Anda di halaman 1dari 3

1).

FOTO PUTRI
Onida Varista

Ini Beda Apotek Dengan Toko Obat


LAPOS, Lahat - Beberapa tahun terakhir, toko obat mulai bermunculan di Kabupaten Lahat. Seolah-
olah bersaing dengan apotek. Namun, terdapat perbedaan antara toko obat dengan apotek, meski
keduanya sama-sama menjual obat. Dan banyak masyarakat belum mengerti keduanya.

Kepala Dinkes Kabupaten Lahat Taufik M Putra SKM MM, melalui Jabatan Fungsional Administrator
Kesehatan Onida Varista SKM menjelaskan, toko obat berbeda dengan apotek. Toko obat hanya
dapat menjual obat yang bebas terbatas. Sedangkan apotek dapat menjual obat bebas terbatas, juga
diberi kewenangan untuk menjual obat keras. “Apotek juga dapat menjual obat berjenis psikotropika,
tapi dengan resep dokter,” jelasnya, Selasa (03/01).

Lebih rinci Onida menjelaskan perbedaan toko obat dan apotik, yaitu toko obat hanya menjual obat
yang dot (lingkaran pada kemasan) berwarna hijau, cukup dengan asisten apoteker, dan tidak
melayani resep dokter. Sedangkan apotek, dapat menjual obat yang dot selain warna hijau, seperti
merah, biru dan lainnya, harus ada apoteker, dan dapat melayani resep dokter.

Toko obat khusus menjual obat yang bisa dikonsumsi tanpa resep dokter atau untuk penyakit ringan,
sebagai penanganan darurat. Contoh obat paracetamol, untuk menghilangkan sakit kepala.
Sedangkan apotek dapat menjual obat keras. “Toko obat dan apotek memang sama-sama menjual
obat. Tapi kategori obat yang boleh diperjualbelikan itu beda,” bebernya.

Onida menambahkan, saat ini hanya dua toko obat di Kabupaten Lahat yang memiliki izin, Toko Obat
Manjur dan Toko Obat yang ada di hypermart Citimall Lahat. Keduanya berada di Kota Lahat.
“Kemarin banyak toko obat yang ngajukan izin, tapi saat pengawasan hanya dua yang masih
beroperasi. Untuk toko obat, Dinkes hanya sebagai tim teknis perizinan. Sedangkan izin ke Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,” jelasnya.(mg03)

2).
FOTO HERU/LAPOS
Keluarga korban di Pengadilan Negeri Lahat.

Gilir Siswi SMA,


Dibui 10 Bulan
LAPOS, Lahat - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Lahat, Muhamad Chozin Abu Sait SH menyatakan, O
(17) dan M (17), bersalah melakukan persetubuhan terhadap A (17) anak dibawah umur, pasal 81
ayat (1) jo pasal 76 D Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 01 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Nomor 35 tahun
2014 tentang Perubahan Undang-undang nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak. Kedua
remaja yang juga masih dibawah umur itu divonis masing-masing 10 bulan penjara.

Namun, vonis hakim ini lebih tinggi dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang
menuntut tujuh bulan kurungan. “Soal putusan, itu mutlak kewenangan hakim. Dilihat berdasarkan
fakta persidangan, alat bukti dan keterangan saksi. Semua sudah dipertimbangankan, baik dari sisi
korban maupun pelaku anak,” terang Humas Pengadilan Negeri Lahat Diaz Nurima Sawitri SH MH,
usai pembacaan vonis, Selasa (3/1).
Menurut Diaz, sidang perkara anak ini berlangsung cepat, dilakukan secara marathon selama sepuluh
hari. Untuk alat bukti, tetap merujuk ke KUHP. Mulai dari saksi ahli, keterangan saksi anak, dan
petunjuk (kesesuaian antara saksi dan bukti lain harus singkron). “Kedua pelaku anak divonis sepuluh
bulan. Sebenarnya, perampasan hak anak (hukuman penjara) ini, adalah upaya terakhir,” jelasnya.

Mendengar tersebut, sontak membuat keluarga korban yang mengikuti sidang putusan di Pengadilan
Negeri Lahat, geram. Keluarga korban sampai berteriak mengatakan putusan tersebut tidak adil.
Karena ulah dari dua pelaku anak tersebut, sudah membuat fsikologis korban terganggu.

Ayah korban merasa keberatan dengan putusan hakim tersebut. Menurutnya, putusan sepuluh bulan
itu terlalu kecil. Meskipun ada perlakukan khusus, jika harus dipotong setengah tuntutan hukuman
orang dewasa, setidaknya divonis 4,5 tahun. “Kami sangat kecewa dengan putusan ini. Ini tidak adil.
Anak kami jadi korban dan akan alami trauma mendalam karena kejadian ini,” ucapnya.

JPU perkara tersebut M Abby Habibullah SH mengatakan, putusan hakim memang lebih tinggi dari
tuntutan. Untuk banding, pihaknya menunggu petunjuk pimpinan dahulu (Kajari Lahat). Karena
harus sesuai SOP. Setelah SOP terpenuhi, baru bisa ambil sikap. “Perkara nak ini memang istimewa.
Soal banding, tunggu arahan pimpinan dahulu, pihak korban juga tidak bisa jika mau asal ajukan
banding,” kata Abby.

Peristiwa persetubuhan itu terjadi Sabtu (29/10/2022), di salah satu kontrakan di Kelurahan Bandar
Agung, Kota Lahat. O, M dan G (18) melakukan persetubuhan terhadap terhadap A, secara bergiliran.
Atas peristiwa itu, A membocorkan kepada bibinya, hingga kejadian dilaporkan ke Polres Lahat. Senin
(28/11/2022), O, M dan G dibekuk ditempat terpisah oleh Unit PPA Satreskrim Polres Lahat bersama
anggota Polsek Mulak Ulu.

