Anda di halaman 1dari 16

Kasus Misran,Mantri Desa yang

Dipenjara Meski Bantu Warga

Masih ingat kisah Misran? Dialah mantri desa yang menolong warga Kuala
Samboja, Kalimantan Timur. Tidak hanya mengobati, tapi juga mengubah
pola kesehatan warga menjadi lebih baik. Namun bukannya air susu yang di
dapat, tapi air tuba yang dia peroleh.

Air tuba tersebut berupa penjara karena dinilai hakim PN Tenggarong tidak
punya kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter. Dia dituduh
melanggar UU 36/ 2009 tentang Kesehatan pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63
(1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan yaitu Misran.

Setelah setahun lebih meminta keadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK),


akhirnya sore ini akan diketok palu atas nasib Misran.

Putusan PN Tenggarong ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, beberapa


bulan setelah itu. Merasa dizalimi, 13 mantri pun memohon keadilan ke MK
karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan. Mereka meminta
pasal yang menjadikan mereka di penjara dicabut karena pasal tersebut
bertentangan dengan UUD 1945.
Namun, meski nantinya permohonan Misran dikabulkan, ayah 4 anak
tersebut tetap harus tetap meringkuk di penjara. Meski demikian, jika MK
memenangkan, maka putusan MK akan menguntungkan mantri atau bidan
desa di seluruh Indonesia. Pasalnya, MK telah menghilangkan pasal yang
mengkriminalkan petugas medis di pelosok Nusantara.

"Karena putusan MK tidak berlaku surut. Putusan MK atas kasus Misran


hanya berlaku ke depan, tidak berlaku ke belakang," kata pengacara publik
LBH Jakarta, Edy Halomoan Gurning beberapa waktu lalu.

Menanggapi anak buahnya dipenjara, Menteri Kesehatan Endang Rahayu


Sedyaningsih, menilai pemberian obat bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan
jenis apapun dalam kondisi tertentu.

"Memang dikatakan bahwa dispensing obat itu adalah (tugasnya) tenaga


farmasi. Akan tetapi, di tempat di mana tidak ada tenaga farmasi, dapat
dilakukan tenaga kesehatan lainnya," ujar Endang.

Menkes memang tidak secara tegas membenarkan perbuatan Misran.


Namun, tenaga-tenaga kesehatan yang bertugas di pedalaman
kadang-kadang harus bertindak cepat untuk keselamatan nyawa pasien
mereka.

"Mereka para perawat, dokter, yang ada di ujung-ujung itu kadang-kadang


harus melakukan itu, karena pasien datang untuk minta tolong. Jadi kalau itu
sifatnya untuk menolong dan tidak ada tenaga lain tentu saja harusnya itu
diperbolehkan," katanya.
Mencuri 3 buah kakao,Nenek Minah di hukum
1 bulan 15 hari

Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3


buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan
menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk
perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa
percobaan 3 bulan.

Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di
lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan
Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan
Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.

Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah
kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian
memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah
dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu
saja di bawah pohon kakao.

Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA.
Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos,
Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan
itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.

Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan
berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia
serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia
kembali bekerja.

Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang.


Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi.
Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai
seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.

Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih
Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa
percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Selama persidangan yang dimulai pukul 10.00 WIB, Nenek Minah terlihat
tegar. Sejumlah kerabat, tetangga, serta aktivis LSM juga menghadiri sidang
itu untuk memberikan dukungan moril.

Hakim Menangis

Pantauan detikcom, suasana persidangan Minah berlangsung penuh


keharuan. Selain menghadirkan seorang nenek yang miskin sebagai
terdakwa, majelis hakim juga terlihat agak ragu menjatuhkan hukum. Bahkan
ketua majelis hakim, Muslih Bambang Luqmono SH, terlihat menangis saat
membacakan vonis.

"Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," ujar Muslih.

Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan


disambut gembira keluarga, tetangga dan para aktivis LSM yang mengikuti
sidang tersebut. Mereka segera menyalami Minah karena wanita tua itu tidak
harus merasakan dinginnya sel tahanan.
Pembunuhan Wayan Mirna Salihin

Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, adalah anak dari seorang pengusaha. Ia


merupakan kerabat jauh dari aktris Amerika-Italia yaitu Rafaela Ottiano.
Ayahnya, Edi Darmawan Salihin memiliki beberapa perusahaan, antara lain
di bidang pengiriman dokumen penting di Petojo, Jakarta Pusat, dan
perusahaan yang bergerak di bidang garmen di Cengkareng, Jakarta Barat.
Mirna diketahui memegang salah satu perusahaan milik ayahnya tersebut.

