Anda di halaman 1dari 3

Prasangka secara terminologi berasal dari bahasa latin.

Prae berarti sebelum dan judicium


berarti keputusan. Prasangka adalah suatu bentuk sikap negatif terhadap anggota suatu
kelompok tertentu yang dapat menimbulkan perilaku diskriminasi hingga kekerasan. Dalam
istilah psikologi sosial, prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap
golongan manusia tertentu, golongan ras, atau kebudayaan yang berlainan dengan
kelompoknya.

Dalam kasus penembakan pengawal Habib Rizieq Sihab baru-baru ini banyak sekali orang
melakukan pengambilan keputusan (prasangka sosial) dengan menganalisa dari sumber-
sumber yang beredar baik di masyarakat maupun di media. Keputusan-keptutusan tersebut
menimbulkan prasangka sosial yang majemuk. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor.
Pertama, setiap orang/kelompok melihat suatu kejadian berdasarkan informasi yang ia dapat
dan belum tentu sama dengan lainnya. Kedua, sudut pandang orang/kelompok dalam
mengambil keputusan seringkali subjektif. Ketiga, orang/kelompok dalam mengambil
keputusan didasari atas keberpihakan kepada orang/kelompok tertentu.

Setelah saya observasi di media sosial terkait prasangka sosial seseorang/kelmpok atas kasus
penembakan pengawal Habib Rizieq Sihab terdapat beberapa prasangka sosial yang berbeda-
beda. Adapaun prasangka-prasangka tersebut akan dijelaskan dibawah ini:

1. Ada yang mengambil keputusan bahwa dalam kasus ini didasarkan pada keberpihakan
atas kelompoknya, seperti kelompok yang pro Habib Rizieq Sihab dan anggota FPI.
Mereka memiliki prasangka bahwa kasus tersebut tidak ada baku tembak seperti yang
dijelaskan oleh pihak kepolisian, itu adalah fitnah besar. Hal tersebut sesuai yang
disampaikan oleh sekertaris umum FPI yaitu Munarman. Munarman yang menjadi
juru bicara FPI menegaskan bahwa tidak ada baku tembak dalam peristiwa itu karena
ia berkeyakinan bahwa laskar FPI tidak dibekali senjata api. Oleh karena itu ia
menganggap bahwa hal tersebut merupakan fitnah besar. Munarman juga
menjelaskaan bahwa hal tersebut adalah pemutarbalikkan fakta dengan menyebut
bahwa laskar FPI yang dulu menyerang dan melakukan penembakan. Kalaupun hal
tersebut betul, coba saja dicek nomor regiter senjata apinya, pelurunya itu semua
tercatat, lanjutnya. Menurut Munarman, dalam kartu anggota FPI dan LPI disebutkan
bahwa setiap anggota dialarang membawa senjata tajam , senjata api dan bahan
peledak. Jadi upaya untuk memfinah dan memutarbalikkan fakta harus dihentikan,
ungkap Munarman. Sedangkan menurut pihak kepolisian kasus ini terjadi karena ada
penyerangan di Tol Jkarta-Cikampek Km 50 terhadap anggota POLRI yang
melakukan tugas penyelidikan terkait dengan rencana pemeriksaan Habib Rizieq
Sihab. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadli Imrom menjelaskan awalnya pihaknya
mendapatkan informasi adanya pengerahan massa yang akan mengawal pemeriksaan
Habib Rizieq yang akan dilaksanakan pada Senin, 07 Des 2020. Informasi tersebut
kami dapatkan dari berbagai sumber, termasuk rekan-rekan media mungkin
mendapatkan berita melalui WA Gropu. Oleh karena itu kami melakukan
penyelidikan atas kebenaran informasi tersebut dengan membuntuti kendaran
pengikut Habib Rizieq Sihab di Tol Jakarta-Cikampek. Pada sat di Tol, kendaran
petugas dipepet dan diberhendikan oleh dua kendaraan pengikut Habib Rizieq Sihab.
Pengawal Habib Rizieq Sihab juga melawan polisi dengan menodongkan senjata api
dan senjata tajam berupa samurai dan celurit kepada anggota. Karena membahayakan
keselamatan jiwa petugas pada sat itu, kemudian petugas melakukan tindakan tegas
dan terukur sehingga 6 orang meninggal dunia dan 4 orang lainnya melarikan diri.
Dalam hal ini petugas mendapatkan kerugian materiil berupa kerusakan kendaran
karena ditabrak dan adanya bekas tembakan pelaku di TKP.

2. Ada juga yang mengambil keputusan secara subjektif , seperti anggota FPI dan
orang/kelompok yang kontra dengan FPI. Hal ini bisa terjadi karena didasarkan atas
sikap emosional dan ketidak sependapatan antara kedua kelompok tersebu artinya
anggota FPI akan cenderung mengikuti pendapat Munarman selaku sekertaris umum
FPI dan cenderung membaca informasi yang membela FPI. Sedangkan kelompok
yang kontra dengan FPI akan cenderung membenarkan tindakan kepolisian dengan
menembak pengawal Habib Rizieq Sihab. Kedua kelompok ini dalam mengambil
keputusan cenderung subjektif dan ini merupaka salah satu sifat prasangka sosial
yaitu dalam pengambilan keputusan seringkali bersifat negatif yang mengarahkan
kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasa atau kesalahan informasi
tentang kelompok.

3. Ada juga yang mengambil keputusan dengan menyelidiki kebenarannya baik dari
kelompok FPI ataupun pihak Kepolisian yaitu Komnas HAM. Prasangka Komnas
HAM ini mencoba untuk melakukan pengambilan keputusan secara objektif dengan
menghimpun informasi dari semua pihak. Oleh karena itu Komnas HAM melakukan
pemanggilan saksi dari pihak FPI dan pihak Kepolisian untuk mencocokkan data yang
terjadi dilapangan dan melakukan pengambilan keputusan secara objektif dengan
didasarkan pada hukum yang berlaku. Jika kita lihat prasangka ketiga ini maka kita
bisa analisis jika memang secara fakta hukum bahwa anggota FPI yang mengawal
Habib Rizieq Sihab melakukan perlawanan dengan menodongkan senjata tajam dan
senjata api, maka tindakan kepolisian melakukan tindakan tegas dan terukur untuk
keselamatan dirinya bisa dibenarkan secara fakta hukumnya tetapi tetap saja
seharusnya pihak Kepolisian yang merupakan pihak keamanan nasional tidak
dibenarkan melakukan penembakan kepada warga sipil. Karena seharusnya pihak
Kepolisian merupakan pengayom masayarakat. Sedangkan jika fakta hukumnya tidak
ada perlawanan dan tindakan dari pihak FPI kepada anggota penyidik Polri, itu
merupakan kesalahan besar melakukan penembakan kepada warga sipil yang tidak
bersalah. Hal tersebut merupakan tindakan negara yang sewenang-wenang yang tidak
dibenarkan dengan alasan apapun. Oleh kaarena itu jika terbukti tidak ada perlawanan
dari pengawal FPI kepada pihak penyidik Kepolisian maka Kepolisian dimasukan
kedalam pelanggar HAM dan harus menerima konsekuensi yang berlaku secara
hukum (ratifikasi undang-undang tenatang HAM) di Indonesia.

Dilihat dari ketiga pengambilan keputusan (prasangka sosial) menunjukan bahwa setiap
orang akan memiliki prasangka sosial yang beda-beda. Hal tersebut sejalan dengan yang
dikatakan oleh Mar’at (1981) bahwa prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yang memiliki
nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif. Hal tersebut bisa diakibatkan
karena keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu, artinya prasangka sosial ditujukan
kepada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Oleh karena
itu prasangka sosial akan cenderng memiliki kualitas suka dan tidak suka pada objek yang
diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang
berprasangka tersebut. Prasangka sosial akan mempengaruhi sikap orang atau kelompok
sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang atau kelompok
yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran.

Anda mungkin juga menyukai