Anda di halaman 1dari 3

1.

a) Menurut pendapat saya itu tidak, karena voting ialah cara pengambilan keputusan berdasarkan
jumlah mayoritas suara pemilih. Voting bisa dikatakan sebagai salah satu ciri dari negara demokrasi
liberal dimana dalam mengambil segala keputusan setiap satu individu memiliki suara “one man one
vote”. Dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia yang menganut ideologi Pancasila, voting tidak
menjadi pencerminan sila ke-4 Pancasila. Pada sila ke-4 Pancasila menghendaki adanya musyawarah
dalam pengambilan keputusan. Namun, pada faktanya di kehidupan masyarakat sistem musyawarah
sudah mulai luntur dan pudar dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang kental akan nilai-nilai Demokrasi Pancasila, cara musyawarah mufakatlah yang
sudah seharusnya kita kedepankan dalam pengambilan keputusan. Apalagi bagi kalangan DPR ataupun
lembaga negara yang lain. Dalam pengambilan kebijakan publik, musyawarah mufakatlah yang harus
dikedepankan dan harus menghilangkan rasa egois. Namun begitu, sistem voting tidak berarti adalah
sistem yang buruk dan dapat kita salahkan. Memang sistem voting bukan ciri dari demokrasi Pancasila,
namun dalam kasus tertentu digunakan cara voting. Namun voting yang digunakan juga harus merujuk
pada nilai-nilai yang terdapat dalam Demokrasi Pancasila tanpa mengurangi esensi kedaulatan
rakyatnya. Oleh karena itu, dapat ditarik garis besar bahwa cara musyawarah mufakat haruslah menjadi
langkah pertama dalam pengambilan keputusan. Jika sudah tidak ada pilihan lain dan kemufakatan tidak
tercapai, maka upaya voting dapat digunakan sebagai jalur alternatif pengambilan keputusan dengan
tetap berlandaskan pada nilai-nilai Demokrasi Pancasila.

b) Musyawarah yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memecahkan masalah
bersama. Sedangkan, mufakat adalah persetujuan bulat. Keputusan yang diambil secara musyawarah
mufakat dapat memuaskan semua pihak. Selain itu, tidak akan menimbulkan persoalan, karena semua
anggota telah menyetujui secara bulat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa musyawarah mufakat
adalah pengambilan suara terbanyak oleh para peserta atau anggota menjadi hal yang sepakat disetujui.

2. Karena masih terjadi rendahnya serapan anggaran daerah serta banyaknya korupsi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Kemajuan suatu daerah sangat dipengaruhi faktor kepemimpinan
kepala daerah. Fenomena inilah yang sejak lama menjadi kekhawatiran banyak kalangan yang berkaitan
dengan implementasi otonomi daerah adalah bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah.
Sinyalemen ini menjadi semakin beralasan ketika terbukti bahwa banyak pejabat publik yang masih
mempunyai kebiasaan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk piknik ke luar negeri dengan alasan
studi banding. Juga, mulai terdengar bagaimana anggota legislatif mulai menggunakan kekuasaannya
atas eksekutif untuk menyetujui anggaran rutin DPRD yang jauh lebih besar dari pada sebelumnya.

3. Karena dalam kasus tersebut terindikasi sebuah skenario licik yang sudah dirancang oleh Ferdy Sambo
untuk melancarkan aksi kejinya di problematika ini. Dalam beberapa berita kasus pembunuhan
berencana yang menyangkut Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo masih berbelit-belit dalam ruang
lingkup ranah hukum. Pasalnya, beberapa saksi yang dihadirkan dalam persidangan beberapa waktu
yang lalu menuai sebuah opini yang kontroversial. Adapun salah satu saksi yang membuat publik curiga
atas dasar klarifikasinya di depan jaksa ialah Susi yang berprofesi sebagai seorang Asisten Rumah Tangga
dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathie. Dalam kasus persidangan yang dilaksanakan pada tanggal 31
Oktober 2022 jawaban-jawaban Susi dinilai mengandung banyak kebohongan, baik oleh Bharada E
maupun Hakim Ketua. Susi juga berkali-kali memberikan jawaban yang tidak konsisten dan
membingungkan. Gerak-geriknya ketika menjawab pun bak sedang disetir. Dari banyaknya pertanyaan
yang diajukan padanya, Susi lebih banyak menjawab 'tidak tahu'. Beberapa jawaban juga tidak
nyambung dengan pertanyaannya. Bahkan, Susi memicu rasa curiga Jaksa Penuntut Umum. Jaksa curiga
lantaran Susi kerap mengambil jeda setelah pertanyaan selesai ditanyakan. Jaksa secara terang-terangan
bertanya apakah Susi memakai handsfree atau alat pendengar di telinganya. Susi dicurigai
mendengarkan arahan dari orang lain selama berjalannya sidang.

