Anda di halaman 1dari 9

20 Menit Janggal di Sidang Etik Dugaan Manipulasi Verifikasi Parpol

Kuasa hukum pengadu kecewa karena sekitar 20 menit akhir di sidang yang digelar selama enam jam
terjadi kejanggalan.

Oleh DIAN DEWI PURNAMASARI

Kompas, 9 Februari 2023 10:18 WIB

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (tengah), didampingi anggota
DKPP I Dewa Raka Sandi (kedua dari kanan), M Tio Aliansyah (kanan), Ratna Dewi Pettalolo (kedua
dari kiri), dan J Kristiadi (kiri), saat sidang etik dugaan pelanggaran verifikasi faktual partai politik
peserta pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Sidang perdana dugaan pelanggaran etik verifikasi faktual partai politik di
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP, Rabu (8/2/2023), diwarnai perdebatan sengit
dari pengadu dan teradu. Kuasa hukum pengadu kecewa karena sekitar 20 menit akhir di sidang yang
digelar selama enam jam itu terjadi kejanggalan.

Kejanggalan yang dimaksud pengadu adalah dua saksi yang dihadirkan tidak jadi didengar
keterangannya. Padahal, agenda itu ada di undangan yang sebelumnya dikirimkan DKPP. Sementara
itu, video bukti yang dibawa pengadu juga urung diputar karena perdebatan teknis dengan pihak
teradu.

”Tentunya kami kecewa bahwa sidang ditunda, tetapi kami menghormati keputusan tersebut. Kami
meminta satu hal, Yang Mulia. Ada jaminan bahwa saksi kami akan tetap dihadirkan dan tidak ada
tekanan atau larangan dari pimpinannya,” ucap kuasa hukum pengadu, Alghiffari Aqsa.
Kekecewaan itu diungkapkan setelah Ketua Majelis Etik Heddy Lugito memilih mengakhiri sidang
pada pukul 16.00. Dia memutuskan melanjutkan agenda sidang pada pertemuan berikutnya, Selasa
(14/2/2023). Alasannya, karena waktu sudah sore dan sidang sudah digelar sejak pukul 10.00.

”Majelis tidak menolak saksi dan pihak terkait yang dihadirkan. Majelis juga tidak menolak bukti-
bukti yang diajukan pengadu. Tetapi, sidang harus diakhiri. Nanti dilanjutkan pada 14 Februari,” kata
Heddy.

Fadli Ramadhanil kecewa lantaran saksi dari anggota KPU Sulawesi Utara, Yessy Momongan, sudah
hadir di ruangan sidang. Keterangan yang akan dia sampaikan penting dalam pembuktian dugaan
pelanggaran etik sembilan anggota KPU Sulut dan satu anggota KPU. Namun, Yessy yang sudah
terbang dari Sulut itu urung didengar keterangannya.
TANGKAPAN LAYAR/DIAN
DEWI PURNAMASARI

Hasil tangkapan layar undangan sidang dugaan pelanggaran etik dan dugaan manipulasi verifikasi
faktual partai politik yang dilakukan oleh sembilan anggota KPU Sulawesi Utara dan satu anggota KPU
di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Rabu (8/2/2023).

Sidang perdana perkara nomor 10-PKE-DKPP/I/2023 dipimpin oleh Ketua Majelis Etik Heddy Lugito
dengan anggota majelis I Dewa Raka Sandi, M Tio Aliansyah, Ratna Dewi Pettalolo, J Kristiadi, dan
anggota ex officio Bawaslu Puadi.

Dari pihak pengadu, anggota KPU Kabupaten Sangihe, Jeck Stephen Seba, hadir secara daring. Kuasa
hukum pengadu, Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, dan Airlangga Julio, hadir
secara langsung di persidangan.

Jeck mengadukan sepuluh penyelenggara pemilu, di antaranya Ketua KPU Sulut Meidy Yafeth
Tinangon serta anggota KPU Sulut Salman Saelangi dan Lanny Anggriany Ointu. Sekretaris KPU Sulut
Lucky Firnando Majanto dan Kepala Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan
Masyarakat Hukum, dan Sumber Daya Manusia Carles Y Worotitjan juga diadukan.

Kemudian, ketua dan anggota KPU Kabupaten Sangihe Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, Iklam
Patonaung, serta Kepala Subbagian Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten
Sangihe Jelly Kantu. Terakhir, anggota KPU Idham Holik yang diadukan.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (kiri), didampingi anggota
DKPP I Dewa Raka Sandi, saat sidang etik dugaan pelanggaran verifikasi faktual partai politik peserta
pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Pengadu menyebut teradu I-IX diduga mengubah status tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi
memenuhi syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan
Partai Buruh dalam verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan
verifikasi faktual perbaikan dengan cara mengubah data berita acara dalam Sipol dalam kurun waktu
7 November-10 Desember 2022.

Mereka diduga melanggar ketentuan Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara
Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Sesuai ketentuan Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 1
Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

Saksi batal didengarkan

Fadli menyebut, pangkal kekecewaan adalah karena agenda mendengarkan keterangan saksi
sebenarnya ada di undangan yang diterima pihak pengadu pada Rabu, 1 Februari 2023, lalu. Di
undangan disebut bahwa ada tiga agenda sidang, yaitu mendengarkan pokok pengaduan dari
pengadu, jawaban teradu, dan mendengarkan keterangan saksi.

”Saya merasa aneh karena acara undangan persidangannya sudah jelas. Dan, yang kami mohonkan
itu tidak keluar dari acara persidangan. Kedua, dalam proses persidangan berjalan dan teman-teman
lihat majelis sudah akan putar video, tetapi tiba-tiba ketika akan diputar ada kebenaran dari teradu.
Kemudian, majelis menggeser menunda persidangan,” ungkapnya seusai persidangan.
Saat persidangan, saksi dari pengadu Sri Wahyuni dari anggota KPU Kabupaten Sangihe yang hadir
secara daring akan diambil sumpahnya sebelum memberikan keterangan. Namun, ada keberatan dari
pihak teradu.

