Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PERKULIAHAN

KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI


Nama Sindikat No. Mahasiswa : : : HANS ITTA PAPAHIT G 7252

PENANGANAN KEJAHATAN DAN REAKSI SOSIAL DALAM KAJIAN KRIMINOLOGIS


I. PENDAHULUAN Crime is The Shadow of civilization (Kejahatan merupakan bayang- bayang dari peradaban). Kalimat tersebut memberikan makna bahwa semakin maju peradaban suatu masyarakat, maka semakin maju pula kejahatan yang muncul untuk mengiringi peradaban tersebut, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Teori anomie dari Emile Durkheim menyatakan bahwa kejahatan itu merupakan hal yang normal ada di setiap masyarakat dan adalah tidak mungkin untuk menghilangkan kejahatan.1 Reaksi sosial merupakan bagian dari suatu kejahatan yang digambarkan dalam segitiga dan segi empat kejahatan, dimana reaksi sosial merupakan wujud penerimaan atau penolakan dari kelompok sosial terhadap kejahatan tersebut. Penerimaan maupun penolakan yang merupakan r aksi sosial itu dapat dilakukan e oleh negara maupun oleh masyarakat sipil. Negara bisa memberikan reaksi berupa kecaman sampai kepada

pembentukan peraturan perundang -undangan jika peristiwa yang terjadi tersebut belum diatur dalam ketentuan ataupun peraturan perundang -undangan, atau dengan melakukan pemberian sanksi terhadap pelaku kejahatan melalui peraturan dan prundang-undangan yang sudah ada dan mengatur kejahatan tersebut . Masyarakat menunjukkan reaksi sosial yang pada dasarnya tergolong ke dalam 3 jenis reaksi sosial yaitu: 1. 2. 3.
1

Reaksi masyarakat berupa penerimaan dukungan terhadap suatu kejahatan, Reaksi masyarakat berupa penolakan terhadap suatu kejahatan, dan Reaksi masyarakat yang tidak menerima namun juga tidak menolak atau diam.

Akers, Reonald R. 2006. Criminologi al Teories : Introduction and Evaluation. Jakarta : PTIK Press c

Teori ili

enyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh seseorang

merupakan pilihan yang diambil berdasarkan pertimbangan- pertimbangan rasional si pelaku. Sedangkan teori routi

kejahatan dikarenakan adanya pelaku, korban dan/atau objek harta milik berada

bahwa terjadinya kejahatan dikarenakan ketiadaan faktor-faktor yang dapat membatasi atau menghilangkan peluang terjadinya kejahatan (pendekatan preventif). Teori pilihan rasional berupaya memberikan penjelasan tentang terjadinya kejahatan dari sudut pandang manfaat/kegunaan. Kejahatan dilakukan berdasarkan pada prinsip kegunaan yang diharapkan melalui pemikiran secara ekonomi. Prinsip kegunaan yang diharapkan menyebutkan bahwa orang akan memutuskan secara rasional berdasarkan tingkatan pilihan yang mereka harapkan. Pilihanpilihan yang diambil adalah untuk memaksimalkan keuntungan atau manfaat dan meminimalkan kerugian atau kehilangan. Lebih lanjut lagi, teori pilihan rasional menjelaskan lebih daripada sekedar perluasan teori penghalangan. Keputusan-keputusan yang diambil oleh seseorang didasarkan pada upaya-upaya yang diharapkan para pelaku,hasil yang diperoleh, dan penghargaan yang diterima dibandingkan terhadap kemungkinan dan beratnya hukuman dan kerugian lain dari kejahatan. Dari teori-teori kriminologi tersebut diatas, terdapat beberapa maacam hubungan (asosiasi) antara pilihan rasional dan aktivitas rutin: a.

Suitable targets: pilihan ditemui dalam kegiatan sehari-hari dan ditentukan berdasarkan pada persepsi vulnerabilitas (rentannya calon korban)

b.

Capable guardians: pilihan dipastikan sebagai sasaran apabila tidak ada pengawasan dan penjagaan yang memadai

c.

Motivated criminals: kejahatan akan lebih ditentukan oleh pelaku-pelaku yang memang memiliki motif dibandingkan pelaku yang hanya melihat adanya kesempatan. Dari hubungan dan keterkaitan tersebut, dalam upaya meniadakan ataupun

mengurangi peluang terjadinya kejahatan, polisi harus mampu memprediksi setiap calon korban yang rentan sebagai sasaran bagi para pelaku kejahatan, bertindak

  

Ake s Re R. 2006. Criminologic l Teories : Introduction and Evaluation. Jakarta : PTIK Press Modul Perkuliahan Kriminologi dan Viktimologi PTIK angkatan LVII


ti iti

pada saat dan tempat yang sama2. Teori routi


ti iti

menjelaskan bahwa terjadinya

tersebut menyimpulkan

secara aktif dalam melakukan upaya pre-emtif dan preventif, serta mampu menanalisa, mendeteksi, dan menginventarisir calon pelaku yang memiliki motivasi kuat untuk melakukan kejahatan-kejahatan.

