Anda di halaman 1dari 4

Contoh Kasus Pidana

Siswa Pembunuh Guru di Sampang Divonis 6 Tahun Penjara

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Sampang, Jawa Timur, Selasa, memvonis bersalah
siswa SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, terdakwa kasus pembunuhan gurunya, Ahmad Budi
Cahyanto, dengan hukuman enam tahun kurungan penjara.

Ha dinyatakan bersalah karena telah melakukan penganiayaan terhadap gurunya sendiri hingga
menyebabkan yang bersangkutan meninggal dunia.

"Menyatakan terdakwa Moh Holili terbukti secara sah melakukan tindak pidana pembunuhan
terhadap orang lain," ujar hakim ketua yang menangani kasus itu, Purnama, saat membacakan
amar putusan di Pengadilan Negeri Sampang, seperti dilansir Antara, Kamis (8/3/2018).

Majelis Hakim menyatakan Ha terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan dalam Pasal 338
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan.

Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya,
jaksa menuntut Ha dengan hukuman 7 tahun 5 bulan. Ha akan menjalani hukuman di Lapas
Anak Blitar, Jawa Timur.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Hafid Syafii, menyatakan pihaknya masih pikir-pikir
atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Sampang itu.

"Kami sebagai tim kuasa hukum Ha masih belum mengambil sikap dan akan berpikir-pikir
dalam seminggu ini," katanya menjelaskan.

Penganiayaan berujung maut terhadap guru seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang,
Madura, Ahmad Budi Thajyanto, dilakukan oleh muridnya sendiri, Ha, pada 1 Februari 2018,
sekitar pukul 13.00 WIB. Korban guru seni rupa mengisi pelajaran melukis di halaman luar
depan kelas XII.

Saat kegiatan belajar berlangsung, pelaku tak menggubris dan mengganggu teman lainnya.
Korban menegur pelaku agar mengerjakan tugas seperti temannya yang lain.

Akan tetapi, teguran itu tetap tidak dihiraukan pelaku. Korban kemudian menggoreskan cat ke
pipi pelaku.

Pelaku tidak terima dan mengeluarkan kalimat tidak sopan. Karena tidak sopan, korban memukul
pelaku dengan kertas absen.
Kronologi
Pukulan itu ditangkis pelaku dan langsung menghantam mengenai pelipis kanan korban.
Akibatnya, korban tersungkur ke tanah dan berusaha dilerai siswa lain.

Usai kejadian itu, seluruh siswa masuk kelas. Di dalam kelas, pelaku sempat meminta maaf
kepada korban disaksikan murid-murid yang lain.

Setelah pelajaran usai, korban dan pelaku pulang ke rumahnya masing-masing. Korban masih
sempat bercerita kepada kepala sekolah tentang kejadian pemukulan yang dilakukan muridnya.

Setiba di rumah, korban langsung istirahat karena mengeluh pusing dan sakit kepala. Sekitar
pukul 15.00, korban dibawa ke Puskesmas Jrengik, Kabupaten Sampang. Karena pihak
puskesmas tidak mampu menangani, korban kemudian dirujuk ke rumah sakit Kabupaten
Sampang. Korban kembali dirujuk ke rumah sakit DR Soetomo, Surabaya.

Pihak rumah sakit kemudian menangani korban dan korban dinyatakan mengalami mati batang
otak (MBO), yang menyebabkan seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi.

Sekitar pukul 21.40 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia. Korban kemudian langsung
dibawa pulang dari RS Dr Soetomo Surabaya ke rumah duka di Dusun Pliyang, Desa
Tanggumong Kota di Sampang.
Contoh Kasus Perdata
Kasus Gugatan 1,8 Miliar dari Anak terhadap Ibunya Ditolak
Hakim
Liputan6.com, Garut - Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, menolak seluruh gugatan perdata senilai
Rp 1,8 miliar yang dilayangkan Yani Suryani dan Handoyo Adianto terhadap Siti Rokayah alias
Amih (83) yang merupakan ibu kandung Yani.