Susi, ART Ferdy Sambo membuat kesaksian di persidangan dengan terdakwa Richard Eliezer Pudihang
Lumiu atau Bharada E atas pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Kesaksikan Susi
ART Ferdy Sambo disebut tak sesuai dengan pernyataannya ketika BAP dan dituduh berbohong oleh
Majelis Hakim. Majelis Hakim memperingatkan Susi mengenai pidana bila membuat pernyataan palsu di
persidangan kasus pembunuhan Brigadir J. Termasuk kesaksian Susi yang melihat istri Ferdy Sambo,
Putri Candrawathi tergeletak di depan kamar mandi lantai dua di rumah Magelang.

Tidak hanya itu, kasus ini juga dibuat berbelit-belit karena adanya intervensi Ferdy Sambo dalam
penyidikan kasus tersebut adalah Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit.
Ridwan membeberkan ada beragam intervensi yang dilakukan jenderal bintang dua yang sudah dipecat
itu. Salah satunya agar tim penyidik tidak datang secara lengkap dan beramai-ramai saat melakukan olah
tempat kejadian perkara. Ferdy Sambo juga disebut meminta penyidik melakukan proses investigasi
yang lebih lembut dan tidak keras. Ridwan mengatakan, beberapa penyidiknya saat olah tempat
kejadian perkara (TKP) melakukan interogasi kepada Bharada E atau Richard Eliezer. Masih kesaksian
Ridwan, Ferdy Sambo juga melakukan intervensi dengan mengarang cerita kematian Brigadir J
disebabkan oleh baku tembak. Saat tiba di TKP, Ridwan diminta Sambo masuk ke dalam rumah/ Ridwan
kemudian melihat jenazah Brigadir J tergeletak bersimbah darah di dekat tangga trumah dinas Kadiv
Propam. Saat itu, Sambo langsung bercerita pada Ridwan terkait informasi tembak-menembak antar
anggota Polri yang dimaksud antara Bharada E dengan Brigadir J. Saat tiba pada cerita latar belakang
pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi, Ferdy Sambo terlihat
emosional.

Di samping itu juga terdapat perusakan barang bukti berupa rekaman CCTV yang dapat mempersulit
terkuaknya masalah ini. Masih kesaksian Ridwan, intervensi Sambo yang berikutnya adalah terkait
dengan pemeriksaan CCTV saat penyidik melakukan olah TKP. Ridwan menjelaskan, saat olah TKP
memang para penyidik berfokus pada barang bukti termasuk CCTV, handphone, dan senjata api yang
ada di sekitar kejadian. Ferdy Sambo menyampaikan hal tersebut kepada Ridwan secara langsung yang
juga ikut berada di lokasi saat olah TKP. Mendapat keterangan dari Ferdy Sambo, Ridwan kemudian
tetap melakukan pemeriksaan CCTV namun pengambilan barang bukti dilakukan secara bertahap.
Ridwan menyebut dirinya tidak secara langsung memastikan pengambilan CCTV karena harus
meninggalkan TKP untuk mengambil keterangan saksi yang sudah dibawa ke Divisi Propam Polri.

Adanya manipulasi saksi yang membuat rumit permasalahan. Ferdy Sambo juga disebut memanipulasi
saksi yang ada saat peristiwa pembunuhan berlangsung. Hal tersebut diakui sendiri oleh dua terdakwa
kasus pembunuhan Brigadir J yaitu Richard Eliezer dan Ricky Rizal. Mereka berdua meminta maaf
kepada para penyidik Polres Jakarta Selatan karena memberikan keterangan yang tidak sesuai dan
menuruti skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo. Dia mengaku mengikuti maunya Sambo terkait
skenario tembak-menembak agar tak ada jerat hukum yang bisa mengenai mereka atas penghilangan
nyawa Brigadir J. Permintaan maaf turut dilakukan Ricky Rizal dan mengakui termanipulasi atas perintah
dan skenario yang dibuat Ferdy Sambo.

Anda mungkin juga menyukai