Mirna pernah bersekolah di Jubilee School di kawasan Sunter, Jakarta Utara.


Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Billy Blue College of Design, dan
Swinburne University of Technology, keduanya berada di Australia. Setelah
lulus, Mirna bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang desain, Misca
Design dan Monette Gifts & Favors.

Pada bulan November 2015, Mirna menikah dengan Arief Soemarko di Bali,
Indonesia, setelah sebelumnya berpacaran selama 10 tahun. Mirna dan Arief
diketahui mulai berpacaran sejak berada di Australia. Saat itu, Mirna tinggal
di Sydney, sedangkan Arief di Melbourne.

Mirna juga diketahui memiliki saudara kembar yang bernama Sendy Salihin.
Terdapat beberapa kronologi berbeda dari kasus pembunuhan ini,
dikarenakan keterangan saksi yang sering berubah-ubah. Kronologi pertama
adalah keterangan dari teman berkumpul Mirna pada saat kejadian, Jessica,
dan kronologi kedua diungkapkan oleh teman Mirna lainnya yang juga
berada di TKP, yaitu Hani, kepada pihak kepolisian

Kronologi versi Jessica


Tiba di Grand Indonesia (pukul 14.00 WIB). Jessica janjian bertemu dengan
tiga temannya, Mirna, Hani, dan Vera, di Kafe Olivier pada pukul 17.00.
Pesan tempat. Begitu tiba, Jessica langsung memesan meja nomor 54. Kafe
Olivier merupakan pilihan Mirna.
Jalan-jalan. Jessica berkeliling mal dan membeli tiga bingkisan berisi sabun
untuk oleh-oleh bagi ketiga temannya.
Kembali ke kafe (Sekitar pukul 16.00 WIB). Jessica memesan minuman
setelah bertanya dulu di grup perbicangan media sosial mereka.
Minuman datang. Minuman yang datang pertama adalah es kopi Vietnam
pesanan Mirna. Dua minuman lainnya, fashioned sazerac (Hani) dan cocktail
(Jessica) datang belakangan.
Sang teman tiba (pukul 16.40). Mirna dan Hani datang. Vera tak terlihat.
Posisi duduk: Mirna (tengah), Jessica (kiri), dan Hani (kanan)
Mirna meminum kopi Mirna merasa bau kopinya aneh dan meminta kedua
temannya ikut mencium. “Baunya aneh,” kata Jessica. Belakangan diketahui
bahwa kopi yang diminum oleh Mirna memiliki warna seperti kunyit.
Mirna meminta air putih. Jessica meminta air kepada pelayan. Ia ditanya
balik pilihan minumannya.
Mirna sekarat. Ketika ia kembali, tubuh Mirna sudah kaku, mulutnya
mengeluarkan busa, kejang-kejang, dengan mata setengah tertutup.
Panik. Jessica dan Hani panik sembari mengoyangkan tubuh Mirna. Mereka
berteriak memanggil pelayan kafe.
Dibawa ke klinik dan rumah sakit Mirna dibawa menggunakan kursi roda ke
klinik, kemudian dibawa dengan mobil suaminya, Arief Soemarko, ke Rumah
Sakit Abdi Waluyo. Dokter klinik mal Grand Indonesia, Joshua, mengatakan
denyut nadi Wayan Mirna Salihin sebelum wafat adalah 80 kali per menit.
Sementara pernapasannya 16 kali per menit. Pada saat dibawa ke klinik,
Mirna diketahui pingsan. Selama lima menit Joshua mengaku hanya
melakukan pemeriksaan dan tidak menemukan masalah pada pernapasan
dan denyut nadi. Dirinya hanya memberi alat bantu pernapasan. Kemudian
atas kemauan suami, Mirna kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kronologi versi Hani kepada Polisi
Tiba di kafe (pukul 16.00 WIB) Jessica tiba di kafe.
Hani dan Mirna datang (pukul 16.40 WIB). Minuman sudah tersedia. Menurut
Hani, setelah meminum es kopi, Mirna mengatakan “It's awful, it's bad”.
“Minumannya ada apa-apanya kali,” kata Hani.
Mirna sekarat Mirna merasa kepanasan dan mulutnya berbusa sehingga
dibawa ke klinik. Mirna meninggal di Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kronologi versi Edi Darmawan Salihin (Ayah Mirna)
Wawancara yang dilakukan oleh Karni Ilyas dalam acara Indonesia Lawyers
Club di tvOne, Edi Darmawan Salihin[4] mengungkapkan beberapa fakta
terkait kematian anaknya. Fakta tersebut ia peroleh salah satunya setelah
melihat rekaman CCTV yang berada di Olivier Cafe. Ia menjelaskan, bahwa
apa yang di ucapkan oleh Jessica Kumala Wongso di media-media itu
bohong. Kebohongan tersebut antara lain mengenai air mineral yang diakui
Jessica dipesan olehnya, nyatanya tidak tercantum dalam tagihan pesanan.
Lalu penempatan goody bag yang diakui Jessica ditaruh di atas meja setelah
minuman datang, menurut Edi, nyatanya goodybag ditaruh sebelum
minuman pesanan diantarkan oleh pelayan. Edi pun mengatakan, hanya
Jessica yang tidak menangis saat keluarga dan teman-teman Mirna berada
di Rumah Sakit Abdi Waluyo.

