KELAS X.11
Tujuh tahun silam, tepatnya 6 Januari 2016, nyawa Wayan Mirna Salihin tak
tertolong setelah menyeruput es kopi vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia,
Jakarta. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Mirna sempat mengalami
kejang-kejang, lalu tak sadarkan diri. Mulutnya juga mengeluarkan buih.
Jessica juga langsung membayar pesanannya yang disebut tidak biasa dilakukan
pembeli lain. Pegawai Olivier juga bersaksi, es kopi vietnam Mirna yang Jessica
pesan berwarna kekuningan dan berbau.
Sementara ayah Mirna, Edi Dermawan Salihin, membeberkan tingkah laku Jessica
selama berada di rumah sakit. Menurut dia, gerak-gerik Jessica ketika itu tampak
mencurigakan. Jessica, kata Dermawan, sempat mengaku asma, tetapi masih lancar
beraktivitas. "Tiba-tiba dia lompat. Terus dia kesandung. Kan pintu ada rel. Nah, di
situ," ujar Darmawan.
Dalam persidangan juga terungkap, kasus ini dilatarbelakangi dendam dari Jessica
kepada Mirna. Arief Soemarko, suami Mirna, bersaksi di pengadilan bahwa Jessica
pernah marah besar kepada istrinya itu pada bulan Oktober 2014 ketika mereka di
Australia.
Semenjak itu, kata Arief, Mirna ketakutan menghadapi Jessica. Mirna ketakutan
karena menganggap Jessica marah kepadanya saat terakhir bertemu pada Oktober
2014 di Sydney, Australia. "Mirna tak mau bertemu Jessica seorang diri. Dalam
pikiran Mirna, Jessica marah sama dia," kata Arief.
Setelah lama tak bersua, Jessica mengajak janjian bertemu Mirna di Jakarta.
Pertemuan itulah yang kemudian berakhir dengan kematian Mirna.
Sementara, Jessica bersikukuh dia bukan pelaku pembunuhan Mirna. Dalam nota
pembelaan (pleidoi) yang dibacakan pada sidang kasusnya yang ke-28 di
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, 13 September 2016, dia mengatakan tak ada
alasan untuk memperlakukan dirinya seperti sampah.
"Bagaimanapun juga, saya tidak membunuh Mirna, jadi seharusnya tidak ada
alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah," ujar Jessica dalam nota
pembelaannya, seperti dilansir Tribunnews.com.
"Saya ada di sini karena saya dituduh meracuni teman saya, Mirna. Saya tidak
menyangka kalau pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya
bertemu Mirna, apalagi saya dituduh membunuhnya. Namun saya sadar kalau tidak
ada yang luput dari kehendak Tuhan yang Maha Esa. Dan selama ini saya
diberikan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menghadapi cobaan ini," tutur
Jessica.
"Mirna adalah teman yang baik, karena Mirna memiliki sifat yang ramah, baik hati
dan jujur dengan teman-temannya. Selain itu dia juga sangat humoris, kreatif, dan
pandai. Walau kita jarang bertemu karena tinggal di negara yang berbeda tetapi
sangat mudah untuk menghabiskan waktu berjam-jam bercanda dan mengobrol
pada saat bertemu."
"Tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap
menekan dan mengintimidasi siapa pun yang mereka percaya telah berbuat hal
yang buruk walau tanpa penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah
mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna," ujar Jessica.
Suami Mirna, Arief Soemarko, bersaksi pada 12 Juli 2016 bahwa istrinya takut
untuk bertemu dengan Jessica. Sebelum peristiwa 6 Januari 2016, Arief
mengungkapkan ia mengikuti pertemuan dengan Mirna dan Jessica pada 8
Desember 2015 di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dalam pertemuan itu, tak ada
pembicaraan spesifik perihal kemarahan Jessica terhadap Mirna. Namun, Arief
mengaku diberitahu Mirna bahwa Jessica pernah marah besar kepada istrinya itu
pada bulan Oktober 2014. Menurut Mirna, terang Arief, Jessica marah saat Mirna
menasihatinya mengenai hubungan Jessica dengan pacarnya. Kala itu, Jessica
marah dan meninggalkan Mirna sendirian dalam pertemuan mereka di Australia
beberapa tahun silam.