//Pelaku Anak Juga Butuh Perlindungan


Perkara pidana anak cukup menarik perhatian masyarakat Kabupaten Lahat akhir-akhir ini. Meskipun
ada yang berstatus sebagai pelaku anak, namun mereka tersebut tetap membutuhkan perlindungan.
Baik perlindungan secara hukum maupun perlindungan dari dinas terkait, seperti Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Kepala PPPA Kabupaten Lahat Hj Nurlela SAg MM, melalui Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan
Anak (PPA) Lena Ernawati SPd mengatakan, perkara pidana anak merupakan perkara yang istimewa.
Karena baik korban maupun pelaku anak, sama-sama dapat perlindungan dimata hukum. Hal
tersebut, juga tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Menurut Lena, dalam penangan perkara pidana anak, penerapan keadilan restoratif maupun diversi
(mediasi) jadi pilihan utama. Hal tersebut untuk menghindari anak dari proses peradilan, yang dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak. “Pelaku anak memang sedikit istimewa. Udang-undang
sudah mengatur proses peradilan anak yang berkonflik dengan hukum,” ujarnya, Selasa (3/1).

Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012, anak yang berkonflik dengan hukum, dijatuhi pidana penjara.
Walaupun keadaan dan perbuatan anak tersebut, dianggap akan membahayakan masyarakat.
Sementara, pidana yang dijatuhkan kepada anak, paling lama setengah dari maksimum ancaman
pidana penjara, bagi orang dewasa. “Seperti kasus anak sekarang ini, korban kekerasan seksual
dengan dua tersangka pelaku anak, jelas buat kami dilema. Pelaku anak untuk perkara ini, Balai
Pemasyarakatan (Bapas) yang lakukan pendampingan, bukan berarti pelaku anak kami
kesampingkan. Pelaku anak juga bisa minta pendampingan kepada kami,” jelas Lena. (her/via)

=======HL=======
3).
Ada Kelas Khusus di ‘Bawah Tangga’
LAPOS, Lahat - Seleksi Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) yang digelar Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Lahat, Oktober 2022 lalu, mulai berhembus aroma tak sedap.
Diduga dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah kejanggalan. Mulai dari dugaan adanya kelas
khusus, hingga adanya nama peserta yang lolos kemudian digantikan dengan nama lain.

Dari sumber media ini, yang minta namanya dirahasiakan, dugaan kecurangan itu karena adanya
kelas khusus saat seleksi CAT, yang digelar di SMK Negeri 1 Lahat. Maksud kelas khusus tersebut, ada
sejumlah peserta seleksi Panwascam yang ikuti ujian CAT di ruang bawah tangga. Sementara, peserta
lain mengikuti ujian CAT di dalam ruangan, yang sebelumnya sudah disiapkan. “Ada apa?. Kenapa ada
beberapa peserta uji CAT di tempat khusus. Sementara ratusan peserta lain bergabung di ruangan,”
ujarnya, Selasa (3/1).

Tak hanya itu, kabarnya pada malam sebelum pengumuman, ada nama peserta yang awalnya lulus
seleksi Panwascam, kemudian namanya digantikan dengan nama lain. Selain itu, indikasi kecurangan
lain, hasil nilai tes wawancara peserta tidak diumumkan oleh Bawaslu Lahat, langsung mengeluarkan
nama yang dinyatakan lulus. “Ada banyak kejanggalan. Kabarnya ada juga dugaan nepotisme, dari
salah satu keluarga Komisoner Bawaslu Lahat, lulus seleksi di Kikim Timur,” katanya.

Sementara, Ketua Bawaslu Lahat Andra Juarsyah membantah tudingan itu. Andra mengakui, saat
ujian CAT itu, memang ada kelas terpisah. Kelas terpisah itu untuk mengakomodir peserta yang tidak
muat lagi dalam satu ruangan. Sehingga seleksi bisa dilakukan secara berbarengan. Untuk satu kelas,
saat itu bisa diisi sebanyak 40 hingga 50 orang. Selebihnya ditempatkan di kelas berbeda.

“Ada sekitar 12 peserta, yang ujian CAT di kelas berbeda. Tapi itu bukan kelas khusus seperti yang
dituding, atau ada permainan saat CAT, tapi karena di kelas utama tidak muat. Itu juga karena saat
seleksi, ada komputer yang rusak,” elak Andra.

Terkait adanya nama peserta yang lolos seleksi, tapi diganti dengan peserta lain, Andra tak menapik
hal tersebut. Namun, perubahan itu terjadi karena peserta tersebut mengundurkan diri. Masalah
lain, karena peserta yang lulus tersebut alamat KTP di Kecamatan Lahat, sementara ia dinyatakan
lulus di Kecamatan Pagar Gunung. Selain itu, saat masa sanggah, warga Kecamatan Pagar Gunung
keberatan dengan peserta tersebut, karena bukan warga penduduk melainkan warga Kecamatan
Lahat.

“Kalau soal nilai hasil tes wawancara sengaja tak diumumkan. Tidak ada di Juknis pengumuman harus
menyertakan nilai. Acuan itu kita pakai. Bukan karena ada yang kita tutupi," jelasnya.

Ditambahkan Andra, terkait adanya keluarga salah satu komisoner Bawaslu yang lulus seleksi, itu juga
benar. Namun, dikatakan Andra, hal itu tidak menyalahi aturan. Selain bukan karena adik/kakak
kandung, yang bersangkutan memang layak, karena lulus saat CAT maupun tes wawancara. “Keluarga
tapi bukan adik/kakak kandung. Karena memang pantas lulus, CAT dan wawancara juga dinyatakan
lulus,” bantahnya. (her)

Anda mungkin juga menyukai