Anda di halaman 1dari 3

RADARJOGJA.CO.

ID – JOGJA – Bermodal data dan alat bukti yang sangat


minim, Satreskrim Polresta Jogja mampu mengungkap kasus pembacokan yang
menewaskan Ilham Bayu Fajar,17, di Jalan Kenari, Muja Muju, Umbulharjo, Minggu
(12/3) hanya dalam tempo dua hari. Kemarin (14/3) tujuh pelaku klithih yang sebagian
besar masih berstatus pelajar berhasil diringkus.Ketujuh pelaku tersebut antara lain,
Fai,16, warga Banguntapan, Bantul. Fai merupakan eksekutor yang menusuk tubuh
Ilham menggunakan senjata tajam. Saat beraksi, Fai membonceng Ald,17, yang
mengendarai sepeda motor KLX. Turut serta dalam rombongan Tg,14, warga Gowok,
Caturtunggal, Depok, Sleman; Jl,15, (Rejowinangun, Kotagede); Muh,15, (Ngabean,
Ngampilan); Rd,19, (Sewon, Bantul); dan NS,21,(Mergangsan).

Kapolda DIJ Brigjen Pol Ahmad Dofiri mengatakan, kasus penusukan bermula
hanya karena ketersinggungan para pelaku yang merasa diumpat dengan kata-kata
kasar oleh korban saat berpapasan di Simpang Empat Amongrogo. Setidaknya, hal itu
berdasarkan hasil pemeriksaan sementara terhadap para pelaku. Merasa diejek, lanjut
Dofiri, para pelaku tersulut emosi, kemudian berbalik arah mengejar korban. ”Tanpa
perkataan lain, pelaku langsung membacokkan celurit ke tubuh korban,” jelas Dofiri di
Mapolresta Jogja kemarin. Dikatakan, setiap berkeliling kota gerombolan pelaku
memang selalu membawa senjata tajam yang sengaja disiapkan untuk melawan
kelompok lain.
Menurut perwira tinggi Polri kelahiran Jawa Barat, kasus kekerasan di Jalan
Kenari berbeda dengan yang terjadi di Bantul beberapa waktu lalu. Kasus di Bantul
adalah perkelahian kelompok pelajar dari dua sekolah, sedangkan peristiwa di Jalan
Kenari murni konflik dua kelompok yang tidak saling mengenal. ”Dua kelompok ini
bukan geng sekolah. Mereka kumpulan para pelajar dari berbagai sekolah,” jelas
jenderal bintang satu itu. Meski sebagian pelaku masih tergolong di bawah umur, Dofiri
menegaskan tetap akan menerapakan hukuman sebagaimana mestinya. Mereka dijerat
pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman lebih dari
tujuh tahun. “Hukuman ini untuk memberi efek jera bagi pelaku kekerasan oleh pelajar.
Termasuk geng sekolah,” tegasnya. Diungkapkan, beberapa eksekutor klithih yang
masih di bawah umur nekat melakukan tindakan tersebut atas dorongan dari para
senior. Sebab, para senior masih berpikiran bahwa para pelaku kejahatan di bawah
umur akan mendapatkan keistimewaan. Misalnya, diversi atau istilahnya dikembalikan
kepada orang tua. ”Kalau sudah tindak kejahatan serius apalagi ancaman hukuman di
atas tujuh tahun aparat bisa langsung menangkap, menjebloskan ke penjara, dan
langsung proses pengadilan,” tandas mantan Kapolresta Jogja itu. Nah, terkait kasus
Jalan Kenari, penyidik masih akan mendalami kemungkinan eksekutor pembunuh Ilham
juga bertindak akibat suruhan senior.

Dalam kesempatan itu, Kapolresta Jogja Kombes Pol Tommy Wiboso


menunjukkan barang bukti sebuah celurit yang digunakan untuk membacok korban.
”Celurit ini hanya digunakan sekali tebas,” jelas Tommy sambil menunjukkan celurit
yang terlihat bersih. Selain celurit, polisi mengamankan empat senjata tajam berjenis
parang, sebuah gir, dan tiga kendaraan bermotor yang dilakukan para pelaku saat
nglithih. Termasuk, KLX yang ditunggani Fai dan Ald. Saat kapolresta memberikan
penjelasan, Fai yang saat itu mengenakan rompi oranye hanya tertunduk di sebelah
Ald. Keduanya, dibariskan terpisah dari lima tersangka lain. ”Masih ada dua pelaku lain
yang masih dalam pengejaran,” ucap Tommy. Menurut Tommy, sebagian pelaku
kekerasan itu termasuk anak yang mengalami masalah dalam keluarga. Fai, misalnya.
Pelajar SMA swasta di Kota Jogja itu tumbuh di keluarga broken home, sehingga minim
perhatian dari orang tua. Tommy tidak bisa menyembunyikan kegeramannya. Dengan
nada meninggi dia mengimbau para orang tua untuk tidak memberikan kendaraan bagi
anak-anak yang masih di bawah umur. Lebih dari itu, Tommy meminta para orang tua
melarang anak-anak mereka keluar rumah hingga larut malam.”Jangan sampai anak-
anak kita menjadi pelaku atau korban dari aksi kekerasan,” ingatnya.

Di bagian lain, operasi klithih juga dilakukan jajaran Polres Bantul. Senin (13/3)
malam aparat menangkap sepuluh remaja yang membawa senjata tajam. Tiga di
antaranya masih di bawah umur. Mereka diringkus saat nongkrong sambil menenggak
minuman beralkohol di kawasan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Sorowajan,
Banguntapan. Kesepuluh remaja tanggung itu langsung digelandang ke Mapolres
Bantul. Dari tangan mereka polisi mengamankan pedang, pisau, dan potongan besi.
“Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Sleman, Kota Jogja, dan Bantul,” ungkap
Kapolsek Banguntapan Kompol Suharno kemarin. Tak hanya sampai di situ, polisi juga
menelusuri asal-usul minumah beralkohol yang dikonsumsi para remaja tersebut. Dari
pemeriksaan, mereka memperoleh barang haram itu dari seorang penjual di wilayah
Sorowajan. “Pria berinisial Sb dari Sindumartani, Ngemplak, Sleman ini langsung kami
periksa. Kami juga menyita 24 botol minuman beralkohol,” ucapnya.

Sementara itu, Kasatreskrim Polres Bantul AKP Anggaito Hadi Prabowo


menyatakan, kesepuluh remaja tersebut akhirnya dilepaskan keesokan harinya. Anggito
beralasan tak menemukan unsur pidana, meskipun mendapati sejumlah senjata tajam
di sekitar lokasi tongkrongan. “Tidak ada unsur membawa, menguasai, dan menyimpan
(saenjata tajam),” dalihnya.(bhn/zam/ong)

Sumber : https://www.radarjogja.co.id/cah-klitih-pembacok-ilham-7-dibekuk-2-buron/

Anda mungkin juga menyukai