"Memutuskan bahwa gugatan penggugat ditolak untuk seluruhnya, dan pihak tergugat adalah pihak
yang menang, sementara penggugat adalah yang kalah," ujar Ketua Majelis Hakim Endratno
Rajamai, dalam pembacaan sidang yang di Pengadilan Negeri Garut, Rabu (14/6/2017).

Menurut Raja, seluruh gugatan perdata yang dilayangkan penggugat tidak memiliki dalil yang kuat
untuk mempertahankan seluruh gugatannya. "Bahwa penggugat tidak bisa pertahankan gugatannya,
maka dengan itu gugatan harus ditolak," kata dia.

Majelis hakim berpendapat dalam kasus itu telah terjadi utang piutang antara Yani Suryani dan Asep
Rohendi. Namun dalam kasus gugatan perdata, harus ada syarat formil yang harus dilengkapi pihak
penggugat.

"Dan memang nyatanya itu (bukti formil) tidak bisa ditunjukkan para penggugat," kata dia.

Dengan putusan itu, Amih dan Asep Rohendi selaku tergugat I dan II dinyatakan bebas dari
seluruh gugatan materiil Rp 1,8 miliar, serta mewajibkan penggugat membayar biaya perkara sebesar
Rp 615 ribu kepada pengadilan. "Para pihak jika ingin mengajukan upaya hukum tambahan silakan
sesuai dengan waktu yang ditentukan," kata dia.

Sementara itu, Eep Rusdiana, juru bicara keluarga Amih, mengakui putusan hakim yang menolak
seluruh gugatan sesuai dengan kehendak keluarga. "Alhamdulilah kita bersyukur kepada Allah SWT
yang telah mendengar doa kami. Hakim akhirnya menolak seluruh gugatan," kata dia.

Amih yang tiba-tiba muncul menggunakan kursi roda di muka persidangan saat pembacaan putusan
dilakukan tak luput dari kejaran media. Ia mengaku lega dengan putusan tersebut. Selama ini, ia tidak
menginginkan persoalan utang-piutang antara anaknya itu diselesaikan melalui jalur pengadilan.

"Saya lega, tentu Amih memaafkan ke Yani, termasuk Handoyo, apalagi ini ibu sama anak. Mana
ada ibu yang tidak sayang anak," ujarnya.

Saat ditanya apakah akan melanjutkan kasus hukum ihwal pemalsuan data dan keterangan yang
disampaikan kubu Handoyo cs saat persidangan sebelumnya, dengan terbata-bata Amih
menyerahkan sepenuhnya kepada keluarga lainnya. "Kalau bagaimana selanjutnya nanti lihat saja,
Amih tidak tahu," ujarnya.

Sementara itu, Jopie Gilalo, pengacara penggugat yang mewakili kedua kliennya yang absen dalam
sidang putusan kali ini, mengaku belum menyiapkan langkah hukum selanjutnya pasca-putusan
penolakan yang telah diketuk majelis hakim hari ini.

"Nanti akan saya tanyakan dulu, apakah akan banding atau tidak, takut malah enggak (banding),"
ujarnya.

Jopie menilai putusan yang sampaikan majelis hakim lebih besar pada asas kepatutan anak kepada
ibunya, bukan menilai persoalan utang piutang antara kliennya dan tergugat.

"Tapi itulah, putusan hakim wajar ada yang menang dan kalah. Nanti akan saya tanyakan dulu kalau
soal banding atau tidak," kata dia.

Sidang putusan sempat molor satu jam lebih dari jadwal yang ditentukan sekitar pukul 09.30 WIB.
Secara umum, pembacaan putusan berjalan lancar dengan kawalan ketat aparat kepolisian tanpa ada
penolakan atau interupsi dari kedua belah kubu. Untuk memberikan dukungan moral, Amih ditemani
beberapa anaknya muncul di dalam sidang putusan.

Anda mungkin juga menyukai