II.

PEMB

SAN

Usai dilantik sebagai perwira Polri pada tanggal 16 Desember 2004, saya melaksanakan tugas pertama saya di Tanah Cendrawasih, Polda Papua. Jabatan saya hamper seluruhnya saya emban di wilayah hokum Polres Nabire, kecuali satu tahun terakhir sebelum memasuki PTIK, saya bertugas di SPN Jayapura sebagai Gadik. Di Polres Nabire, saya mengawali tugas saya sebagai Ka SPK I sejak Februari 2005 sampai bulan November 2005. Dari bulan November 2005 sampai dengan bulan Oktober 2006, saya bertugas sebagai Kanit IDIK I di Sat Reskrim Polres Nabire. Dari Oktober 2006 sampai dengan Januari tahun 2008 saya ditugaskan sebagai Ka KPPP Laut Polres Nabire. Dari Januari 2008 sampai Oktober 2009 saya ditugaskan sebagai Ka KPPP Udara Polres Nabire. Dan Terakhir, sebelum memasuki PTIK, mulai dari Oktober 2010 sampai dengan Nopember 2011 saya bertugas di SPN Jayapura sebagai Gadik. Selama menjalani masa dinas di Polres Nabire, saya banyak menemui permasalahan yang ada di tengah masyarakat khususnya terkait dengan kejahatan. Hal yang lumrah mengingat tugas Polri akan selalu berkaitan dengan permasalahan masyarakat dan kejahatan. Dari berbagai kejahatan yang terjadi jika dikaji dengan teori kriminologi yang dalam hal ini dipandang dari sisi reaksi sosial yang terjadi, maka dapat digolongkan menjadi 3 macam reaksi, yaitu: Reaksi masyarakat yang bereaksi keras terhadap kejahatan.4 Pada akhir 2005, saat saya menjabat sebagai Ka SPK I di Polres Nabire, kami menerima laporan dari masyarakat mengenai kasus percabulan terhadap seorang balita yang masih berumur antara 4-5 tahun.

A.

Modul Perkuliahan Kriminologi dan Viktimologi PTIK angkatan LVII

Kedua orang tua korban melaporkan kasus tersebut dengan didampingi puluhan orang lain. Dan semua tampak emosi dan saling berebut untuk berbicara kepada petugas yang menerima laporan. Saya saat itu berusaha menenangkan massa yang sedang emosi dan memerintahkan Ka jaga beserta 4 orang anggota untuk mengamankan dan menjemput pelaku di kediamannya dengan membawa senjata. Proses penjemputan tersangka berjalan dengan baik dan lancar sampai mobil patroli yang membawa tersangka memasuki halaman Polres. Warga secara spontan berusaha untuk menghakimi tersangka tanpa memperdulikan petugas bersenjata yang mengamankannya maupun lingkungan mereka berada yaitu kantor Polres Nabire. Tersangka segera dimasukkan kedalam sel tahanan demi keamanan dan baru diperiksa oleh Sat Reskrim setelah pelapor dan warga yang mendampinginya meninggalkan Polres Nabire. Dari pemeriksaan yang dilakukan Sat Reskrim, terungkap bahwa Pelaku dan korban bertetangga. Korban bahkan sering bermain di rumah pelaku maupun sekadar dititipkan saat orang tua korban memiliki kesibukan. Dengan demikian, pelaku yang memiliki motif tersebut didukung oleh adanya Suit bl rget dan I

tidak dapat membela diri, dan pengawasan serta penjagaan terhadap korban sangat lemah, dimana dalam hal ini pelaku adalah seorang yang seharusnya mengawasi dan menjaga korban. Reaksi masyarakat yang mendukung terhadap kejahatan.5 Propinsi Papua merupakan sebuah propinsi yang selama ini ketal dengan isu disintegrasi melalui TPN/OPM. Faktor budaya yang sangat kental dan terkadang bertentangan dengan hukum nasional seringkali menimbulkan polemik terhadap penanganan kejahatan. Selain masyarakat asli Papua, mayoritas penduduk Kabupaten Nabire berasal dari Sulawesi seperti Bugis, Manado, dan Toraja. Masyarakat pendatang yang juga tergolong banyak ini dalam kehidupan sehari-hari juga

B.