Hasil autopsi yang dilakukan terhadap jenazah Mirna, ditemukan adanya


pendarahan pada lambung dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif
masuk dan merusak mukosa lambung. Belakangan diketahui, zat korosif
tersebut berasal dari Sianida.

Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri juga sudah mengeluarkan hasil


pemeriksaan sampel kopi yang diminum Wayan Mirna Salihin. Hasilnya, dari
sampel kopi itu ditemukan 15 gram racun sianida. Sebagai perbandingan, 90
miligram sianida bisa menyebabkan kematian pada orang dengan berat
badan 60 kilogram. Sekitar 90 miligram, jika dalam bentuk cairan, dibutuhkan
3-4 tetes saja. Sedangkan 15 gram, sekitar satu sendok teh.

Setelah hampir satu bulan sejak kematian Wayan Mirna Salihin, polisi
akhirnya mengumumkan pelaku pembunuhan berencana ini. Jessica Kumala
Wongso ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Januari 2016 pukul
23:00 WIB.[5] Jessica yang diketahui sebagai teman Mirna yang juga
memesankan minuman, ditangkap keesokan harinya di Hotel Neo Mangga
Dua Square, Jakarta Utara, pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 07:45 WIB.
Setelah menjalani pemeriksaan selama 13 jam sebagai tersangka, Jessica
pun ditahan oleh pihak kepolisian.

Setelah melewati beberapa kali persidangan, Jessica Kumala Wongso


dituntut 20 tahun penjara atas tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam
Pasal 340 KUHP pada 27 Oktober 2016.[7][8] Dalam tuntutannya, jaksa
menyebutkan bahwa Jessica diyakini terbukti bersalah meracuni Mirna
dengan menaruh racun sianida dengan kadar 5 gram.[7] Jessica disebut
menutupi aksinya dengan cara meletakkan 3 kantong kertas di meja nomor
54.[7] Sidang pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dipimpin oleh hakim
ketua hakim ketua Kisworo, hakim anggota Binsar Gultom, dan hakim
anggota Partahi Hutapea.[9]

Pada 13 Juli, rekaman CCTV dari kafe Olivier ditayangkan di persidangan


dan menunjukkan Jessica berdiri menghindari kerumunan sambil melihat
sekelilingnya dan menggaruk-garuk tangannya ketika banyak orang sedang
membantu Mirna.[10][11] Kepala Subbidang Komputer Forensik Bareskrim
Polri, Muhammad Nuh Al-Azhar, mengatakan terdapat tindakan yang
mencurigakan dari Jessica, yaitu selalu menoleh ke meja nomor 54 dan
duduk menghalangi tanaman hias, serta meletakkan tatakan meja sejajar
dengan paper bag.[12] Ia juga menambahkan tindakan mencurigakan lainnya
yaitu ketika Jessica memindahkan posisi kopi yang akan diminumnya ke
posisi duduk Mirna dan memasukkan tangannya beberapa kali kedalam
tas.[12]

Pada 28 September, adik Mirna, Sandy, mengatakan bahwa Jessica sempat


mengirimi tautan berita tentang racun kepada dirinya setelah kematian
Mirna.[13] Pengadilan kemudian menghadirkan kesaksian dari kolega
Jessica di Australia, Kristie Louise Charter, yang mengatakan bahwa dirinya
memiliki dua kepribadian yang berlawanan dan menggunakan hal tersebut
untuk memanipulasi perhatian seseorang agar meraih simpati, dan akan
sangat marah apabila perhatian tersebut tidak berhasil didapatkan.[14] Ia
juga menambahkan bahwa Jessica memiliki sifat yang licik dan suka
berbohong, dan akan menunjukkan sifat tersebut ke orang terdekatnya
apabila dirinya sedang mengalami tekanan.[14]

The Jakarta Post mengatakan bahwa "Sejalan dengan dakwaan, hakim


menyimpulkan bahwa Jessica membunuh Mirna sebagai pembalasan
dendam karena berulang kali menyuruh Jessica putus dengan Patrick
O'Connor, mantan pacar Australianya."

Setelah kasasi yang cukup lama, pertama kali ditolak di Pengadilan Tinggi
Jakarta dan kemudian di Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Hakim Artidjo
Alkostar, Salman Luthan dan Sumardiyatmo yang dengan suara bulat
menolak kasasi Jessica. PASAL 340 KUHP.
Antasari Azhar jadi Tersangka Pembunuhan 12
Tahun Lalu saat Hendak Bongkar Kasus Korupsi
Besar

Dalam waktu sekitar satu setengah bulan, polisi berhasil


mengungkap tabir di balik kasus pembunuhan Direktur
PT PRB Nasrudin Zulkarnaen Iskandar. Pengungkapan
kasus ini berawal dari kesaksian para saksi di lokasi
penembakan, kemudian polisi menemukan motor
Yamaha Scorpio yang digunakan pelaku
penembakan.[1] Setelah itu, polisi kemudian menangkap
Heri Santosa, pengemudi Yamaha Scorpio itu di
kawasan Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan. Dari
pengakuan Heri, kemudian nama para tersangka lainnya
terungkap. Kombes Pol Wiliardi Wizar dan Komisaris PT
Pers Indonesia Merdeka (PIM) Sigid Haryo Wibisnono
kemudian juga ditangkap.[1]
Dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Senin
(4\/5\/2009), Kapolda menjelaskan kronologi
pengungkapan kasus pembunuhan Nasrudin ini.
Namun, Kapolda menjelaskan kronologi ini dengan
menyebut para tersangka dengan inisial-inisial. Kapolda
juga tidak menyebutkan motif pembunuhan terhadap
Nasrudin. Kapolda juga belum menyebut peran Antasari
Azhar secara jelas dalam kasus ini.

Penangkapan Tersangka

Kepada polisi, Hendrikus mendapat pesanan


penembakan terhadap Nasrudin dari Eduardus Ndopo
Mbete alias Edo. Kemudian polisi menangkap Edo di
rumahnya di Jalan Jati Asih, Bekasi. Edo mengakui dan
membenarkan pengakuan Hendrikus. Kemudian
dilakukan pendalaman terhadap Edo untuk mengetahui
motif dan siapa yang menyuruh Edo untuk melakukan
penembakan terhadap Nasrudin.[1]

Keterangan Tersangka

Dari pengakuan Hendrikus, diperoleh keterangan


tentang keberadaan Fransiskus. Polisi akhirnya
menangkap Fransiskus alias Amsi di Batu Ceper, Kali
Deres, Jakarta Barat. Saat diperiksa, Amsi mendapat
uang Rp 30 juta, kemudian Hendrikus memberi dana
operasional kepada Fransiskus sebesar Rp 15 juta
untuk membeli senjata api dan sebesar Rp 5 juta untuk
menyewa kendaraan Avanza.[2]
Dari hasil peneriksaan Heri Santosa, dilakukan
penangkapan terhadap Daniel (penembak\/eksekutor) di
Pelabuhan Tanjung Priok sewaktu pulang dari Flores
dengan menggunakan kapal laut Silimau. Saat
diperiksa, Daniel mengaku mendapatkan pesanan
penembakan terhadap Nasrudin dengan mendapat
imbalan uang Rp 70 juta.