”Izin Yang Mulia. Ini calon saksi ini adalah ASN (aparatur sipil negara) di KPU. Setahu kami, itu harus
ada izin dari pejabat pembina kepegawaian sebagai saksi dalam setiap persidangan. Sebagai
pertimbangan saja,” kata Meidy, Ketua KPU Sulut, yang menjadi teradu dalam perkara tersebut.

Alghiffari tidak sepakat dengan pernyataan itu. Menurut dia, tidak ada aturan tertulis yang mengatur
soal ASN menjadi saksi di persidangan. Pada saat menjadi saksi di Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN), ASN tidak membutuhkan izin dari PPK.
”Menjadi saksi itu adalah kewenangan sebagai warga negara untuk menyampaikan kebenaran, dan
ini untuk kepentingan pemilu yang bersih. Menurut kami, ini tidak perlu ada izin dari pimpinan.
Pengalaman kami, bahkan bersidang di PTUN pun tidak ada izin dari pimpinan. Kalau ada izin dari
pimpinan, mohon ditunjukkan peraturan perundang-undangannya,” kata Alghiffari.

Keberatan yang sama juga disampaikan pada saat saksi dari pengadu, Yessy Momongan yang
merupakan anggota KPU Sulut akan diambil sumpahnya.

Menurut Meidy, komisioner KPU aktif, jika hendak menjadi saksi, harus mendapatkan izin dari atasan
langsungnya, baik itu dari KPU provinsi maupun KPU pusat. Alhasil, sumpah Yessy urung diambil.
Kemudian, kedua saksi juga batal memberikan keterangan.

KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI

Wakil Sekretaris Jenderal Data Achmad Chudori menunjukkan Sistem Informasi Pemberkasan (SIP)
Partai Gelora yang digunakan untuk memonitor persiapan verifikasi faktual dan verifikasi administrasi
partai-partai baru sebagai peserta Pemilu 2024, Jumat (25/3/2022).

Video urung diputar

Pantauan Kompas, kejanggalan yang dimaksud pengadu itu terjadi sekitar 20 menit sebelum sidang
ditutup. Ketua Majelis Hakim Heddy Lugito terlihat gamang mengakomodasi permintaan dari
pengadu dan teradu. Sebelumnya, dia mengatakan akan memutar video bukti yang telah didaftarkan
ke DKPP. Kuasa hukum teradu, Ibnu Syamsu, sudah mendekati operator untuk memberikan file video
yang hendak diputar.

Namun, tiba-tiba video urung diputar dengan alasan waktu sudah sore, sementara persidangan
sudah digelar sejak pagi.
”Baik Saudara Pengadu dan Teradu, sekarang saya minta video yang ditayangkan yang sudah diajukan
sebagai alat bukti. Bagi yang belum nanti bisa didaftarkan sebagai alat bukti, kita putar di
persidangan berikutnya. Termasuk, nanti pemeriksaan pihak terkait, Saudara Yessy dan Ibu Sri nanti
akan kita lakukan di persidangan berikutnya. Jadi, sekarang dipersilakan untuk putar video yang
sudah dicantumkan sebagai alat bukti,” kata Heddy.

Video bukti itu belum sempat dipurar, tetapi Meidy kembali menginterupsi majelis etik. Dia
menanyakan apakah video yang akan diputar sudah diverifikasi secara sah sebagai alat bukti.

Meidy keberatan karena video yang akan diputar di persidangan belum terdaftar sebagai alat bukti di
DKPP. Karena pihak pengadu tidak mengetahui tambahan itu, mereka menolak agenda pemutaran
video bukti tersebut.

”Mohon izin Yang Mulia, bahwa ini katanya bukan alat bukti, baru mau diajukan sebagai alat bukti.
Kenapa harus ditayangkan? Ini, kan, membuktikan,” ucap Meidy.

Heddy menjawab, video memang belum diverifikasi sehingga akan diverifikasi selanjutnya oleh DKPP.
Video boleh diputar, tetapi transkrip pembicaraan penting akan dibacakan pada sidang berikutnya.
Perdebatan pun kembali terjadi antara pengadu dan teradu. Akhirnya, video tidak jadi diputar dan
diagendakan akan diputar pada sidang berikutnya.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Selatan melakukan verifikasi faktual keanggotaan partai
politik di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (25/10/2022).

Dikonfirmasi terpisah seusai persidangan, Heddy menampik dirinya gamang mengakomodasi


permintaan teradu dan pengadu. Dia menilai, sejak awal kesepakatan memang sidang akan berakhir
pada pukul 16.00 karena sudah digelar sejak pagi pukul 10.00. Majelis etik tidak hanya ingin
mengakomodasi kepentingan pengadu, tetapi juga teradu.
”Awalnya, kan, kami ingin mengakomodasi kepentingan pengadu. Tetapi, ada keberatan dari pihak
teradu. Itu bukan gamang, tetapi harus diakomodasi dua-duanya,” katanya.

Karena sidang ditunda, Fadli meminta kepada DKPP memberikan jaminan saksi-saksi yang akan
dihadirkan di persidangan. DKPP akan memanggil saksi-saksi kembali dengan status sebagai pihak
terkait. Dengan status sebagai pihak terkait, mereka tidak perlu izin kepada atasan atau PPK.

Editor: SUHARTONO

https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/02/08/20-menit-janggal-di-sidang-etik-dugaan-
manipulasi-verifikasi-parpol

Anda mungkin juga menyukai