Kuasa Hukum ZA, Bakti Riza menjelaskan, ada beberapa pasal yang menjadikan keberatan.
Karena dakwaan yang disampaikan tidak runtut, terkesan tidak jelas dan tidak sesuai fakta. "Ada
pasal yang kami kritisi. Klien kami didakwa pasal 340, 338, 351 dan UU darurat pasal 2 (1).
Kenapa tidak jelas, salah satu contoh klien kami dituduh melakukan pembunuhan berencana.
Sedangkan faktanya di lapangan, dia berboncengan dengan teman perempuannya lalu dicegat
oleh begal tersebut," ujar Bakti Reza.
Dia mengatakan, jaksa kurang mengurai secara jelas mengenai proses sebab akibat sehingga
terjadi proses pembelaan diri berujung meninggalnya pelaku begal. "Padahal dia (ZA)
melakukan itu karena unsur paksaan atau overmacht. Saat itu dia sudah menyerahkan harta
bendanya. Tapi si perampok meminta lebih dengan meminta keperawanan teman wanita ZA,"
bebernya.
Sedangkan untuk senjata tajam yang dibawa ZA kata dia, digunakan untuk pelajaran
keterampilan. "Dan itu sudah diakui oleh gurunya di sekolah. Jadi bukan dibawa untuk
direncanakan sebagai alat pembunuhan," tegasnya.
Langkah selanjutnya, dia berencana akan mendatangkan saksi ahli dari Universitas Brawijaya.
"Perlu adanya saksi ahli supaya tuntutan jaksa itu ternyata salah," imbuhnya. Sementara itu, ayah
tiri ZA, Sudarto berharap anaknya dapat dibebaskan dari segala tuntutan. Pria berusia 50 tahun
itu ingin perkara anaknya berakhir terbaik bagi anaknya. "Harapannya bisa bebas. Dia (ZA) di
rumah tetap beraktivitas seperti biasa, termasuk bisa bersekolah," harapnya.
Meski pelajar asal Kabupaten Malang ini tengah menjalani proses hukum, ZA tetap belajar di
sekolah seperti biasa, lantaran yang bersangkutan tidak dilakukan penahanan. Sedangkan
Pembimbing Kemasyarakatan Madya Bapas Malang, Indung Budiarto akan memberikan
rekomendasi supaya pelajar berusia 17 tahun ini dibina oleh lembaga dengan dititipkan di salah
satu pondok pesantren hingga lulus nanti.
https://timesindonesia.co.id/read/news/247000/pelajar-pembunuh-begal-di-malang-
terancamhukuman-seumur-hidup