Dalam duplik ini, sambungnya, akan membahas bahwa


jaksa tidak bisa memberi alasan yang cukup mengenai
kenapa Nasrudin menyuruh Rani untuk bertemu dengan
Antasari. Namun saat menemukan Rani bersama
Antasari di dalam kamar 803 Hotel Grand Mahakam.
“Nasrudin justru marah dan menempeleng Rani. Ini
sudah jelas sandiwara yang tidak logis. Dan ternyata
skenario itu tidak diperankan dengan baik oleh
aktor-aktornya, dan itu merupakan bukti awal rekayasa
itu dibangun,” jelasnya. Ia menyatakan, persoalan itulah
yang akan dipaparkan dalam sidang pembacaan duplik
ini. Antasari Azhar merasa Jaksa Penuntut Umum (JPU)
menutup peluangnya bebas. Hal ini terungkap dalam
pembacaan duplik yang dilakukan Antasari di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam duplik
tersebut, Antasari mempertanyakan tentang peran dan
motif saksi sekaligus istri korban, Rani Juliani. Apalagi
timbul kesan JPU melarang penasehat hukumnya
bertanya lebih dalam kepada Rani.
Antasari juga menyatakan JPU terlalu bersemangat.
Artinya dengan cara bagaimanapun dirinya harus
dihukum. Buktinya, ketika terdapat fakta terjadi alur
konspirasi, JPU selalu mengesampingkannya.

Terdakwa Antasari Azhar dalam dupliknya juga tetap


bersikeras bahwa dakwaan sebagai dasar tuntutan jaksa
penuntut umum terhadap dirinya, penuh imajinasi.
Terutama hal yang berkaitan dengan saksi Rani Juliani.

“JPU mengenai Rani yang manis dan jelita serta teringat


akan manjanya Rani, setelah kami menyimak surat
dakwaan dan fakta persidangan tidak ada satu saksi pun
yang menyatakan sebagaimana pernyataan JPU di atas.
Dengan demikian maka tidaklah berlebihan jika saya
menyatakan hal tersebut, hanyalah merupakan suatu
kesimpulan imajinasi dari JPU,” ujar Antasari.

Di bagian akhir pembacaan dupliknya Antasari juga


berkisah tentang seorang pengembara. Hal ini
dirangkum dari renungan dalam dzikir di Blok A nomor
10 tahanan narkoba kata Antasari yang juga mantan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 5 Februari
2010. Antasari mulai bercerita. Suatu ketika ada seorang
pengembara dikejar Harimau yang kelaparan. Si
pengembara itu lari ke sebuah sumur untuk menghindari
kejaran. Dia melanjutkan cerita. Si pengembara tadi
masuk ke dalam sumur dan hanya bergantungan pada
sebuah akar pohon. Melihat si pengembara tergantung
pada sumur dengan memegang akar pohon, sang ular
mencoba mengiggit kaki.

Tanggal 28 Januari 2010 Pledoi Akan dibacakan. Dan


pledoi ini disusun sendiri oleh Antasari. Antasari akan
menyampaikan hal-hal yang selama ini belum pernah
disampaikan di persidangan atau kepada publik. Namun,
hal dan kejutan baru apa yang akan disampaikan
Antasari. Kuasa hukum Antasari juga menyiapkan
pledoi. Karena itu, sepekan terakhir, tim kuasa hukum
selalu menggelar rapat hingga tengah malam. “Sepekan
terakhir begadang terus,” kata dia. Menurut Ari, perlu
pemikiran mendalam dalam membuat pledoi, karena
dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum tidak melihat
fakta dan bukti-bukti yang ada. Bagi Ari, kasus Antasari
ini bukan kasus pidana biasa. Dalam sidang di PN
Jakarta Selatan Selasa 19 Januari 2010 lalu, jaksa
menuntut Antasari dengan hukuman mati. Tuntutan ini
sangat mencengangkan kuasa hukum, karena tidak ada
bukti kuat bahwa Antasari terlibat dalam kasus ini.[4]