Modul Perkuliahan Kriminologi dan Viktimologi PTIK angkatan LVII

 

  

p ble Guardians. Korban yang masih balta

membawa budaya dan adat masing-masing dalam pergaulan sehari-hrnya di masyarakat. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan perjudian, yaitu sabung ayam kerap terjadi di wilayah hukum Nabire. Penanganan perjudian dalam kegiatan sabung ayam ini sangatlah susah untuk diberantas. Bahkan sampai saya pindah ke SPN Jayapura, perjudian melalui sabung ayam ini masih terjadi di Kabupaten Nabire. Pada saat saya menjadi Kanit Idik I Sat Reskrim Nabire, kami merencanakan penangkapan terhadap kegiatan sabung ayam tersebut. Surat perintah sudah di lengkapi dan seluruh anggota sudah memahami tugas masing-masing sebelum menuju ke TKP. Sulitnya untuk melakukan penangkapan terhadap judi sabung ayam adalah lokasinya yang selalu berpindah-pindah, dan terkadang terdapat keterlibatan oknum TNI maupun Polri dalam sabung ayam tersebut. Untungnya kali itu kami mendapat informasi akurat mengenai lokasi kegiatan dan dapat dipastikan tidak akan terjadi kebocoran operasi yang telah kami siapkan. Saat menuju perbukitan yang menjadi tempat perjudian sabung ayam tersebut, kami melalui komplek perumahan KPR Siriwini yang terletak dikaki Bukit Harapan, lokasi perjudian tersebut. Diujung jalan setapak menuju bukit harapan, terdapat puluhan sepeda motor yang diparkir, menandakan kegiatan tersebut sangat ramai. Dua orang ditugaskan untuk menunggu di parkiran tersebut apabila ada yang mencoba melarikan diri, sementara yang lain menuju TKP untuk melakukan penangkapan. Dilokasi penangkapan, Bandar dan beberapa pelaku utama yang telah didekati sebelum diumumkan adanya penangkapan berhasil diamankan, namun bayak pula yang berusaha melarikan diri, termasuk puluhan orang yang turut berjudi di lokasi tersebut. Masalah menjadi rumit ketika para tersangka akan dibawa ke kantor polisi. Masyarakat di komplek KPR Siriwini berbondong-bondong meminta agar para tersangka maupun kendaraan yang diamankan agar dilepaskan dengan alasan mereka adalah keluarga yang berprofesi sebagai tukang ojek dan hanya menonton, sedangkan sepeda motor yang diparkir adalah

kendaraan ojek yang mangkal untuk mengantarkan orang yang mau pulang dari Bukit Harapan tersebut. Karena jalan satu-satunya diblokir warga dan tidak memungkinkan untuk membawa tersangka maupun kendaraan ke kantor polisi, maka akhirnya berdasarkan petunjuk pimpinan, kami melakukan negosiasi dengan massa yang memblokir jalan dan menghasilkan kesepakatan yang antara lain: 1. Semua kendaraan dan tersangka didata dan diperintahkan untuk datang ke Polres keesokan harinya. 2. Kendaraan yang didata apabila pemiliknya untuk ada dibawa dan mampu

menunjukkan

STNK

dipersilahkan

pemiliknya.

Sedangkan untuk kendaraan yang tidak dapat ditunjukkan STNKnya dibawa ke polres Nabire. 3. Untuk tersangka yang ditangkap namun tidak memiliki KTP yang berdomisili KPR Siriwini maupun keterangan sebagai anggota Koperasi Ojek Helm Biru Nabire akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh Sat Reskrim Polres Nabire

Sabung ayam tersebut merupakan sarana kegiatan perjudian yang meskipun memenuhi unsur-unsur dalam KUHP, namun kepolisian msih mengalami kesulitan menangani kejahatan tersebut dikarenakan adanya dukungan dari masyarakat luas terhadap kejahatan tersebut. Kejadian serupa tidak hanya terjadi pada kasus tersebut, tetapi selalu berulang dalam setiap upaya penggerebekan/razia sabung ayam yang lokasinya selalu berpindahpindah. Dari kronologis tersebut jika dikaitkan dengan teori kriminologi pilihan rasional, maka keputusan rasional yang diambil oleh masyarakat tersebut merupakan hasil pemikiran terhadap adanya kegunaan yang diharapkan dari perjudian sabung ayam. Yaitu adanya sumbangan dari Bandar kepada warga masyarakat disekitar lokasi perjudian dan semua ayam yang dinyatakan kalah boleh diambil warga untuk dirawat dan dipelihara, maupun dipotong untuk dimasak dirumah mereka.

C.