Jessica juga sakit hati dikerenakan mirna tak mengundang Jessica di penikahan,
trusss Jessica sakit hati kerna ucapan mirna
Pada 27 Oktober 2016, Jessica Kumala Wongso dijatuhi vonis pidana penjara
selama 20 tahun.[7]
.
KEBOHONGAN JESSICA
Keenam, Jessica juga tidak mengakui bahwa ia pernah dinasihati Mirna lantaran
berpacaran dengan pemakai narkoba. Padahal Jessica malah karena nasihat dari
Mirna hingga memutuskan untuk tidak berkomunikasi lagi.
Kedelapan, Jessica tidak mengakui menyusun paper bag di meja. Jessica juga
tidak mengakui memasukkan racun sianida ataupun memindahkan gelas ke tengah
meja 54. "Padahal gerakan terpantau CCTV," katanya.
Kesembilan, Jessica mengaku membantu Mirna, bahkan menggoyangkan tangan
korban saat kejang-kejang. Padahal, ujar jaksa, menurut kesaksian Hani Juwita
yang juga ikut dalam pertemuan di Cafe Olivier menyebut Jessica tidak melakukan
itu. "Terdakwa diam saja dan tidak membantu Mirna," katanya.
"Ada 37 item barang bukti yang akan kita limpahkan untuh tahap dua ke Kejari Jakarta Pusat
pagi ini," ujar Wakil Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan kepada
wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Dari 37 item barang bukti tersebut, salah satu barang bukti penting yang diserahkan ke Kejari
Jakarta Pusat yakni rekaman CCTV (Circuit Closed Television) di Kafe Olivier, Mal Grand
Indonesia, Jakarta Pusat
-menurut ahli saksi saat tersangka mebuka tas pada pukul 16:29 tangan
tersangka beberapa melakukan kegiatan tidak 1 detik tapi beberapa detik tangan
kanan keatas meja trus kedua tangan di atas meja trus tangan kanan meja trus
kedua tangan, hinnga slesainya kopi itu dibalikan di ujung meja pukul 16:33
kemungkinan Jessica menaruh sianida di dlam kopi yang diminum mirna
1. Bukan Psikopat atau Kepribadian Ganda
Namun Jessica sedari awal membantah penyuka sesama jenis. Alibi terkuatnya
adalah dia memiliki pacar laki-laki selama tinggal di Sydney Australia.
Ratih berpendapat, secara kasat mata tak nampak indikasi Jessica seorang lesbian.
Hemat Ratih, orientasi seksual Jessica masih kepada laki-laki. Namun Ratih
menyarankan hakim untukenanyakan hal tersebut kepada ahli psikologi seksual,
jika ingin mengetahui keakuratan analisa orientasi seksual Jessica.
"Secara kasat mata tidak terlihat adanya kelainan seksual. Tapi harus digali lebih
dalam lagi dengan melibatkan psikolog seksual," ucap Ratih
Jessica Kumala Wongso memiliki tipe kepribadian yang dalam dunia psikologi
disebut Amorous Narcissistic. Ahli Psikologi dari Universitas Indonesia (UI)
Antonia Ratih Andjayani menjelaskan orang dengan tipe kepribadian tersebut
memiliki karakteristik haus perhatian dan pujian dari orang-orang di sekitarnya.
Fakta baru, Jessica mencicipi cocktail yang ia beli untuk Hanie lalu menyisakan.
Ratih mempersilakan masyarakat menilai seperti apa sifat Jessica dengan
perilakunya yang seperti itu.
"Setelah cocktailnya abis, dia (Jessica) minum cocktail Hanie. Sebenarnya cocktail
orang diminum, itu nggak sopan. Semestinya dia bisa memesankan ulang untuk
teman-temannya. Karena dia minum jatahnya Hanie, nggak dia habisin, terus dia
geser minumannya," kata Ratih saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Senin (15/8/2016).