Tersangka dugaan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen,


Antasari Azhar hari ini, Kamis, 28 Januari 2010
membacakan pledoinya. Dalam pledoinya, Antasari
memasukan testimoni Susno Duadji terkait adanya
pemaksaan penyidikan kasus pembunuhan Nasrudin.[5]
Sebelumnya, dalam dokumen testimoni mantan
Kabareskrim Susno Duadji yang diserahkan ke Pansus
Century. Dalam dokumen itu, Susno menuliskan, tim
yang dibentuk Kapolri Bambang Hendarso Danuri tak
menemukan bukti untuk mengungkap motif
pembunuhan Nasrudin. Berikut tulisan lengkapnya; Awal
mulai Penyidikan kasus pimpinan KPK dimulai dari
keinginan Kapolri untuk mengungkap apa motif
sebenarnya pembunuhan Nasrudin, kemudian Kapolri
menunjuk Wakabereskrim Irjen Pol Drs. Hadiatmoko
mengkoordinir penyelidikan dan Penyidikan motif
pembunuhan Nasrudin, kemudian Irjen Pol Drs.
Hadiatmoko membentuk 5 (lima) Tim.[6] Setelah
beberapa bulan kemudian kelima Tim tersebut bekerja
tidak menemukan bukti untuk mengungkap motif
pembunuhan, namun Kapolri sudah terlanjur
melaporkan kepada Presiden tentang adanya kejahatan
suap yang melibatkan Pimpinan KPK sebagai motif
terjadinya pembunuhan Nasrudin. Kapolri merasa malu
kalau laporannya tersebut tidak bisa dibuktikan, untuk
itulah Kapolri memerintahkan Tim Penyidik yang sudah
dibentuk untuk mencari kasus yang dapat dibuktikan
guna menjerat pimpinan KPK. Selanjutnya Tim Penyidik
mendapat kasus sebagaimana yang bergulir saat ini
yang menyebabkan kontroversi. Penyidikan sepenuhnya
di bawah kendali Kapolri.

Jaksa penuntut menganggap mantan Ketua Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar terbukti
melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin
Zulkarnaen di pengadilan Jakarta Selatan. Jaksa
mengatakan, motif kejahatan tersebut adalah bahwa
Antasari tidak menghendaki pelecehan seksual yang
dilakukannya kepada Rani Julianti dibeberkan
Nasruddin. Dengan pertimbangan semua bukti dan saksi
mendukung dakwaan pembunuhan ini, jaksa menuntut
majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman mati bagi
Antasari Azhar.[7] Jaksa penuntut umum Cyrus Sinaga
menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman mati untuk
Antasari. "Menuntut supaya majelis hakim PN Jakarta
Selatan memutuskan, menyatakan terdakwa Antasari
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana, orang yang turut melakukan
perbuatan, membujuk orang lain melakukan tindakan
pidana," kata jaksa. Tuntutan hukuman mati ini dianggap
sesuai dengan perbuatan Antasari yaitu menyuruh orang
lain melakukan pembunuhan berencana dengan korban
Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin
Zulkarnaen.

Menurut jaksa, ada sepuluh hal yang memberatkan


Antasari antara lain jaksa menganggap dia berusaha
menciptakan kesan bahwa aparat hukumlah yang
menjebak Antasari dalam kasus ini.[7] Menanggapi
tuntutan hukuman tersebut, Antasari mengatakan siap
melakukan pembelaan. Menurut jadwal pekan depan
Antasari dan tim kuasa hukumnya akan membacakan
pembelaan. Sedangkan hakim rencananya akan
membacakan vonis pada 11 Februari mendatang. Selain
Antasari, hari ini PN Jakarta Selatan juga menggelar
sidang Williardi Wizar dan Sigit Haryo Wibisono.
Sejumlah pendukung Antasari Azhar tampak kecewa
setelah jaksa membacakan tuntutan atas mantan Ketua
KPK itu. Jaksa juga menuntut hukuman mati untuk
mantan Kapolres Jakarta Selatan Williardi dan
pengusaha Sigit Haryo Wibisono. Keduanya dinyatakan
telah membantu pembunuhan Nasrudin pada
pertengahan Maret 2009. Berkaitan dengan kasus
pembunuhan yang sama, pengusaha Jerry Hermawan
Lo dituntut 15 tahun penjara. Lima terdakwa lain yang
dinyatakan sebagai pelaksana penembakan Nasrudin
telah dihukum penjara antara 17 sampai 18 tahun.
pasal 340 KUHP.

Anda mungkin juga menyukai