Reaksi masyarakat yang diam saja terhadap kejahatan yang terjadi.6 Pada tahun 2009, ketika saya bertugas sebagai Ka KPPP Udara Polres Nabire, seorang kenalan saya datang kekantor untuk menawarkan sebidang tanah di luar kota yang terletak di ruas jalan menuju Pelabuhan Laut Nabire. Tanah yang ditawarkan dijelaskan merupakan tanah adat yang dikuasai oleh Yulian Yap Maray dan kenalan saya tersebut membawa denah lokasi dan kapling tanah yang ditaarkan dengan harga 3 Juta rupiah perkapling, dan akan diterbitkn sertifikat oleh BPN Nabire dan surat pelepasan adat oleh Yulian Yap Maray. Saya menghubungi kenalan saya di kantor BPN, bapak Agus, dan mencoba untuk meminta konfirmasi terhadap tanah tersebut. Dari penjelasan beliau, saya mengetahui bahwa tanah tersebut diakui oleh beberapa pihak karena ternyata setelah pembeli mencoba untuk mengurus sertifikat, ada beberapa pemohon untuk kapling yang sama. Ternyata dalam proses penjualannya, Yulian Yap Maray memiliki beberapa orang petugas penjualan yang semuanya dibekali peta kapling yang sama, dan jeas sekali tidak ada koordinasi diantara semua petugas penjualan tersebut. Begitu uang diterima dan kuitansi dibuat, uang langsung diserahkan kepada Yulian Yap Maray, dan petugas lngsung menerim komisi dari uang yang disetorkan. Yang menjadi permasalahan adalah petugas yang sa tidak tu mengetahui kapling mana saja yang telah dijual oleh petugas lainnya, sehingga satu kapling tanah dibeli oleh banyak orang. Meskipun demikian, tidak ada pembeli yang melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian, semua hanya menanyakan masalah tersebut di kantor BPN. Setelah saya cek, tidak ada laporan Polisi yang diterima oleh Polres Nabire mengenai kasus tersebut. Alasan yang paling memungkinkan adalah uang yang hilang sejumlah 3 Juta rupiah tidak seberapa jika dibandingkan dengan mengurus gugatan secara perdata, maupun pidana penipuan karena masyarakat sangat mengenal Yulian Yap Maray sebagai mantan Panglima TPN/OPM Nabire sekaligus tokoh adat di Nabire.

Modul Perkuliahan Kriminologi dan Viktimologi PTIK angkatan LVII

Posisi dan kedudukan Yap Maray seringkali hanya memiliki perbedaan tipis dengan premanisme, meskipun Yap Maray telah menyatakan dirinya kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Sehingga masyarakat lebih memilih untuk diam dan membiarkan hal tersebut dibanding menghadapi Yap Maray baik melalui kepolisian maupun gugatan perdata.

III.

PENUTUP Dari beberapa kasus yang pernah terjadi di Polda Papua, khususnya yang pernah saya alami sendiri di Polres Nabire, saya menemukan ketiga bentuk reaksi sosial terhadap suatu peristiwa kejahatan sebagaimana disebutkan sebelumnya, yaitu; 1. Reaksi masyarakat berupa penerimaan dukungan terhadap suatu kejahatan, 2. Reaksi masyarakat berupa penolakan terhadap suatu kejahatan, dan 3. Reaksi masyarakat yang tidak menerima namun juga tidak menolak atau diam. Reaksi sosial tersebut muncul sebagai cerminan kondisi sosial masyarakat tempat terjadinya kejahatan. Berbagai reaksi sosial yang ditunjukkan masyarakat dalam menyikapi terjadinya kejahatan merupakan Opportunities dan Threats bagi Polri dalam proses penegakan hukum serta pemeliharaan kamtibmas. Pengalaman yang dialami ketika masyarakat yang menolak suatu kejahatan, masyarakat menjadi beremosi tinggi dalam menghadapi orang yang berperilaku jahat. Ini tentunya menyulitkan bagi seorang anggota Polri yang pada saat itu melaksanakan tugas untuk mengamankan maupun menjadi negosiator. Reaksi sosial yang lainnya, baik mendukung suatu kejahatan maupun mendiamkan kejahatan yang berlangsung/terjadi memiliki karakteristik masingmasing yang dapat menjadi keuntungan maupun kerugian bagi Polri dalam menjalankan tugas penegakkan hukum. Setiap bentuk reaksi sosial yang berbeda harus ditangani secara berbeda pula. Polisi harus memperhatikan reaksi yang muncul dan kondisi sosial masyarakat yang memberikan reaksi sebelum menentukan cara-cara penanganan yang akan dilaksanakan. Penanganan yang tidak tepat akan sangat mungkin memunculkan gangguan kamtibmas baru yang justru lebih berat untuk ditangani dibandingkan kejahatan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai