mata, hidung ada dua jahitan, di bibir, di leher, di bahu sebelah kanan,
ada memar di perut kanan kiri. Juga ada luka tembakan, ada juga perusakan jari atau jari manis.
Ada juga perusakan di kaki atau semacam sayatan-sayatan begitu," kata Kamaruddin. Pihak
keluarga meminta untuk dilakukan otopsi ulang atau ekshumasi dan Polri menyetujui tindakan
tersebut.

Keluarga melaporkan kasus ini dan kepolisian mengumumkan pada publik pada tanggal
11 Juli 2022. Peristiwa penembakan terjadi Jumat 8 Juli 2022. Sebelum nya polisi menjelaskan
kronologi awal dari peristiwa tersebut, Brigadir J terlibat baku tembak dengan Bharada Richard
Elizer (Bhara E) di rumah dinas Ferdy Sambo kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan sekitar pukul
17.00 WIB. Hal itu diumumkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen
Ahmad Ramadhan. "Peristiwa singkat saat itu Brigadir J berada atau memasuki rumah salah satu
pejabat Polri di Perumahan Dinas Duren Tiga, kemudian ada anggota lain atas nama Bharada E
menegur," kata Ramadhan.

“Saat itu Brigadir J mengacungkan senjata api dan melakukan penembakan, sehingga
Bharada E mencoba menghindari tembakan dan membalas tembakan terhadap Brigadir J.
Adapun kamera tersembunyi atau CCTV yang berada di pos keamanan rumah Dinas Polri
tersebut ada dua yang rusak dari delapan dan baru sempat diservis karena sempat tersambar
petir” Ungkap Ramadhan. Polisi mengungkap motif penembakan yang dilakukan Bharada E
yaitu dugaan pelecehan seksual terhadap istri pejabat polisi Ferdy Sambo yang dilakukan
Brigadir J.

Menurut Ramadhan, saat kejadian Brigadir J panik dan keluar dari kamar karena istri
Kadiv Propam tersebut berteriak minta tolong. Teriakan tersebut didengar oleh Bharada E yang
saat itu berada di lantai dua . Lalu, dari atas tangga dengan jarak kurang lebih 10 meter Bharada
E sempat menanyakan apa yang terjadi namun dibalas dengan tembakan yang dilakukan oleh
Brigadir J, hingga terjadi sebuah baku tembak. “Akibat tembakan tersebut terjadi saling tembak
dan berakibat Brigadir J meninggal,” kata Ramadhan. Sementara itu dari hasil olah tempat
kejadian perkara dan pemeriksaan keterangan saksi dan alat bukti, kata Ramadhan, ditemukan
tujuh proyektil yang keluar dari senjata api milik Brigadir J dan lima dari Bharada E. “Perlu
kami sampaikan bahwa tindakannya yang dilakukan Bharada E adalah tindakan untuk
melindungi diri karena ancaman dari Brigadir J,” jelas Ramadhan. Berdasarkan penjelasan
tersebut Brigadir E ditetapkan sebagai tersangka.

Keluarga dari brigadir J meyakini bahwa terdapat motif lain meninggalnya brigadir J.
Ada berbagai dugaan yang masih belum terungkap di kasus itu. Salah satunya dugaan dari pihak
keluarga Brigadir J soal pembunuhan berencana. Kuasa hukum dari keluarga Brigadir J
sebelumnya resmi melaporkan dugaan pembunuhan berencana ke Bareskrim Polri.

Pihak kuasa hukum keluarga, Johnson Panjaitan, mengatakan, laporan mereka diterima
dengan nomor LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI. LP diterima AKBP Herminto
Jaya pada tanggal 18 Juli 2022. "Laporan kita sudah diterima, tadi kita melaporkan sebagaimana
dijelaskan. Laporan kita soal pembunuhan berencana Pasal 340 (KUHP), kemudian ada pasal
pembunuhan, ada pasal penganiayaan Pasal 55 dan Pasal 56, kemudian ada soal pencurian dan
soal peretasan," ujar pengacara keluarga tersebut di Bareskrim, Jakarta Selatan.

Penyidikan dilakukan mulai dari menganalisis rekaman CCTV dan ponsel milik korban,
melakukan ekshumasi pada jenazah korban, kekasih korban, Vera, ikut bersaksi dalam proses
penyidikan, pra-rekonstrusi di rumah dinas Sambo, serta campur tangan komnas HAM dan
Kapolda Jambi. Penyelidikan secara internal polri juga dilakukan demi menemukan segala bukti
dan kemungkinan yang dapat terjadi.
Dugaan keluarga tersebut dinyatakan benar, setelah melakukan penyeledikan selama satu
bulan Polri menetapkan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus penembakan terhadap
Brigadir J. Sambo dinyatakan telah merekayasa kasus baku tembak yang dilaporkan pada awal
Juli. Hal ini diungkapkan langsung oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo S Prabowo, dan Kepala
Bareskrim Kepolisian Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto, dalam konferensi
pers perkembangan kasus Brigadir J di Markas Besar Kepolisian Indonesia hari Selasa 8 Agustus
2022. “Tidak ditemukan adanya peristiwa tembak menembak” ungkap kapolri yang telah
membentuk tim khusus untuk mengungkap kematian dari Brigadir J.

Timsus yang dibentuk oleh kapolri juga mendapatkan kejelasan bahwa CCTV di pos
satpam, yang sebelumnya dikatakan tersambar petir, diambil oleh anggota atau pun petugas dari
personel Divpropam Polri, serta terdapat personel dari Bareskrim Polri yang terlibat di situ. Atas
temuan tersebut, dilakukan tindak lanjut berupa penelusuran dugaan pelanggaran Kode Etik
Profesi Polri.

Pada 4 Agustus 2022, terdapat laporan hasil pemeriksaan internal dan ditemukan
beberapa personel-personel polisi yang berbuat menghambat proses penyidikan. Dengan
demikian, ditetapkan 25 orang pelanggar yang tidak profesional dalam penanganan olah TKP
pada saat penanganan awal. Terdapat 6 perwira polisi yang melakukan obstruction of justice atau
tindakan yang menghambat penyidikan, yaitu :

1. Irjen Ferdy Sambo selaku mantan Kadiv Propam Polri.


Ferdy Sambo diduga menjadi otak pembunuhan dan merekayasa kasus seolah
tembak-menembak. Irjen Ferdy Sambo adalah orang yang memerintahkan untuk
mengambil CCTV vital di kasus pembunuhan Brigadir J.
2. Brigjen Hendra Kurniawan selaku mantan Karopaminal Divisi Propam Polri
Brigjen Hendra diduga mengeluarkan perintah untuk mengambil dan mengganti DVR
CCTV. Sikap tidak berempati terhadap keluarga Brigadir Yosua ketika mengantarkan
jenazah di Jambi juga dijadikan catatan.
3. Kombes Agus Nurpatria selaku mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri
Kombes Agus diduga menerima perintah dari Brigjen Hendra Kurniawan untuk
mengamankan, mencopot, mengganti DVR CCTV yang terpasang di pos Satpam
Aspol Duren Tiga dengan DVR CCTV yang baru.
4. AKBP Arif Rahman Arifin selaku mantan Wakaden B Biropaminal Divisi Propam
Polri
Diduga memerintahkan penyidik Polres Jaksel membuat BAP 3 saksi mengikuti
arahan Biropaminal.
5. Kompol Baiquni Wibowo selaku mantan PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof
Divisi Propam Polri
Kompol Baiquni diduga menyimpan DVR CCTV terkait pembunuhan Yosua. Dia
juga diduga menyerahkan DVR CCTV dari Kompol Chuk kepada seorang perwira
berpangkat AKP.
6. Kompol Chuk Putranto selaku mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof
Divisi Propam Polri
Kompol Chuk diduga ikut terlibat dalam penghilangan DVR CCTV terkait peristiwa
pembunuhan Yosua dengan meminta seorang polisi menyerahkan DVR CCTV
kepada seorang Pekerja Harian Lepas (PHL).

Pada 3 Agustus 2022, Bharada E ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal
338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Namun, pada 5 Agustus 2022, Bharada E yang telah
ditetapkan sebagai tersangka menyampaikan perubahan terkait pengakuan sebelumnya.
Pengakuan tersebut diakatakan karena sebelumnya Bharada E mendapatkan janji dari Ferdy
Sambo akan membantu melakukan atau memberikan Surat Penghentian Penyidikan Perkara
(SP3) terhadap kasus itu. Ferdy Sambo menjanjikan Bharada E tidak akan menjadi tersangka dan
akan dibebaskan. Namun hasilnya Bharada E tetap menjadi tersangka. Atas dasar tersebut, ia
menyampaikan akan mengatakan atau memberikan keterangan secara jujur dan terbuka. Bharada
E mengatakan bahwa dirinya telah diminta oleh Ferdy Sambo untuk menghabisi Brigadir J.
Bharada E kemudian meminta perlindungan untuk menjadi justice collaborator ke LPSK.

Ferdy Sambo pada awalnya sempat tidak mengakui perbuatannya. Akan tetapi, setelah
tiga tersangka lainnya memberikan pengakuan mengakui dugaan pembunuhan berencana, Ferdy
Sambo akhirnya mengakui segala perbuatannya. Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk
menembak Brigadir J, kemudian Ferdy Sambo membuat skenario dan merekayasa seolah-olah
terjadi peristiwa tembak-menembak.
Jenderal bintang empat itu mengungkapkan, dari penyidikan yang dilakukan Tim Khusus
Kepolisian Indonesia ditemukan fakta bahwa peristiwa yang terjadi sebenarnya adalah
penembakan terhadap Brigadir J hingga mengakibatkan bintara remaja polisi itu kehilangan
nyawanya. Penembakan tersebut dimanipulasi oleh Ferdy Sambo dengan menembakkan secara
sengaja peluru ke dinding untuk menciptakan seolah terjadi tembak-menembak. Motif peristiwa
ini, berdasarkan pernyataan Kapolri Sigit Prabowo pada Rabu, 24 Agutus 2022terkait dengan
kesusilaan yang masih belum dapat dipastikan apakah pelecehan atau perselingkuhan. Pihaknya
baru bisa memastikan motif perencanaan setelah memeriksa Putri Candrawathi selaku istri
tersangka.

Berdasarkan hal tersebut Tim Khusus Kepolisian Indonesia telah menetapkan empat
orang tersangka dalam kasus Brigadir J, yakni Bharada E, Brigadir Polisi Kepala Ricky Rizal,
Kuat alias Kuwat, kemudian Sambo. Keempat tersangka dijerat pasal 340 tentang pembunuhan
berencana subsider pasal 338 tentang pembunuhan juncto pasal 55 dan pasal 56 KUHP.
Andrianto mengungkapkan peran masing-masing tersangka, yakni Bharada E menembak
Brigadir J. RR bersama tersangka KM turut membantu dan menyaksikan penembakan korban.
Keempat tersangka terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya
20 tahun. Untuk saat ini tersangka Bharada E dan RR ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim
Polri, sedangkan Sambo masih ditempatkan di tempat khusus Markas Komando Korps Brigade
Mobil di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Irjen Dedi, Kadiv Humas Mabes Polri menjelaskan sidang komisi kode etik telah
menjatuhkan sanksi kepada Ferdy Sambo. Alasannya adalah perbuatan Irjen Ferdy Sambo
dinyatakan sebagai perbuatan tercela dengan melanggar kode etik profesi Polri. "FS dinyatakan
bersalah sehingga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) diputuskan," jelasnya. Meski
demikian, Ferdy Sambo mengajukan banding terkait putusan tersebut. Menurut Dedi, hal
tersebut merupakan hak pelangggar yang akan diberikan kesempatan selama tiga hari untuk
banding. Banding yang diajukan oleh Ferdy Sambo yakni tentang

Pada tanggal 19 September 2022, Majelis sidang banding etik memutuskan menolak
permohonan banding terkait putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau
pemecatan Irjen Ferdy Sambo. Artinya, Ferdy Sambo tetap dipecat dari Polri. Putusan banding
ini bersifat final dan mengikat. Saat ini Ferdy Sambo dan tersangka lainnya akan mengikuti
sidang yang akan digelar di Pengadilan Jakarta Selatan.

Pada tanggal 14 Oktober 2022, Ferdy Sambo melalui tim kuasa hukumnya Febri
Diansyah mengatakan, saat itu kliennya hanya memerintahkan Bharada E untuk menghajar
Brigadir J, bukan menembaknya. engacara Sambo mengklaim bahwa narasi tembak-menembak
yang dibuat kliennya adalah untuk melindungi Bharada E. Sambo panik lantaran peristiwa
tersebut berujung pada penembakan Brigadir J. Padahal menurut Sambo, dia hanya
memerintahkan anak buahnya menghajar Brigadir J. "Ferdy Sambo kemudian panik dan
memerintahkan ajudan, memanggil ambulans dan kemudian menjemput Ibu Putri dari kamar
dengan mendekap wajah Bu Putri agar tidak melihat peristiwa," kata Febri. Karena itulah Sambo
kemudian mengambil senjata Brigadir J dan menembakkannya ke dinding untuk menciptakan
narasi tembak-menembak. Ia kemudian merusak CCTV dan meminta istri dan para ajudan agar
mengaku bahwa peristiwa terjadi di Duren Tiga dan tak mengungkit kejadian di Magelang.

Namun, pernyataan Sambo dibantah oleh Bharada E. Bharada E tetap konsisten dengan
pernyataanya bahwa dirinya diminta untuk menembak bukan menghajar. Penggacara Bharada E,
Ronny Talapessy bersikukuh bahwa saat itu Sambo memerintahkan kliennya untuk menembak
Brigadir J.

“Sesuai keterangan klien saya dan masih konsisten hingga saat ini, bahwa perintah dari
FS adalah ‘tembak’, bukan ‘hajar’,” kata Ronny. Ronny menilai, jika Sambo berniat melindungi
Bharada E sejak awal, maka seharusnya Sambo tak libatkan anak buahnya. Ronny menyebut
apapun keterangan Sambo patut diragukan, karena kasus ini telah kasus tersebut dibangun
dengan kebohongan sejak awal. Saat ini, para tersangka akan tetap mengikuti sidang selanjutnya
untuk menentukan putusan hukuman yang akan dijatuhkan.

Anda mungkin juga menyukai