Ratih berpendapat semestinya Jessica tidak berbuat seperti itu jika tulus beritikad
baik kepada teman-temannya. Seharusnya Jessica memberikan yang terbaik jika
ingin menraktir teman-teman lamanya.
"Mestinya dia tidak mencemari dengan cara dicicipi. Kalaupun iya, bisa pesan
ulang. Pesan (minuman)sejam sebelumnya pun sebenarnya akan membuat rasa
minuman berkurang kualitasnya," jelas Ratih
5. Tak Suka Asmara Masa Lalu Diungkit
Ratih mengaku pernah mendapat perilaku ketus dari Jessica Kumala Wongso, saat
dirinya menyinggung masa lalu dan hubungan asmara Jessica. Semula, kata Ratih,
Jessica aktif dan responsif menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar dirinya
sendiri.
"Ekspresi Jessica berubah 180 derajat, yang tadinya ramah, tadinya cukup
kooperatif, langsung tampak berubah dingin dan ketus, dan bahasa tubuh yang
kakinya ke arah saya masih terbuka sekarang tertutup. Ini gestur yang
mengisyaratkan menolak," ujar Ratih saat bersaksi untuk sidang perkara Jessica
Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/8/2016).
Sebagai psikolog, naluri Ratih untuk mengetahui lebih jauh alasan Jessica menolak
menceritakan hubungan asmara dan masa lalunya muncul. Namun hasilnya nihil,
karena Jessica tetap pada pendiriannya untuk bersikap antipati. Akhirnya Ratih
menyudahi observasi dan menjadikan sikap antipati Jessica sebagai catatan untuk
timnya, agar memperdalam masalah masa lalu dan cerita hubungan pribadi Jessica
lebih jauh.
"Ada hal-hal yang tidak bisa kami gali, terutama tentang permasalahan hubungan,
masa lalu, emosi lebih dalam, itu tidak mampu tergali. "Ini jadi pertanyaan besar.
Dan ini kami share ke tim lanjutan yang memeriksa lebih lanjut," ucap Ratih.
6. Di Balik Senyum dan Ketenangan Jessica
Jessica yang kini terancam hukuman penjara seumur hidup bahkan bisa dikenakan
hukuman eksekusi mati karena didakwa membunuh temannya sendiri, Wayan
Mirna Salihin, nampak santai menjalani persidangan atas dirinya. Ekspresi Jessica
yang tidak seperti biasa itu diamati oleh Hakim Anggota Binsar Gultom.
"Banyak persidangan yang kami lewati dan kami melihat wajah-wajah terdakwa
biasanya sedih, murung, tidak berseri-seri lah. Sementara terdakwa Jessica ini
terlihat tenang. Apakah saudara bisa menilai sikap terdakwa ini?" tanya Binsar
kepada Psikolog Klinis Antonia Ratih Andjayani yang hadir sebagai ahli di sidang
perkara Jessica, Senin (15/8/2016).
"Merujuk pada hasil analisa saya, kita berbicara tentang personality profile.
Menjadi center of attention memberikan enerji kepada Jessica," ujar Ratih.
Ratih mengatakan lebih lanjut, kesenangan Jessica saat berhasil mencuri perhatian
publik adalah ciri khas dari karakter pribadi narsistik. "Semakin banyak atensi
yang diterima menjadi enerji," tutur Ratih.
PENAMBAHAN
Setelah diperiksa, ternyata ada sekitar 3,75 milligram sianida dalam tubuh Mirna.
Setelah melakukan penyelidikan secara lebih dalam terhadap para saksi serta bukti
dan melangsungkan gelar perkara, polisi akhirnya menetapkan seorang tersangka,
yaitu Jessica Kumala Wongso.
Jessica benar-benar dinyatakan sebagai tersangka pada akhir Januari 2016,
sebelum akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 27
Oktober 2016, lalu. Jessica dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 20 tahun
dalam dakwaan pembunuhan berencana. Sampai sekarang, Jessica masih dipenjara
di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.